Kaga: ohayou minna xD Kaga kembali!

Degel: kau mau bikin fic yang tidak-tidak lg kan? *deathglare

Kaga: ah ga kok ayah, Cuma sedikit yaoi ajah

Degel: yaoi?! Kaga! Siapa yang akan kau korbankan?!

Kaga: ayah… e-eh…? *keceplosan aku

Degel: Kaga! *siap melontarkan diamond dust

Kaga: kabur!

Degel: jangan kabur lho anak durhaka! Ayahmu sendiri dijadikan korban!

Here we go

Sayap Es

Degel POV

Dingin membeku, suasana ini sudah sering aku rasakan dengan kulitku. Hamparan salju membentang luas, putih bersih. Sudah seminggu aku tak melihatnya beredar disekitar sini.

Dimana dia? Ah apa aku rindu padanya? Padahal biasanya jika sudah beberapa hari aku tak menghubunginya, ia akan datang dan langsung menerjangku yang bahkan tak siap menghindainya sedikit pun.

Tapi tak ada tanda-tanda dia akan datang kesini. Dimana si Scorpio itu? Sudah lama aku tak bertemu dengannya.

Kulangkahkan kakiku melangkah dihamparan salju dingin nan putih, beberapa serpihan salju menempel di pelindung kaki juga sepatuku dan sebagian menempel dicelana panjangku.

Aku berjalan menuju pondok, tapi terhenti langkahku saat aku melihat sesosok lelaki sedang berdiri, menunggu pemilik pondok kembali. Lelaki berbadan kekar berambut biru bergelombang panjang.

"Kardia…?"

Kardia POV

Sudah lebih dari sebulan aku tak ketempat ini, rasanya kangen juga, terutama dengan si pemilik pondok. Akhirnya dengan nekad kulangkahkan kaki ini menuju Bluegard.

Menunggunya didepan pondok, sudah dua jam aku menunggunya di depan pondoknya. Dan akhirnya suara yang kurindukan terdengar ditelingaku, memanggil namaku.

"Kardia…?"

Kudongakkan kepalaku, sosok yang kurindukan berdiri disana, "hei Degel. Aku agak bosan tinggal di Sanctuary," aku tertawa garing menatapnya.

Lelaki dengan surai hijau toska panjang nan lurus menghampiriku, "kau seharusnya beristirahat di Sanctuary. Bagaimana jika jantungmu kambuh?" Degel terlihat sedikit khawatir akan kondisiku.

"Justru aku datang kesini. Ini tempat yang dingin, tidak terasa panas," aku terkekeh sedikit pada Degel yang terlihat sedikit khawatir.

Ia terdiam sejenak, "ayo masuk, tak baik mengobrol di depan pintu," ia membuka pintu dan menyuruhku untuk masuk.

Normal POV

Kedua Saints Athena itupun masuk ke pondok sang Saint Aquarius, "Di luar dingin sekali," Kardia sedikit menggigil.

Degel menatap si Scorpio lekat, "aku akan nyalakan perapian, sabar sebentar" kata Degel menuju ke perapian menambahkan kayu bakar dan menyalakannya.

"Haah lumayan," Kardia duduk di depan perapian, menghangatkan dirinya yang tengah kedinginan akibat menunggu Degel di luar.

Degel bergegas mengeluarkan selimut tebal dan memberikannya pada Kardia, "kau mau coklat hangat?" tanya Degel menatap Kardia.

Kardia terlihat berpikir sejenak sambil menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal yang Degel berikan padanya, "aku mau kopi susu saja," jawab Kardia menatap Degel penuh harap ia akan memberikan kopi padanya.

Tatapan Degel berubah serius, "kau seharusnya lebih sayang pada jantungmu, Kardia. Coklat panas atau tidak sama sekali?" tanya Degel lagi.

Kardia memanyunkan bibirnya, "baiklah coklat panas satu," akhirnya ia mengalah pada Degel.

Degel terkekeh, "tuan besar Kardia tumben sekali anda mengalah," sedikit mengejek Kardia, ia bergegas menuju dapur mempersiapkan segelas coklat panas dan secangkir teh.

"Diamlah. Tempat ini dingin aku tak mau berdebat," ucapnya singkat, masih terlihat badannya yang kekar sedikit gemetar kedinginan di dalam selimut tebal milik Degel.

Tak lama, akhirnya Degel kembali membawa sebuah nampan berisi segelas coklat panas Kardia dan secangkir teh untuk dirinya, "ini…" ia menyodorkan segelas coklat panas kepada Kardia, dan duduk di sebelah sahabatnya.

