Karena dirimu, aku mengetahui apa arti hidup itu yang sebenarnya.

Karena dirimu, aku bahagia.

Karena dirimu, aku nyaman.

Karena dirimu, aku bersyukur kepada Kami-sama yang telah membiarkan aku hidup untuk bertemu denganmu.

Karena itu, aku mulai tahu apa arti semua itu...

Itu karena...

Aku mencintai dirimu.


Karena Dirimu

Kamichama Karin (Chu) © Koge-Donbo

Warning: Crystal hanya meminjam karakternya, tidak lebih dan tidak kurang. Harapan yang terlalu tinggi jika Crystal yang membuat animasinya. Hey, lihatlah! This story is just for fun!

[Kazune K. x Karin H. x Jin K.]

Chapter 1: First Day


Gadis berambut coklat brunette melirik jamnya, 07:00, tentu saja. Mengingat hari ini adalah hari pertamanya bersekolah di sekolah terelit se-Jepang, Sakuragaoka. Sekolah terelit di Jepang yang paling di dambakan semua orang. Dan kini, dia mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di sana. Dan, hei! Itu bukan sesuatu yang tidaklangka. Tentu ini sangat langka!

Gadis itu menoleh ke sekelilingnya. Sebuah sekolah, parkiran bis, taman bunga, air terjun. Semuanya di tata dengan sangat rapi. Apalagi ketika melihat taman bunga dan air terjun yang berada di sebelah kiri dan kanan bangunan sekolah, sangat indah. Dan juga... menarik.

Gadis itu menghela nafas panjang. Ia menaiki anak tangga. Suara derap kakinya masih terdengar dan tergiang di telinganya. Ia menarik nafas berat. Memang, seharusnya ia bersemangat ketika akan bersekolah di sini—seperti yang di lakukan oleh anak-anak sebayanya. Tapi ia tidak, karena ada satu peristiwa yang menjanggal di hatinya.

Musuh.

Siapa sangka? Gadis ini, mempunyai musuh bebuyutannya. Dari awal mereka bertemu, tampang tidak suka sudah terlihat di depan keduanya. Saling membenci, tidak menyapa, membuang muka, berbalik, dan memasang tampang biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa.

Itulah yang terjadi, dan akan terus di lakukan sampai anak mereka lahir nanti.

Anak dari keluarga Karasuma, nama keluarga yang di anggap kotor oleh keluarga Hanazono. Begitu juga sebaliknya. Dari awal mereka bertemu, dari awal sebelum memberitahu keluarga, mereka sudah tidak suka. Bawaan? Bisa saja. Namanya juga musuh bebuyutan.

"Hm..." Gadis itu tampak berpikir sambil terus menaiki anak tangga, hingga akhirnya—

BRUK.

—suatu hal yang tidak di inginkan terjadi. Karin langsung berdiri dan beranjak pergi. Tidak ingin memperpanjang masalah dengan pria berambut hitam memakai kacamata coklat kehitaman. Sebut saja, Karasuma Kirio. Sudah ketahuan, di lihat dari nama keluarganya, pria ini tentu saja musuh bebuyutan seorang Hanazono Karin.

"Kita bertemu lagi, Hanazono-san. Argh, mendokusei." desahnya. Tapi, Karin tidak memperdulikan ocehannya. Dia tetap memilih berjalan naik ke atas daripada harus meladeni perkataannya yang terkadang bisa memancing emosi, tentu saja.

DRAP DRAP DRAP.

Karin tetap naik ke atas. Ia melihat ke arah papan yang bertuliskan lantai tiga. Ia tersenyum tipis. Dan di sinilah lantai kelasnya, lantai tiga. Beberapa detik lagi, ia akan membuka lembaran baru dalam hidupnya. Mengubah kehidupannya penuh dengan warna. Penuh dengan persahabatan.

Cklek.

Karin membuka pintu coklat kayu itu, lalu mendapatkan beberapa murid yang langsung menatap si pembuka pintu—yang tentu saja Karin. Kumi-sensei yang mengajar waktu itu langsung tersenyum seperti mengucapkan 'selamat datang.' yang tentu saja di balas senyum hangat milik Karin.

"Nah, siapa namamu? Perkenalkan dirimu pada semua orang yang ada di kelas ini." pinta Kumi-sensei. Karin mengangguk pelan.

"Moshi-moshi minna-san, namaku Hanazono Karin. Salam kenal semuanya. Semoga keberadaanku di sini bisa di terima di antara kalian semua. Terimakasih," ucap Karin memperkenalkan diri sambil membungkuk sembilan puluh derajat. Semuanya spontan langsung berbisik-bisik sambil menatap Karin. Merasa kelasnya mulai ribut, Kumi-sensei langsung mencoba untuk menghentikan perlakuan mereka.

"Sssh, diam. Tidak baik membicarakan anak baru. Nah, Hanazono-san, silahkan duduk di sebelah Kuga-san. Jangan berkelahi nanti ya," nasihat Kumi-sensei. Aku mengangguk canggung.

