DON'T LIKE, DON'T READ

Title : Jodohku

Disclamer : Masashi Kishimoto

Warnings : OOC, AU, Typo (s), Miss Typo, Humor garing, Konflik ngaco, dll

Maaf kalau jelek :)

Story by: LoloBii

Enjoy~

.

.

.

NORMAL POV

Puluhan wanita-wanita berkostum kantoran—lengkap dengan make up satu sentinya—berbaris genit di sepanjang koridor yang tadinya cukup lenggang itu. Mereka berdiri penuh antusias sembari merapikan dandanan mereka yang kelewat menor, jika melihat lokasi letak mereka bekerja—sebuah kantor pengadilan di pusat kota.

"Ah, itu dia~"

"Awas, minggir, aku di sini!"

"Ssst, dia sampai, siap-siap~"

Tepat ketika pria berjas formal itu melintas melewati koridor—tepat di tengah-tengah apitan barisan rekan-rekan wanita lajang sekantornya—sambutan hangat bernada memuja langsung menjadi backsound langkahnya siang itu.

"Selamat datang, Sasuke-kun~"

Uchiha Sasuke, seorang pengacara tampan profesional yang masih lajang di usianya yang telah menginjak angka tiga puluh tahun. Banyak yang tidak percaya jika mendengar kabar membahagiakan ini—mengingat fisik Sasuke yang kualitasnya jauh di atas rata-rata. Dan tentu saja, ini merupakan kompetisi panas yang diperebutkan wanita-wanita lajang di manapun mereka berada. Wanita mana yang tidak ingin memiliki suami super ganteng yang kaya raya, seksi, mapan, dan berasal dari keluarga terpandang, eh?

"Hn." Sasuke berjalan santai, mengangkat tangan kanannya dengan malas tanpa menengok sedikit pun ke arah barisan penggemar beratnya. Sungguh, terakhir kali Sasuke menoleh, seluruh wanita yang tersapu pandangan datarnya langsung tepar berjamaah—Sasuke tak ingin kejadian mengenaskan itu terulang lagi.

Bersama dengan derap langkah Sasuke yang semakin menjauh, wanita-wanita di sepanjang koridor itu mendesah tak tahan menatap kepergian Sasuke menuju ruangan pribadinya—ah, dari belakang saja pria itu sudah terlihat menggoda iman.

Begitu sampai, Sasuke langsung melempar pantatnya menghempas kursi putar empuk yang terletak di balik meja kerjanya. Ruangan Sasuke berada tepat di lantai lima, dan dari ketinggian itu ia bisa memanjakan matanya dengan pemandangan hiruk pikuk kota di bawah sana.

"Sasuke-kun~" Seorang wanita berhelai merah menerobos masuk dengan seenaknya ke dalam ruangan Sasuke. Sementara sang empunya hanya menatap malas wanita berkacamata itu. "Apa kau ingin kopi?" tawar wanita itu manja sambil berjalan dengan langkah centil bak model amatiran. Sasuke mendengus bosan melihat kelakuan rekan seprofesinya itu. "Atau, kau ingin kubuatkan sesuatu?" desah wanita itu erotis, dengan gaya duduk ekstrim tepat di atas meja Sasuke. Satu kaki jenjangnya sengaja ia pangku di atas pahanya yang lain, sementara kacamata berlensa tebal miliknya ia copot paksa sembari menggigit gagangnya dengan wajah menggoda.

Refleks, Sasuke memutar bola matanya, "Hentikan itu, Karin," perintahnya mutlak.

Tawa Karin pecah, ia menepuk-nepuk meja kerja Sasuke dengan geli seraya memasang kacamatanya kembali. Sambil bangkit dari duduknya, Karin mengerling nakal ke arah laki-laki lajang di depannya. "Kalau tidak ingin mendapat perlakuan seperti itu, buru-buru cari isteri, Tuan Uchiha," ledeknya santai, sambil mengelus-elus cincin bertahta berlian yang melingkar elok di jari manisnya—pamer.

Sasuke mendecih, ditatapnya Karin dengan lurus-lurus. "Aku sedang muak bertengkar, Karin. Pergilah berbulan madu dengan Suigetsu secepat mungkin, itu lebih baik," desis Sasuke menahan kesal.

