Disclimer: Bleach punya Om Tite Kubo loh. Love, Hate, Hocus-Pocus punya mba Karla M Nashar

Warning: OOC, typos dan banyak banget yang lainnya, tapi yang penting yang nggak suka boleh nggak baca kok..

Haloo…

mii muncul lagi setelah sekian lama.

Bawa-bawa fic baru semoga gak ada yang bosen.

Oke deh, selamat membaca ^,^

.

Magic Apple©miisakura

.

Jarum jam sudah membentuk sudut siku-siku dengan jarum pendek mengarah ke angka sembilan. Tapi Rukia masih berkutat dengan daun pintu yang belum mau merapat. Sial! Sudah gelap, tapi aku masih harus tertahan disini. Menyebalkan!

Sudah cukup rasanya kesialan yang menimpanya karena Ba-channya, Yoruichi Shihouin, tiba-tiba melimpahkan tanggung jawab museum pribadinya pada Rukia. Ba-channya yang satu itu memang benar-benar berbeda. Tipe pribadi nyentrik yang gemar mengumpulkan koleksi aneh yang katanya langka.

Lihat saja pedang aneh yang memiliki tujuh bilah anak pedang seperti cabang yang merupakan peninggalan terkenal dari dinasti masa lampau di Korea itu. Melihatnya saja membuat Rukia bergidik ngeri. Bukan karena dia takut pada roh penunggu pedang itu atau apa – dia sama sekali menolak percaya hal magis – tapi bayangkan jika pedang itu menusukmu, tujuh bilah pedang itu akan merusak tujuh titik berbeda secara bersamaan. Membuatmu merasakan sakit yang tak terbayangkan. Beruntung jika kau langsung mati setelah tertusuk, jika tidak itu adalah neraka bahkan sebelum kau kehilangan napasmu. Kejam.

Itu hanya salah satunya. Masih banyak koleksi aneh lain yang diklaim berasal dari masa lalu, mengingat cukup besarnya museum milik Ba-channya. Tetapi Rukia tidak terlalu menyukai pekerjaan dadakannya ini. Terikat dengan masa lalu bukanlah hal favoritnya. Sekarang ia harus berurusan dengan potongan-potongan sejarah itu setiap hari selama satu bulan. Benar-benar membuat frustasi! Kalau bukan karena iming-iming tiket terbatas pertunjukan Chappy and Friends di Universal Studio yang di tawarkan Ba-channya, ia tidak akan sudi bersinggungan dengan bukti-bukti masa lalu itu.

Rukia kembali menarik-narik pintu itu agar tertutup sempurna dengan menambahkan tenaga. Tampaknya tindakannya masih sia-sia. Pintu itu masih terhalang sisi lemari yang menonjol. Butuh sedikit dorongan pada lemari itu agar tidak menghalangi pintu. Tapi lemari penyimpanan sebesar itu pasti menyimpan berat yang lebih ketimbang persediaan tenaga Rukia.

Rukia menghela napas. Suara napasnya yang terdengar terlalu keras diantara benda mati dalam bangunan itu membuatnya bertambah stres. Malam semakin larut, tapi ia masih harus berada disini karena pintu bodoh ini. Ia juga tidak bisa sembarangan meninggalkan museum dalam keadaan pintu ruang penyimpanan yang tak terkunci. Ia terlalu bertanggung jawab untuk itu.

Tap. Tap. Tap.

Derap langkah kaki yang bukan miliknya terdengar mendekat. Membuat Rukia mengambil ancang-ancang waspada. Orang asing pada larut malam di tempat yang tidak seharusnya dia berada pasti pencuri. Rukia meraih apapun yang bisa digunakannya sebagai senjata. Dan ketika sosok itu tertangkap indranya, Rukia langsung menghantamnya sekuat tenaga.

"Heaaa! Mati kau, Pencuri!"

.

Magic Apple©miisakura

.

Sial! Aku terlambat pulang.

