A/N:
Ya ampyun~~ padahal multichap THSXK belum selesai tapi saya udah kepikiran multichap lain...ampuni saya para reader yang mengikuti multichap saya yang lain, saya tak dapat menahan godaan untuk menulis fic ini setelah menonton lagu terbaru Hitoshizuku yang judulnya "The Wolf that Fell in Love with Little Red Riding Hood", saya sarankan nonton deh lagu itu...menyentuh banget, khas Kagamine (kenapa jadi promosi -_-a)
Diclaimer: Pertama dan utama, Vocaloid jelas bukan punya saya, yang benar saja~ dan cerita "Little Red Riding Hood" itu punyanya Grimm bersaudara...
Alert: Sok-sok'an pakai diksi yang belibet dan menyentuh...misstypo dimana-mana...
Happy Reading...^_^
Bocah Serigala dan Gadis Kecil Berkerudung Merah
By: Latifun Kanurilkomari
.
.
Pada zaman dahulu kala, hiduplah pasangan suami istri bahagia yang tinggal di suatu desa dekat hutan. Sang suami adalah seorang pemburu, sementara sang istri adalah seorang ibu yang sabar dan penyayang. Hidup mereka begitu bahagia. Kehidupan mereka yang bahagia juga dilengkapi oleh anak perempuan mereka yang cantik dan menggemaskan. Anak perempuan tersebut memiliki rambut indah berwarna emas. Matanya yang berwarna langit cerah menambah kesan cantik pada dirinya. Seluruh penduduk desa mengakui, gadis itu adalah gadis tercantik yang ada di desa mereka.
Gadis kecil itu bernama Rin, lengkapnya adalah Kagamine Rin. Rin memiliki sebuah jubah kerudung berwarna merah. Jubah kerudung tersebut adalah hadiah dari neneknya, nenek Miriam, untuk ulang tahunnya yang ke-10 walaupun kini gadis itu telah berumur 16 tahun. Akan tetapi, gadis itu sangat menyukai jubah kerudung itu dan selalu memakainya di segala kesempatan. Saat gadis itu berpergian, saat gadis itu berbelanja, saat gadis itu pergi ke kota untuk suatu keperluan, disegala kesempatan gadis itu akan selalu mengenakan jubah kerudungnya yang berwarna merah. Karena itulah para penduduk desa - dan siapapun yang mengenal gadis itu - akan memanggil gadis itu "Si Kerudung Merah" alih-alih namanya, Kagamine Rin.
Pada suatu pagi dimana cerita ini bermula, sebuah ketukan di pintu terdengar menggema di rumah keluarga bahagia yang sederhana itu. Kagamine Lenka – seorang ibu yang sabar dan penyayang – membuka pintu dan mengintip, siapa tamu yang datang pagi-pagi seperti ini? Ia bernapas lega, Lenka kenal orang yang sekarang ada di depan pintu itu. Mereka bercakap-cakap sebentar sebelum sang tamu akhirnya menyerahkan sehelai amplop agak lusuh ke tangan Lenka dan kemudian pergi.
Rin memperhatikan ibunya dengan ekspresi bingung, saat itu Lenka sedang membaca surat yang telah diantarkan oleh seseorang. Ekspresi Lenka berubah-ubah, senang tetapi kemudian merasa sedih. Rin mengakhiri suapan terakhir sup ayam lezat buatan ibunya dan menyeka mulutnya sebelum akhirnya bertanya pada ibunya.
"Ibu, ada apa? Apa isi surat itu?"
Lenka menurunkan suratnya dan memandang kepada Rin dengan ekspresi sedih.
"Sayang, nenekmu sekarang sedang sakit. Kebetulan seseorang mengantarkan surat dari nenekmu tadi," Lenka menghela napas sedih.
Rin hanya terdiam sebelum akhirnya menyarakan pendapatnya.
"Kalau nenek makan sup buatan ibu, sebentar saja pasti nenek akan sehat kembali," saran Rin.
Wajah Lenka tampak gembira tapi mendadak kembali berubah lesu.
