My Love, I'm Sorry
Kyumin/Threeshoot/Romance/Hurt-comfort
Rate T
Disclamer : FF ini ada karena terinpirasi dari salah satu Film India berjudul Fanaa. So, alur ceritanya bukan resmi milik Author sendiri. Tidak menjiplak sepenuhnya sih, ini udah aku rombak total. Hanya sebagian saja.
WARNING : Typo(s), Berjelibet, Jelek, Tak layak dibaca, BoysLove, M-Preg, etc.
DONT LIKE! DONT BASH! DONT FLAME! DONT READ!
Kyumin Love
Part one
Tok. Tok.
"Masuk!" titah suara di dalam ruangan.
Ceklek.
Pintu terbuka menampilkan seorang pria tampan berbalutkan jas formal. Matanya menatap ke samping, dimana terlihat seorang pria berbalutkan jas berwarna abu-abu berdiri membelakangi dirinya sembari memandang pemandangan kota dari kaca ruangannya.
"Mr. Cho, saya sudah mempersiapkan semua keperluan keberangkatan Anda. Anda bisa berangkat besok jam 08.00 pagi," ujar pria tampan itu.
Pria berbalutkan jas abu-abu itu mengangguk satu kali.
"Apa ada hal lain yang perlu saya selesaikan, Mr. Cho?" tanya pria itu sopan.
Yang ditanya mengangkat tangan kirinya. "Pergilah," jawabnya setelah menurunkan tangan kemudian dia lesatkan ke dalam saku celana bahan miliknya.
"Baik. Saya mohon undur diri." Pria itu membungkuk hormat sebelum melangkah pergi dari ruangan atasannya.
Suasana kembali hening, tidak ada satupun suara yang tercipta. Pria itu tetap bertahan di tempatnya. Memandang pemandangan kota dengan sorot mata absurd. Senyumnya terulas samar, tatapannya yang semula mengeras berubah menjadi lembut.
"Sudah cukup waktu 7 tahun itu, sayang. Kini waktuku untuk kembali." Dia bergumam, kelopak matanya bergerak menyelimuti ruaman perasaan rindu yang menguar di sepasang mata.
.
.
.
Tap. Tap. Tap.
"Yakkk. Bunny! Berhenti berlari! Waktunya untuk makan! Yaakkk...kelinci nakal!"
Nampak seorang bocah lelaki berumur 7 tahun tengah berlari kesana-kemari mengitari halaman depan rumahnya, berusaha menghalau pergerakan seekor kelinci putih yang dia beri nama Bunny.
"Yakk...berhenti!"
Bocah gembul itu kembali berteriak keras. Napasnya mulai tersenggal, kaisan langkahnya mulai melambat dan berakhir terdiam di pinggir pagar ;berkacak pinggang dengan sorot tajam yang enggan beralih dari binatang bergigi besar itu.
"Sandeullie..."
Sandeul mengalihkan pandang ke sumber suara ketika seseorang yang begitu berarti bagi hidupnya menyerukan namanya. Dia menatap orang itu dengan bibir manyun.
"Mommy, Bunny sangat nakal. Dia tidak mau berhenti lari. Padahal Sandeul ingin memberinya makan," adu Sandeul sambil mendesau kesal, setengah merengek.
Pria itu tersenyum lebar, begitu manis dan cantik dalam waktu yang bersamaan walau nyatanya dia seorang pria. Namun pesonanya tak kalah indah dari seorang wanita. Dia melangkah sedang menghampiri putranya, tangannya kemudian bergerak mengusap puncak kepala Sandeul.
"Makanan apa yang ingin kau berikan, heum?"
Sandeul membuka genggaman tangannya, memperlihatkan sebuah sayur sawi yang telah diberi bumbu merah yang sudah diolah menjadi kimchi. Salah satu makanan khas negara mereka, Korea Selatan.
Hela napas dan gelengan kepala kontan memenuhi pandangan Sandeul. Senyap sejenak, sebelum suara lembut pria cantik itu mendengung di telinga Sandeul.
"Sandeullie, sejak kapan kelinci suka makan kimchi, sayang. Tentu saja si Bunny terus menghindar darimu karena dia tidak menyukai makanan yang hendak kau berikan itu."
Sandeul mengerutkan kening, tidak mengerti dengan ucapan ibunya. Kepalanya lalu merunduk, menatap sawi yang masih tergenggam di tangan kanan dengan sorot meneliti.
"Kenapa seperi itu, Mom? Bukankah waktu itu Mommy bilang pada Sandeul jika kelinci itu makan sayur. Bukankah ini juga sayur, Mom. Enak lagi, Sandeul saja sampai ketagihan memakannya. Mengapa Bunny tidak suka?" cerocos Sandeul tidak terima dan tidak mengerti. Pria itu kembali tersenyum nyaris terkekeh keras saat mendapati tingkah polos putranya.
"Sandeullie, sayang…" Tangannya terulur mengusap bulir keringat yang membasahi kening halus putranya.
"Benar, kelinci makan sayur karena dia hewan herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan. Tapi, tumbuhan yang masih segar, sayang. Bukan tumbuhan yang sudah diolah seperti ini. Untuk tumbuhan yang sudah diolah itu menjadi makanan Sandeul. Bukan untuk makanan hewan. Paham," jelasnya sambil menarik kecil hidung Sandeul, meruamkan pekikan sakit dari bibir mungil putranya.
Sandeul lalu mengusap ujung hidungnya yang memerah sambil mengangguk paham, mata bening namun menyorot tajam itu beralih menatap kelinci putihnya yang kini tengah berusaha menangkap seekor kupu-kupu yang berterbangan di atasnya.
"Jadi, sayuran apa yang seharusnya aku berikan pada Bunny, Mom?" tanya Sandeul tidak sabar. Sepasang bola matanya berbinar polos penuh keingintahuan yang begitu besar.
Lekuk tulus memabayangi wajah cantiknya, pria cantik itu berbalik; meraih sebuah wortel segar yang tergeletak di keranjang belanjanya lalu mengulurkannya ke hadapan Sandeul.
"Ini. Berikan Bunny sayuran ini."
Sandeul sontak tersenyum lebar, dia kemudian bergegas meraih wortel itu dari tangan ibunya dengan sorak sorai semangat lalu serentak berlari menghampiri si kelinci.
Kelinci itu tampak tak berkutik, terlihat masih berusaha menangkap seekor kupu-kupu yang sejak tadi berterbangan di atas kepalanya hingga Sandeul mendekat dan merengkuh tubuhnya ke dalam pangkuannya. Awalnya kelinci itu hendak kembali memberontak, namun ketika Sandeul menyodorkan wortel itu ke mulut sang kelinci. Sontak hewan menggemaskan itu diam dan segera memakan wortel tersebut dengan lahap.
Sandeul tersenyum lebar menatap kegiatan kelincinya, dia kemudian mengalihkan pandang menatap sang ibu. "Mommy yang terbaik! Sandeul sayang Mommy!" seru Sandeul ceria.
Pria itu tersenyum lembut. "Mommy juga menyayangimu, Sandeullie," jawabnya.