Ichigo kemudian memacu langkahnya terburu-buru. Jarum jam yang melingkar di pergelangan lengannya sudah menunjukan lewat pukul sembilan malam. Jam kerjanya sebenarnya sudah selesai sejak setengah jam yang lalu. Salahkan hobinya yang membuatnya betah berlama-lama menatap benda-benda menakjubkan peninggalan sejarah itu. Ia beruntung. Ia mendapat pekerjaan yang bagus. Mendapat uang upah kerjanya sekaligus mendapat kesenangan tersendiri karena hobinya tersalurkan, meski hanya dapat melihat. Apalagi museum ini juga memiliki perpustakaan sendiri yang menyimpan berbagai macam informasi waktu lampau. Sebuah surga tersendiri bagi orang-orang seperti dirinya.

Ichigo terkejut karena tiba-tiba perutnya terhantam benda keras. Membuatnya jatuh dan didera rasa nyeri seketika. Belum sempat pikirannya mencerna apa yang terjadi sebuah teriakan tertangkap telinganya.

"Heaaa! Mati kau, Pencuri!"

Ichigo terbelalak. Bukan karena posisi perempuan kecil yang tampak berbahaya dengan mengenggam balok kayu kecil di tangannya dan sedang bersiap melumpuhkan Ichigo lagi, tapi karena balok kayu yang dipegangnya. Potongan balok kayu kecil yang tampak rapuh termakan usia. Apa yang dipikirkannya menggunakan benda itu sebagai pemukul?

"Tunggu! Letakkan benda itu," seru Ichigo mengisyaratkan pada Rukia agar meletakkan dengan hati-hati apa yang dipegangnya.

Rukia mendegus. Menghentikan gerakannya yang sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul lagi. Lucu sekali pencuri ini! Kenapa dia bisa berpikir Rukia akan menyerahkan pertahanannya semudah itu. Apa dia menyerah dengan sekali pukul? Benar-benar pencuri yang tidak berpengalaman! Atau ini hanya pengecoh?

Rukia bersyukur benda yang dijangkaunya saat sedang panik tadi berguna. Balok kayu kecil yang tampak tua tapi cukup kokoh sehingga berhasil melumpuhkan pencuri amatir ini.

"Kau pikir aku akan tertipu semudah itu? Cepat kembalikan barang yang sudah kau curi atau aku akan memanggil polisi!"

"Aku bukan pencuri! Dan cepat letakkan benda itu!"

"Aku tidak percaya. Kau pikir aku bodoh, hah?"

"Memangnya apa yang kau pikir sudah kau lakukan? Cepat letakkan potongan jendela Leonardo da Vinci itu! Kau bisa merusaknya!"

Hah?

Potongan jendela Leonardo da Vinci?

Rukia melirik bilah kayu yang dipegangnya. Ini? Potongan jendela Leonardo da Vinci? Bercanda! Aha! Ini pasti modus baru pencuri sekarang. Modus yang aneh.

"Lucu sekali. Apakah itu cara baru untuk mengalihkan perhatian? Sayang sekali aku tidak akan tertipu, Pencuri."

"Kubilang aku bukan pencuri! Kau tidak lihat ada sketsa gambar dengan tanda tangan asli Leonardo da Vinci? Hati-hati! Kau bisa merusak benda bersejarah berusia lima ratus tahun!" jawab Ichigo horor saat melihat Rukia mengayun-ayunkan balok kayu itu sembarangan.

Rukia kembali melirik balok kayu yang dipegangnya. Namun kali ini ia meneliti dengan lebih seksama. Yang dikatakan pencuri itu benar. Ada sketsa mini gambar 'entah-apa' – Rukia terlalu bingung dengan gambarnya – dengan tanda tangan dan nama Leonardo da Vinci di sebelahnya. Tatapan Rukia kembali ke si Pencuri yang masih menatapnya was-was. Khawatir Rukia tiba-tiba kembali menghantamkan benda rapuh itu.

"Aku tidak terkecoh dengan tipuan murahan. Mana mungkin kayu lapuk ini termasuk benda bersejarah. Itu pasti cuma tipuanmu kan?"

