A/n : Yuhuuu, apa kabar gengs? Author balik lagi nih! Dikira gue bakal berenti nulis fanfict kali ye hahaha engga kok! Seperti yang Author bilang, Author bakal nulis ficts selama yang ia mau! Author gak peduli siapapun yang baca, yang penting bakal terus nulis! Asal readers tau aja, kalo Author kebanyakan ide dan pengen dituangkan melalui ficts ini! GUE SAMPE BEGADANG NGABISIN SATU BAB PROJEK NOVEL GUE! Stres, mending buat fanfict aja. Ya udah, ga usah lama-lama, ini dia fanfict akhir tahun gua!

Title : Drifting

Summary : Aku pernah berusaha untuk terus maju, bagaimana caraku melawan arus? Diriku terus terjebak dalam dinding fantasi. Apa perlu bagiku melawan arus hanya untuk mengambil suatu yang tertinggal?

Rating : T aja seperti biasa ya :)

Genre : Fantasy, Angst (Hurt/comfort), sisanya Comedy, Romance, Friendship, Drama... Seperti biasa

Disclaimer : Rune Factory 4 © XSEED Games

Warning : OC, OOC, AU, Ganjen (nah loh sekarang ada OOC), Racchi's POV, RATING MAY BE CHANGED!

First Phase

Miki: "Bukan cuma kamu …"

Lima hari yang lalu, aku dinyatakan diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di negara tempat aku tinggal, bersama dengan program studi yang aku inginkan pula. Sejujurnya, aku tak percaya bisa diterima di perguruan tinggi. Hari itu, aku sangat senang. Langit malam seolah bercahaya, aku tidak mengantuk dengan cepat malam itu.

Kurang lebih dua hari yang lalu sebelum hari pengumuman itu, aku sempat gabut dan tak berbuat apa-apa (saking gabutnya). Aku pun mengeksplor kamarku untuk menemukan sesuatu yang sekiranya menarik. Ya, aku memang suka nostalgia, kalaupun aku menemukan kenangan yang memalukan, aku tak akan malu dan tertawa. Sejujurnya, tak perlu malu, karena saat kita mengenangnya justru kita bahagia dan belajar dari situ (ini kenapa awalnya sok bijak banget? Di tengah cerita pasti ngaco, gue jamin).

Dari pencarian itu, aku menemukan sebuah permata berukuran jeli kolang-kaling. Atau jengkol, terserah lu suka yang mana! Author sih gak begitu doyan kolang-kaling (nah kan, mulai). Aku menelusuri ingatanku, dan kutemukan kalau ini adalah hadiah perpisahan. Oh, iya, waktu itu aku sempat meninggalkan Selphia dengan damai. Kagak lah bego, jiwa gue ancur saat itu, sampe di dunia nyata gue langsung puyeng kaya hangover. Untungnya aku masih bisa inget apa yang terjadi, bahkan segala seluk beluk diriku di dunia itu. Harukawa Racchie. Atau mungkin… Racchi Dolgatari. Nama yang ganjen, pikirku saat itu.

Aku membuka jendela yang tertutup di kamarku untuk mendapatkan udara sore hari. Seketika, hawa panas menyambar tubuhku. Panas banget hari itu, hujan udah lama ga turun. Tapi pada saat itu, cahaya sore sangat indah dan aku tak bisa mengelak darinya begitu saja. Kemudian aku mencoba fokus kepada permata itu. Ya, itu adalah pemberian Kiel. Dia bilang, kalau dilihat dari suatu sisi, akan muncul warna-warna. Warna itu berarti nyawa bagi orang yang pernah aku temui di Selphia. Aku memberanikan melihat batu itu sejajar dengan mataku, dan untungnya tidak ada warna yang hilang. Aku ingat semua warna itu, aku menghela nafas lega.

Kemudian, aku teringat sesuatu kalau aku pernah memberikan kekuatanku pada seseorang di sana. Siapa orang itu, untuk kali ini tidak penting. Aku bisa saja kembali ke Selphia kalau orang itu memanggilku lagi. Kekuatan yang kuberikan sebetulnya tak seberapa, cuma sekadar 'segel.' Intinya, orang itu berhak menggunakan kekuatanku tapi tetap aku memiliki otoritas penuh. Jadi, walaupun kesannya aku memberikan kekuatan, sebenarnya aku hanya memberikan semacam 'izin.'

Dengan itulah aku bisa kembali ke Selphia kapan pun aku mau, karena selama ini aku terhubung dengan orang itu.

