Minna...

Saya kembali dengan fic baru! *nari pakai pom-pom*

Padahal fic saya yang satunya belum selesai, tapi malah bikin fic baru. *nyengir kuda*

Saya buat fic ini, soalnya tiba-tiba aja ide buat cerita ini mengalir sederas air terjun di otak saya. *?*

Daripada nantinya lupa, saya langsung buat nih fic. Tapi multichap, hehe.

Dan untuk para senpai yang udah review Triangle Love, gomen, saya telat balasnya.

Saya susah banget buka lappie, gara-gara banyak tugas numpuk di meja belajar. *ngelirik meja belajar*

Sudah cukup pidato *?* dari saya, GOES TO FANFIC! *digetok karena ribut*

Disclaimer: Mau saya sembah sujud sama Tite Kubo minta dikasih Bleach, Bleach tetep punya Tite Kubo.

Genre: Romance/ Hurt, Comfort

Rated: T

Pairing: Ichiruki

Warning: OOC, AU, gaje, aneh, abal and no flame, please!

Memories About Our Story

Chapter 1

Don't Like Don't Read!

Enjoy Read!

Normal POV

Langit malam begitu gelap. Membuat gelap bumi. Tapi, bulan berusaha bersinar terang. Walaupun cahayanya begitu redup, tapi berhasil menerangi bumi.

Cahaya bulan itu menyusup ke dalam kamar seorang gadis mungil melalui celah-celah korden jendela. Kamarnya begitu gelap, hanya cahaya bulan dan lampu tidur saja yang meneranginya.

Gadis itu sama sekali tak berniat menyalakan lampu kamarnya. Ia hanya duduk diam di tepi ranjang. Kedua tangannya menggenggam erat sebuah foto seorang pria berambut oranye yang sedang tersenyum lebar. Gadis itu sedari tadi menatap sendu lelaki di foto itu. Matanya yang berwarna violet kini tak lagi bersinar terang.

Redup. Tidak ada cahaya.

Dieratkannya genggaman tangannya pada foto itu. Mata violetnya masih terpaku pada satu titik itu. Perlahan tapi pasti, air mata mengalir dari kedua mata indahnya. Air mata yang sedari tadi dia tahan, tapi tetap saja dia tak bisa menahan air mata kesedihan itu. Walau ia tahu, menangis pun tak membuatnya tenang.

"Ichigo..." bisik gadis itu lirih.

~nanana~

Keesokan harinya, di kediaman Kurosaki...

Sinar matahari yang masuk ke kamar lelaki itu membuatnya terbangun dari tidurnya. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali agar terbiasa dengan sinar matahari. Sampai pintu kamarnya dibuka (baca: didobrak) dengan keras.

BRAKK! "ICHIGO! MY SONNNNNN!"

DUAKK! DUING! *?* BUUM! *?*

"Kau ingin membunuh anakmu yang baru saja bangun tidur ini, hah!" teriak Ichigo sambil menunjuk otou-sannya yang terkapar di lantai kamar karena tendangan Ichigo.

Tapi, ternyata otou-sannya berdiri dan mengacungkan jempol kepada anaknya, "GOOD JOB, MY SON!"

CTEK! Urat kesabaran Ichigo sudah putus. Dia mendekat kepada otou-sannya dan terjadi kembali perang dunia. *digampar*

**** (disensor karena terlalu ribut *plak*)

"Nii-san! Otou-san! Berhentilah ribut di pagi hari! Kalian mengganggu tetangga dan yang lainnya!" teriak adik Ichigo yang bernama Yuzu dari bawah. Dia sedang memasak untuk sarapan.

"Sudahlah, Yuzu. Mereka berdua itu tidak bisa disuruh diam hanya dengan kata-kata." kata adik Ichigo yang satunya bernama Karin. Dia hanya duduk santai sambil meminum jus dan menonton TV.

Yuzu menatap Karin dengan cemas. "Tapi, Karin-chan...,"

"Biarkan saja, Yuzu." potong Karin singkat. Yuzu lalu kembali memasak, sedangkan Ichigo dan otou-sannya masih ribut di lantai 2.

Ichigo POV

Beginilah keseharianku tiap pagi. Baik libur atau tidak, baka otou-san itu selalu membangunkanku dengan cara seperti itu tiap pagi. Aku sampai heran, kaa-san kenapa mau berpacaran bahkan sampai menikah dengan otou-san baka itu, ya?

