Mira ga Ware

.

Disclamers: Masashi Kishimoto

Story By: White Fox

Main Pairing: karinSakuSasu

Genre: Horor, Supranatural, Romance(sedikit)

Warning: AU, Ide Pasaran, Typo, Multichap, Dan Banyak Cacat Lainnya.

Silahkan ketik back untuk kembali karena aku tidak memaksa para readers untuk membaca fictku ini karena fict ini mungkin melenceng dari kata sempurna

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku menunggumu
Sudah lama aku menunggumu
Aku kesepian di rumah ini
Tapi mereka tidak membiarkan ku bertemu denganmu
Kau tahu, aku ingin sekali bermain denganmu

.

.

.

.

.

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

.

.

.

.

"Moshi-moshi.. Cari siapa yah?"

"Halo Baa-Chan, ini Saku."

"Astaga! Ini kamu Saku-Chan?!"

"Iyah Ayame Baa-Chan. Ini Saku!" senyum manis terukis di bibir indahnya.

"Bagaimana kabarmu nak? Kamu baik-baik saja 'kan?"

"Saku baik baa-chan. Apa Saku boleh menginap di sana tidak? Saku ingin kuliah di Universitas Galerry Tokyo. Jadi Saku akan ke Tokyo."

"Oh, tentu boleh. Sangat boleh. Kau bisa menginap disini kapan pun kamu mau."

"Terima kasih bi. Saku akan kesana lusa."

"Baik 'lah. Aku dan Nenek chiyo akan menyambutmu."

"Tidak perlu repot-repot untuk menyambutku. Itu sangat merepotkanmu.

senyum lembut keluar dari bibir wanita berusia dua puluh lima tahu tersebut.

"Tidak apa-apa ko. Aku justru sangat senang."

"Baik 'lah terserah Baa-Chan. Kalau begitu sampai nanti yah Baa-Chan. Aku masih banyak kerjaan."

"Iyah Saku-Chan."

Tut..tut..tut..

Wanita bersurai coklat menutup telvonnya. Maniknya terus menatap ponsel di genggamannya. Ia meletakan ponsel itu di ranjang queen size miliknya, Lalu melangkah 'kan kedua kakinya menuju kamar mandi.

.

.

.

.

.

.

.

.

Ckitt!

Mobil berwarna biru yang biasa di sebut taksi, berhenti di depan gerbang mansion megah itu. Gadis cantik berhelaian softpink itu keluar dari taksi, setelah membayar beberapa lembar yen pada Sang supir. Iris korofil memandang takjub bangunan di hadapannya yang terlihat sudah termakan usia, namun tetap megah. Ia masih ingat umur dari bangunan yang menjulang di hadapannya. Tangan lentiknya menekan bel di dekat gerbang. Dan tak lama kemudian. Seorang wanita paruh abad berjalan menghampirinya setelah gerbang terbuka otomatis.

Nenek chiyo memberikan senyum ramahnya, sambil berkata, "Selamat datang Saku-chan."

Gadis dengan kontras warna pink itu juga membalas dengan tersenyum manis, "Terima kasih Nenek chiyo."

"Ayo, masuklah ke dalam. Nenek sudah merapikan kamar yang akan Nona Saku tempati. Dan Nona Ayame juga menitipkan pesan. Ia sangat menyesal tidak menyambut Nona. karena ada urusan di kantornya." Raut kekecewan terpancar jelas di wajah senjanya. Meraih koper besar milik Sakura, lalu menyeret koper itu masuk ke dalam. Ia bisa mengetahui bahwa Sakura berjalan di belakangnya.

"Tidak apa-apa Nek. Saku mengerti. Lagipula Saku juga ingin langsung tidur karena capek."

Sakura memandang takjub interior mansion lama milik kedua orang tuanya. Surai pink panjangnya yang terikat ponytail, terlihat melambai ke sisi kanan dan kiri akibat pergerakan kepalanya. Tiba-tiba Nenek chiyo memberhentikan langkahnya, membuat Sakura hampir menabrak tubuh rentanya, jika saja Sakura tidak mendengar suara menyeret koper berhenti mendadak di depan.

Nenek chiyo membalikkan badannya, menatap Sakura yang tengah menatap dirinya dengan tatapan bingung.

"Ada apa Nek. Kenapa berhenti?"

"Nenek lupa untuk membuat Jus Cherry untukmu, pasti Nona Saku haus. Sebentar yah."

Sakura melihat Nenek chiyo berjalan menjauh, lalu menghilang di balik tikungan tembok. Mengangkat bahu sebentar. Tangan lentiknya menggenggam gagang koper. Menyeretnya kearah tangga.