"Kau tahu kenapa kayu lapuk yang kau pegang itu berharga lima juta yen? Itu karena benda itu asli dan sudah diteliti oleh para sejarahwan!"

"Kau tahu banyak, Pencuri," kata Rukia sedikit getir. Ada rasa cemas yang tiba-tiba menyergapnya. Jika yang dipegangnya ini benar-benar benda bersejarah dan ia merusaknya, ia bisa digantung Ba-channya! Namun ia tetap berpura-pura tenang. Menolak terintimidasi semudah itu oleh si pencuri. "Tapi aku tetap tidak percaya. Cepat keluarkan isi tasmu dan kembalikan barang di dalamnya yang telah kau curi!"

"Sudah kubilang berkali-kali aku bukan pencuri!" kata Ichigo kesal sembari membuka isi tasnya dan mengeluarkannya. "Dan di dalam sini hanya ada seragamku. Aku tidak mencuri apapun!"

Rukia meneliti isi tas yang sudah ditebar di lantai. Satu set seragam petugas keamanan beserta atributnya, colonge khas laki-laki, handuk kecil, dan sepasang sepatu kerja. Tidak ada yang mencurigakan. Dan lagi Rukia menangkap kombinasi warna orange-ungu aneh favorit Ba-channya serta logo museum tertera di seragam itu. Yoru Hakubutsukan. Ya, ampun!

Ichigo bergegas memunguti kembali barang-barangnya dan memasukannya sembarangan ke tasnya, kemudian berdiri dan merebut balok kayu yang masih digenggam Rukia. Meletakkanya kembali dengan hati-hati di tempatnya di ruang penyimpanan.

"Benda itu tidak rusak kan?" tanya Rukia takut sembari mengekor dibelakang Ichigo. Memancing kemarahan Ba-channya bukan gagasan yang bagus bagi Rukia.

Ichigo hanya melirik Rukia sekilas dengan tatapan kau-benar-benar-bodoh dan kemudian segera melangkah pergi. Sial sekali dirinya hari ini.

"Tunggu!" sahut Rukia saat melihat Ichigo sudah beranjak ke pintu keluar.

Ichigo menghentikan langkah dan berbalik dengan malas.

"Kau karyawan disini?"

"Ya."

"Kalau begitu tolong aku."

"Maaf, nona. Jam kerjaku sudah selesai satu jam yang lalu. Dan rasanya perutku sakit sekali. Jadi aku ingin cepat pulang dan istirahat," jawabnya sinis.

"Oke, aku minta maaf karena telah memukulmu. Tapi, aku benar-benar butuh bantuanmu. Aku akan memberimu apapun untuk itu."

Ichigo menghela napas. Meninggalkan seorang perempuan sendirian malam-malam begini dengan masalah bukan termasuk sifatnya. Ia kemudian memaksa kakinya berbalik menghampiri Rukia.

"Baik, tapi aku minta uang lembur untuk itu."

Rukia telah memastikan semua pintu sudah terkunci rapat. Ia menghembuskan napas lega sembari tersenyum. Akhirnya dia bisa pulang dan segera mengistirahatkan tubuh di ranjang empuk dan nyamannya. Tapi, kemana perginya laki-laki tadi ya? Setelah membantu Rukia menggeser lemari terkutuk itu dan menemaninya berkeliling untuk mengunci pintu, ia menghilang begitu saja. Rukia bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih.

Rukia melangkah ke arah porche ungu-nya mengarahkannya keluar pelataran parkir museum yang sudah lengang. Matanya menangkap sosok pria jeruk yang tadi sudah dihajarnya berjalan kaki di sisi jalan. Dari arah langkahnya sepertinya menuju ke halte bus di ujung jalan. Rukia memutuskan untuk menepikan mobilnya, menurunkan kaca jendela mobil dan menekan klakson mobil untuk menarik perhatian si jingga.