Seorang pria berambut hitam tadi yang di tunjuk Kumi-sensei langsung menaikan tangan kanannya. "Sensei, apa saya boleh membalas nasihat sensei tadi?" Kumi-sensei langsung mengangguk walau masih terheran-heran dengan apa yang di lakukan pria bernama keluarga Kuga itu.

"Saya tidak mungkin berkelahi dengan bidadariku!" Spontan seisi kelas langsung tertawa terbahak-bahak. Karin hanya tersipu malu mendengarnya. Alasan yang sangat tidak masuk akal, tapi dapat mengundang tawa. Karin benar-benar salah tingkah saat itu.

"Oke, kupegang kata-katamu itu Kuga. Coba taklukan dia! Hahaha." Tawa kembali mengelegar ketika pria berambut coklat karamel mengatakan hal itu. Terkecuali seorang pria berambut blonde yang terus memutar bola matanya bosan.

Kumi-sensei menghela nafas panjang ketika melihat kondisi kelasnya sudah begitu rame. Apalagi keberadaannya seperti di lupakan. Semuanya sudah larut dalam tawa masing-masing. Karin langsung menoleh ke arah Kumi-sensei. Kumi-sensei langsung menaikan sedikit bahunya.

"Sepertinya kelasnya rame. Apa boleh aku duduk sekarang?" tanya Karin dengan nada biasa. Semuanya langsung bertatap satu sama lain sebelum akhirnya menatap Karin dalam diam. Karin yang merasakan suasana canggung di kelasnya kembali merutuki diri sendirinya dalam hati, 'Hah, sepertinya aku malah merubah keadaan menjadi sepi tanpa suara dan semuanya menatapku. Merepotkan,'

Karin langsung berjalan ke tempat duduk barunya sambil melewati beberapa meja murid yang mungkin bisa di jadikan penyambut datangnya ia ke tempat duduk barunya. Senyum tanpa arti terpampang di wajah Karin. Ia menjulurkan tangannya pada Kuga Jin, yang akan menjadi teman sebangkunya. "Terimakasih atas godaannya tadi." ujar Karin dengan nada datar.

"Kenapa? Kau tak suka ya?" tanya Jin yang langsung tersenyum kikuk. Karin lebih memilih untuk duduk di kursinya daripada melihat wajah Jin yang menurutnya sedikit menyebalkan. Tapi, Karin bisa menyimpulkan bahwa Jin adalah pria baik-baik, dapat memikat hati seorang gadis—tapi tak dapat memikat hati Karin seutuhnya—menjadi tergila-gila dengannya, sering nge-gombal seperti yang di lakukannya pada Karin, dan mungkin hal-hal yang tidak di ketahui olehnya.

Kumi-sensei menarik nafas panjang sebelum akhirnya bersuara dengan nada sedikit keras. "Nah, kita mulai saja pelajarannya sekarang." ujar Kumi-sensei langsung. Murid yang belum mengambil buku dan peralatan tulisnya—termasuk Karin—refleks membuka isi tas mereka dan mencari buku Matematika.

Di tengah keseriusan Karin, Jin rupanya ingin mengobrol dengan Karin. "Bidadari—"

"—aku sangat mohon padamu, Kuga-san. Jangan memanggilku bidadari, karena aku manusia. Lihatlah! Memang di hadapanmu aku sedang memakai sayap, huh? Tch!"

Jin menghela nafas panjang sebelum akhirnya menanggapi teman sebangku barunya itu. "...baiklah." ujarnya lesu. 'Hah, dia membosankan.' pikir Jin tentang teman barunya itu. 'Wajahnya cantik, tapi sifatnya mirip orang berwajah dingin itu. Tch!' tambah inner Jin.

Karin yang bosan menatap pelajaran yang di berikan Kumi-sensei langsung mengalihkan pandangannya pada ventilasi udara yang ada di dalam kelas itu agar tidak kehilangan pasokan udara. Di tatap lembut ventilasi itu. Karin sedikit menyipitkan matanya karena ia tak dapat menahan rasa silau yang menyerbu kornea matanya.

"Kuga-san, sebaiknya jaga—"

Kumi-sensei langsung menggeleng-gelengkan kepalanya menatap kedua orang itu. "Hanazono-san, apa hasil dari pecahan—"

"Oh sensei! Kita harus membahas ulang pelajaran kelas enam yang tentang pecahan? Aduh, sensei. Kita bosan dengan pelajaran pecahan." gerutu pria berambut coklat karamel. 'Banyak omong.' itulah perkataan batin seluruh murid. Semuanya menatap horror pria itu. Dia bahkan berani memotong perkataan seorang sensei.

"Apa?" respon Karin ketika mendengar namanya di panggil. Semuanya terdiam, lalu tiba-tiba tertidur. Tanpa Karin sadari, tiga orang yang berada dalam kelas itu hanya pura-pura tertidur lelap ketika melihat semua teman-temannya tertidur.