Sebenarnya kaa-sanku sudah meninggal. Dia meninggal karena menyelamatkanku yang hendak ditabrak truk ketika aku mengambil bolaku yang terlempar sampai ke tengah jalan. Waktu itu umurku masih 6 tahun.

Di saat itulah dia mendorongku hingga aku terjatuh di pinggir jalan, saat aku melihat kembali ke tempat aku didorong kaa-sanku tadi. Kaa-san... dia sudah terkapar tak berdaya di tengah jalan.

Kalau mengingat kembali kejadian itu, rasanya aku ingin terus menyalahkan diriku sendiri. Kaa-san yang selalu melindungiku, yang selalu menenangkanku, yang selalu menjadi pusat dalam keluarga kami... sudah pergi ke tempat yang tak dapat kugapai lagi.

Karena itu, urusan rumah tangga beralih kepada Yuzu yang cekatan. Dia selalu dapat mengurus rumah tangga kami.

Dan perkenalkan, namaku Ichigo Kurosaki. Aku anak pertama dari tiga bersaudara di keluarga Kurosaki. Umurku 17 tahun, aku menjabat sebagai ketua OSIS di SMA Karakura. Walau tampangku tak meyakinkan begini.

Setiap hari, kegiatanku seperti murid SMA normal. Bangun pagi, sarapan, berangkat, belajar, dan lain-lain. Kalau ada yang berbeda mungkin di saat aku dibangunkan oleh otou-sanku. Setelah itu semua berjalan normal. Ya, biasa saja.

Tapi entah sejak kapan, aku merasa... sebagian ingatanku hilang. Ingatan yang menghubungkan dengan seseorang. Entah siapa, tapi yang jelas dia adalah bagian dari serpihan ingatanku yang hilang.

~nanana~

Normal POV

Ichigo menyusun kertas-kertas yang berserakan di mejanya. Lalu menulis anggaran sekolah. Itulah yang ia kerjakan di ruangan OSIS bersama dengan wakil ketua dan anggota lain.

Ichigo meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku dan melepas kacamata tak berbingkai yang sedari tadi bertengger manis di hidungnya. Lalu, ia bertanya pada wakilnya, "Hei, Ishida. Katanya akan ada murid baru, ya?"

"Berisik, jangan ganggu aku, Kurosaki." balas Ishida dingin. Dia tetap sibuk mengetik.

"Ck, kau ini tidak bisa diajak bicara, Ishida!"

"He? Benarkah itu Kurosaki senpai?" seorang lelaki berponi jatuh bertanya pada Ichigo.

Ichigo memutar kursinya menghadap belakang. "Yah, aku dengar dari junior di koridor tadi sewaktu ingin kesini."

"Huh! Ternyata pendengaranmu tajam juga ya, Kurosaki." sindir Ishida sambil terus mengetik. Ichigo hanya memandangnya dengan kesal.

"Kurosaki-kun... Apakah murid baru itu akan belajar di kelas kita? Dan lagi, dia perempuan atau laki-laki?" tanya gadis berambut hijau toska yang seangkatan bersama Ichigo.

"Hm... Itu sih aku tidak ta-,"

"Panggilan kepada Ichigo Kurosaki, ketua OSIS. Dimohon segera datang ke ruang kepala sekolah. Sekarang juga"

"Hhh... Sepertinya aku harus segera pergi." ucap Ichigo malas.

"Yah, berjuanglah menghadapi kepala sekolah cerewet itu." kata Ishida sambil tersenyum dan menaikkan kacamatanya yang tak melorot sedikitpun.

~nanana~

KRING!

Bel pulang sudah berbunyi. Murid-murid bersorak ria karena pelajaran yang membosankan sudah selesai. Mereka segera berkemas-kemas.

"Yak! Kita sudahi dulu pelajaran yang membosankan hari ini. Pulanglah dengan selamat dan jaa nee!" ujar Ochi sensei sambil melambaikan tangan dan keluar dari kelas. Murid-murid hanya bisa sweatdrop mendengar perkataan dari guru mereka yang sangat bersemangat itu.

Ichigo yang sudah selesai membereskan bukunya langsung pergi keluar kelas. Keigo yang melihat itu segera berlari mengejar Ichigo dengan gaya lebaynya.

"Ichigo! Kenapa kau langsung pergi?" teriak Keigo lebay dengan slow-motion. Otomatis, saat Keigo mendekat Ichigo, Ichigo langsung menendangnya agar menjauh.

DUAK!

"Aku sedang ingin pulang sendiri." jawab Ichigo dingin dan pergi meninggalkan Keigo yang terkapar.