"Naiklah. Kuantar kau pulang," katanya dari belakang kemudi.

"Tidak. Terima kasih."

"Ayolah, anggap saja ucapan terima kasihku."

"Aku sudah dibayar lembur untuk itu. Itu lebih dari cukup."

"Tapi ini sudah malam. Berbahaya. Banyak penjahat di luar sana."

Ichigo mengangkat alis. Tidak sadarkah perempuan ini sedang berbicara dengan siapa? Dia pria 181 cm dengan tubuh cukup kekar dan terlatih. Ditambah kerutan permanennya, bukankah malah penjahat yang akan takut padanya? Tapi gadis kecil ini justru mengkhawatirkannya. "Dengar ya Nona, terima kasih sudah mencemaskanku, tapi aku bisa menjaga diriku sendiri. Dan sebaiknya kau cepat pulang, aku takut kaki pendekmu tidak cukup cepat menginjak rem jika terjadi sesuatu karena kau mengantuk. Selamat malam."

Dan Ichigo beranjak. Meninggalkan Rukia yang masih memproses kata-katanya.

"Apaaaa?! Pendeeeeek?!" jerit Rukia marah di menit berikutnya.

.

Magic Apple©miisakura

.

Rukia bekerja dangan mood yang benar-benar buruk keesokan harinya. Pikirannya terganggu semalaman dengan kata-kata tabu yang diucapkan pria oranye itu. Dia sampai bermimpi buruk karena itu. Lihat saja! Jika aku bertemu lagi dengannya akan kucabuti rambutnya hingga botak! Berani sekali dia memanggilku pendek!

Tapi hingga menjelang hari berakhir Rukia tidak juga melihat pemuda itu. Bahkan hingga berhari-hari berikutnya.

"Hinamori-san, kau tahu tentang petugas keamanan kita yang berambut kuning jeruk?" tanya Rukia saat dia sedang membaca laporan inventaris barang baru milik museum. Rukia memang bukan tipe orang yang menahan-nahan perasaannya. Ia jadi terganggu karena perasaan kesalnya tidak terlampiaskan dengan baik. Dan karena si tersangka tidak juga menunjukkan batang hidungnya membuat harinya semakin kacau.

"Kurosaki-san, maksud Anda? Beberapa hari lalu keluarganya menelpon kesini, meminta izin cuti kerja karena Kurosaki-san sedang sakit," jawab Hinamori Momo, asisten Rukia.

"Sakit? Sakit apa?"

"Saya tidak tahu. Apa ada masalah dengan Kurosaki-san?"

"Oh, tidak apa-apa. Terima kasih, Hinamori-san."

Kini perasaan Rukia disisipi perasaan bersalah. Mungkin saja pria itu sakit karena pukulannya waktu itu. Dan kelihatannya campuran perasaan kesal dan rasa bersalah bukan kombinasi yang bagus untuk menyelamatkan sisa moodnya. Tapi ia orang yang cukup profesional. Cek fisik barang, meeting dengan donatur, laporan keuangan museum, semua dilakukannya dengan baik.

"Ah, Tuan pencuri!"

Pekikan Rukia kontan menghentikan empat langkah secara serentak dan tiba-tiba. Satu langkah pemuda jangkung d depannya, satu langkah asistennya, dan dua langkah lain donatur dan sekertarisnya.

Keheningan yang tiba-tiba itu membuat Rukia sadar dirinya membuat kesalahan. Meneriaki seorang dengan sebutan pencuri padahal dia sama sekali tidak mencuri apapun bukanlah tindakan terpuji. Sadar bahwa dirinya ditatap semua mata disana dia segera tersenyum canggung, "maaf. Hanya kesalahpahaman tidak beralasan. Hinamori-san, tolong antarkan Urahara-san," Rukia menyerahkan tanggung jawab sisanya kepada asistennya. "terima kasih Anda sudah mau bergabung dengan kami, Urahara-san," katanya kemudian sambil menyalami pria yang sama nyentriknya dengan Ba-channya itu. Mungkin saja Rukia harus memanggilnya paman di masa depan, siapa yang tahu kan?