Alasan aku memberikan kekuatan itu mungkin saja supaya aku bisa kembali ke Selphia, biar bucinan lagi sama Dolce (PENGAKUAN!). Tapi, hohoho, tak semudah itu. Ada satu masalah besar yang paling kukhawatirkan. Betul sekali, dia adalah Fujiwara Kiyuutsu atau biasa dipanggil Miki. Kadang gue juga panggil dia "mang," (mister in Sunda) karena kelakuannya yang mirip preman blok M *ditonjok.*

Kenapa gadis itu jadi masalah utama? Karena dia bagian dari ingatanku yang seharusnya menghilang, dan sekarang mungkin dia sedang menjelajah dimensi dan memperbaiki kekacauan. Jika perlu kembali ke Selphia, adalah karena itulah titik awal masalah ini. Yuutsu bisa saja muncul di dunia nyata, tapi jelas dia tak sanggup dan enggan melakukannya. Karena itu, dia akan muncul di Selphia untuk mencariku.

Aduh, capek juga nostalgia sama barang kaya gitu doang. Aku merebahkan tubuhku di kasur, sambil terus menggenggam permata itu. Aku menerawang, tampaknya aku tak akan bisa kembali ke Selphia karena hambatan mental. Ya, coba aja bayangin tiba-tiba lu balik lagi abis lu mati yang ditontonin sekampung. Duh, kenapa Author tiba-tiba bicaranya kaya gini ya? Biarlah.

Kalau perlu aku menostalgiakan semuanya, aku teringat dengan seseorang. Dia adalah setengah earthmate, dengan saudara-saudaranya yang pintar, unik, dan gokil. Semua saudaranya tersebar di Norad, dan hanya ialah yang tinggal di Selphia. Aku memang belum pernah menemuinya di Selphia, konon katanya dia cukup berpengaruh ya? Pembicaraan itu tersebar di seluruh Selphia, aku bahkan belum pernah terpikir untuk mencoba mencarinya. Itu lebih baik dari pada harus nongkrong bareng pangeran gaul dan kawan-kawan ngaconya.

Dari pada hanyut dalam pikiran, aku mencoba menghubungi teman lamaku. Namun nihil, dia tampaknya tak sedang memantau ponselnya. Kumaklumi karena dia memang seperti itu. Kenapa aku menghubunginya dari pada orang lain yang lebih responsif? Gak tau juga. Enggak lah bego, udah lama gak menghubungi ya harus dikembalikan dong ikatannya.

Tiba-tiba dari layar ponselku muncul suatu notifikasi. Saat kuperiksa, itu adalah surel dari seseorang bernama 'fm11' dengan domain yang tampak asing. Judulnya membuatku bergidik, "Peringatan." Kubuka surel itu dan membacanya dengan sangat fokus.

Aku akan menarikmu kembali, beserta semua kenyataan itu.

Begitu selesai membaca, aku makin merinding. Tampak ada yang memerhatikanku. Karena merasa tak nyaman, aku ke luar kamarku untuk bertemu orang-orang. Aku memakai pakaian setelan rumah, dan pergi ke manapun tanpa arah. Aku bukan cuma ingin kabur dari rumah, rasa takutku melebihi apapun.

Aku bertemu dengan tetangga yang tampak kukenal, aku berusaha berlari menyapanya. Sewaktu ia berbalik arah, aku menyadari ada yang aneh dengannya. Wajahnya berbeda. Kemudian, dengan ajaib, mata kirinya berwarna hijau terang.

Saat itulah, aku sadar kalau aku bukan di dunia nyata tempatku seharusnya.

Drifting… [0%]

Tepat begitu aku sadar, aku sudah ada di suatu tempat antah berantah yang sangat asing. Aku benar-benar lupa apa yang terjadi hingga tau-tau aku sudah ada di tempat ini, secara sehat.

Aku kembali ke dunia fantasiku sendiri, aku ditarik oleh seseorang dengan nama email 'fm11.'

Aku sadar begitu karena melihat pakaianku yang sama ketika di Selphia, tapi mengapa harus pakaian ini lagi? Jujur saja, aku bosan mengenakan jaket hoodie berbahan wol warna putih ini. Kemudian, celanaku yang agak ketat berbahan denim warna hitam dan sepatu kets bahan kanvas berwarna putih polos. Aku berpikir untuk mencari setelan pakaian baru, namun aku tak sampai selera membeli baju di Norad, khususnya Sharance. Selanjutnya, aku berpikir lebih baik untuk menjaga jaket ini untuk menutup rambut panjang berwarna merah mudaku. Kenapa kekuatanku sampai bisa merubah warna rambutku segala?! Sampai saat ini Author membiarkannya sebagai misteri. Kayanya doi emang doyan cowok bishounen. Hmmm… ENGGA LAH.

Aku kembali fokus di tempatku berada. Tempat ini tampak seperti kota di masa depan, penuh dengan gedung bertingkat dengan cahaya buatan yang gak malu-maluin. Aku sendiri mulai sadar ketika aku sedang duduk di sebuah gang antara gedung yang tinggi sekali bagai gembel. Aku ke luar dari rumah kardusku, lalu melihat sekitar… Ya, aku sempat berpikir ini adalah Selphia di dua ribu tahun mendatang. Semua sudah serba canggih, namun yang sama, manusia masih tidak hidup sendirian. Kali ini dengan robot, bukan monster.