"Baiklah, akan ku cari kamarku sendiri." Ujarnya semangat. Sakura menaiki tangga satu persatu, sambil membawa koper besarnya. Ia benar-benar menyesal telah membawa pakaian, serta apa pun yang membuat isi kopernya terlalu berat.

Dengan susah payah Sakura menaiki tangga. Hingga akhirnya Sakura tiba di lantai dua mansion ini. Sakura mengelap keringat di pelipisnya dengan punggung tangannya. Sekarang tinggal mencari kamarku. Pikirnya.

Sakura mengarahkan Irisnya menerawang seluruh bangunan, mencari sebuah pintu kamar. Dan matanya terhenti, melihat pintu yang terletak di pojok kiri dari tubuhnya berada. Merasa bahwa itu 'lah kamarnya. Sakura berjalan mendekati pintu itu, sambil menyeret kopernya lagi. Sakura memberhentikan langkahnya di depan pintu. Entah perasaannya saja, atau memang atmosfer di sekelilingnya mendadak mencekam. Ia merasakan hawa ganjil yang menguar dari dalam kamar itu. Ia juga bisa merasakan bulu di tubuhnya meremang tidak jelas.

Ada yang aneh dengan kamar ini.

Sakura tepis jauh-jauh pikiran aneh yang sempat hinggap di otaknya. Ia arahkan tangan lentiknya untuk memegang knop pintu itu. Namun, sebuah suara menghentikan tangannya.

"Nona Saku. Kamarmu bukan disitu."

Sakura tersentak ketika suara terdengar di indra pendengarannya. Sakura menoleh ke asal suara. Ia melihat Nenek chiyo dengan membawa jus berwarna merah kental. ia sangat yakin itu adalah jus favoritnya, dan tak lupa ada cemilan kesukaanya juga.

"Nenek Chiyo, kau bisa membuatku terkena serangan jantung mendadak di tempat." Keluhnya. Mati-matian Sakura menormalkan detak jantungnya saat itu juga.

"Maaf Nona. Mari Nenek akan tunjukkan kamarmu." Dengan tanpa dosa. Nenek chiyo melangkahkan kakinya menuju tempat kamar Sakura berada.

Sakura melirik sepintas pintu itu. Walaupun ada rasa penasaran hinggap di otaknya. Tapi, ia terlalu lelah untuk berpikir yang aneh-aneh. Sakura segera melangkahkan kakinya mengikuti Nenek chiyo di hadapannya. Meninggalkan satu Iris ruby tengah menatap kepergian Sakura.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura membasuh wajahnya dengan air. Perjalanan dari Jin'an ke Tokyo memang sangat jauh. Hingga membuat tenaganya hampir terkuras habis, waktunya pun juga habis hanya karena kemacetan menjebaknya saat di perjalanan. Membuat Ia sampai di tokyo pada sore hari. Dan hari berakhir berganti malam saat ia tiba di mansion ini.

Menatap pantulan cermin di hadapannya. Wajahnya terlihat lebih segar setelah terkena air. Sakura mengelap wajahnya dengan handuk kecil, dan merapihkan sedikit syal tipis di lehernya. Setelah penampilannya agak rapih. Sakura keluar dari dalam kamar mandi.

Kedua kaki jenjangnya berjalan ke arah koper besarnya, terletak di samping lemari besar terbuat dari kayu jati itu. Tangan lentiknya membuka koper itu. Sakura mengeluarkan semua isi tas koper besarnya itu. Lalu memasukannya ke dalam lemari besar dan kokoh.

Kreet!

Sakura menghentikan kegiatannya merapihkan pakaian. Ia arahkan manik hijaunya ke arah pintu yang berderit pelan. Sakura melihat pintu kamarnya terbuka dengan sendirinya. Tapi, tidak ada seseorang yang berdiri di depan pintunya. Apakah angin yang membuat pintu tertutup bisa terbuka dengan sendirinya?

Ah, mungkin Nenek chiyo tidak menutupnya dengan rapat. Pikirnya.

Sakura berjalan ke arah pintu kamarnya. Ia akan menutup pintu yang menjadi batas privacy-nya dengan ruangan lainnya.

Memegang knop pintu dan menutupnya pelan. tetapi gerakan tangannya terhenti. Sakura melihat seseorang gadis berambut pink gelap masuk ke dalam kamar yang hampir saja ia buka. Kamar saat pertama kali Sakura datang ke Mansion ini. Karena kamarnya terletak beberapa meter di balik tikungan. Membuat Sakura tanpa senagaj bisa melihat kamar yang pernah ia anggap kamarnya beberapa saat lalu.

"Sepertinya Ayame-Baachan tidak pernah bicara. Jika ada seseorang dari luar, selain aku yang tinggal disini."