Karin langsung mengepalkan tangannya, dan beranjak berdiri dari kursinya. "Rika-chan! Sudah keluar saja dari sarangmu itu!"

"Hn, baiklah. Sepertinya ketahuan ya?" tanya Rika dengan nada meremehkan. Mereka sudah berjanji akan bertarung. Tahun ini, bulan ini, minggu ini, hari ini, jam ini, menit ini, dan detik ini juga. Mereka ingin membuktikan bahwa siapa yang paling kuat. Tiga orang yang pura-pura tertidur lelap tadi langsung berjinjit pergi dari ruang kelas itu melalui jalan rahasia.

"Terima ini!" seru Rika sambil melemparkan Karin sebuah serangan berwarna ungu gelap dengan warna hitam di tengahnya. Karin langsung melompati meja dengan gesit. Melihat sekilas saja Karin sudah tahu, Rika menggunakan cara licik. Kalau begitu, licik akan di balas dengan licik.

"Kekuatan membaca pikiran!" Begitu Karin mengatakan kata mantra itu, semua pikiran Rika terbaca dengan mudah. Karin langsung tersenyum meremehkan. Menatap Rika dengan penuh kebencian. Rika, nama orang yang harus di beri pelajaran.

"Licik," Satu kata yang membuat Karin geram. Tidak, tidak. Karin tidak marah jika mengatakan bahwa ia licik. Ia licik? Memang. "Kau sangat licik, nona Hanazono Karin. Sampai kapan kau terus seperti ini? Memasang wajah sedikit ceria sebagai topeng sempurnamu. Tch!"

"Kau lebih dari sekedar licik, Rika-chan! Aku hanya membaca pikiranmu. Sedangkan kau? Kau menaruh racun tertidur selama dua hari pada serangan pertama. Tidakkah tujuanmu itu agar dapat menghidupkan kembali cincin Zeus? Itukah yang di sebut tidak licik, hm?" tanya Karin dengan nada sinis. Musuh kebuyutannya ada tiga orang, Karasuma Kirio, Karasuma Kirika, dan Karasuma Rika. Tiga bersaudara yang sering memakai jalan pintas ketika menyerang orang lain.

"Ya, ya, ya! Aku mengakuinya. Tapi aku mau kau mati!" seru Rika langsung melompat ke arah Karin dan tersenyum sinis. Rika yang sepertinya lupa jika ada yang ia pikirkan akan terbaca oleh Karin, langsung mendecih dalam hati. 'Tch! Dia bukan orang yang seperti dulu lagi. Kuakui dia sedikit lebih kuat dari sebelumnya,' inner Rika mulai bersuara.

"Hn, aku memang bukan gadis pengecut seperti dulu lagi. Aku memang sudah lebih kuat dari sebelumnya. Terimakasih telah mengakuinya." ujar Karin tersenyum puas menatap gadis yang berada di hadapannya. Tatapannya yang penuh kebencian... membuat Karin sedikit tertegun. Tapi ia tidak takut. Ia tetap akan melawan orang yang berada di depannya.

"Huh? Darimana kau tahu—"

DOR!

"Sedang apa kalian?" seorang satpam sekolah tiba-tiba datang ke kelas mereka, dan mendapati mereka sedang bertarung. Masalahnya, mereka salah karena belum berwujud menjadi dewa!

'Sial.' umpat Rika dalam hati. Rika langsung melirik Karin. Karin mengangguk. Walaupun mereka bermusuhan, mereka tidak ingin masalah musuh atau tidaknya mereka itu di ketahui oleh orang lain.

"Kembali ke masa lalu!"

Mata Karin terpejam, tiga orang yang tadi bersembunyi sedikit kaget. Namun, mereka menutup mata mereka juga. Seakan tahu apa yang harus mereka lakukan.

SRING.

"Hanazono-san, apa hasil dari pecahan ini?" tanya Kumi-sensei mengarahkan penggaris gurunya ke arah soal pecahan. Karin awalnya sedikit tidak mengerti kenapa pria berambut coklat karamel tadi tidak memotong perkataannya, karena sesungguhnya bukannya itu yang terjadi. Tapi Karin tepis semua perasaan curiga itu. Lagipula anak berambut coklat karamel tadi tidak mungkin dewa, tentu saja.

"Karin, kau mau melakukan suatu hal untukku?" Entah kenapa, Karin jadi susah payah untuk menelan ludah.


To Be Continue


Author Note (Catatan Author):

Hai, kembali lagi dengan fic baru Crystal! Crystal bikinnya hari ini, lumayan 'kan dapat waktu boleh pegang laptop~ *kegirangan*. Oke, oke! Bagaimana pendapatmu tentang cerita yang Crystal buat? Bagus? Jelek? Lumayan? Membosankan? Tidak menarik? Jujur saja!

.

.

Mind to review?