Saat tanganku hendak menyibak poniku yang terlalu menghalangi pandangan, tiba-tiba aku mendapati sebuah proyeksi yang muncul entah dari mana. Layar proyeksi itu menunjukan data diriku, nomer ID, dan usia. Syukurnya usiaku masih sama sebelum aku datang ke sini. Tapi apa-apaan ini? Apa kota ini jauh lebih canggih dari yang kuduga? Gue kan pendatang, kalo tiba-tiba norak kan bisa malu-maluin. Aku berjalan terus sampai ke tempat yang agak sepi, kemudian mulai menganalisis. Rupanya proyeksi itu datang dari kacamataku- dan sejak kapan pula aku mengganti bingkai kacamata? Aneh sekali, jelas ini bukan dunia yang sama dengan Norad.

Aku ditarik kemari oleh seseorang, mungkin orang itu ada di dunia ini. Tak dapat dipungkiri, aku menerima surel dari domain yang baru kuketahui, mungkin saja itu dari kota ini. Kalau begitu, yang perlu kulakukan hanya mencari penyedia domain tersebut dan mencari data selengkap-lengkapnya mengenai sang pengirim. Semudah itu? Jelas, kan kota ini sudah sangat canggih.

Aku pun mencari tempat yang sekiranya merupakan kantor penyedia layanan surel. Tapi konyolnya, aku tak terpikir untuk mencoba layanan dari kacamataku. Ya, gue kan tolol, baru aja jadi pendatang di kota ini (Frey: Author ngapa sih ngomongnya kasar mulu!). Kemudian, dengan ajaib, muncul proyeksi yang menampilkan informasi kependudukan dari kacamataku. Gila, sudah seberapa jauh kota ini?

Dari pencarianku, muncul seseorang dengan nama pengguna yang cocok dengan pengirim surel itu. Namanya Fujiwara Miki- seketika gue mau pingsan. Ternyata bener aja si brengsek itu yang membawa gue kemari. Kenapa Miki bisa membawaku ke sini, ya, dan lagipula, ini di mana?

Aku mencoba memilih profil yang ditunjukkan kacamataku. Fujiwara Miki, lengkap dengan data pribadinya. Untuk pertama kalinya, aku mengetahui tempat tinggalnya. Dia sudah tinggal di kota ini sejak 2381, sama dengan tahun kelahirannya. Aseton Node 04 Number 331. Seketika itu pula aku berpikir, otak gue mana cemerlangnya dengan zaman ini, dunia nyata masih tahun 2018.

Kenapa Yuutsu menarikku ke kampung halamannya? Apa ada yang ingin dia tunjukkan atau bagaimana?

Sejurus kemudian, aku betul-betul baru sadar kalau dia, sebenernya sedang mengincarku. Ampun, kenapa aku baru sadar? Jelas saja, aku masih pendatang di kota ini. Dengan gaya sok tahu, aku mencoba untuk menampilkan peta dari kacamataku. Tiba-tiba muncul begitu saja peta kota ini, lengkap dengan keterangan dan aksesibilitasnya. Aku sedikit terperanjat, kemudian panik mencari tempat berlari. Yang jelas, aku tak bisa terus ada di kota ini, atau bahkan negeri ini karena pasti aku mudah untuk ditemukan. Kemudian, aku memperluas petanya, hingga skala dunia. Kemudian, aku semakin terperanjat. Di bagian Timur Laut negeri ini, ternyata adalah NA alias Norhtern Area. Itu berarti, ibuku ada di sana.

Tanpa pikir panjang, aku mencari kendaraan umum untuk segera kabur dari kota ini. Aku mencegat sebuah objek yang tampak seperti taksi, dan masuk ke dalamnya. Panik, aku langsung bilang ke pada supir, "Pak, ke luar negeri bisa gak, pak?!" tanpa adat.

"Mau diantar ke mana?" Tanya sang supir, syukurlah yang akan mengantarku ke sana adalah manusia. Bukan sistem otomatis yang mengerikan.

"Northern Area." Jawabku polos.

Supir itu terdiam sebentar, kemudian menjawab, "Kalau begitu anda akan saya antar ke Buenos. Dari situ, anda bisa pergi ke Northern Area dan mengurus perihal paspor dan sebagainya.."

"Oke.."