"Anyeong."
Pria itu sererntak mengalihkan pandang ke sumber suara kemudian tersenyum hangat menyambut tamunya.
"Bibi Chan, sudah lama tidak berkunjung," sapa sang pria manis ramah. Bibi Chan tersenyum, dia merengkuh tubuh mungil pria itu sebelum mengacak surai pirangnya.
"Ya. Beberapa hari ini Bibi sedang sibuk mengurus kedai makanan yang ada di Mokpo. Kau tahu sendiri, bukan; kedai tersebut seakan mau roboh saja karena tidak ada yang mengurus. Sedang Gi Tae dan Tak Goo sama sekali tidak berniat melirik kedai ibunya barang sejenak," adu Bibi Chan sambil menebah dada.
Pria cantik itu tersenyum, tangannya terulur mengusap bahu si wanita renta berusia sekitar 50-an itu. "Sudahlah Bibi. Ya, mau bagaimana lagi. Kedua anak Bibi sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tapi, setidaknya kedai tersebut masih bisa diselamatkan."
"Ya, kau benar Sungmin. Hahh, andai saja aku memiliki putra seperti dirimu mungkin aku tidak akan se-pening ini."
Sungmin tertawa ringan. Lirikan matanya sesekali beralih ke tempat Sandeul yang masih sibuk bermain dengan kelincinya. "Bibi Chan, ingin segelas teh. Mari masuk ke dalam?"
"Oh. Tidak perlu repot, nak. Bibi kesini hanya ingin melihat kabar kalian sekaligus membawa ikan kesukaan jagoan kecil, Bibi."
Bibi Chan mengalihkan pandang menatap Sandeul lalu menyunggingkan senyum lebar. "Sandeullie, kemari sayang. Bibi membawa ikan kesukaanmu!" seru Bibi Chan dengan semangat.
Sandeul mengalihkan pandang menatap Bibi Chan kemudian beranjak dari tempatnya menghampiri Bibi Chan hendak mempertanyakan apa yang tengah wanita paruh baya itu bawa. Sandeul melongokkan kepala ke arah kerajang rajutan milik Bibi Chan.
"Apa itu, Bibi? Ikan Tuna dan Salmon?" tanya Sandeul penuh harap. Bibi Chan sekilas tertawa gemas, dia terlebih dulu mengacak puncak kepala Sandeul sebelum menyerahkan kantong plastik yang terletak di keranjang rajutannya ke hadapan Sandeul usai menguraikan temalinya.
"Nah, ini lihat. Bagaimana?" goda Bibi Chan usai menguak sedikit kantong plastiknya. Bola mata Sandeul kontan berbinar senang, tubuhnya terlonjak pelan dalam mengampu kegembiraannya.
"Yeay. Terima kasih Bibi!" teriak Sandeul girang. Bocah mungil itu kemudian merengkuh tubuh Bibi Chan sembari melompat-lompat kecil. Sungmin menggeleng pelan menatap tingkah putranya, setelahnya dia beralih menatap Bibi Chan.
"Bibi, tidak perlu berepot diri seperti ini. Ini pasti sangat membebanimu," gumam Sungmin segan. Bibi Chan mengusap bahu Sungmin. "Tak apa, Sungmin-ah. Sandeul sudah Bibi anggap sebagai cucu Bibi sendiri. Tak perlu sungkan."
"Baiklah. Aku mengaku kalah. Aku memang tidak pernah bisa melarang Bibi Chan untuk memanjakannya. Maaf, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih," tutur Sungmin tulus.
Bibi Chan tersenyum, tangannya terulur mengusap sisi wajah Sungmin. "Sudahlah. Seperti kau tidak tahu diriku saja." Bibi Chan terkekeh begitu pula dengan Sungmin.
Selang beberapa menit Bibi Chan berpamit pulang meninggalkan sepasang ibu dan anak itu di halaman depan rumah mereka. Rumah yang sederhana namun begitu hangat dan nyaman dengan hiasan halaman samping yang sangat indah. Setelah tubuh Bibi Chan menghilang di salah satu gang, Sungmin mengalihkan pandang menatap Sandeul.
"Oke. Sandeullie, sudah jam 2 siang, nak. Waktunya minum susu kemudian tidur siang."
Sungmin meraih tangan Sandeul. Keningnya berkerut penuh tanya saat Sandeul menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang menatap Sandeul.
"Ada apa?"
"Minum susunya disini saja ne, Mom. Sandeul masih ingin bermain dengan Bunny," pinta Sandeul.
Sungmin tersenyum sambil merundukkan tubuh berniat mengecup pipi Sandeul. "Boleh. Tapi, setelah minum susu tetap harus tidur. Arraseo." Sandeul mengangguk.
"Nde, Mommy."
"Anak pintar." Sungmin mengacak surai Sandeul.
"Tunggu disini dan jangan kemana-mana. Ingat, jangan sekali-kali membukakan pagar kepada orang asing. Panggil saja, Mommy. Paham." Nasehat Sungmin di depan pintu rumah mereka dengan salah satu tangan membawa kantong plastik yang berisikan ikan tuna dan salmon pemberian dari Bibi Chan tadi.
"Siap Mom!" seru Sandeul sembari mengangkat tangannya, memberi gestur hormat kepada Ibunya. Sungmin menggelengkan kepala, ia berbalik masuk ke dalam rumah.
Sampai di dapur, Sungmin bergerak membuka kantong plastik kemudian mengambil beberapa ekor ikan tuna dan salmon dari wadahnya. Membasuh kedua ikan tersebut sebersih mungkin lalu meletakkannya ke dalam lemari es. Ia kemudian meraih sebuah kaleng susu hendak memulai aktivitasnya membuatkan susu untuk Sandeul.
.
.
Seorang pria tampan berbalutkan kemeja hitam keluar dari mobil Audi Q7 berwarna putih. Senyumnya terulas begitu sepasang mata mendapati seorang bocah manis yang tengah sibuk berceloteh ria dengan seekor kelinci putih. Kaki jenjang miliknya mulai mengambil langkah mendekat. Ia berdiri tepat di depan pagar.
"Anyeong…" sapanya ramah.
Sandeul mendongak, mengerjap pelan kemudian menyipit ketika seraut wajah asing membayangi matanya. Pria itu tersenyum di saat mendapati keterbungkaman Sandeul.
"Apa Paman tidak diperkenankan untuk masuk?" tanya pria tampan itu.
Sandeul reflek menggelengkan kepala, teringat akan pesan ibunya beberapa menit lalu yang melarang dirinya untuk tidak sembarang menguak pagar rumah terhadap orang asing. "Mommy berpesan untuk tidak membukakan pagar kepada orang asing," celetuk Sandeul usai terdiam sejenak.
Pria tampan itu kembali tersenyum, obsidian tajamnya berbayang sorot rindu yang kian pekat menggelap. Ingin rasanya mendekat bergegas merengkuh tubuh mungil Sandeul, tetapi niatan hatinya terpaksa harus dia urungkan sejenak di saat suara seseorang mengalihkan fokus Sandeul.