Sakura terus menatap pintu dengan ukiran kayu jati itu. Sampai sebuah senyum manis terukir di wajahnya.

"Mungkin Baa-chan lupa bilang. Tapi siapa peduli? Sepertinya dia gadis yang baik." Ucapnya senang.

Menutup pintu kamarnya. Kemudian Sakura berjalan menuju pintu kamar dari seorang gadis berambut pink berombak tadi.

"Nona Sakura."

Sakura menghentikan langkahnya saat ada suara yang memanggil namanya. Ia membalikkan badannya guna melihat Nenek chiyo, tengah berdiri lima belas meter dari tempatnya berpijak.

"Nona mau kemana?" Terlihat Nenek chiyo menghampiri Sakura, menatapnya dengan sorot mata ingin tahu.

"Aku mau ke kamar itu, Nek." Sakura menunjuk kamar itu dengan jari telunjuknya.

Kelopak yang sudah terlihat keriput itu, kini sedikit melebar menatap Sakura.

"No-nona tidak boleh kesana." Ucap Nenek chiyo terbata saking takutnya.

Alis Sakura terangkat satu, melihat gelagat dari Nenek chiyo di hadapanya. Ada yang disembunyikan darinya. Bibir tipis itu hendak terbuka, namun kalimat yang harusnya keluar dari mulut Sakura. Ia telan kembali karena ada suara lain mendahuluinya.

"Sakura dan Nenek Chiyo. Kenapa kalian ada disini?"

Kedua pasang mata menatap satu arah pandang yang sama. Ayame, tengah berjalan menuju tempat mereka berdiri. Sepintas, Sakura mendengar helaan nafas lega keluar dari bibir renta di sampingnya.

"Nenek apa kamu mau menginap disini malam ini?" kali ini Ayame bertanya pada wanita paruh abad di samping keponakannya.

"Konbanwa. Ayame-sama. Aku tidak menginap disini, Ayame-sama. Aku hanya ingin bilang ke Nona, bahwa makanan telah tersedia di bawah. Setelah itu aku akan pulang."

"Baik 'lah, kalau begitu Nenek Chiyo bisa ikut kita berdua makan disini."

"Aku akan makan di rumah saja, Ayame-Sama. Arigatou atas tawarannya. Kalau begitu, saya undur diri."

Nenek chiyo tersenyum, lalu melangkahkan kakinya menuju lantai bawah.

Sakura terus melihat interaksi pelayan dengan majikan di depannya. Sehingga iris coklat kini menatap dirinya, setelah Nenek chiyo menghilang dari penglihatannya.

"Saku, kau sudah makan malam? Gomen ne Baa-chan karena pulang telat." Ucap Ayame diiringi raut penyesalan. Terlihat jelas di usianya yang masih terbilang muda itu.

"Tidak apa Baa-chan. Ayo Saku sudah lapar nih." Jawab Sakura, tak lupa ia juga tersenyum manis untuk Baa-chan tersayangnya.

Sekarang hanya Ayame 'lah keluarga satu-satunya yang Sakura punya. Setelah kedua orang tuanya meninggal sekitar satu bulan yang lalu. Meninggalkan dirinya seorang diri. Namun ia tidak mau terus bersedih. Ia masih mempunyai Ayame-Baachan serta Kakeknya, Jiraya. Yang sekarang berada di Osaka. Menjalankan perusahan kedua orangtuanya, demi mencukupi kebutuhannya yang masih seorang pelajar. Tapi Sakura juga tidak mau membuat Kakek dan Bibinya kesusahan. Setelah ia kuliah nanti. Sakura akan mencari kerja part time demi membiayai kebutuhan sehari-harinya dan keperluan lainnya.

Tak terasa tatapan Sakura menjadi sendu, dan itu terlihat oleh Ayame. Tahu kalau keponakannya down lagi. Ayame berisiatif menenangkan Sakura. Mengelus surai pinknya pelan penuh kasih sayang. Bagaimana pun Ayame sangat menyayangi Sakura. Ia juga tidak tega melihat raut sendu yang Sakura perlihatkan. Baru kali ini Sakura terang-terang menunjukan kelemahannya, yang disembunyikannya rapat-rapat.

Iris hijau teduh terus menatap Ayame. Tatapan haru Sakura layangkan ke arah mata Obaachan-nya.

"Arigatou Baa-chan." Kedua tangan lentik Sakura melingkar di tubuh langsing Ayame. Dan di balas pelukan hangat oleh Ayame. Malam ini mereka berpelukan dalam diam. Membiarkan waktu terus bergerak disetiap detiknya.

Mereka sama-sama terluka oleh takdir.