"Sayang, jika tidak ada kabar bahwa serigala sedang berkeliaran di hutan tentu Ibu akan menyuruhmu mengantarkan sup itu ke rumah nenekmu,"
Rin terdiam. Akhir-akhir ini memang terdengar berita bahwa serigala banyak terlihat di hutan dan menyerang penduduk yang melintasi hutan tersebut. Karena itulah hutan sepi dari para penjelajah dan pengelana yang melintasi hutan, mereka terlalu takut untuk berhadapan dengan para serigala hutan. Karena itupula ayah Rin – Kagamine Rinto – beserta para penduduk desa lain yang bekerja sebagai pemburu menginap selama beberapa hari di hutan untuk memburu para serigala hutan tersebut.
Akan tetapi, nenek Miriam sedang sakit sekarang dan Rin tahu bahwa nenek Miriam tinggal sendirian di rumah di sisi hutan yang lain. Untuk mendatangi rumah nenek Miriam, Rin harus melewati hutan tersebut karena tidak ada jalan untuk memutari hutan tersebut. Jikalau ada jalan memutar, jalan tersebut lebih berbahaya karena terlalu curam dan berhadapan dengan jurang yang dalam. Satu-satunya cara yang aman hanyalah melewati hutan penuh serigala hutan tersebut.
Nenek miriam adalah nenek favorit Rin. Setiap Rin datang mengunjungi nenek, pasti nenek akan selalu memanggang cookies untuk dirinya, menceritakan berbagai macam yang terjadi di desa nenek tersebut sambil mengelus lembut kepala Rin dengan rasa sayang. Rin merasa rindu kepada nenek Miriam dan bersikeras untuk mengantarkan sup buatan ibunya kepada sang nenek.
"Aku tetap ingin bertemu nenek. Tidak apa-apa ibu, bukankah ayah saat ini sedang berada di hutan? Dan bukankah pengantar surat tadi juga baru melewati hutan? Hutan pasti sudah aman sekarang. Mungkin aku juga bisa bertemu dengan ayah nanti di hutan," spekulasi Rin.
Lenka tampak tidak yakin akan tetapi Rin terus mendesak. Gadis itu benar- benar khawatir dengan kondisi sang nenek. Setelah terus didesak, akhirnya Lenka menyerah dan mulai menyiapkan berbagai macam masakan yang lezat untuk nenek yang sedang sakit. Lenka menempatkan sup ayam yang lezat, kue, roti dan berbagai macam hidangan lain dalam sebuah keranjang agar mudah dibawa oleh Rin.
Setelah semua siap, Rin langsung menyambar jubah kerudung merahnya dan menggengam keranjang makanannya. Sebelum pergi, gadis itu mencium Lenka dan berpamitan.
"Ingat, langsung ke rumah nenek! Jangan keluar dari hutan! Di hutan banyak bahaya, terutama serigala!" nasihat Lenka. Rin tersenyum, berusaha menenangkan ibunya yang khawatir.
"Jangan khawatir, Bu. Aku tidak akan kemana-mana. Mungkin aku akan bertemu ayah di hutan," jawab gadis itu riang sebelum akhirnya melambaikan tangan kepada ibunya dan pergi.
Rin terus berjalan hingga sampai di tepi hutan. Setelah mengamati keadaan hutan sebentar, Rin melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam hutan. Suasana hutan tampak sepi dan sunyi, tak terlihat pemburu di tepi hutan. Mungkin ayah dan pemburu lainnya berada di sisi dalam hutan? Belum lama Rin berjalan, gadis itu menjumpai potongan gelondong kayu pohon. Seorang pria paruh baya duduk di gelondongan kayu tersebut. Rin memperhatikan dengan seksama dan mengenal sosok itu, Paman Tonio, seorang penebang hutan dan tukang kayu di desa Rin.
"Hei Kerudung Merah," sapa Tonio, Rin tersenyum dan menghampiri dimana Tonio sedang duduk.
"Selamat Pagi Paman Tonio," sapa Rin cerah.
"Selamat Pagi, sedang apa gadis kecil kami di hutan seperti ini?"
"Aku mau ke rumah nenek. Saat ini nenek sedang sakit," jelas Rin. Tonio hanya mengangguk paham.
"Begitu. Aku baru saja bertemu dengan ayahmu, ia ada di sisi dalam hutan ini. Tapi sebaiknya kau segera pergi, siapa yang tahu masih ada serigala di daerah ini," jelas Tonio.