"Ah terima kasih," Kardia mengambil coklat panas itu meniupnya sebentar, menghirupnya dan meminumnya sedikit demi sedikit. "Hangat sekali," wajahnya terlihat bahagia.

Degel terkekeh melihat ekspresi Kardia sambil menyeruput sedikit demi sedikit teh miliknya, menikmatinya.

"Tapi ada urusan apa kau datang kesini Kardia?" tanya Degel menatap lekat sahabatnya itu.

Kardia terdiam sejenak, terlihat berpikir, "aku bosan di Sanctuary tidak ada dirimu. Rasanya ada yang kurang saja, makanya aku kesini mengunjungimu. Lega sudah bisa melihat sahabatku," jawab Kardia tersenyum terlihat polosnya.

Degel tersentak, wajahnya terasa panas dan memerah padam dan tersenyum kecil.

"Ya sudah, sementara tinggallah disini. Aku masih belum bisa kembali ke Sanctuary," Degel bangkit dan bergegas menuju dapur, "akan kusiapkan makan malam."

Kardia tersenyum, "ah terima kasih. Aku sudah lapar dari tadi," Kardia terkekeh sambil memegangi perutnya, "kenapa? Apa tugasmu masih ada yang belum selesai?" tanya Kardia bingung.

Degel menggeleng, "bukan… anak ini…" sedari tadi ada anak berambut merah panjang nan lurus menempel pada kaki Degel, "namanya Camus, dia masih harus belajar disini," Degel memperkenalkan anak lelaki yang terlihat pendiam dan pemalu ini pada Kardia.

Kardia memperhatikan dengan seksama, "sepertinya anak yang tidak berisik seperti Milo, hahaha," Kardia tertawa garing.

Camus hanya membungkuk sesaat pada Kardia dan kembali bersembunyi di belakang kaki Degel.

"Anak yang pemalu ya? Mirip denganmu," ujar Kardia tersenyum pada Degel.

Degel tersenyum, "kau mainlah dulu dengan Kardia, aku akan membuatkan makan malam," Degel menyuruh Camus bermain dengan Kardia sedangkan dirinya menyiapkan makan malam.

Camus mengangguk pelan, ia berlari kesisi Kardia dan duduk dengan tenang, selama sang guru menyiapkan makan malam.

"Jadi… namamu Camus, ya? Anak didik Degel? Sudah berapa lama disini?" tanya Kardia memulai pembicaraan.

Anak bernama Camus itu hanya mengangguk pelan, tapi ia tak berbicara sepatah kata pun.

Kardia sedikit mengernyit, "hei, kau itu sudah lama ada disini? Calon Saint dari Sanctuary kan?" tanya Kardia lagi.

Camus menatap lekat Kardia, lalu, "sensei mengajarkanku untuk tidak berbicara lebih jauh pada orang asing," jawabnya datar, tak lama terdengar suara terkekeh Degel dari dapur.

Facepalm Kardia menatap bocah kecil ini iba, "hoi Degel! Kau ini mendidik apa sih?" tanya Kardia agak kesal, "anak ini kenapa jadi mirip sekali dengamu?" tanyanya lagi.

Degel tersenyum, "Camus itu bukan dari Bluegard, tapi Siberia… kau juga salah, menanyakan pertanyaan beruntun pada anak sekecil itu," kata Degel sembari menuangkan sop hangat kedalam sebuah mangkuk besar.

"Aku hanya ingin menggodanya sedikit, tak kusangka jawaban yang diberikan malah begitu," ia pun merebahkan badannya dilantai, memperhatikan Camus dengan seksama, "Camus, kau kenal dengan Milo?" tanya Kardia lagi.

Camus mengalihkan pandangannya dan menatap Kardia sambil memiringkan kepalanya kesamping, "Milo? Iya, kenal," jawabnya singkat.

Mengubah posisi tidurnya menjadi telungkup, dengan wajah menatap Camus dan dagu yang ditopang oleh tangan kanannya, "sudah kuduga. Kau akan berteman baik dengan Milo," ia terkekeh dan tersenyum.

Mendengar pembicaraan itu, Degel tersenyum simpul. Mengambil sebuah piring besar dan meletakkan ayam kalkun yang baru matang di atas piring tersebut dan segera membawanya ke meja makan.