Namun mereka tidak mengetahui. Satu mata menatap tajam kearah mereka berdua. Terlebih kepada wanita bersurai sama seperti bunga kebanggaan jepang. Aura kebencian menguar disekitarnya. Gadis dengan wajah setengah rusak tak berbentuk itu, kini menyeringai seram.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sinar mentari mulai menerobos celah-celah dari jendela sebuah kamar. Membuat seseorang yang tengah tidur mengernyitkan alisnya. Kedua kelopak matanya masih tertutup rapat. Ia mengubah posisi tidurnya membelakangi jendela, dengan harapan sinar mentari tidak mengenai kelopak matanya lagi. Dan ia pun bisa tertidur, tanpa gangguan yang menghalanginya menuju alam mimpi.

Brak!

Mendengar suara pintu terbanting sangat keras, membuat Sakura terkejut bukan main. Ia seperti jatuh tiba-tiba dari ketinggian, lalu tubuhnya menghantam tanah. Siapa sih yang tidak kaget jika sedang enak tertidur, tiba-tiba ada yang membuka pintu. Ralat, mendobrak pintu kamarmu di pagi hari? Ia ingin mengumpat siapa saja yang masuk ke kamarnya, dengan mendobrak keras pintu kamar. Sakura mengarahkan kepalanya ke arah pintu.

Dan...

Pintunya tidak terbuka. Masih tertutup rapat seperti tadi malam. Lalu suara pintu siapa yang di dobrak? Sakura menggelengkan kepala merah mudanya, lalu mempertajam penglihatanya. Namun, ia tetap melihat pintu kamarnya masih tertutup rapat. Tidak mungkin suara pintu di dobrak berasal dari luar. Jelas-jelas ia mendengar suara pintu dari kamarnya 'lah yang di dobrak. Mendadak Sakura merasa seluruh bulu kuduknya meremang.

Sunyi. Sakura tidak mendengar suara apapun yang tertangkap di indra pendengarnya. Hanya suara detak jantungnya yang memompa lebih cepat. Keringat dingin mulai mengucur di pelipisnya.

Sakura tersentak kala terdengar suara kran menyala di kamar mandi. Rasa takut mulai menghampirinya. Sakura menelan ludah dengan susah payah. Dengan perasaan takut, Sakura turun dari ranjang queen size. Berjalan pelan kearah pintu kamar mandinya. ia sangat ingin lari dari kamarnya sekarang, tetapi tubuhnya menolak keras kehendak hatinya.

Tangan lentiknya menggenggam knop pintu, lalu memutarnya. Peluh di pelipisnya mulai membasahi kepalanya semakin banyak. Sakura membuka pelan pintu kamar mandinya. Manik hijaunya memandang ruangan berlapis keramik putih itu. Sampai ada suara yang menganggetkannya.

"Ohayou, Nona Sakura. Rupanya Nona sudah bangun. Gomen jika Nenek membangunkanmu."

Sakura menghela nafas lega, melihat Nenek Chiyo tengah mempersiapkan air di bathup untuk dirinya mandi. Ternyata benar, Nenek Chiyo yang mendobrak pintu kamarku. Tapi, kenapa berjalan cepat sekali. Bahkan aku tidak melihat Nenek Chiyo, masuk ke dalam kamar mandiku. Pikirnya.

Berbagai pertanyaan ganjil hinggap di otaknya. Berputar cepat di kepala pinkynya.

"Nenek, apa kau yang mendobrak pintu kamarku tadi?"

Terlihat Nenek Chiyo menghentikan aktifitasnya sejenak. Memandang Nona-nya dengan alis menekuk.

"Tidak Nona. Mana mungkin Nenek mendobrak pintu kamarmu. Nenek sudah disini hampir sepuluh menit yang lalu. Lagipula, memangnya ada yang masuk ke kamarmu selain Nenek?" Kini Nenek Chiyo 'lah yang bertanya. Pasalnya ia tidak mendengar sama sekali bunyi dobrakan pintu.

Deg!

Iris Sakura melebar, mendengar jawaban dari bibir keriput itu. Jantungnya kembali berdetak cepat. Sakura merasa seperti sedang mengikuti sport jantung saat ini.

"Mungkin Nona salah dengar. Nenek tidak mendengar apapun daritadi."

Nenek chiyo menepuk pelan bahu Sakura. Lalu berjalan pergi meninggalkan Sakura di dalam kamar mandi.

"Mungkin hanya halusinasiku saja. Pasti karena kemarin aku terlalu lelah. Yah mungkin saja." Ucap Sakura, meyakinkan dirinya bahwa ia benar-benar berhalusinasi.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura berjalan cepat, menuju gedung universitas yang menjulang beberapa meter dari tempatnya.