"Anda bertemu ayahku?"
"Oh ya, tadi ia bersiap untuk berburu serigala lagi. Banyak sekali serigala yang mereka buru. Ayahmu bilang hutan ini sudah aman dari serigala, tapi kita tidak mau ambil resiko untuk bertemu serigala ,kan?" jelas Tonio, kali ini giliran Rin yang mengangguk paham.
"Nah, hari memang masih pagi tapi akan lebih baik kalau kau segera berangkat ke rumah nenekmu. Akan lebih baik tidak berada di hutan ini saat senja dan gelap," Tonio mengisyaratkan agar Rin segera bergegas melanjutkan perjalannnya. Setelah mengucap salam secara sopan, Rin kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah sang nenek.
Rin terus melangkahkan kakinya sepanjang jalan hutan. Gadis itu tidak bertemu dengan seseorangpun setelah itu, tidak pejalan kaki yAng melintas hutan maupun pemburu yang seharusnya sedang berburu di hutan. Suasana hutan amat sunyi senyap, terkadang hanya terdengan cicit burung bersiul, tetapi suara itupun amat sayup bagi Rin.
Gadis itu sedang berada di bagian dalam hutan. Saat pandangan matanya sedan tidak fokus, ekor matanya menangkap sosok cepat yang bergerak. Rin berhenti dan memandang arah pergerakan tersebut. Tidak ada apapun. Rin menyipitkan matanya, berusaha melihat apapun yang ada di sana, akan tetapi matanya tidak melihat apapun. Merasa hanya perasaannya, Rin kembali melanjutkan perjalanannya dengan langkah santai.
Akan tetapi tak lama kemudian, Rin benar-benar melihat sosok gelap yang bergerak cepat. Rin terpaku beberapa saat, campuran antara takut, gugup dan bingung. Gadis itu merasa yakin ia melihat sosok yang bergerak cepat, tetapi matanya tidak melihat apapun.
'Apakah itu serigala?' pikir Rin ragu-ragu.
Merasa takut dengan pikirannya sendiri, Rin memutuskan untuk berlari. Gadis itu terlalu takut untuk memikirkan apa sebenarnya sosok hitam tersebut. Tapi satu hal sudah jelas, sosok itu pastilah bukan manusia. Mana mungkin manusia bergerak secepat itu?
Rin terus berlari dan berlari, napasnya terengah-engah. Dadanya terasa sakit tapi gadis itu tak peduli. Ia terus berlari mengikuri arah jalan hutan. Karena terlalu takut dan terburu-buru, gadis itu tak menyadari bahwa terdapat batu besar yang menghalangi larinya. Alhasil, gadis itu jatuh terjerambab. Beberapa buah apel yang ada di keranjang makanannya menggelinding keluar.
"Astaga, apa kau tak apa-apa?"
Rin buru-buru duduk dan memperhatikan keadaan sekitarnya, akan tetapi tak ada seorangpun yang ada di sekelilingnya.
"Disini," suara itu kembali menyapa.
Rin memperhatikan sekelilingnya dengan bingung, tetapi tidak nampak satu sosokpun di sekelilingnya.
"Diatas sini,"
Rin mengarahkan pandangannya ke atas. Seorang pemuda yang sepertinya seumuran dengan Rin sedang duduk di salah satu batang pohon, memperhatikan Rin dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Pemuda itu meloncat turun dan menghampiri Rin yang masih terduduk.
"Apa kau terluka?" tanyanya, tapi matanya mengamati Rin untuk mencari luka yang ada. Rin memperhatikan sekilas tubuhnya, setelah merasa tidak ada satupun luka di tubuhnya ia menggeleng pelan kepada pemuda itu. Pemuda itu tampak menghela napas lega sebelum akhirnya mengamati Rin dengan pandangan intens.
"Kau Si Kerudung Merah, kan?" tanya pemuda tersebut, Rin mengangguk pelan.
"Kau mengenalku?"
"Tentu saja, kau kan sangat terkenal di desamu dan desa nenekmu," ujar pemuda itu, Rin hanya mengangguk.
"Apa kau mau ke desa nenekmu?" tanya pemuda itu, Rin kembali mengangguk.