Sementara Ichigo masih diam di tempatnya, menunggu gadis kecil yang sudah di kenalinya sebagai bos barunya dengan tangan bersedekap. Sejak pertemuan pertama mereka yang tidak biasa, Ichigo sudah bisa membaca bahwa bos barunya itu berjenis 'manusia kejut'. Tipe orang yang tubuhnya bergerak lebih cepat ketimbang kepalanya. Sudah lihat kan contohnya barusan?

Meski begitu ia sama sekali tidak menyangka Rukia akan berjalan cepat ke arahnya dan tiba-tiba saja menendang tulang keringnya dengan keras. Tergesa untuk segera melampiaskan perasaannya.

"Aw! Hei, apa-apan itu?!"

"Balasan untukmu karena memanggilku pendek tempo hari. Kau tahu, aku terganggu selama berhari-hari karena kata-katamu itu. Aku tidak suka di panggil pendek!"

Ichigo mengernyitkan dahi menatap perempuan kecil yang sudah dua kali memberinya nyeri, "Aku tidak melihat ada yang salah dengan itu."

"Apa maksudmu?"

"Well, kenyataannya kau memang pendek. Jadi tidak ada yang salah dengan itu," jawabnya acuh yang kemudian dihadiahi tatapan tajam dari Rukia. Sebelum Rukia kembali bersuara atau memutuskan untuk menganiayanya lagi Ichigo melanjutkan perkataannya, "dengar ya Nona, kau hidup di dunia nyata. Dan faktanya kau memang pendek, jadi terima saja itu. Itu lebih sehat ketimbang kau uring-uringan seharian dan menyerang siapapun yang menyebutmu pendek."

Rukia merenungi kata-kata Ichigo. Dia benar. Kenapa aku tidak bisa bisa berdamai dengan kekuranganku sendiri?

"Ah, tunggu!" katanya kemudian mengejar langkah Ichigo. "Kudengar beberapa hari ini kau sakit. Benarkah itu?"

"Berkat pukulanmu."

"Maaf."

Ichigo berhenti melangkah. Sedikit terkejut dengan intonasi gadis itu yang tiba-tiba turun drastis. Ia menatapnya yang menunduk dalam. Kentara sekali kalau gadis itu benar-benar menyesal.

"Lupakan. Setengahnya memang kesalahanku," jawab Ichigo, menyungingkan senyum sekilas kemudian beranjak pergi.

.

Magic Apple©miisakura

.

Ichigo melangkah kakinya untuk pulang. Tapi, langkahnya selalu terhenti disini. Di depan sebuah pedang unik yang tertutupi kotak kaca persegi. Cantik. Ichigo tidak pernah bisa berhenti mengagumi pedang itu.

"Seven-Branched Sword."

Ichigo memutar kepalanya dan menemukan Rukia telah berada dibelakangnya. Ikut-ikutan memandangi pedang itu.

"Ya. Cantik kan?"

"Cantik?" jawab Rukia mengernyitkan dahi. Ia sama sekali tidak mengerti dari sisi mana pemuda orange itu mendefinisikan pedang itu dengan kata cantik. "Menurutku malah terlihat menyeramkan. Dengan sebilah pedang kau bisa mengoyak tujuh titik berbeda tubuh lawanmu secara bersamaan. Benar-benar pedang yang kejam."

Ichigo menolehkan kepala ke Rukia yang sudah berada di sisinya. Memandangnya dengan pandangan kau-pernah-membaca-buku-sejarah-tidak-sih. "Kau tahu, sebagai kepala museum kemampuan sejarahmu benar-benar menyedihkan."

Rukia mengendikkan bahu. "Aku memang tidak bekerja disini dengan sukarela."