"Astaga, aku benar-benar terlambat!" keluhnya. Kedua kaki jenjangnya kini setengah berlari. Mengejar waktu yang berjalan cepat. Lain kali, ia akan bangun lebih awal. Agar tidak tertingal kereta pertama menuju kampusnya.

Senyumnya merekah, Ia berhasil masuk sebelum gerbangnya menutup sempurna. Sakura mengucapkan kata maaf untuk penjaga gerbang, karena ia benar-benar terlambat untuk ospek pertamanya. Sakura melihat banyak sekali calon mahasiswa baru tengah berjemur di lapangan. Tidak mau di permalukan oleh kakak-kakak panitia ospek. Ia pun menyelinap masuk ke dalam barisan. Namun tanpa sengaja, Sakura menyenggol bahu seorang Pria berambut jabrik di hadapannya.

"Gomenasai. Aku tidak sengaja."

Sakura membungkukan badannya sekilas, lalu menengakkan badannya kembali. Ia malu sekali sekarang.

"Tidak apa-apa. Kau datang terlambat yah?" Tanya pemuda itu.

Sakura menganggukan kepala pinknya. Kemudian berdiri di samping pemuda itu. Raut khawatir tertera jelas di wajah ayunya. Ia bahkan lupa merapikan surai panjangnya.

"Naruto, kau berisik, Baka!"

Manik hijaunya melihat seorang pemuda dengan tato segitiga terbalik di depannya, berucap pelan namun intonasinya terdengar menggertak pemuda di sampingnya. Sakura melihat di sekitarnya. Tanpa butuh waktu lama irisnya kini melebar.

Astaga kenapa aku masuk di barisan cowok sih! Batinya.

Sakura bisa melihat para cowok menatapnya heran. Terutama Sang onyx yang tengah menatap dirinya, dengan sorot mata begitu menusuk. Sakura menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. Panik, malu, dan gugup bercampur menjadi satu.

Selama dua jam lamanya, para senior di hadapan sana. Berbicara mengenai arahan, peraturan dan tata tertib kampus yang harus di patuhi oleh peserta calon mahasiswa baru. Setelah puas berbicara panjang lebar. Senior itu kemudian membubarkan barisan.

Sakura menyengka air yang mengalir dari pelipisnya, ia benar-benar khawatir selama dua jam penuh! Dan entah keberuntungan apa yang membuatnya terhindar dari omelan para seniornya. Mungkin karena tubuhnya yang mungil, membuat dirinya tidak terlihat di kerumunan para siswa. menyadarkan punggungnya di bangku yang terdapat di kantin. Ia benar-benar lelah berdiri terus menerus selama dua jam. Ia bisa merasakan betis-betis jenjangnya tampak mengeras, di balik kaos kaki putih panjangnya.

Sakura menyeruput lagi jus cherry pesanannya, rasa manis dan segar kembali menyelimuti lidahnya. Sangat pas untuk diminum pada hari yang panas ini, menurutnya.

Iris sehijau korofil menatap kelima pemuda tengah berjalan menghampirinya. Terdengar pekikan keras dari beberapa siswi di kantin itu. Sakura sangat yakin kelima pemuda inilah yang membuat kantin ini begitu ricuh. Dan jangan lupakan tatapan iri, yang mereka layangkan kepada dirinya.

"Hay, manis boleh kami kenalan?"

Sakura mengernyitkan alisnya. Melihat pria bersurai hitam klimis mengambil tempat duduk di sampingnya. Dan mendudukan bokongnya di kursi itu tanpa permisi.

"Oi, Sai. Jangan nyerobot duluan!" Teriak pemuda berambut pirang, yang Sakura yakini dia bernama, Naruto.

"Kenapa kalian duduk disini?" Ujar Sakura sedikit sarkatis. Sambil Iris matanya menatap satu persatu pemuda yang telah duduk bersama dengannya, di meja yang sama.

pemuda berambut pirang jabrik itu tersenyum lebar, "sebenarnya aku ingin berkenalan denganmu. Tadi 'kan kita tidak sempat berkenalan. Perkenalkan aku, Namikaze Naruto." Ia mengulurkan tangan kekarnya di hadapan Sakura. Dan tidak butuh waktu lama, tangannya di genggam tangan mulus milik Sakura. Mereka pun berjabat tangan.

"Aku, Sakura Haruno. Senang bertemu kalian." Sakura tersenyum manis.

Melihat senyuman manis yang terpancar dari Sakura. membuat beberapa pria di sekitarnya, tampak menelan ludah. Entah kenapa suasana jadi canggung sekarang.

"Err, baiklah. Perkenalkan juga teman-temanku. Dia Shimura Sai."

"Hai, Manis."