"Sandeullie, kemari nak. Mommy sudah membuatkanmu susu." Sandeul menolehkan wajahnya sesaat sebelum kembali menatap wajah pria asing itu.
"Yes. Mom!" teriaknya tanpa beralih dari posisinya. Merasa heran sekaligus bingung atas ruaman sorot gundah nan lembut yang terpancar dari sepasang orbs tajam itu. Sandeul memiringkan kepala sambil menggaruk puncak kepalanya.
"Mommy! Cepat kemari! Ada tamu?" teriak Sandeul pada akhirnya begitu bayangan ibunya mulai tampak di balik pintu.
Sungmin kembali melajukan langkahnya usai membenarkan letak foto mereka yang tertempel di dinding ruang tamu begitu mendengar teriakan Sandeul yang menguntaikan bahwa kediaman mereka tengah kedatangan tamu.
"Iya, sayang. Sebentar." Sungmin melangkah keluar, keningnya tiba-tiba berkerut samar beriringan dengan kerjapan polos saat menatap wajah asing pria tersebut.
"Hm. Maaf, ada keperluan apa gerangan anda berkunjung kemari?" tanya Sungmin sopan setelah berdiri tepat di hadapan pria tampan itu.
Pria itu terdiam, sekilas ia merunduk demi mengusap sudut matanya yang berair. "Aku kemari untuk bertemu kalian." Suara berat miliknya tersalur lembut, sorot matanya tanpa sadar menggetarkan hati Sungmin.
"Anda mengenal kami? Tapi, bagaimana bisa? Sepertinya kita belum pernah saling mengenal sebelumnya," kata Sungmin curiga sambil melangkah mundur.
Mendadak merasa takut saat selintas pikiran negatif tentang kedatangan pria di depannya ini menyentak otak Sungmin. Singkatnya, hati Sungmin tanpa sadar menduga bila pria asing ini hendak berniat jahat kepada mereka. Salah satu tangannya meraih tangan Sandeul dan menggenggamnya dengan erat.
Pria itu menatap Sungmin dalam diam. Sorot matanya semakin membuat Sungmin bingung serta ketakutan. "Aku. Kyuhyun. Cho Kyuhyun. Kyuhyunmu, Sungmin-ah," tegas pria itu lugas.
Sungmin sontak terbelalak, gelas yang sejak tadi tergenggam di tangan kanan kontan terlepas dan berakhir terurai tak beraturan di tanah, menjadi serpihan tak berarti. Sungmin menutup mulut tidak percaya. Pria cantik itu menggeleng cepat seiring dengan kekehan ringannya yang entah mengapa melagu gamang.
"Tidak! Tidak mungkin! Kau berbohong! Kau ingin berniat jahat kepada kami, hah! Kau bukan Kyuhyun! Kau berdusta!" hardik Sungmin rusuh. Ia merengkuh erat tubuh Sandeul. Berusaha melindungi putranya dari pria tampan di depannya itu.
Kyuhyun menggeleng, lekuk bibirnya tertarik getir. Perlahan dia mendorong pagar besi rumah Sungmin. Berderap mendekat, menghiraukan tatapan tajam Sungmin yang sejenak melumpuhkan debaran hatinya.
"Jangan mendekat! Pergi! Jangan sakiti anakku! Pergi dari sini, bedebah!" teriak Sungmin semakin kalut.
Kyuhyun memejamkan matanya, merasa pilu mendengar segala macam teriakan maupun umpatan yang dilontarkan sosok yang begitu ia rindukan ini. Tangannya bergerak cepat meraih tangan Sungmin membuat Sungmin semakin kelimpungan.
"Apa yang kau_," hardikan Sungmin sontak tertelan kembali saat Kyuhyun menempatkan telapak tangannya ke wajah sosok tampan itu. Sungmin memejamkan matanya, merasakan pahatan yang tercipta di sepanjang wajah Kyuhyun.
Terasa familiar.
DEG
Sungmin secepat kilat menjauhkan telapak tangannya, kepalanya bergerak acak menggeleng tidak percaya sambil menggumam rancu. Sementara, bola matanya memanas, mengabur menitihkan buliran air mata.
"Tidak mungkin. Kyuhyun. Kau Kyuhyun," racau Sungmin shock masih tidak percaya.
Kyuhyun tersenyum hangat. Salah satu tangannya terangkat mengusap sisi wajah Sungmin. "Ya, aku Kyuhyun. Aku kembali, sayang. Aku kembali."
Manik Sungmin menyorot wajah Kyuhyun, menatapnya dengan perasaan campur aduk kemudian tiba-tiba menyentak tangan Kyuhyun dari wajahnya. Kyuhyun mengeryit, setengah kaget ketika mendapati perlakuan Sungmin yang tampak enggan terhadap sentuhannya.
"Sayang..." Sungmin menatap Kyuhyun tajam. "Sandeullie. Masuk ke dalam rumah," titahnya tanpa mengalihkan pandang dari Kyuhyun.
Sandeul mengangguk, bocah kecil yang sejak tadi hanya terdiam menatap bingung ibunya dengan pria asing itu segera melepas genggaman tangannya dari tangan Sungmin lalu pergi dari sana. Meninggalkan sepasang lelaki dengan perasaan bergejolak tak terbentuk.
"Sayang_"
"Kau kehilangan hak untuk memanggilku seperti itu, Kyuhyun," ujar Sungmin dingin mengaburkan hati Kyuhyun.
Kyuhyun terdiam, tatapannya menajam menghunus tepat ke dalam perasaan berkabut yang bergejolak di sanubari Sungmin. "Akan aku jelaskan," lirih Kyuhyun lembut, berusaha meluluhkan amarah yang berbayang di manik indah Sungmin.
Sungmin tersenyum sinis, kepalanya menggeleng pelan. "Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang kau datang dan ingin menjelaskan semuanya kepadaku setelah semua pesakitan yang aku rasakan selama 7 tahun ini?" tuntut Sungmin dengan linang air mata di pipi kanan. Kyuhyun sontak menunduk, merasa pedih dengan roman pesakitan yang begitu jujur menunjukkan eksistensinya.
Rasa bersalahnya yang ia pendam selama 7 tahun silam semakin membumbung tinggi membebani hatinya. "Ada hal lain yang membuatku tertahan, Sungmin." Kyuhyun mengangkat wajahnya, menatap Sungmin dengan sorot mata kasih yang begitu dalam.
"Maafkan aku. Aku memang sudah menduga ini sebelumnya. Keterbungkamanku akan berbalik menyerang diriku. Namun, aku tidak bisa mengatakannya sebelum semuanya usai. Aku tidak bisa mengorbankan nyawa seseorang yang aku cintai. Aku mohon mengertilah," pinta Kyuhyun dengan sangat.
Sungmin mendecih keras, tangannya mengerat surai pirang miliknya ke atas seolah hendak menarik ujung akarnya. Dia mengalihkan pandang merasa kecewa dengan perkataan pria di depannya ini. Emosinya semakin naik ke ubun-ubun. Matanya memerah menahan tangis yang semakin menyesakkan dada.