"Kalau terkapar disini, Asano-san dianggap aneh orang-orang, lho." Ujar Mizuiro yang sedang berdiri di atas punggungnya Keigo.

"Berisik kau."

~nanana~

Ichigo masih dalam perjalanan menuju rumahnya.. Dia masih memikirkan perkataan kepala sekolahnya.

Flashback

Ichigo POV

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah dengan tenang. Tapi sebenarnya aku agak gugup juga. Kakek tua a.k.a kepala sekolah itu selalu memandangku dengan tajam dan dia juga terkenal cerewet juga galak. Itulah mengapa aku selalu ogah-ogahan jika disuruh pergi ke ruang kepala sekolah.

Karena asyik berjalan, aku sampai tidak sadar kalau disebelahku ruangan kepala sekolah. Aku menghentikan langkahku dan dengan menghela nafas putus asa, aku mengetuk pintunya dengan pelan.

Tok! Tok! Tok!

Tidak ada jawaban.

Kuketuk kembali pintunya. Tok! Tok! Tok!

'Kenapa masih tidak dijawab! Jangan-jangan, kakek tua itu malah pergi jalan-jalan lagi.' ucap Ichigo dalam hati.

Tok! Tok! Tok!

Karena masih belum ada jawaban, aku memutuskan untuk membuka pintunya. Biarkan saja aku dibilang tidak sopan oleh kakek berjanggut panjang itu. Saat aku membuka pintunya dan melongokkan kepala untuk melihat seisi ruangan.

Cengo.

Itulah yang kulakukan saat mataku tertuju pada satu titik.

TERNYATA KAKEK ITU ADA DISINI!

KALAU BEGITU PERCUMA AKU MENGETUK PINTU SAMPAI TANGANKU PEGAL!

"Hm? Kau sudah datang ya, Kurosaki?"

'Jelas-jelas dia melihatku berdiri disini!' batinku.

"Kau masuk tanpa mengetuk pintu. Tidak sopan sekali!"

'Bukannya kau yang tuli!'

"Baiklah, sekarang kau duduk saja dulu."

Dengan meredam seluruh kekesalanku, aku duduk di salah satu kursi yang tersedia di depannya. Dia memandangku tajam. Sudah kuduga, pasti begitu.

"Aku ingin mengatakan padamu bahwa, akan ada murid baru besok..." katanya to the point. Aku hanya mengangguk-angguk. Lalu dia melanjutkan, "Aku ingin kau yang memandu murid itu untuk mengenalkan sekolah ini kepadanya."

'APA! Kenapa harus aku? Lagipula, apa-apaan tugas memandu murid baru itu! Aku tak pernah dengar yang seperti itu!'

"Ke... Kenapa harus aku? Dan dulu, tidak pernah ada tugas memandu seper...," baru saja aku akan melanjutkan bantahanku, tetapi kakek janggut itu memotongnya, "Jabatanmu disini adalah ketua OSIS, jadi turuti saja kata-kataku. Juga, bersikaplah lebih sopan."

Mendengar kata-kata itu, aku hanya bisa menyerah dan terduduk lemas di kursi. Sepertinya, besok akan menjadi hari yang melelahkan.

~nanana~

Flashback off

Normal POV

Ichigo menghela nafas berat ketika mengingat kejadian itu. Besok, jam pelajaran pertamanya akan digunakan hanya untuk memandu murid baru tersebut.

'Kalau saja dia bukan kakek-kakek, mungkin sudah kujambak janggut panjangnya itu!' batin Ichigo.

Saat sedang asyik berpikir, tiba tiba di tikungan muncul seorang gadis yang sedang berlari ke arah Ichigo. Baik Ichigo maupun gadis itu tidak dapat menghindar. Akhirnya, mereka berdua terjatuh bersama-sama.

BRUAK!

"Aduh... Sakit..." ringis Ichigo dan gadis itu sambil mengelus kepala mereka masing-masing.

"Ah, gomenasai! Kau tidak apa-apa?" Ichigo berdiri dan mengulurkan tangan untuk menolong gadis itu berdiri.

'Suara ini...' pikir gadis itu.

"Aku tidak apa-apa. Te-terima kasih." Kata gadis berambut hitam menyambut uluran tangan Ichigo dan mulai berdiri.

"Gomen... Aku tadi menabrakmu. Seharusnya aku yang minta maaf." ujar gadis tersebut menyesal, kepalanya ia tundukkan. Ichigo langsung menjawab dengan cepat, "Tidak, kau tidak perlu minta maaf."