'Pemuda yang tadi.' Ucap Sakura dalam hati.

"dia, Hyuuga Neji." Naruto menunjuk pemuda bersurai panjang di samping Sai.

"Hm, Hai."

"Dia, Inuzuka Kiba." Telunjuk Naruto terarah pada pemuda di samping Neji.

"Senang berkenalan denganmu, Manis."

"Dia, Nara Shikamaru." Naruto mengarahkan telunjuknya, kearah pemuda berambut nanas.

"Hooamm." Shikamaru menguap malas sebagai respon.

"Dan yang terakhir, Uchiha Sasuke. Dia sahabatku dari orok." Naruto menyengir lebar, saat mengucapkan kata 'orok'. Dan di sambut delikan tajam dari Sang pemilik nama.

"Hn."

"Senang berkenalan dengan kalian semua." Respon Sakura senang. Ia yakin bahwa mereka akan berteman baik setelah ini.

Cengiran Naruto semakin melebar. Ia pikir bahwa Sakura akan kikuk. Dan berakhir dengan bicara ala-ala manja. Seperti perempuan pada umumnya. Tapi ia melihat bahwa wanita bernama Sakura itu terlihat berbeda, dan ia sangat senang bisa berbicara dengan gadis berhelaian merah muda itu. Naruto merasakan sesuatu yang aneh menyelinap masuk ke dalam hatinya.

Namun jauh berbeda dengan pemilik Onyx. Mata hitam sekelam malam, terus menatap tajam Sakura. Sasuke merasakan, ada hal ganjil menyelimuti aura dalam gadis itu. Saat Sasuke fokus menatap wanita musim semi di hadapannya. Sesosok wanita berbaju putih dengan berambut panjang berombak tengah berdiri beberapa meter di belakang Sakura, sambil menatap seram kearahnya.

Awalnya ia menyangka sosok itu tidak' lah berbahaya. Namun, saat semilir angin menerpa wajah sang gadis. Poni yang menutupi sebagian wajahnya tersibak. Dan terlihatlah separuh wajah yang telah rusak tak berbentuk, dengan berbeda iris menatap dirinya. Seolah dirinya adalah musuh yang harus disingkirkan. Sosok yang berbahaya.

Sasuke terus menatap sosok tersebut. Sampai sebuah tepukan di pundaknya, membuatnya sadar seketika. Onyx hitam itu berkedip. Saat ia membuka kelopak matanya lagi. Sosok itu lenyap seketika.

"Apa kau mempunyai seorang saudara?" Ucap Sasuke tiba-tiba. Onyx hitamnya kini menatap gadis cantik di depannya.

Alis sakura terlihat bertaut. Sedetik kemudian surai kepalanya menggeleng pelan.

"Aku hanya anak tunggal. Memangnya kenapa?"

Deg!

Sepasang Iris onyx tampak sedikit melebar. Menatap sosok tersebut tiba-tiba muncul di belakang Sakura, dengan mulut yang perlahan terbuka dan menganga lebar. Sangat lebar hingga melewati pundak Sakura. Memperlihatkan deretan gigi runcingnya yang tajam. Seolah memberi tahu, jika ia berucap satu kata lagi. Maka nyawanya tidak akan selamat.

Dan dengan bodohnya, Sasuke memalingkan wajahnya. Ia bukan takut pada sosok itu. Ia hanya kelewat terkejut saja, melihat wajah sangat menyeramkan tiba-tiba muncul. Mungkin jika dirinya adalah wanita. Ia pasti sudah menjerit ketakutan, atau jatuh terjembab dengan tidak elitnya. Sambil berteriak, bahwa ada sosok menyeramkan di belakang Sakura. Tetapi, itu bukan 'lah kodrat Uchiha.

Uchiha tidak akan berbuat hal se-aneh itu, menurutnya.

Tanda tanya besar telah berseliweran di kepala mereka, yang tengah menatap Sasuke memalingkan wajahnya kearah lain. Tak terkecuali dengan gadis berambut softpink itu.

Sosok itu menyeringai lebar. Mulutnya yang sobek itu telah menutup seperti semula. Namun, kedua Iris sosok itu terus menatap tajam Sasuke, yang masih terlihat memalingkan pandangannya. Dan lebih memilih melihat hal lain daripada dirinya.

'Jangan ganggu kami...'

Sosok berambut pink berombak itu tampak terbang melayang. Menjauhi Sasuke dan yang lain. Hingga Sasuke bisa melihat sosok itu lenyap, setelah ada maid yang berjalan melewatinya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Tadaima!"