"Mengerti." Tandas Sungmin sambil mendorong dada Kyuhyun. "Kau bilang aku harus mengerti!" Sungmin kemudian meraih kerah kemeja Kyuhyun. "Coba katakan kepadaku. Bagian mana yang harus ku mengerti, Cho Kyuhyun!" desisnya dalam masih dengan menggenggam erat kerah kemeja Kyuhyun.
Wajah mereka menyorong dekat, ujung hidung mereka nyaris bersentuhan. Kyuhyun bisa menatap segalanya. Menatap semua perasaan yang tumpah melalui foxy bening yang berbayang akan air mata itu. Foxy indah yang membuatnya takjup sejak pertama kali bertemu hingga akhirnya ia tenggelam di dalamnya kini berbalik menyerang, menuding perasaannya.
"Jangan hanya membisu! Coba kau katakan kepadaku! Bagian mana yang harus aku mengerti, Kyuhyun!"
Sungmin mendorong badan Kyuhyun menjauh. Pria cantik itu merosot jatuh, bersimpuh dengan isakan lirih menyertai teriakan pilunya.
"Hiks. Bagaimana bisa aku mengerti. Jika kau pergi dengan berita kematianmu. Kau pergi dengan perasaan bersalahku terhadapmu. Andai saja waktu itu aku menahanmu. Andai saja waktu itu aku tidak menyuruhmu kembali kesana. Andai saja waktu itu..."
Sungmin menghentikan racauannya. Tangannya mengerat paving yang ia pijak saat ini.
"Hatiku seketika hancur saat pihak kepolisian memperlihatkan serpihan bajumu kepadaku. Dan sejak saat itu juga aku selalu menyalahkan diriku sendiri."
Sungmin perlahan beranjak dari simpuhnya, menatap Kyuhyun dengan tajam.
"Tujuh tahun. Selama 7 tahun aku hidup dalam rasa bersalahku, Kyuhyun. Aku hidup dalam rasa sesalku karena kematianmu. Itukah yang harus aku mengerti, hah. Itukah maksudmu!"
Kyuhyun beingsut mendekat mencoba merengkuh Sungmin. Sungguh, dia tidak mampu lagi melihat kondisi Sungmin yang begitu rapuh. Bukan, bukan ini yang ia harapkan. Bukan ini, bukan pemandangan pesakitan ini yang ia inginkan. Kedatangannya kemari hanya ingin merengkuh kembali kebahagiaannya, bukan justru menenggelamkannya ke dalam lembah pesakitan seperti ini.
"Pergi! Hiks...jangan menyentuhku! Aku membencimu! Aku membencimu! Pergi dari sini, Kyuhyun! Pergi!"
Sungmin berulang kali menyentak tangan Kyuhyun yang hendak menyentuh tubuhnya, namun Kyuhyun tak menyerah begitu saja sampai tubuh mungil itu jatuh ke dalam rengkuhannya.
Kyuhyun mengeratkan pelukannya, menahan segala berontakan Sungmin yang ingin lepas dari dirinya. Tangan kanan Kyuhyun bergerak mengusap belakang kepala Sungmin, Kyuhyun menangis dalam diam.
"Tenanglah. Aku mohon tenanglah," bisik Kyuhyun.
Sungmin berhenti memberontak, kini pria cantik itu terisak hebat di dalam pelukan Kyuhyun. Tangannya mengerat kemeja depan Kyuhyun.
Berusaha menumpahkan segala macam beban yang dia tanggung selama ini.
"Hiks. Kau tahu, setelah operasi selesai. Aku ingin, orang pertama yang memenuhi pandanganku untuk pertama kalinya adalah dirimu. Seseorang yang mampu membuatku mengerti apa itu cinta. Seseorang yang telah membuatku merasakan perasaan tersebut," rintih Sungmin di tengah isakannya.
"Namun, apa yang aku harapkan tidak sejalan dengan kenyataan yang telah digariskan. Bukan dirimu yang aku dapatkan, melainkan berita kematianmu yang membuatku..."
Sungmin menggantungkan kalimatnya, ia sudah tak sanggup lagi mengeluarkan seluruh isi hatinya.
Pria cantik itu melepaskan rengkuhannya kemudian berbalik memunggungi Kyuhyun. Jemari lentiknya mengusap kasar linang air mata yang membasahi wajah. "Pergilah. Kita sudahi saja, aku tidak ingin Sandeul semakin ketakutan di dalam sana." Sungmin beranjak melangkah pergi sebelum Kyuhyun mencekal pergelangan tangannya.
"Sungmin. Bagaimana bisa aku pergi? Jika nyatanya hidupku ada disini."
Tanpa menoleh Sungmin berucap, sebuah untaian kalimat yang sontak membuat hati Kyuhyun semakin mencelos pedih.
"Kau bisa melakukannya dulu. Mengapa sekarang tidak?" Kyuhyun semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Semuanya telah usai, Sungmin. Aku tidak bisa meninggalkanmu. Lagipula, Sandeul juga membutuhkanku. Kau tidak bisa memisahkan kami begitu saja," racau Kyuhyun kalut hingga tak menyadari nada suaranya yang kian meninggi.
Sungmin mengalihkan pandang, sorot kacau yang tertuang di balik ruaman dingin itu membekukan bibir Kyuhyun. Sungmin lalu menyentak keras genggaman tangan Kyuhyun hingga pergelangan tangannya memerah.
"Dia bahkan tidak pernah tahu bagaimana rupa sosok Ayahnya selama ini." Sungmin beranjak masuk ke dalam rumah, membuka laci yang berada di ruang tamu dan mengambil isinya.
Srak. Begitu sampai di depan Kyuhyun, pria cantik itu membuang semua kertas yang berisikan sketsa wajah seseorang. Sungmin mengulum bibirnya.
"Lihat. Selama 7 tahun ini aku berusaha mengingat dan menggambar wajahmu agar Sandeul mengetahui gambaran sosok Ayahnya." Kyuhyun menunduk menatap semua gambaran itu, tangannya mengepal menahan perih.
"Namun apa yang ku dapat. Aku tidak bisa. Tentunya kau masih ingat. Bagaimana kondisiku di pertemuan pertama kita, Kyuhyun!"
Sungmin mendekat, ia menatap dalam mata Kyuhyun yang juga tengah menyorot dalam matanya.
"Sekarang semuanya sudah berakhir. Pergi! Pergi dari rumahku, Cho Kyuhyun!" bentak Sungmin bergetar sebelum beranjak pergi dari sana.
Dia membanting pintu rumahnya. Kyuhyun merunduk, tangannya meraih lembar-demi lembar gambaran sketsa tersebut. Air matanya mengalir menatap gambaran tersebut.
"Aku terlalu menyakitimu, heum. Maafkan aku. Maaf."
Kyuhyun menatap pintu kayu yang sempat terbanting. Tangannya mengerat lembaran itu. "Aku mencintaimu," bisiknya sendu tersapu desauan angin.
.
.