"Pedang ini tidak dibuat untuk bertempur. Meskipun bahan baku pembuatannya berasal dari seratus pedang musuh dan di tempa seratus kali, pedang ini diciptakan hanya sabagai tanda pujian untuk raja pada masa dinasti Baekje di Korea kemudian dikembangkan untuk keperluan upacara. Sama sekali bukan untuk menusuk seseorang," Ichigo menjelaskan. Merasa perlu membersihkan nama baik pedang legenda itu.

"Wow! Pengetahuanmu mengerikan!"

"Hanya karena pengetahuanmu tentang sejarah juga mengerikan."

Rukia cemberut mendengar komentar Ichigo. Tapi ia tidak bisa membalasnya karena itu memang benar. Salahkan Ba-channya yang memberi tanggung jawab tiba-tiba kepada seseorang yang buta sejarah. "Lalu, kenapa kau bekerja disini sebagai satpam?"

"Memangnya kenapa dengan satpam? Aku tidak melihat ada yang salah."

"Tidak ada. Hanya saja kenapa kau tidak mencoba mencari pekerjaan yang lebih baik?"

"Memangnya apa yang bisa dilakukan selembar ijazah sma?"

"Tapi kau kelihatan pintar, kau pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Kau bahkan bisa menjadi kepala museum di sini."

"Sayangnya, kenyataan yang terjadi adalah orang akan lebih dulu melihat selembar kertas ijazah yang kau bawa bahkan sebelum mengintip isi kepalamu. Itu sudah menjadi tradisi di negara ini."

"Kenapa tidak menjadi model atau pemain film saja? Kau cukup tampan untuk itu," kata Rukia tanpa berpikir sebelum kemudian membekap mulutnya rapat-rapat, menyadari betapa memalukan apa yang baru saja diucapkannya.

"Terima kasih. Tapi aku tidak suka pekerjaan semacam itu. Harus hidup sesuai dengan imej yang dibentuk media dan hingar bingar kesenangan semu sama sekali tidak menarik untukku."

Rukia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran pemuda ini. Di saat yang lain berlomba-lomba dalam idol contest dia malah memilih menjadi petugas keamanan dan berkutat dengan sejarah. Benar-benar pria yang berbeda. Seorang maniak sejarah sejati.

.

Magic Apple©miisakura

.

"Selamat datang di Yoru Hakubutsukan. Tolong tas Anda."

Dua petugas keamanan menyambut pengunjung-pengunjung yang masuk dan memeriksa tas mereka satu persatu. Bukannya curiga atau apa, hanya tindakan antisipasi yang dilakukan untuk kenyamanan bersama. Karena itu, berbagai macam benda tajam dan benda lain yang mengganggu tidak diperbolehkan dibawa masuk.

Hah. Ichigo menghela napas lelah. Dari sekian banyak tugasnya di museum ini, tugas berjaga di pintu masuk dan menyambut pengunjunglah yang paling tidak disukainya. Terlalu melelahkan rasanya jika harus tersenyum menyambut tamu. Ia sadar diri. Senyumnya benar-benar payah. Lebih terlihat seperti seringaian menakuti. Maka dari itu ia lebih baik disuruh membersihkan seluruh isi museum daripada mengambil resiko menakuti orang.

Sodokan keras siku si botak Ikaku di perutnya membuatnya harus kembali ke kenyataan jika tidak ingin dipecat. Toh jam kerjanya akan habis setengah jam lagi. Dan ketika jam antik museum mulai berdentang, ia hanya menepuk bahu Ikkaku sekilas dan beranjak pergi. Meninggalkannya dengan pengunjung terakhir yang tersisa.

Ichigo selalu menghabiskan waktunya disini setelah jam kerjanya selesai. Buku-buku lawas dan salinan manuskrip-manuskrip kuno itu selalu menggodanya untuk mampir barang sebentar dan Ichigo tidak pernah bisa menolaknya.

Ichigo sedang serius membaca tentang Archimedes ketika lenkingan familiar yang menyebut namanya terdengar.

"Kurosaki Ichigo! Hei, Ichigo! Ichigo!"