Sepasang iris korofil menjajah ruangan yang sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Ia bisa mendengar suara indahnya menggema di ruangan luas ini. Kedua kaki jenjangnya berjalan santai kearah dapur. Segelas air dingin kelihatannya lumayan. Pikirnya. Sakura memberhentikan langkahnya ketika terdengar suara pintu tertutup dari lantai dua.

Sakura melihat Ayame sedang mengunci pintu kamar, yang terletak di sayap kiri di lantai dua. Terlihat Ayame dengan setelan formalnya, tengah berjalan menuruni anak tangga. Entah dorongan darimana. Sakura yang tepat berada di belakang tangga, langsung bersembunyi dari pandangan Ayame.

"Nenek Chiyo."

Dari arah dapur muncul wanita paruh abad, terlihat berjalan terburu menghampiri nyonya-nya. Dan berdiri beberapa meter dari hadapannya.

"Iyah, ada apa Ayame-Sama?"

"Aku akan pergi untuk beberapa hari kedepan. Dan kunci kamarnya aku letakkan di kamarku. Tolong jaga kunci itu, Nenek Chiyo."

Kunci kamar-Nya? Kenapa dikunci?

"Ha-i, Ayame-Sama. Aku akan menjaga kunci itu."

Mendengar jawaban yang mantap dari Nenek chiyo. Wanita berusia kepala dua itu menyunggingkan senyum dibibirnya, dan berjalan keluar mansion. Ayame menjalankan mobil mewah miliknya, lalu Melaju meninggalkan halaman mansion megah milik Haruno itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

Drap drap drap

Mansion megah yang terasa sunyi di malam hari, terdengar hidup oleh suara gema langkah kaki. Memecah kesunyian yang menyelingkupi Mansion. Langkah kaki itu terdengar mondar mandir di depan pintu, yang tertera nama Sakura Haruno di ukiran pintu berwarna coklat tua. Membuat gadis dengan kontras softpink itu terbangun dari tidur lelapnya.

Berulang kali Sakura mengerjapkan kedua kelopak matanya. Lalu mengarahkan kedua matanya, melihat kearah jam kecil di samping tempat tidurnya, yang tengah menunjukan waktu 11.50 Pm.

Setelah Sakura sadar sepenuhnya. Suara gema langkah kaki mendadak menghilang dari kedua kupingnya, hanya tersisa kesunyian yang sangat kental menyelimuti kamarnya.

"Tadi itu siapa?"

Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya. Bagaimana tidak, orang waras mana yang mondar mandir di kamar orang pada tengah malam?

"Mungkin wanita itu mencari kunci kamarnya ."

Sakura bersiap untuk tidur kembali, dengan gelungan selimut yang menghangatkan tubuhnya. Tapi, gerakannya seketika terhenti, saat suara pintu kamarnya berderit pelan. Menandakan bahwa ada seseorang yang akan masuk.

Kriieet...

Suara derit pintu terasa terdengar menakutkan di kedua telinganya. Irisnya telah menatap was-was pintu yang terletak jauh di samping kirinya berada. Dengan perlahan pintu itu terbuka lebar, membiarkan hawa dingin yang ganjil masuk ke dalam kamar miliknya. Sakura bisa merasakan seluruh tubuhnya mendadak membeku. Ia tidak bisa menggerakan tubuhnya, bahkan untuk bergerak sedikit saja. Jantungnya mendadak berpacu lebih cepat, keringat dingin mengalir lembut di pelipis kirinya. Sakura terus mengarahkan kedua Irisnya ke pintu yang sekarang terbuka lebar tanpa sebab.

1 detik

2 detik

3 detik

Kosong.

Sakura tidak melihat gerangan yang telah membuat pintu itu terbuka. Hanya ada hawa dingin yang semakin terasa mencekam menyelimuti kamarnya yang minim cahaya.

'Sakura..'

Deg!

Kedua bola mata Sakura melebar sempurna, detakan jantungnya terdengar semakin cepat. Rasa takut mengerogoti hatinya, setelah terdengar suara bisikan memanggil namanya dari arah samping kanannya. Sakura sangat takut sekarang. Terlihat dari tubuhnya yang bergetar hebat. Pikiran-pikiran seram mulai berseliweran di otaknya. Glek. Ia menelan ludahnya susah, seperti menelan sebuah kepalan batu yang bersarang di tenggorokannya.

Perlahan kepala softpink itu bergerak. Menoleh ke arah sumber datangnya suara misterius itu.

'Kami-sama, tolong aku.'

Sakura melihat samping kanannya, dan hanya ada dinding, dan jendela yang tertutup. Ia tidak melihat satu orang pun yang memanggil namanya beberapa detik yang lalu.