Sungmin merosot jatuh, ia menyandarkan punggungnya pada pintu. Isakannya mengalun pedih seiring dengan kepekatan hatinya yang kian menggelayuti sisi sanubarinya yang sekejap bersemi sebab kehadiran Sandeul.
"Kenapa. Hiks. Kenapa?" racaunya terus berulang. Sandeul mengintip ibunya dari celah pintu yang sedikit terbuka dengan raut wajah ingin menangis.
"Mommy," panggilnya dengan nada bergetar.
Sungmin mengalihkan pandang, ia sontak menghapus linangan air matanya. Bibirnya mengulas lekuk hangat. "Kemari, nak." Tangannya mengulur ke depan. Sandeul serentak berlari ke arah ibunya. Kemudian merengkuh tubuh ibunya dengan erat.
"Mommy jangan menangis. Sandeul sayang Mommy melebihi Mommy sayang Sandeul." Sungmin mengangguk, ia menangis dalam diam.
"Ya, sayang. Mommy juga sangat menyayangi Sandeul. Jangan pernah meninggalkan Mommy, nde."
"Hu'um. Tidak akan pernah."
Sandeul menyusupkan wajahnya ke dada Sungmin. Tangan Sungmin mengusap kepala Sandeul, dikecupinya puncak kepala putranya. Sungmin semakin mengeratkan rengkuhannya, setidaknya dengan merengkuh Sandeul hatinya sedikit menenang.
.
.
.
Jemari panjang itu terus menari di atas tuts-tuts piano, menciptakan suatu melodi getir menyesakkan hati. Pandangannya kosong, menatap lurus pada gugusan putih hitam itu. Seorang pria tampan yang sejak tadi hanya terdiam di balik punggung Kyuhyun mulai mendekat, menyentuh bahu Kyuhyun hendak mengembalikan kesadaran pria tampan itu.
"Sudah larut. Tidurlah, Kyu," tuturnya sendu. Kyuhyun bergeming, jemarinya tetap bergerak di atas tuts-tuts piano masih berniat menenggelamkan diri di dalam kekosongan hatinya.
Pria itu menghela napas dalam. "Kyuhyun."
"Yesung."
Yesung mengalihkan pandang, ia menahan ucapannya.
"Tinggalkan aku sendiri," titah Kyuhyun dingin.
Yesung berdecak keras lalu menggebrak badan piano hitam itu dengan keras. "Kau tidak akan mendapatkan apapun, jika terus bersikap lemah seperti ini, Cho Kyuhyun." Kyuhyun mengalihkan pandang menatap Yesung.
"Dia membenciku," bisik Kyuhyun gamang.
Yesung menggeleng. "Dia tidak membencimu. Sungmin tidak membencimu. Dia hanya terkejut, Kyuhyun. Coba mainkan otak cerdasmu sedikit saja. Bagaimana Sungmin tidak terkejut, jika sosok yang dikiranya selama ini mati tiba-tiba muncul kembali di hadapannya. 7 tahun Kyuhyun, itu bukanlah waktu yang singkat," jelas Yesung tak habis pikir.
Tangannya bergerak gemas mengacak surai hitamnya. Sungguh, tidak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya yang mendadak menjauhi jati diri. Kyuhyun seolah tengah kehilangan jati dirinya.
Kyuhyun menghentikan permainan pianonya. "Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya sembari menatap lembaran kertas yang Sungmin lempar ke arahnya siang tadi.
Yesung mendekat, menepuk pundak Kyuhyun. "Perlahan dekati Sandeul. Bagaimanapun dia juga anakmu. Ada ikatan batin yang terjalin di antara kalian. Jika Sandeul sudah merasa nyaman denganmu, mau tidak mau Sungmin akan luluh."
Kyuhyun mengulaskan satu senyuman samar, dia kemudian beranjak dari bangku piano lalu merengkuh tubuh Yesung. "Terima kasih," ujarnya tulus sebelum beranjak dari sana melangkah pergi memasuki kamarnya.
Yesung menatap kepergian Kyuhyun sambil menggeleng maklum. "Dasar bodoh. Bagaimanapun juga. Kita selalu berjuang bersama, Kyuhyun. Bahkan nyawa menjadi taruhannya. Sungguh, masa lalu yang sangat kelam."
.
.
.
Sandeul menggerakkan kaki pendeknya maju-mundur, matanya menatap ke bawah. Sedang sepasang tangannya mengerat tali ayunan, ia menggoyang ayunannya membuat ayunan tersebut bergerak pelan.
"Mommy, dimana sih? Kenapa belum datang juga?" gumam Sandeul kesal sambil memayunkan bibir.
Tanpa dia sadari seseorang tengah memandang dirinya dari balik kaca mobil. Kyuhyun tersenyum, dia kemudian beranjak keluar dari mobil. Pria tampan itu sekilas menatap bingkisan yang tengah bergelayut manja di tangan kanan. Perasaan nyaman menyusup ke dalam relung hatinya ketika jaraknya semakin dekat dengan keberadaan Sandeul saat ini.
"Hai, anak manis," tegur Kyuhyun ramah.
Sandeul mengalihkan pandang, maniknya membulat kaget saat pandangan mereka bersibobrok. "Paman asing," seru Sandeul setengah takut. Kyuhyun tersenyum lalu bergerak merendahkan tubuhnya di hadapan Sandeul. "Sedang menunggu, ibu, heum?" tanya Kyuhyun.
Sandeul mengerjap dua kali, tangannya terulur menggaruk puncak kepala begitu perasaan takut yang sempat menaungi sanubari mendadak lenyap saat sepasang mata Kyuhyun menyorot dalam binar matanya.
Kepalanya kemudian tertunduk, memandangi sepasang jari telunjuk yang saling teruntai satu sama lain. "Maaf, Paman. Bukan bermaksud tidak sopan. Hanya saja, Mommy sudah berpesan kepadaku, bila aku tidak boleh sembarang berbicara dengan orang asing," kata Sandeul dengan suara lucunya. Kyuhyun menganggukkan kepala. Tangannya kemudian bergerak mengusap puncak kepala Sandeul.
"Baiklah kalau begitu, mari berkenalan." Kyuhyun mengulurkan tangan, sepasang orbs tajamnya kian menyendu lembut. Sandeul mengerjap polos menatap uluran tangan Kyuhyun. Ingin sekali meraih uluran tangan Kyuhyun, tetapi perasaan ragu mengaburkan otak polosnya.
"Lee Sandeul," ucap Sandeul sambil meraih uluran tangan Kyuhyun. Karena merasa kesal dengan perasaan ragu yang tidak dia mengerti, pada akhirnya Sandeul menerima uluran tangan Kyuhyun. "Cho Kyuhyun." Kyuhyun tertawa, sudut matanya terasa basah.
Kyuhyun menunduk, mengusap sudut matanya lalu kembali mengusap puncak kepala Sandeul dengan perasaan yang membuncah pekat. Perasaan sesal serta rindu saling tarik ulur mengombak sanubarinya.
"Bolehkah Paman memelukmu?"