"Kalau begitu biar aku mengantarmu," pemuda itu mengulurkan tangannya untuk membantu Rin berdiri, Rin menerima uluran tangan tersebut dengan wajah memerah. Pemuda itu juga mengulurkan beberapa apel yang sebelumnya menggelinding keluar dari keranjang makanan, dengan penuh rasa terima kasih Rin menerima apel-apel tersebut dan menempatkannya dalam keranjang.
"Terima kasih...,erm..,"
"Namaku Len,"
"Terima kasih, Len," gumam Rin dengan wajah memerah. Pemuda bernama Len itu hanya tertawa tanpa suara.
"Namaku Rin, Kagamine Rin," Rin memperkenalkan dirinya, Len tertawa setelah mendnegar nama Rin.
Rin jelas nampak tersinggung karenanya setelah itu dengan wajah cemberut ia bertanya, "Kenapa tertawa?"
"Kupikir namamu 'Si Kerudung Merah'," ujar Len, Rin menampilkan wajah cemberut, jelas tidak suka namanya dipermainkan.
"Itu hanya julukan saja," ujarnya sambil membuang muka dan berjalan mendahului Len.
"Hei, aku cuma bercanda saja kok. Wajah ngambekmu itu manis sekali sih," goda Len, Rin berhenti melangkah sesaat. Wajah gadis itu memerah sebelum akhirnya melanjutkan langkah dengan wajah masih cemberut.
"Tapi lucu juga, nama keluargaku juga Kagamine," jelas Len dan memandang Rin. Rin menatap Len dengan datar.
"Mungkin kita berjodoh," gumam Len tanpa beban. Rin kembali menghentikan langkahnya, menatap Len dengan tidak percaya. Baru beberapa menit ia mengenal pemuda ini dan ia sudah dua kali menggoda gadis malang itu. Rin melanjutkan kembali langkahnya, dengan wajah memerah ia berusaha mengacuhkan Len.
"Kenapa kau bisa terjatuh tadi?" tanya Len lagi, sepertinya pemuda satu ini tidak suka dengan situasi yang hening.
Rin kembali mengingat sosok gelap yang seakan mengejarnya, tapi ia buru-buru menghapus kenangan tersebut.
"Sepertinya tadi ada serigala yang mengejarku," gumam Rin.
"Ah, serigala," gumam Len pelan. Rin memandang ingin tahu kepada Len.
"Beberapa hari ini banyak serigala yang diburu di hutan. Mungkin saja yang tadi mengejarmu memang serigala," pandangan mata Len menggelap tetapi Rin tidak menyadarinya. Gadis itu terlalu sibuk memandang bola mata biru Len yang begitu indah.
Tanpa sadar mereka berdua sudah berada di tepi hutan, desa nenek Rin sudah terlihat. Rin terus melangkah sebelum akhirnya ia menyadari bahwa Len berdiri diam dibelakangnya.
"Ada apa Len?"
"Aku sampai sini saja," gumam Len tersenyum.
"Apa? Kupikir kau mau pulang ke rumahmu? Aku bisa mengenalkanmu pada nenek," Rin tidak paham akan tetapi Len menggeleng.
"Rumahku bukan di desa tetapi ada di dalam hutan," jelas Len misterius.
Rin mengernyitkan alisnya, tampak bingung.
"Apa nanti kau akan pulang ke rumahmu Rin?" Len bertanya dengan riang.
"Ya, mungkin siang nanti aku akan kembali ke desaku," Rin menjawab dengan tidak pasti.
"Kalau begitu aku akan menunggumu disini. Tunggu aku dan jangan pulang sendirian," perintah Len.
Belum sempat Rin menanyakan maksudnya, pemuda itu telah berlari kembali ke dalam hutan.
"Ingat ya Rin! Tunggu aku! Jangan pulang sendirian!"
Suara pemuda itu bergema dalam hutan. Rin hanya bisa memandang sosok yang telah menghilang di balik lebatnya hutan. Perlahan Rin memutar tubuhnya dan kembali melangkah ke rumah neneknya. Siap menghidangkan sup ayam lezat buatan ibunya bagi nenek yang sedang sakit.
~000~
A/N:
Ya...untuk sementara sampai sini dulu, jadi gimana para reader?