Dia lagi. Si Bos hiperaktifnya itu tampak dengan semangat melambaikan tangan meminta perhatian. Ichigo menghembuskan napas. Akhir-akhir ini ia jadi merasa hidupnya dipenuhi gadis itu. Dan darimana si mini itu tahu namanya? Ah, iya. Dia bos. Melihat data karyawan bukan termasuk tindak kriminal untuk seorang bos.

"Ichigo. Sini. Sini," Rukia kembali memanggil begitu dia merasa telah mendapat perhatian Ichigo. Menyuruhnya mendekat.

Dengan malas Ichigo menutup bukunya. Mengembalikannya ke tempatnya dan menghampiri Rukia.

"Apa?"

"Bantu aku memindahkan ini ke ruang penyimpanan," Rukia menunjuk kotak kardus yang mungkin akan membuat pinggangnya lepas jika harus menyeretnya sampai ruang penyimpanan.

"Tapi jam kerjaku sudah selesai."

"Ck. Kau ini perhitungan sekali. Baik. Akan kuberi uang lembur. Ayo."

Alih-alih membantu Rukia yang sudah mengambil ancang-ancang untuk mengangkat sebelah sisi kardus itu, Ichigo malah mengangkatnya sendirian. Menanggung beban hampir empat puluh kilo tanpa masalah berarti. Luar biasa.

"Ini ditaruh dimana?" tanya Ichigo. Rasanya sudah hampir satu jam ini ia beralih profesi menjadi kuli. Mengangkut dus ini-itu untuk ditumpuk di sudut. Membuat ruangan penyimpanan ini sedikit lebih lengang.

Rukia hanya menunjuk sudut lain tanpa menoleh.

"Apel emas dibuat tahun 1217. Pembuatnya dipanggil dengan nama Hefaistos, nama dewa pandai besi dari Yunani. Tidak ada yang tahu nama aslinya. Apel emas ini dibuat dari emas murni dan dikerjakan hampir sepanjang hidupnya. Mengagumkan kan?" tanya Ichigo yang melihat Rukia begitu serius memandangi benda bulat yang tertutup kubik kaca.

"Aku tidak lihat ada yang istimewa. Bentuknya bahkan persis seperti apel yang biasa aku konsumsi. Mungkin kalau warnanya merah aku akan tertipu dan tergiur untuk menggigitnya."

"Kau benar-benar buta seni. Bagaimana kau menangani museum dan para donatur selama ini?"

"Sedikit keberuntungan dan kemampuan diplomasi yang baik," jawab Rukia tersenyum lebar.

"Bodoh."

"Apa?!"

"Kau tahu legenda Hippomenes dan Atlanta?" tanya Ichigo, menyerobot amarah Rukia yang hampir meledak. "Aku bodoh," katanya kemudian saat tidak mendapatkan jawaban apapun dari Rukia.

"Bagus kalau kau sadar."

"Aku bodoh karena menanyakan kau tahu atau tidak tentang kisah itu. padahal jawabannya sudah jelas tidak."

"Cih! Kau menyebalkan! Memanganya cerita apa, hah?"

"Kisah cinta antara Atlanta, putri Raja yang dibuang dan diasuh oleh seekor beruang dan Hippomenes pangeran kerajaan Laut."

"Tunggu. Kalau ini cerita tentang putri yang tertidur karena memakan apel beracun dan dibangunkan oleh pangeran tampan aku sudah mendengarnya berkali-kali sebagai dongeng pengantar tidur. Oke, oke. Aku akan mengunci mulutku sementara kau melanjutkan cerita," jawab Rukia begitu melihat tatapan Ichigo yang terlihat ingin menjahit mulutnya rapat-rapat.

"Beratus-ratus tahun yang lalu seorang raja Yunani menginginkan seorang putra untuk meneruskan kerajaanya. Tapi, sayangnya permaisurinya malah melahirkan seorang putri mungil yang membuat sang raja kecewa hingga membuang sang putri ke tengah hutan.