Seperti terkena sihir, tanpa kata Sandeul mengangguk. Kyuhyun segera merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya, ia mengecup puncak kepala Sandeul berulang kali. Apa yang dikatakan Yesung tadi malam benar adanya. Sebuah ikatan batin yang saling terjalin tidak bisa dipungkiri.
Sandeul mengerjap polos dipelukan Kyuhyun, merasa heran dengan sosok yang tengah memeluknya ini dan juga merasa heran dengan dirinya sendiri. Ia tahu, lelaki ini yang telah membuat ibunya menangis kemarin, lantas mengapa ia tidak bisa membenci pria ini? Mengapa juga pelukannya begitu hangat? Seperti pelukan ibunya.
Mengapa hatinya mengatakan jika sosok ini tidak jahat walaupun telah membuat ibunya menangis. Biasanya jika ada seseorang yang telah membuat ibunya menangis, Sandeul akan membenci orang itu bahkan menyapapun tidak akan dia lakukan bila berpapasan. Namun, mengapa tidak berimbas pada pria ini?.
Kyuhyun melepaskan rengkuhannya, menatap Sandeul dengan hangat lalu mendekatkan wajah berniat mengecup kening Sandeul.
"Paman?" sebut Sandeul setelah Kyuhyun menarik wajahnya menjauh.
"Nde."
Sandeul memiringkan kepala. "Mengapa aku tidak bisa membenci, Paman? Padahal kemarin Paman sudah membuat Mommy menangis. Sebenarnya siapa Paman? Apa Paman mengenal kami?"
Kyuhyun mengusap sisi wajah Sandeul. Dia menarik tangan Sandeul untuk turun dari ayunan, membawa bocah manis itu ke kursi panjang yang tersedia di sekitar halaman depan sekolah Sandeul.
"Sandeullie. Sebenarnya paman dan ibu Sandeul sudah saling mengenal jauh sebelum kau dilahirkan. Kami berteman baik, nak," tutur Kyuhyun lembut.
Sandeul mengerutkan kening penuh tanya. "Lalu, mengapa Mommy kemarin menangis? Apa kalian sedang bertengkar?" kejar Sandeul ingin tahu.
Kyuhyun mengusap pipi Sandeul. "Tidak juga. Ibu Sandeul hanya sedikit marah kepada paman karena tiba-tiba datang tanpa memberitahu dulu," kata Kyuhyun beralibi.
Sandeul mengalihkan pandang, kepalanya mengangguk mengerti. Manik Kyuhyun menyendu, ia belum bisa memberitahukan statusnya pada Sandeul sebelum permasalahannya dengan Sungmin usai.
"Sandeullie, Paman membelikan kue untuk Sandeul."
Kyuhyun mengulurkan bingkisan tersebut ke arah Sandeul. Bocah manis itu sontak membulat senang. "Uwaahh...Paman baik sekali. Terima kasih, paman," seru Sandeul riang sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Kyuhyun tersenyum. "Iya, sayang."
"Sandeul."
Sandeul menolehkan wajahnya begitu pula dengan Kyuhyun ketika mendengar suara seseorang memanggil dirinya. Sandeul tersenyum lebar ketika mendapati sosok ibunya yang tengah berdiri tegak tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini.
"Mommy!"
Seru Sandeul girang seraya turun dari kursi dan berlari memeluk pinggang ibunya. Sungmin mengalihkan pandang menatap Sandeul. Pria cantik itu menghela napas sejenak.
"Sandeul. Bukankah Mommy sudah berulang kali berpesan kepadamu. Jangan suka berbicara dengan orang asing. Mengapa tidak menggubrisnya, heum?" omel Sungmin.
Mendengar omelan ibunya, Sandeul serentak menunduk takut. Bocah manis itu mengerat bingkisan kuenya.
"Mianhae, Mommy. Tapi, bukankah paman Kyuhyun teman Mommy. Mengapa Sandeul tidak boleh berbicara dengan Paman Kyuhyun?" raut muka Sungmin tiba-tiba menegang ketika sepasang telinga menangkap untaian kalimat Sandeul. Iris foxynya bergerak gusar hingga tanpa sadar terjatuh ke dalam orbs tajam Kyuhyun.
Sungmin tersentak, secepat kilat dia mengalihkan pandang ke arah lain. Menghindari debaran hangat yang sekilas merobohkan keteguhan hatinya. "Lee Sandeul. Jangan membantah Mommy! Sekarang kita pulang!" ketus Sungmin berupaya mengembalikan keteguhan hatinya yang sempat goyah.
Sungmin menarik tangan Sandeul berniat melangkah pergi tetapi urung ketika iris foxynya menatap sebuah bingkisan di salah satu tangan putranya.
"Apa itu?" Sandeul mendongak takut, nada bicara ibunya terdengar mengintimidasi.
"Kue. Paman Kyuhyun yang memberikannya untukku," tutur Sandeul lamat-lamat dengan suara bergetar menahan takut.
"Buang!" tegas Sungmin.
Kyuhyun tertegun di tempatnya, raut wajahnya sedikit mengeras ketika mendengar kalimat perintah itu. "Tapi, Mom..."
"Mommy bilang buang, Lee Sandeul!" tekan Sungmin.
Sandeul menggigit bibir bawahnya. Dengan berat hati, ia melepaskan genggamannya, namun tiba-tiba Kyuhyun menghampiri dirinya lalu menggenggam tangannya. Sungmin menajamkan sorot matanya, Kyuhyun menghiraukannya. Hanya menatap ruaman emosi itu sekilas setelahnya menyamakan tinggi tubuhnya dengan Sandeul.
"Paman..." adu Sandeul dengan raut wajah menahan tangis. Kyuhyun tersenyum, jemarinya mengusap lelehan air mata yang perlahan turun membasahi pipi gembul bocah imut itu, tak kuasa terbendung di sepasang manik kelincinya.
"Ssst. Gwaenchanha," bisiknya menenangkan.
Sesungguhnya Sungmin begitu tersentuh atas bentangan pemandangan hangat itu, akan tetapi sekali lagi. Kekecewaan hatinya akibat dari kedatanganKyuhyun yang tampak terlambat mengguncang sisi kelembutannya.
"Keterlaluan sekali, heum," lontar Kyuhyun dalam usai menyamankan tubuh dihadapan Sungmin. Suara beratnya terlontar tanpa emosi, namun begitu pelak mencubit hati Sungmin.
"Kau yang keterlaluan. Pergi dan datang sesuka hatimu. Memangnya kau ini siapa?" hardik Sungmin tidak terima. Tangan kirinya mengepal erat, menahan letupan emosi yang entah mengapa merangsak balutan panas di mata. Berniat membuatnya menguraikan buliran bening yang tak dia kehendaki kehadirannya.
Kyuhyun menggelengkan kepala, mengirimkan sejuta implus penuh makna. Ingin menyerukan ketidakrelaannya akan buliran air mata yang mulai menggenang di mata Sungmin. "Tidak bisakah kita bicarakan hal ini secara baik-baik, heum. Aku mohon tenangkan dirimu, ada Sandeul di sini, Min-ah,"
"Tidak ada suatu hal yang perlu kita bicarakan lagi. Semuanya sudah selesai, tepat di saat kau meninggalkanku dengan berita kematian palsumu itu!" tekan Sungmin menyembunyikan getar suaranya.