"Camus, bantu aku membawakan piring-piring itu, ya," Degel menyuruh Camus sambil menunjukkan 3 buah piring yang ditumpuk rapi dan dengan segera ia mengerjakan apa yang diperintahkan oleh gurunya. "Kardia, tolong bantu aku juga. Aku tak mungkin menyuruh Camus yang masih kecil untuk mengambilnya," Degel pun lalu menatap Kardia.

Kardia bangun dan bergegas menuju Degel, "apa yang harus kuambil?" tanyanya bertolak pinggang.

"Di sana ada semangkuk besar salad sayuran, juga ada sepiring buah pencuci mulut. Bisa tolong ambilkan?" pinta Degel ia meletakkan semangkuk besar sup ayam yang masih sangat panas dan juga sebakul nasi.

Kardia langsung mengerjakan yang diperintahkan Degel, tanpa keluhan dan dumelan. Dan meletakkannya dimeja makan.

Malam itu Kardia makan bersama Degel dan anak didiknya di pondok Degel, "Kardia, kau kesini apa tidak apa-apa? Bagaimana dengan anak didikmu yang bernama Milo itu?" tanya Degel menatap Kardia yang dengan tenang melahap makanannya.

"Tidak masalah, anak itu bukan anak manja. Dia bahkan bilang, 'jika kau tak kembali dalam beberapa hari, aku akan tinggal ditempat Hasgard', dia berkata begitu dengan lantangnya," jawab Kardia sambil melahap makanannya kembali.

Keesokkan harinya.

"Kardia!"

"Kardia bangun!"

Kardia tak beranjak dari ranjangnya, dan kembali menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya, "berisik Degel. Tumben sekali kau-?" tersentak dan dengan wajah tak percaya menatap sesosok anak kecil berambut pirang bergelombang dihadapannya.

"Milo!" serunya terkejut bukan main, "kau mau apa disini?!" tanya Kardia bingung bukan main.

"Curang kau Kardia! Kau pergi sendirian kesini, padahal aku sudah bilang. Kalau kau ketempat Camus, aku ikut!" anak kecil energik yang dipanggil Milo ini protes pada Kardia yang meninggalkannya pergi sendirian ke Bluegard.

Kardia tak habis pikir anak ini akan nekad pergi kesini, diawal dia bilang akan tinggal di tempat si banteng itu. Kenapa sekarang malah berada disini? Dasar anak plin plan.

Camus berdiri disebelah Milo memegangi sebuah buku ditangannya, menatap Kardia lekat dan berlari berhambur memeluk kaki Degel yang tiba-tiba masuk ke kamar.

"Ada apa ini?" tanya Degel, ia sesekali menepuk kepala anak didiknya pelan dan menatap sahabatnya juga Milo anak didik sahabatnya itu.

"Sejak kapan anak ini disini?" tanya Kardia mengangkat Milo bagaikan mengangkat anak kucing.

Degel tersenyum kecil, "sejak pagi buta. Berdiri menunggu didepan pintu sampai kedinginan, seperti gurunya," Degel sedikit terkekeh.

"Ah kau menghinaku Degel," Kardia diam menatap anak didiknya lalu menghela napas, "kau bisa ada disini karena siapa?" tanya Kardia memegang kepala Milo.

"Di teleport Shion," jawaban singkat dan padat dihiasi senyum polos kekanak-kanakkan Milo.

'Anak ini pasti membujuk Shion yang jelas tak sanggup menolak, apalagi bujukan anak setan ini,' batin Kardia sambil melirik Milo yang masih senyum-senyum ga jelas.

"Camus, akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi. Kangen aku, Kardia jahat. Dia janji akan membawaku jika pergi kesini, tapi dia meninggalkanku," Milo terlihat curhat dengan Camus yang wajahnya masih datar-datar saja.

Kardia memperhatikan keduanya dengan seksama, "kau benar-benar menyukai Camus ya?" tanya Kardia to the point membuat Camus sedikit memerah.

Milo tersenyum mengangguk mantap, "tentu saja, Camus itu kan manis sekali," Milo memeluk Camus yang tak berdaya melawannya membuat Degel dan Kardia tertawa melihatnya.

T.B.C

Kaga: oke oke, akhirnya ini dia chapter pertama Sayap Es saia… ummm mau diapain ya?

Degel: Kaga! Kau mau melakukan apa lagi? *deathglare

Kaga: eh… tidak kok ayah, tenang saja…

Kardia: waaaahhh, saia juga masuk ya? Hahahaha, yaaah minta reviewnya ya

Kaga: heeee? Kardia?! Ya sudahlah, tolong di review ya, arigatou ^^