Putri yang diberi nama Atlanta ini ditemukan oleh seekor beruang dan dirawat dengan baik hingga ia menjadi pelari tercepat karena hobinya berlari di hutan dan lereng-lereng gunung.

Raja yang menyesal karena telah membuang darah dagingnya sendiri akhirnya memutuskan untuk mencari putrinya dan membawanya kembali ke kerajaan. Atlanta kemudian menjelma menjadi putri yang cantik.

Ketika waktunya untuk Atlanta menikah, ia mengatakan bahwa hanya akan menikah dengan orang yang mampu mengalahkannya berlari. Hippomenes yang sudah jatuh cinta sejak pertama kali bertemu dengan Atlanta mencari cara untuk mengalahkan Atlanta dalam lomba lari."

"Apa yang dilakukan Hippomenes?"

"Dia meminta tolong pada Aphrodite dengan imbalan kalung mutiara yang indah."

"Si Dewi Kecantikan?"

"Ya. Aphrodite kemudian memberinya tiga apel emas. Apel emas itu dijatuhkan satu persatu oleh Hippomenes. Melihat ada apel cantik yang jatuh Atlanta pun mengambilnya dan membuat Atlanta kalah karena berat apel-apel emas itu."

"Lalu, apa hubungannya kisah tadi dengan apel emas ini?"

"Apel emas Hippomenes membuat Atlanta kalah dalam lomba lari dan berhasil membuat Hippomenes menjadi suaminya. Konon menurut cerita, apel ini mempunyai kemampuan yang sama dengan tiga apel emas milik Hippomenes."

"Kemampuan?"

"Apel emas ini dapat mempertemukan seseorang dengan belahan jiwanya. Membuatnya memiliki akhir cerita yang kurang lebih sama seperti Atlanta dan Hippomenes."

"Konyol." Ichigo menolehkan kepala dengan cepat menatap Rukia. Mengerutkan dahi karena komentarnya barusan. "Aku tidak percaya. Kau pikir cinta bisa sesederhana itu. Hanya perlu bertemu orang yang tepat lalu, simsalabim, kau akan langsung terjerat romansa indah bernama cinta? Cinta butuh proses setidaknya untuk saling memahami. Dan bagaimana benda mati seperti ini bisa membuatmu bertemu belahan jiwamu? Konyol."

Ichigo ternganga dengan jalan pikiran Rukia yang begitu logis. Biasanya perempuan akan bersikap sentimentil bila menyangkut hal-hal semacam ini. Cukup katakan pada mereka bahwa mereka bisa mendapatkan happily forever dalam kisah percintaan mereka jika begini atau begitu, maka mereka akan berbondong-bondong melakukan hal tidak masuk akal itu. Ichigo kemudian mengangkat bahu. "Yah, itu kan hanya legenda."

"Kau juga tidak percaya?"

"Tidak. Hanya saja menarik untuk mengetahuinya."

.

Dua jarum jam sudah mencapai titik yang sama. Bersatu dan saling tumpang tindih. Menghasilkan dentangan keras dua belas kali diruangan gelap dan sunyi itu. Dan saat dentangan itu berakhir pendar cahaya kekuningan muncul dari replika apel berwarna emas. Di lain tempat pendar cahaya kekuningan yang sama menyelimuti dua orang beda kelamin yang sedang terlelap.

.

Magic Apple©miisakura

.

Tiga belas hari kemudian.

Ugh, sesak.

Rukia mengeliat dalam tidurnya. Mencoba memberi ruang pada tubuhnya yang terasa sesak. Ia seperti dihimpit tembok. Tembok yang hangat dan berbau sitrus?

Rukia mengerjap pelan. Membuka penutup matanya, memamerkan pada dunia keindahan irisnya.

Dada? Matanya menelusur ke bagian atas. Garis rahang kokoh, kelopak mata yang tertutup dan rambut sewarna mentari.

"Kyaaaaaaaa!"

.

.

.

.

.

Tebece

Sampai sini dulu ya minna…

Terima kasih sudah membaca…. ^,^

miisakura 22 April 2013