Kyuhyun sontak meraih tangan Sandeul begitu mendapati pergerakan Sungmin yang hendak meninggalkan dirinya. Sungmin seketika naik pitam, tangan kirinya bergerak kasar menampik tangan Kyuhyun.
"Jangan sentuh anakku!"
"Dia juga anakku, Lee Sungmin!"
"Sejak kapan Sandeul menjadi anakmu, hah!"
"Sungmin..."
"Tidak ingatkah dengan kepergianmu selama tujuh tahun ini!"
"Sungmin..."
"Lalu! Bagaimana bisa sekarang kau_."
"Lee Sungmin!"
Suara baritone itu mengalun tinggi sekejap membungkam racauan Sungmin. Sungmin terdiam, benar-benar terdiam dengan kepala menunduk takut saat iris beningnya tak kuasa menanampung kilatan emosi di wajah dan mata Kyuhyun. Kyuhyun menghela napas, ia kemudian mengalihkan pandang menatap Sandeul.
"Sandeullie, masuk ke dalam mobil paman yang berwarna putih itu, ne. Paman masih harus berbicara dengan ibumu. Arraseo."
Sandeul yang nyaris terisak hebat sebab tersuguhkan kondisi ibunya yang tampak kacau kontan mengangguk patuh lalu berjalan pelan menghampiri mobil Kyuhyun yang terparkir tak begitu jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Sungmin seketika tergagap panik di saat Sandeul melepaskan genggaman tangannya dan lebih memilih menuruti perkataan Kyuhyun. Sekelebat bayangan akan niatan Kyuhyun yang hendak mengambil Sandeul dari kuasanya serentak mengaburkan pandangan Sungmin.
"Sandeul!" teriak Sungmin kalut sambil mengulurkan tangan berniat meraih Sandeul, namun dengan sigap Kyuhyun meraih tangannya lalu menggenggamnya dengan erat,
"Ikut aku," titahnya mutlak tak terbantahkan sembari memaksa Sungmin mengikuti langkah kakinya.
"A-apa! Yaakkk...lepaskan aku! Lepas, Cho. Cho Kyuhyun, lepaskan aku!"
Sungmin berusaha melepas genggaman tangan Kyuhyun di pergelangan tangannya, namun nihil. Semakin ia memberontak, Kyuhyun semakin erat menggenggam tangannya.
"Cho Kyuhyun lepas_bruk. Ahsss."
Sungmin menggigit bibir bawahnya menahan nyeri ketika punggungnya menghantam dinding gedung yang masih dalam masa perbaikan yang terletak di belakang sekolah Sandeul. Sungmin mengedarkan pandangannya, ia berniat kembali melayangkan sebuah protes tetapi terpaksa tertelan kembali saat Kyuhyun bergerak menyudutkan tubuhnya.
Kyuhyun meletakkan tangan kanannya di sisi kepala Sungmin, tubuhnya berada tepat di hadapan Sungmin. Aroma maskulin menguar jelas menyeruak hidung Sungmin, seketika masa lalu yang dulu pernah terkecap kembali terulang. Sungmin memejamkan matanya, ia merasa de javu.
Pria cantik itu tiba-tiba terkekeh pelan, sedang Kyuhyun tetap diam terus memandang Sungmin.
"Kau suka sekali menyudutkanku seperti ini, heum. Kebiasaanmu sama sekali belum berubah ternyata," bisik Sungmin getir.
Kyuhyun menyatukan kening mereka. Jemarinya meraih dagu Sungmin, membawa sepasang manik foxy itu untuk menghujam pandangannya.
"Bahkan perasaanku juga tak berniat berubah," ungkap Kyuhyun tulus yang menjadi awal terpautnya bibir mereka. Sungmin terbelalak shock, sepasang tangannya sontak bergerak menahan dada Kyuhyun. Berusaha mendorong tubuh itu menjauh.
Akan tetapi, sekali lagi. Ia tidak mampu, Sungmin tidak akan pernah mampu membuat pria tampan itu menjauh dari hidupnya. Kyuhyun memagut bibir Sungmin dengan gerakan lembut, mencoba menyalurkan segala perasaan rindu yang menggebu di sanubari melalui cumbuannya. Perlahan Sungmin mulai terbuai, perasaan cintanya kembali mendominasi.
Matanya terpejam, sepasang tangannya mengerat rompi hijau tua yang tengah Kyuhyun kenakan. Ia sesekali membalas lumatan Kyuhyun. Selang beberapa menit, Kyuhyun melepas cumbuannya. Kening mereka masih saling menyatu dengan sahutan napas yang tampak sedikit tersengal. Kyuhyun tersenyum, sorot teduhnya memaku wajah merona Sungmin yang masih setia memejamkan matanya.
"Kau sudah memaafkanku?"
Sungmin menggeleng, perlahan ia membuka kelopak matanya menatap Kyuhyun. Pria tampan itu mengangguk satu kali.
"Baiklah jika seperti itu. Sepertinya kau memang sangat membenciku. Lebih baik aku pergi."
Kyuhyun melepaskan rengkuhannya lalu berbalik melangkah pergi meninggalkan Sungmin.
"Per-Pergi! Sial! Dasar Cho Kyuhyun bodoh!" teriak Sungmin keras.
Kyuhyun tak mendengarnya, pria tampan itu tetap melangkahkan kakinya menjauh. Sungmin mendesis jengah ketika ruaman hatinya menghentak kesadaran Sungmin untuk bergegas berlari mengejar Kyuhyun.
"Kyuhyun berhenti!" teriak Sungmin sekali lagi sembari berlari mengejar Kyuhyun. Ya, pada akhirnya keteguhan hati Sungmin tersapukan debaran hatinya yang sejujurnya begitu pekat mendominasi tubuh serta pikirannya.
"Kyuhyun. Aku bilang berhenti!"
Kyuhyun terkesiap, ia serentak menghentikan langkahnya. Berniat berbalik, namun begitu terkejut ketika Sungmin menampar wajahnya.
"Bodoh! Kau bodoh atau idiot hah!"
Sungmin memukul brutal dada Kyuhyun. "Setelah meninggalkanku tanpa pesan selama 7 tahun ini. hiks, kau berniat pergi lagi. hiks. aku membencimu! Aku membencimu!"
Sungmin masih berusaha memukuli dada Kyuhyun dengan gerakan kacau. Tangan Kyuhyun terulur hendak menangkup wajah Sungmin. Tapi Sungmin terus menyentak tangannya.
"Hiks. Aku membencimu," isaknya sambil merengkuh tubuh Kyuhyun dengan erat. Kyuhyun tersenyum, wajahnya merunduk mengecupi puncak kepala Sungmin. "Hiks. Jangan pergi. Jangan meninggalkanku lagi. Hiks," racau Sungmin sambil sesekali memukuli dada Kyuhyun.