Hal yang kemudian terbesit dalam pikiran, mampus! Kok gue asal aja naik taksi? Gue bahkan ga tau kalau gue punya duit apa kagak! Eits, tenang, dengan otomatis kacamataku menampilkan semua yang kupunya dan info yang ingin kudapat. Tapi apa daya, proyeksi menunjukkan saldo gue cuma 75 rebu. Oke, kalau ini di dunia nyata, kenapa saldonya berkurang, dan pertanyaan berikutnya, gue harus bayar berapa duit buat satu perjalanan naik taksi? Takutnya, karena terlampau canggih kargo taksi bakal jadi membeludak jika dibandingkan dengan dunia nyata. Dan lagi, si supir mengingatkan kalau mau ke Northern Area, aku harus punya paspor. Lah kampret, gue ke sini cuma bawa keyakinan doang.

Kacamataku menampilkan peringatan stres. Mohon tenang dan pikirkan dengan kepala dingin, katanya. Oh, wow, kacamataku sudah bagai temanku sendiri. Dia bisa mengetahui apa yang kurasakan, kupikir teknologi tak dapat secanggih ini. Akhirnya, aku mencoba merebah dan menghela nafas panjang.

Yuutsu berasal dari sini, dan negara ini bersebelahan dengan Northern Area. Kalau aku kait-kaitkan dengan Zwill, mama, dan Selphia… oh, semuanya jadi jelas sekarang. Kalau begitu, jauh di sana, ada Norad. Ada Venti, dan rakyatnya di Selphia.

Sialan, kalau gitu, aku bener-bener balik lagi ke dunia ini. Aku ga bisa terus ada di dunia nyataku. Bagaimanapun juga, aku akan ke sini lagi. Hanya saja, apa yang membuatkukembali ke sini? Aku perlu tahu secara pasti.

Kemudian aku menerima sebuah surel lagi. Pengirimnya sama, dari 'fm11.' Aku semakin bergidik ngeri, aku memberanikan membuka surel itu. Kali ini pengirimnya hanya memberikan surel tanpa isi, dengan judul, "Memangnya cuma kamu?"

Aku terus memerhatikan jalan dari mobil yang melaju perlahan, mencoba tidur dan mengalihkan pikiranku, tapi aku tak bisa.

Drifting… [13%]

"Kita sudah sampai," ucap sang Supir sambil menarik tuas rem tangan.

"Terima kasih," kemudian, dengan canggung aku bertanya, "B-berapa yang harus kubayar?"

"Bukankah ketika taksi mulai melaju, saldo anda sudah berkurang? Kargo taksi sudah dibayar."

"Oh, begitu.. terima kasih. Mohon maaf, saya hanya sedang stres."

"Jangan terlalu dipikirkan, lebih baik beristirahat ketika sudah sampai di sana."

"Baik, terima kasih banyak."

Kemudian, taksi itu meninggalkanku. Aku semakin bingung ketika sudah sampai di kota yang disebut "Buenos," kota ini juga tampak asing dan tak jauh beda dari kota sebelumnya. Hebat juga taksi bisa antar sampai ke luar kota.

Begitu sadar aku ada di tempat antah berantah dengan kurs moneter yang tidak kuketahui, aku semakin stres karena gak tahu harus berbuat apa. Untuk mencari aman, dengan pemikiranku yang katanya sih tidak secemerlang negeri ini, aku menghubungi Io. Masa bodo, gue yakin kalo ini dimensi yang sama dengan Norad, meski terlampau canggih. Sekali lagi gue mengingatkan, gue datang ke sini cuma bawa keyakinan.

Seperti dugaan kalian, telepon gue berhasil terhubung dengan Io! (readers: nyeh, kagak dipikirin juga) Dengan perasaan senang, aku menghela nafas lega. Kemudian buru-buru ngomong, "Io, bisa jemput aku ke sana, ga?"

"Ini siapa?"

"Oh, Racchi. Maaf, maaf." -,-

"Racchi?" Dari telepon, Io tampak bingung. Dia pasti kaget, tau-tau gue balik lagi ke Selphia. Aslinya engga sih, tapi masih satu dimensi laaah sama Selphia. "Kakak.. di Selphia?"

"Itu masalahnya! Aku lagi ga di Selphia!"

"Oh, Racchi di mana dong?"

"Di kota Buenos."

"Buenos?! Oke, Io langsung pesenin kamu tumpangan ke istana, jangan ke mana-mana!" Kemudian, Io menutup sambungannya.

Tampaknya aku belum pernah mendengar Io seheboh itu, apalagi di telepon. Jelas saja, jika biasanya aku ada di Selphia.. tapi justru malah ada di Buenos. Sebenernya, selama aku tinggal di Selphia, kemudian bolak-balik ke Northern Area, aku bahkan belum pernah iseng ke Buenos. Entahlah, mungkin saat itu aku juga tak mengetahui kalau ada negeri ini di dekat Northern Area.