Hahh, terdengar helaan nafas lega keluar dari mulutnya. Halusinasi seram yang sempat hinggap di otaknya tidak menjadi nyata. Membuat ia bergumamkan rasa syukur berulang kali. Kini, ia bisa melanjutkan tidurnya lagi sekarang dengan perasaan tenang.

Namun dugaannya salah.

Saat Sakura mengarahkan Irisnya kembali ke arah pintu. Samar terlihat sesosok berwajah seram yang ia yakini wanita, tengah menatap dirinya dengan mulut yang mengaga lebar. Memperlihatkan gigi-gigi yang runcing di mulutnya. Sosok itu kini menyeringai seram.

"Kyaaa..!"

Teng!

Teng!

Teng!

Teng!

Sakura terbangun dari tidurnya, diiringi suara jam besar menggema dari lantai bawah. Memecah keheningan di dalam mansion megah itu. Suara degupan jantungnya terdengar berdetak tidak beraturan, nafasnya memburu, keringat dingin membasahi poni dan leher mulusnya, tubuh rampingnya bergetar hebat di ranjang queen size miliknya, kedua pupil irisnya mengecil, dan tidak lupa wajah ayunya kini memucat. Semua itu karena mimpi buruk sialan itu.

Dengan cepat Sakura menyalakan lampu kamarnya. Dan terlihatlah kamar dengan nuansa softpink, terlihat jelas dikedua emeraldnya. Sakura menoleh kearah pintu kamarnya yang masih tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda jika pintu itu terbuka lebar, dan Sakura pun tidak melihat sosok berwajah seram berdiri tepat di pintu kamarnya, seperti di dalam mimpinya tadi.

"hahh..hahh.., kenapa mimpi itu terlihat begitu nyata." Ucapnya parau.

Sakura melirik jam mungil berwarna pink di lemari kecil di samping tempat tidurnya. Jam tersebut tengah menunjukan waktu 12 tengah malam. Hanya seling setengah jam di mimpinya.

Mimpi itu cukup menakutkan baginya. Sakura bersumpah bahwa ia tidak akan menonton film horor yang membuat kepalanya berhalusinasi seram, hingga terbawa ke alam mimpi.

Sakura berusaha keras menormalkan detak jantungnya yang menggila. Butuh waktu lima menit ia menormalkan nafasnya, dan detakan jantungnya yang mulai kembali berdetak teratur. Setelah di rasa cukup tenang. Sakura berniat melanjutkan tidurnya. Ia tidak mau terlambat lagi seperti kemarin.

Menaikan selimut ke tubuhnya, lalu menutup kelopak matanya. Tak lupa ia membaca doa sebelum tidur, dengan harapan dirinya tidak akan menemui mimpi seram. Ralat, kelewat seram itu lagi. Tak lama alam mimpi menjemputnya. Meninggalkan ruangan kamar yang masih terang.

Sakura tidak mengetahui, bahwa ada sosok mahkluk tak kasat mata tengah menatapnya dari langit-langit, tepat diatas kepalanya. Sosok berambut pink berombak itu perlahan memnyeringai sangat lebar, hingga mulutnya yang robek mengenai kupingnya tak berbentuk itu. Menakutkan. Itu 'lah kata yang pas untuk menggambarkan sosok, yang tengah melayang mendekat kearah Sakura. Jemarinya yang berkuku panjang nan tajam mengelus rahang indah Sakura. Meninggalkan goresan panjang halus bercampur amis di rahang mulus, milik gadis yang tengah tertidur di bawahnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Zona bacot author:

Hai minna. Bagaimana dengan fict baruku ini? Gomen kalau horornya belum terlalu kental! ,

Aku harap tidak gaje atau beralur kecepetan.
Entah kenapa ada ide seperti ini di otakku. Dan lagian aku pun belum mempunyai fict horor. Jadi kutulis aja fict ini.
Maaf, jika masih ada ejaan yang tidak dimengerti, atau ada banyak typo berseliweran. Tapi, ku harap kalian menyukai fict ini. Walaupun rada acak kadul xD
Ok, cukup basa basinya kali ini. Dan arigatou telah membaca fictku senpai.

Bila berkenan silahkan corat coret di kolom review.

Sankyu

"WARNING untuk para readers:
AKU TIDAK MENERIMA FLAME DALAM BENTUK APAPUN! SEBURUK-BURUKNYA FICT INI. JIKA ANDA TIDAK SUKA. ANDA DI PERSILAHKAN TIDAK MEMBACA FICT INI KARENA BAGAIMANA PUN FICT INI AKU JUGA MEMBUATNYA DENGAN PEMIKIRANKU, TIDAK ADA CAMPUR TANGANPUN DARI ANDA.

Ok jika Senpai ramah Aku pun bisa membalas keramah tamahan Senpai
terima saran dan kritiknya Senpai!

White fox