"Tidak akan pernah. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Kita akan memulainya dari awal. Aku berjanji akan membawakan kebahagiaan itu kepadamu." Sungmin mengeratkan rengkuhannya, menyapukan wajahnya ke dada bidang Kyuhyun.
.
.
"Mommy!" Sandeul terlonjak senang di balik kaca mobil Kyuhyun yang terbuka sedikit begitu mendapati batang hidung ibunya. Bocah manis itu keluar dari mobil Kyuhyun dan berlari memeluk Sungmin. "Mommy, lama sekali," kesal Sandeul sambil memayunkan ujung bibirnya.
Sungmin tersenyum, ia merunduk mensejajarkan tingginya dengan Sandeul. "Mianhae, sudah membuat Sandeul menunggu lama. Sekarang kita pulang." Telunjuk Sungmin mengusap dahi Sandeul, lekuk tulus dari Sungmin mengikrarkan senyum di bibir Sandeul. Dia mengangguk patuh menerima lontaran ibunya. Sandeul mengulurkan tangan, meraih tangan ibunya.
"Kita makan siang dulu. Setelah itu aku akan mengantarkan kalian pulang," sela Kyuhyun cepat menghentikan langkah Sungmin. Sungmin berbalik, kepalanya menggeleng dua kali.
"Tidak perlu merepotkan diri, Paman. Aku makan di rumah saja. Masakan Mommy jauh lebih enak dibanding masakan restoran manapun itu," oceh Sandeul jujur yang menuai kekehan lembut dari Sungmin.
Pria cantik itu mengusap puncak kepala putranya. Kyuhyun tersenyum, jemarinya mencubit gemas pipi gembul Sandeul. "Hey, jagoan kecil. Kami baru saja berbaikan. Paman masih ingin bersama kalian. Bagaimana, heum?"
Sandeul mengalihkan pandang menatap Sungmin, meminta persetujuan dari ibunya. Sungmin mengangguk pelan.
"Lagipula, Mommy juga belum menyiapkan makan siang di rumah. Bagaimana kalau kita menerima tawaran paman Kyuhyun?" Sandeul tersenyum lebar lantas meraih tangan Kyuhyun. "Cha...ayo kita pergi!" serunya riang sembari menarik tangan Sungmin dan Kyuhyun secara bersamaan.
Kyuhyun dan Sungmin serentak tertawa bersama begitu mendapati tingkah menggemaskan Sandeul. Untuk sejenak mereka mampu melenyapkan perasaan canggung yang sempat menaungi sebab tingkah lucu putra mereka.
.
.
"Ini. Minumlah."
Sungmin meletakkan secangkir kopi panas di meja. Kyuhyun yang tengah berkutat dengan ponselnya serentak mengalihkan pandang, menatap Sungmin sambil mengulas satu lekuk hangat.
"Terima kasih," ucapnya sambil menyimpan ponselnya ke meja. Sungmin merespon ucapan Kyuhyun dengan anggukan kepala. Kemudian beranjak menyamankan tubuh di salah satu single sofa di samping Kyuhyun.
Sungmin menatap kegiatan Kyuhyun dalam diam, pria tampan itu sibuk melapas jas birunya, kemudian bergerak menyisingkan lengan sebatas siku. Sungmin menopang dagu.
"Melihat penampilanmu. Sepertinya kehidupanmu sangat mapan, ne."
Kyuhyun tersenyum, ia mengalihkan pandang menatap Sungmin.
"Aku sekarang bekerja di perusahaan Kakekku. Perusahaan yang bergerak di bidang elektronik dan property," tutur Kyuhyun sambil meraih cangkir kopi dan menyeduhnya secara perlahan.
"Sandeul, sudah tidur?" tanya Kyuhyun usai meneguk kopinya.
"Ya. Dia terlihat begitu menyukaimu. Terima kasih atas waktunya siang tadi," jawab Sungmin sedikit kaku.
Kyuhyun mengerutkan kening, senyumnya terulas lugas serta menggetarkan hati. "Hey, mengapa begitu kaku? Seperti tidak pernah saling mengenal saja," goda Kyuhyun.
Sungmin terdiam, tangan kanan bergerak mengusap tengkuk. "Heum. Kau masih tinggal bersama Kakekmu?" untai Sungmin mengalihkan topik pembicaraan. Kyuhyun menggeleng.
"Tidak. Dia sudah meninggal, sejak 3 tahun yang lalu."
Kyuhyun menatap Sungmin dalam diam. Yang di tatap mengalihkan pandang, merasa risih sekaligus kikuk menerima tatapan tersebut.
"Ini sudah larut. Kau tidak ingin pulang," peringat Sungmin hendak berupaya mengusir Kyuhyun dari kediamannya, namun secara halus. Kyuhyun meletakkan cangkir kopinya ke meja. "Masih ada hal lain yang ingin aku bicarakan kepadamu." Nada bicara Kyuhyun berubah serius.
"Baik. Bicaralah. Namun jika ini menyangkut statusmu di mata Sandeul, sebaiknya secara perlahan saja. Takutnya nanti Sandeul tidak bisa menerimamu dengan baik,"
"Ya, aku mengerti. Aku sudah memikirkan hal ini sebelumnya. Yang ingin aku bicarakan kepadamu saat ini adalah masalah yang menimpa kita 7 tahun silam." Sungmin merunduk, sepasang tangannya saling mengerat menahan gejolak masa lalu yang kembali menyentak keluar.
"Apa dengan semua penjelasanmu, keadaan akan kembali seperti semula?" cicit Sungmin gamang, bagai kehilangan pegangan hidup. Kyuhyun menatap Sungmin penuh rasa bersalah, ia mendekat merengkuh sepasang tangan Sungmin dan mengusapnya dengan pelan.
"Penjelasanku ini mungkin akan membuatmu kaget sekaligus takut kepadaku. Namun aku harus mengutarakan semuanya. Setelah itu, keputusan berada di tanganmu."
Sungmin mengambil napas dalam lalu dihembuskannya secara perlahan, matanya terpejam dengan satu tetes air mata yang melinang. "Jika ini yang terbaik untuk kita. Ya, aku siap menerima semua penjelasanmu," tuturnya mantap.
Kyuhyun tersenyum, genggaman tangannya kian menguat seiring dengan sekelebat bayangan masa lalu yang serentak menguraikan pikiran mereka ke setiap kenangan lampau mereka..
.
.
.
TBC
Hoy...hoy aku kembali membawa FF baru. Kekeke...ini alur ceritanya terinspirasi dari Film india yang berjudul Fanaa. Hampir sama, tapi aku rombak ulang. Kekeke...jadi bukan murni milikku yaaaaa...
Dan lagi, dimohon untuk menurunkan segala macam peralatan tajam itu neeee...tenang saja aku tidak berniat menumpuk hutang...
Ini fic terdiri dari 3 chapter dan aku meminta respon kalian...
Jika, responnya bagus aku akan publish chap 2nya seminggu kemudian...
Benar-benar seminggu karena FF ini sudah selesai...
So, RnR neeee dan tunggu seminggu kemudian
See you
Saranghae
Muach