Aku menganalisis segala yang terjadi padaku saat itu sambil menunggu instruksi berikutnya dari Io. Aku ditarik ke sini tanpa sadar hingga tau-tau aku berada di kota yang futuristik. Kota itu ternyata merupakan tempat tinggal Yuutsu, kemudian aku melarikan diri ke Northern Area. Kalau begitu, semestinya dunia ini ada Norad. Dan kalau begitu, sebetulnya aku kembali lagi ke Selphia. Entah mengapa, tapi instingku saat itu jelas-jelas ingin datang ke Selphia. Aku kembali lagi ke titik awal, rupanya. Tapi kali ini, bukan karena Zwill, tapi Yuutsu. Apa ada sesuatu yang berkaitan dengannya atau ada masalah baru?

Lama berpikir, kemudian aku memerhatikan sekitar. Dekat tempat aku berdiri, ada sebuah toko baju dan perlengkapan busana lain-lain. Dasar ngaco, aku jadi kepikiran buat beli baju karena bosan dengan setelanku. Tapi, aku juga bosan menunggu di sini, akhirnya aku masuk ke toko itu. Tokonya bagus dan hangat, jika dibandingkan di luar. Aku melihat banyak sekali desain baju yang belum pernah kutemui, tampaknya mode di kota futuristik ini tak buruk juga, malah sangat kusuka. Yang terpenting, aku perlu tahu berapa harga baju yang dijual di sini. Dengan metode studi banding (ea, anaknya udah ilmiah banget ya), aku memperkirakan uang yang kupunya sekarang. Harga untuk satu potong baju kemeja formal mencapai.. 50 satuan mata uang? Otomatis, instingku berkata kalau barang di sini murah, atau pasti cuma depresi mata uang. Pandanganku mulai liar melihat sekitar, mencari barang bagus untuk dibeli.

Kemudian mataku tertuju pada sebuah sepatu boots berwarna cokelat muda. Sepatu yang sangat keren, dan melihat harganya membuatku tak bisa tidak membeli sepatu itu. Setelah membeli dan kukenakan sepatu itu, aku becermin dan setelannya pas juga. Atau entah aku yang sebenernya engga peduli sama penampilan, jadi kupikir ya keren-keren aja…

Kemudian aku ke luar toko dengan perasaan bahagia, ya, tampaknya sementara aku berada di toko baju itu aku melupakan fakta bahwa Io sedang mengejarku. Tak lama kemudian, seorang memanggil namaku dari dekat.

Aku memerhatikannya dengan seksama. Seorang gadis berambut merah crimson pendek sebahudan mengenakan kacamata. Umurnya sih, dilihat dari tampangnya usianya gak jauh beda dariku. Ini pasti orang suruhan Io. Aku menjawab sapaannya itu, "Ya, aku Racchi. Ada perlu apa?"

"Sebelumnya perkenalkan, aku Keysi. Aku salah satu pekerja di menteri luar negeri Northern Area di sini, kebetulan kantornya di Buenos. Jangan dianggap keren, aku hanya kebetulan bisa ada di sana. Nona Io menyuruhku untuk menjemputmu di sini ke istana."

"Salam kenal, terima kasih banyak ya, atas kerja samanya."

"Sama-sama, tuan."

Tuan? Oh, ya… aku bisa dibilang anak keluarga bangsawan. Pantas saja cara bicaranya agak beda. Kemudian, ia mempersilahkanku untuk masuk ke dalam kendaraannya. Ada satu lagi orang di dalamnya, dia yang mengemudi. Di perjalanan, aku mencoba untuk berbicara dengan Keysi untuk kutanyakan sesuatu tentang negara yang ia tempati… namun, pasti bakal canggung.

Kenapa jadi tiba-tiba begini, ya?

"Anu.. tuan, ada pesan dari Nona Io.." Kata Keysi sambil menunjukkan sebuah layar proyeksi… tampaknya semua orang di negeri ini memilikinya.

Di layar proyeksi, aku dapat berinteraksi dengan lawan bicara secara real time. Muncul Io dan latar ruangan kerjanya sedetik kemudian, mengapa aku baru tahu kalau Io mempunyai alat sebagus itu di sana?

"Oke, tampaknya Racchi sudah ada di mobil. Kerja bagus, Keysi, terima kasih banyak atas bantuannya. Aku akan berbicara dengan Racchi."

"Baik, nona. Silahkan." Katanya sambil mengalihkan proyeksinya padaku.

"Racchi, kamu sudah diberi tahu kalau ia adalah salah satu pekerja menteri luar negeri di sana, kan?"

"Ya.. aku mengerti. Kenapa aku baru tahu, ya?"

"Memang, selama Racchi tinggal di Selphia, Ibu memang membiarkanmu di situ begitu saja. Urusan dengan negara lain, biasanya ia lebih suka membahasnya denganku, kemudian aku mengabari Keysi, dia temanku soalnya."

