Harry Potter dan seluruhnya adalah hak paten milik J.K Rowling.
Percayalah, hanya karakter yang tidak kalian ketahuilah milik saya.

WARN : Sedikit OOC, typo everywhere.
Kritik dan saran akan sangat membantu saya dalam pembuatan fanfiction ini, terimakasih!

Rate : T bisa saja merambat menjadi M, demi keamanan saya setting rate-nya menjadi M :)


I

[ Malfoy Manor ]

Siapa yang tidak mengenal sosok Draco Malfoy? Satu-satunya keturunan dari Lucius Malfoy dan Narcissa Malfoy, dan tentunya ia adalah seorang penyihir berdarah murni yang arogan. Dengan rambut pirang platina, kulit pucat, wajah yang tampan dan kekayaan yang luar biasa, wanita mana yang tidak menginginkan sosok Draco Malfoy sebagai suaminya?

Semuanya terjadi saat umur Draco mulai menginjak kepala tiga.

"Selamat ulang tahun, son" ujar Malfoy senior pada anaknya. Draco tersenyum, "Thank you, father" ucapnya.

Tidak lama setelah percakapan singkat antara ayah-anak yang singkat tersebut, nyonya Malfoy yang diikuti para elf yang membawakan beberapa masakan yang baru saja selesai dimasak. Narcissa menghampiri Draco, memeluknya dengan penuh kasih sayang, "Selamat ulang tahun, Draco. Mother menyayangimu" ujar sang nyonya sembari mengelus punggung Draco, "Thank you, Mother" jawabnya sembari mencium pipi sang ibu.

Kemudian merekapun makan dalam diam, hanya suara denting peralatan makananlah yang terdengar sampai akhirnya Narcissa membuka suara, "Bagaimana hubunganmu dengan Stephanie Anderson, nak?" pertanyaan itu sepertinya menohok bagi Draco Malfoy, namun lelaki itu dengan cepat bisa mengendalikan emosinya, "Aku sudah putus dengannya, Mother" jawab Draco sekenanya, lalu memasukkan potongan daging ke mulutnya.

Narcissa hanya mengehela napas gusar sementara Lucius menatap anaknya dan ikut membuka suara, "Son, sudah keberapa kalinya kau putus dengan kekasihmu nak, ingatlah umurmu tidak lagi muda. Dan kau sebentar lagi akan mewarisi seluruh aset perusahaan, jika kau tak segera menikah, siapa yang akan mengurusi perusahaan setelah dirimu, son?" ujar Lucius panjang lebar. "Lagi pula, Mother ingin segera menimang cucu" timpal Narcissa.

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan apa lagi menikahi wanita tidak berotak seperti Stephanie, father, mother" ucapnya sembari menatap kedua orang tuanya secara bergantian.

"But, listen son. Miss. Anderson is a pure-blood. Kita harus menjaga kemurnian darah kita"

"Percuma saja jika dia adalah keturunan darah murni, tetapi berotak kosong, father. Aku tidak bisa menikahi wanita yang hanya memikirkan harta dan nafsunya saja" ujar Draco tegas sembari berdiri dari kursinya, "Aku sudah selesai" lanjutnya sembari meninggalkan meja makan.

Sang ibu hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku anak satu-satunya itu, "Aku akan berbicara dengannya" pamit Narcissa.

Kaki Narcissa melangkah menuju ruang kerja Draco yang terletar di sayap sebelah kanan manor, tangan Narcissa terangkat dan mulai mengetuk lembut pintu kayu yang menjadi penghalang antara lorong dan ruang kerja Draco. "Draco, buka pintunya nak. Mother hanya ingin berbicara denganmu" ucap Narcissa.

Draco berjalan menuju pintu, dan membuka pintu kayu besar tersebut dan mempersilahkan ibunya itu masuk, "Jika Mother datang untuk membicaran tentang hubunganku dengan Stephanie. Maaf mother, aku tidak ingin wanita seperti dia menyandang nama Malfoy. Dia sama saja dengn wanita lainnya. Tidak berotak" ucapnya datar.

"Son..." ucap Narcissa

"Sorry mother, I can't. Aku akan keluar sebentar" ujar Draco sebelum dirinya ber-apparate, menghilang dari hadapan ibunya.

[ ... ]

[ Potter familly's House ]

Hermione Jean Granger adalah penyihir tercerdas pada masanya. Dia cantik, dia pintar, dia memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat sihir Inggris, dia penulis berbakat dan model profesional di dunia sihir maupun muggle. Sebagai penyelamat negeri sihir dari kekejaman Dark Lord, siapa yang tidak menghormatinya? Sayangnya, tidak ada sosok lelaki yang mendampinginya.

Bukannya tidak ada lelaki yang ingin menjadikan Hermione sebagai kekasih ataupun istri, tapi Hermione sendirilah yang menolak para lelaki tersebut. Berapa banyak lelaki yang telah ditolak oleh wanita cantik ini? Tidak terhitung jumlahnya. Bahkan Ginny saja tidak habis pikir, mengapa ajakan berkencan atau bahkan lamaran yang datang dari pria terhormat ia tolak?

Jawabannya hanya satu, masih ingin menikmati masa-masa kesendiriannya.