Kemudian, Ichigo memandang gadis tersebut. Dia merasa familiar dengan gadis mungil yang masih menunduk itu. Padahal, Ichigo tidak bersikap kasar padanya tapi dari tadi dia menunduk seakan takut memperlihatkan wajahnya pada Ichigo.

"Ah, aku pergi dulu, ya! Arigatou sudah membantuku!" kata gadis mungil itu, kemudian dia membalikkan badan dan mulai melangkah pergi.

Sayangnya, Ichigo dengan sigap menarik tangan gadis tersebut. Tubuh gadis berambut hitam itu terhuyung ke belakang karena tarikan tiba-tiba dari Ichigo. Lalu Ichigo berkata tepat di samping telinga gadis itu, "Apakah sebelumnya kita pernah bertemu?"

Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping kanan agar wajahnya tidak terlihat oleh Ichigo. Dia tidak menjawab pertanyaan lelaki berambut oranye itu.

Merasa tidak dihiraukan, Ichigo menarik dagu gadis itu agar menghadap wajahnya. Kini wajah Ichigo dan gadis mungil itu hanya tinggal 5 cm saja.

'Manis...' pikir Ichigo setelah melihat wajah gadis itu. Kulit putih pucat, wajah yang mungil, rambut yang berwarna hitam berkilau, dan... mata berwarna ungu violet.

Tanpa Ichigo sadari, dia sudah mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Gadis bermata violet itu terlonjak kaget ketika merasakan bibir Ichigo sudah merekat *memangnya lem?* pada bibirnya. Ia meronta-ronta minta dilepaskan. Tetapi, Ichigo malah memeluknya dari belakang dan melumat bibir gadis itu.

Lama-kelamaan, dia berhenti meronta-ronta dan mulai menikmati ciuman itu. Dia membuka mulutnya dan membiarkan lidah Ichigo 'bermain' di dalamnya. Sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan.

Ciuman panas itu terus berlangsung hingga mereka berdua kehabisan pasokan udara. Akhirnya, Ichigo menghentikan ciuman itu dan menjauhkan wajahnya dari gadis itu. Ichigo dan gadis 'violet' itu terengah-engah karena berciuman begitu lama. Wajah gadis itu memerah.

'Ba... Barusan tadi itu...' pikir Ichigo. 'Sebenarnya... Aku ini kenapa?'

Kemudian, dia memandang gadis mungil yang masih terengah-engah itu. Entah kenapa, rasanya gadis itu seperti magnet baginya. Dan juga dia merasa gadis itu adalah serpihan ingatannya yang hilang.

'Ichigo! Ayo ke sini!'

'Haha! Dasar, baka oranye!'

'Aku juga mencintaimu, Ichigo.'

'Aku tidak percaya padamu!'

'Tinggalkan aku!'

'ICHIGO!'

"Uh!" rintih Ichigo pelan karena merasakan sakit di kepalanya. Tapi, masih dapat didengar oleh gadis berambut hitam di sebelahnya.

Gadis itu sontak segera menoleh Ichigo. Betapa terkejutnya dia mendapati Ichigo sedang merintih sambil meremas kepalanya.

"Hei, kau kenapa?" tanya gadis mungil tersebut khawatir.

Ichigo memandang perempuan bermata violet itu dengan matanya yang setengah terbuka. "Sebenarnya... Kau ini siapa?" tanya Ichigo lirih. Kepalanya semakin sakit.

Gadis itu terdiam mendengar pertanyaan Ichigo. Dia menutup matanya. Mencoba berpikir.

"Kau... adalah bagian ingatanku yang hilang, bukan? Dulu kita pernah bertemu, kan?" Ichigo masih terus bertanya dengan menahan sakit di kepalanya. Mengharapkan jawaban dari gadis ini.

Karena tidak tahan melihat Ichigo menahan sakit, akhirnya gadis itu membuka mulutnya dan berkata dengan pelan, "Aku... Aku Rukia... Kuchiki."

"Ru... Rukia..." ucap Ichigo pelan dan karena sudah tidak kuat lagi menahan sakit, akhirnya, ia pun jatuh.

"ICHIGO!"

~TBC~

Wah, masih tetap dikit ya... *pundung*

Maunya sih lebih panjang lagi, tapi banyak tugas numpuk.

Gimana Ichiruki-nya? Nih, udah saya banyakin daripada yang di fic sebelumnya.

Dan disini, ngga ada pairing selain Ichiruki! *ngibarin bendera Ichiruki*

Sebelum keluar, izinkan saya mengatakan satu kalimat.

R

E

V

I

E

W

!