"Negara lain, huh…"

"Aku bisa mengerti sih, urusan internasional memang jadi suatu yang baru bagi Racchi di sini. Kuharap kamu bisa jadi diplomat, hehe. Kita memang membutuhkan alur komunikasi yang lebih baik."

Diomongin gitu, aku diem aja. Dia ga tau gue ngapain di dunia nyata. Oke, biarlah, ini dunia yang berbeda dari dunia nyata. Aku iyakan saja.

"Kalau ada yang mau diceritakan, tunggu sampai istana saja. Teknologi ini hanya berlaku secara domestik. Ketika meninggalkan perbatasan, akan hilang sambungan. Sampai jumpa di istana, Racchi," ucap Io, kemudian sambungan terputus tanpa sempat aku berbicara apa-apa. Tak lama setelah itu, kacamataku menunjukkan proyeksi yang akan memutuskan sambungan dengan server pusat. Oh, pasti kita sudah meninggalkan perbatasan. Tak lama lagi, pasti sudah sampai di Northern Area.

Aku terus memerhatikan sekitar selama perjalanan, karena aku tahu berbicara dengan Keysi hanya akan membuat kita sama-sama canggung. Tidak ada yang menarik selama perjalanan, begitu tiba di Northern Area pun begitu. Kawasan ini paling lama musim dinginnya, begitu aku sampai di sana salju sudah menutupi negeri ini. Padahal, kira-kira aku datang pada pertengahan menjelang akhir musim gugur. Aku jarang berkeliaran di sekitar Northern Area, jadi saat aku datang kemari pun aku masih tampak asing.

Hingga pada suatu tempat, aku melihat sebuah bangunan. Itu adalah gedung sekolah, dan itu bukan sembarang sekolah. Aku menelusuri ingatanku, tapi justru aku berpikir kalau aku pernah bersekolah di sini. Kenapa aku tak bisa mengingatnya, ya? Oh, mungkin, ingatanku tentang sekolah pasti ada pada Yuutsu. Apa lagi hubungannya sekolah ini dengan Yuutsu? Aku sempat terpikir, jauh sekali dari sini ke Aseton, kota tempat tinggal Yuutsu. Oke, mungkin ada beberapa kemungkinan seperti Yuutsu sekolah di sini, namun Ia tinggal di sekitar sini. Bersama siapa? Ah, sudahlah, tak penting juga. Anyway, Fanfict ini sudah terlalu panjang tapi main cast kita belum pada muncul. Mana RF 4-nya? Mana Lest, Frey, dan lainnya? Cailah, sabar dikit coba. Dikira buat cerita gini gampang.

Beberapa menit kemudian, kami sudah tiba di gerbang istana. Sebelum turun, aku memastikan barang bawaanku aman dan tak tertinggal. Aku mengambil sepatu kanvas berwarna putih yang aku bawa dalam tas belanja. Kemudian, aku berpikir, oh iya, gimana gue cairin duit dari rekening ya? Kalau udah di luar negeri kan gue ga bisa pake layanan maha canggih itu lagi. Kemudian, aku mencoba fokus, aku tak perlu mempermasalahkan soal keuangan, karena sekarang aku sedang dikejar.

"Kita sudah sampai," ucap Keysi sambil membukakan pintu mobil untukku.

"Terima kasih banyak atas bantuannya," ucapku sekali lagi.

"Tak masalah, kami hanya menjalankan perintah. Kalau ada urusan lagi ke sana, silahkan hubungi kami di kota Buenos."

"Baik."

"Kami pamit dulu," katanya sambil kembali ke dalam mobil.

Entah mengapa, Keysi bukanlah orang yang sangat asing bagiku. Apa ada kaitannya dengan Io, atau Yuutsu.. atau dia adalah bagian dari masa laluku? Rambut merah, huh, aku sempat terpikiran Zero, dia pengguna Ruby soalnya.

Setelah Keysi bersama dengan mobilnya menghilang dari pandangan, aku memutuskan untuk bergegas ke dalam istana. Di dalam istana, aku pergi menuju ruanganku dan langsung menemui Io. Agak rusuh, maklum panik. Kemudian, aku menuju ruang Io biasa bekerja. Untungnya, Io ada di sana, tampaknya ia tak sedang mengantarkan surat ke tempat lain.

Begitu tenang sedikit, aku dapati kondisi shock di mana lingkunganku berubah drastis. Aku dari dunia nyata, tiba-tiba aku ada di kota yang sangat futuristik. Kemudian, aku kembali ke istana, dengan desain kuno yang eksotis. Pandanganku sempat memudar, dan aku kehilangan fokus untuk sementara. Apa yang telah terjadi padaku..?

"Permisi, Io." Sapaku setelah membuka pintu ruangan tersebut. Terdengar decitan kecil di engsel pintu itu.