Bukankah itu adalah alasan yang sangat klise? Bahkan seharusnya Hermione iri melihat kehidupan pernikahan Ginny dengan Harry sekarang. Bahkan Ginny sudah hamil anak ke dua.

"Mione, kau mau makan apa?" teriak Ginny dari dapur.

"Ah, tidak usah repot-repot, Ginny. Aku sebentar lagi ada jadwal pemotretan, aku akan ke studio sekarang" ucapnya balas berteriak sembari mengahampiri nyonya Potter tersebut, "Sampaikan salamku kepada Harry ya. Oh, hello baby James, see you soon sweet heart" ujarnya sembari mencium pipi James.

"Hati-hati Mione, dan tentu akan aku sampaikan salammu pada Harry" ujar Ginny sembari tersenyum.

Sang empunya nama hanya tersenyum dan mengangguk, sebelum akhirnya ber-apparate.

[ ... ]

[ The Maville Cafe ]

Pagi yang hangat ini seharusnya menjadi pagi yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, namun tidak dengan Draco Malfoy. Rambut platina yang indah itu berantakan, dan dahinya berkerut, menandakan ia sedang berpikir keras. Mata abu-abu kelamnya membaca dokumen yang ada di laptop sihirnya. "Sial, aku tidka bisa berkonsentrasi sama sekali" gerutunya perlahan.

Setelah perang melawan Dark Lord telah berakhir, tidak mudah bagi keluarga Malfoy untuk bangkit kembali, tentu saja. Mereka dikenal sebagai pengikut setia dari Dark Lord. Namun karena usaha dari Draco, nama Malfoy kembali terangkat. Kini Malfoy bukanlah seseorang yang yang bekerja di Kementrian Sihir, tetapi Malfoy adalah perusahaan terbesar di dunia sihir yang memproduksi barang-barang elektronik sihir.

Tentu saja masyarakat sihir Inggris menerima semua perubahan itu dengan tangan terbuka. Siapa yang tidak menginginkan hal baru? Menurut Draco sudah saatnya para masyarakat sihir sedikit terbuka dengan teknologi muggle.

"Hey, mate!" sapa seseorang pada Draco. Kepala Draco yang semula tertunduk, mulai terangkat untuk melihat siapa yang telah memanggilnya.

"Blaise, sejak kapan kau kembali dari Italia?" tanya Draco tanpa basa-basi.

"Oh ayolah mate, tidakkah kau rindu padaku? Kita sudah lima tahun tidak bertemu" Blaise pun duduk di hadapan Draco.

"Shut up Zabini, kau menjijikkan" ucap Draco sembari kembali menatap layar laptop sihirnya.

"Such a workaholic, eh? Kau tidak banyak berubah rupanya. Omong-omong cafe ini lumayan sepi ya, aku dengar ini cafe terkenal di daerah ini" cerocos Blaise.

"Dan aku sama sekali tidak peduli" ucap Draco acuh.

Seorang pelayan menghampiri meja mereka, Blaise pun angkat bicara, "Espresso, satu" ucapnya sembari tersenyum.

"Hei, aku membawa sesuatu untukmu mate" ujar lelaki bermarga Italia itu, ia kemudian menyodorkan majalah fashion ternama itu, "Ingat dengan Granger? Dia benar-benar berubah, coba lihat majalah ini"

Draco hanya mengerutkan keningnya sembari mengambil majalah tersebut. Draco hanya diam dan membolak balikkan majalah itu sebelum akhirnya ia berkomentar, "Ini benar-benar Granger si mud-muggle born?" tanya Draco tak percaya, sementara Blaise hanya mengangguk.

'Kemana rambut semak dan gigi kelincinya? Astaga, Granger seorang model? Tidak bisa dipercaya' batin Draco. Seorang pelayanpun datang dan membuyarkan lamunan Draco, "Pesanan anda, Tuan" sang pelayanpun membungkuk hormat dan tersenyum sopan, sebelum akhirnya ia meningalkan meja Draco dan Blaise.

"Dunia sihir sepertiya benar-benar gila kan mate? Granger yang bahkan memiliki rambut semak bisa menjadi model" Blaise berujar sembari menyesap espresso-nya.

Setelah percakapan panjang antar kawan lama, bel di cafe itu pun akhirnya berdering, menandakan datangnya seorang tamu, Blaise pun secara tidak sengaja menangkap sosok wanita jenjang dan berambut coklat legam dan duduk tak jauh dari tempat yang mereka berada, "Oh shit, lihatlah siapa yang datang, mate" ujar Blaise, "Hermione Jean Granger, sebuah kebetulan yang mencengangkan, bukan?"

-to be continued-

Jadiiii, bagaimana dengan fanfic ini, readers?
Mohon maaf jika tidak sebagus author lainnya, baru pertama kali bikin fanfict /insert blushing emoji/
Maaf jika karakter di sini OOC dan sebagainya. Kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu!
Anyway, ada saran untuk judul fanfict ini? Jujur saya stuck dan tidak bisa terpikir apa judul untuk fanfict pertama saya, atas sarannya terimakasih!

Jadi, fanfict ini dilanjut, atau tidak readers?

Salam, penulis amatir.