"Duh, mengagetkan saja. Selamat datang, silahkan duduk!" Sambutnya sambil mempersilahkanku duduk di seberangnya. Ia mengambil sebuah kursi dan menaruhnya di depannya. Kita saling berhadapan, dan aku tak hanya melihat Io, tapi juga tumpukan berkas-berkas kerjanya.

"Gimana, aku bisa kembali lagi ke sini, hebat bukan?" Ucapku ngaco.

"Uh.. gimana kabarmu, kak?" Tanya Io ketus. Tampaknya dia sedang tidak dalam mood yang baik. Atau, karena ia tampak buru-buru, ya?

"Aku sehat, sih. Cuma.. bingung kenapa aku bisa kembali lagi ke sini."

"Iya, itu.. Io juga bingung," kemudian hening. Io mencoba menelusuri pikirannya, wajahnya mendongak ke atas, seolah ia akan mendapat wahyu.

"Sebelum aku ke sini, di dunia nyata aku dapat semacam surel dari Yuutsu. Dia menggunakan alamat surel yang berlaku di kota asalnya, Aseton. Lalu-"

"Hah, apa? Yuutsu berasal dari Aseton?" tiba-tiba Io terperanjat. Seolah mengetahui teman sepermainannya jadian dengan sahabat laki-lakinya.

"Uh, jadi gini. Aku baru sadarkan diri ketika aku bangun di sebuah kota bernama Aseton, kemudian kacamataku menampilkan segala info mengenai… kukira sih, segala ada. Aku mencoba mencari siapa pengirim surel itu dengan mencari database dari domain surel itu. Aku cari.. dan ketemu. Ternyata pengirimnya Yuutsu."

"Jadi, Yuutsu.. bisa dibilang, menarikmu ke sini?"

"Itu cuma dugaan, tapi kalau dipikir memang sesuai fakta. Lalu, aku mencoba melihat data lengkap Miki dari kacamataku, yang bisa menampilkan apapun."

"Oh, iya, bingkai kacamata Racchi berubah. Cukup keren, tapi agak kemayu."

Disindir begitu, gue bilang aja, "Ya, rambut Racchi aja agak panjang begini."

"Engga, engga. Asli keren kok, pake kacamata frameless dari bahan stainless steel berbentuk bundar."

"Oh, gitu, keren ya? Makasih loh!"

"Oke, fokus lagi. Sampe di mana barusan?"

"Uhh, aku mencari data dirinya selengkap mungkin. Dan, ya, dia berasal dari kota itu."

"Kalau gitu, kesimpulannya, Yuutsu menarikmu ke tempat ia berasal," ucap Io sambil tetap mengadahkan kepalanya ke atas. Tangannya menyentuh dagu seolah sedang berpikir keras. "Tapi kenapa harus ke Aseton, bukan Selphia?"

"Kalau aku tiba-tiba balik lagi ke Selphia, gimana bayanganmu?"

"Oh, ya. Semua orang di sana pasti histeris. Jauh lebih histeris dari pada kejadian waktu itu."

"Yah.. mereka pikir aku meninggal beneran. Tapi, aku sebenarnya tak menghiraukan mereka. Mereka percaya kalau aku bisa kembali kapanpun, ke Selphia."

"Hmmm, gitu rupanya," ucap Io sambil menyandarkan dirinya pada kursi. "Untuk sementara, Racchi jangan dulu ke Selphia secara asal-asalan. Perlu mempersiapkan rencana. 'Rencana Kepulangan Racchi.'"

"Kok, kaya Racchi mau meninggal beneran?"

"Eh, iya. Kalau gitu jangan."

Hening yang mendalam. Gue sempet berpikir kalau Io sedang tidak baik untuk diajak ngobrol.

"Anyway, Racchi, mengerti maksudku, kan? Jangan asal datang ke Selphia untuk sementara ini."

"Ya, terserah sih. Aku cuma sedang mencoba kabur dari Yuutsu."

"Kabur… kenapa? Racchi engga menceritakan soal itu."

"Surel itu seperti ancaman buatku. Jadi, begitu aku sadar kalau aku ada di kota kelahiran Yuutsu, aku langsung panik dan pergi dari kota itu. Aku mendapati kalau negara itu dekat dari sini, makanya aku balik ke sini."

"Ancaman gimana?" Tanya Io, sepertinya mood-nya mulai membaik.

"Ya.. kaya surat waktu itu aja. Kamu bayangin aku lagi asik sendiri, tiba-tiba ada surel yang isinya ancaman. Aku langsung kaget, dong, dan sampe sekarang aku masih ketakutan!"

"Asik sendiri ngapain?"

"Itu gak penting," kemudian, hening canggung. Saat itu, gue baru mengerti maksud Io. Kenapa gue ngomong gitu? Io pasti bakal curiga kalo gue lagi macem-macem.

"Kenapa gak coba diladenin aja, kali, Racch?"

"Firasatku gak baik, dia pasti datang ke padaku tanpa perdamaian."

Io membalikkan badannya, dan mencari-cari sesuatu di tumpukan berkas-berkas pekerjaanya. Kemudian, ia mengambil sebuah jurnal dan kembali menghadapku. Dia mengambil kacamata dari meja dalam jangkauan tangannya, lalu mengenakannnya.

"Tunggu, sejak kapan kamu pakai kacamata juga."

"Baru-baru ini, tampaknya mataku sering kelelahan."

"Ya ampun, kamu ini gimana, sih…"

"Aku kesulitan menghadapi cahaya. Aku gak bisa menangani dokumen apapun kalau gak ada cahaya. Akhirnya, daya pandangku berkurang. Makanya, tengah malam aku selalu ke tempat gelap untuk memulihkan kekuatanku. Taunya, aku malah kurang tidur, kan…" jelasnya sambil tetap melhat ke jurnalnya.

"Yah, aku ngerti.." ucapku lirih. Lagipula, kalau dipikir-pikir benar juga. Io tidak dapat mengembangkan kekuatannya jika terus bekerja dengan cahaya- maksudnya dengan melihat sesuatu dengan intensitas yang tinggi.

"Racchi sendiri.. sampai di sini udah mencoba memulihkan kekuatan?" ucapnya sambil menatapku.

"Oh, ya.. belum.." ucapku sambil mencoba mengaktifkan Gems of Spirit.

"Jangan dulu, Yuutsu pasti mudah menemukanmu kalau Racchi pakai kekuatan itu sekarang."

"Loh, bener juga…"

"Ini, Racchi… setelah kamu meninggalkan Selphia, aku selalu kedatangan Yuutsu. Pertama, sejak aku mengirimkan surat ke rumahmu, dan yang kedua, tepat setelah kamu pergi dari Selphia," ucapnya membacakan jurnal miliknya.

"Kenapa, ya? Biasanya Yuutsu datang kalau ada kekacauan dimensi. Aku gak tau mau menilai Yuutsu gimana, tapi kesannya dia seperti ikut campur."

"Dia bagai polisi waktu, dia berhak ikut campur segala urusan jika dirasa mengancam dimensi waktu."

"Apa maksudmu?" Tanyaku.

"Polisi waktu. Kalau tatanan waktu kacau, pasti mereka akan memaksakan untuk memperbaikinya."

"Hmmm… kalau gitu, tak aneh kalau Yuutsu jarang banget ke Selphia."

"Ya, tapi targetnya kini bukan Selphia. Northern Area! Dia datang kemari, entah berbicara apa dengan ibu."

Aku terperanjat seketika, "Benar juga! Kalau begitu, pasti ada kekacauan di sini."

"Racchi.. menurutmu, Yuutsu itu seperti apa orangnya?" Kata Io mengalihkan pandangannya dari jurnal-jurnal tulisannya.

"Tau sendiri, kan.. dia orangnya berkepribadian ganda. Aku sering memanggilnya 'Yuutsu' kalau sedang baik-baik aja. Tapi, aku ganti panggilannya jadi 'Miki' kalau udah aneh. Dia itu mantan kriminal, aku gak tau sudah sejauh apa dia bertindak."

"Kriminal?"

"Ya, dan salah satu korbannya adalah kakakmu juga, Zwill."

"Oh, begitu? Baru tahu. Kalau begitu, pasti ada data kriminal yang pernah ia lakukan dari kota asalnya."

"Aku gak berpikir sejauh itu, sih. Coba saja cari sendiri, tapi aku pikir Yuutsu adalah orang yang mainnya cerdik dan bersih."

"Oke.."

Setelah perbincangan itu, Io kembali menaruh jurnalnya dan menuliskan sesuatu pada selembar kertas baru. Tampaknya Io mencoba menyimpulkan apa yang telah kami bicarakan lalu menuliskannya. Sementara itu, aku mencoba rileks dari rasa tegang dan panik yang ada selama aku muncul ke dimensi ini.

Tiba-tiba, pintu ruangan diketuk dari luar, sepertinya ada yang ingin bertemu dengan Io. "Permisi, Nona Io, ada tamu yang hendak bertemu anda-"

"Biar aku yang bukakan," tawarku sambil beranjak ke gagang pintu.

"Oke, terima kasih," ucapnya sambil menyelesaikan pekerjaannya.

Aku membuka pintu tanpa merasa takut sedikit pun, hingga akhirnya aku mendapati…

"Racchi?!"

"Astaga, Frey dan Lest?!"

"Ya ampun," kata Io. "Seharusnya kamu biarkan penerima tamu itu menyebutkan siapa tamunya, makanya jangan langsung asal buka pintu, Racchi!"

To be Continued

Drifting… [27%]