Lagi-lagi, Karin terkekeh puas—ia berhasil memancing emosi si Pangeran Es rupanya. Tanpa segan sama sekali, Karin langsung membalik punggungnya dan mengayun langkah meninggalkan Sasuke di sana. Tentu setelah berujar, "Dua pekan depan kami akan mengambil cuti ke Hawaii—sesuai keinginanmu. Lekaslah menyusul, sebelum semakin banyak orang yang menggosipimu gay."

BLAM

Dan Uchiha Sasuke pun terdiam meratapi nasibnya. Gay? Yang benar saja!

.

Gemerlap rasi bintang yang samar-samar terlihat berkerlap-kerlip menyaingi sinar bulan purnama malam ini. Berhubung musim panas semakin mendekat, jangan heran jika di beberapa tempat tertentu serangga khas musim panas sudah memulai kerja alamiahnya dengan berdengung-dengung nyaring membelah kepekatan malam.

Mansion yang berdiri megah di tengah-tengah halaman hijau yang super luas itu seolah menantang Sasuke yang masih berdiri mematung di depan pintu. Ia baru saja turun dari mobil sedan hitamnya sesaat lalu—cukup merasa enggan untuk buru-buru masuk ke dalam sana.

"Sasuke-sama?" Seorang kepala pelayan yang sudah cukup berumur memecah khayalan Sasuke. Pria itu tersenyum ramah sembari mengayun tangan kanannya dengan sopan—mempersilakan Sasuke masuk.

Sasuke menelan saliva-nya, tenggorokannya mendadak terasa kering dan perutnya tiba-tiba mengalami kontraksi. Namun, demi seluruh harga dirinya, Sasuke pun beranjak masuk dengan wajah super datar.

Seorang wanita cantik bersurai panjang menyambut Sasuke antusias di tengah ruang makan yang besar itu. Ia tersenyum manis ke arah putra bungsunya yang terlihat makin tampan dengan setelan jas hitam polos yang tak terkancing sama sekali. Tentu, garis-garis wajah Sasuke juga semakin hari semakin tegas, rahangnya yang terlihat kokoh menambah kesan mapan di balik usianya.

"Itachi berhalangan hadir, dia punya urusan mendadak katanya," ujar Mikoto memecah kesunyian, di antara dua laki-laki dingin yang duduk satu meja dengannya. Suara dentingan alat-alat makan masih menggema halus seperti tadi, sebab duo Uchiha itu hanya merespon ucapan Mikoto dengan gumaman pelan.

"Sasuke," tepat ketika Uchiha tampan kita mengusap serbet dengan gerakan terlatih di area mulutnya, Fugaku mendadak angkat bicara. Laki-laki itu memandang Sasuke sejenak, yang langsung dibalas pandangan datar anak lelakinya. "Menikahlah," perintahnya tegas.

Tangan Sasuke mengepal erat, ini adalah perbincangan yang paling ia hindari setiap kali berkunjung ke mansion orang tuanya. Terkadang Sasuke berharap Itachi tiba-tiba muncul sambil menggandeng bocah-bocah super lincahnya agar perhatian sepasang kakek-nenek itu dapat teralihkan darinya.

"Jangan terlalu mendesaknya, Fugaku," bela Mikoto dengan senyum kecut. "Sasuke pasti akan menikah suatu saat nanti," imbuhnya lagi, memancing dengusan pasrah dari Sasuke. Mikoto sama sekali tidak membantu.

"Jika hanya ini alasan kalian memintaku datang, aku pamit pulang," putus Sasuke tanpa kompromi, ia bahkan telah bangkit dari peraduannya. Mikoto berdecak kecil, sementara Fugaku masih memandang Sasuke dengan lurus-lurus.

"Jika kau ke sini lagi, bawalah seorang wanita untuk kau perkenalkan pada kami." Sasuke menoleh cepat, menahan langkah kakinya yang sudah nyaris mencapai ambang pintu. Ditatapnya Fugaku yang tetap kukuh dalam pose seriusnya—melipat tangan penuh wibawa di depan dada dengan mata yang terpejam angkuh. Tanpa protes, Sasuke langsung angkat kaki dari sana.

Jadi apa ini? Larangan keras menginjak mansion Uchiha sebelum mendapat calon isteri? Ayolah, malang sekali nasib Sasuke.

.

Begitu Sasuke sampai di apartement-nya, ia langsung melempar sepatunya asal-asalan seraya membuka jas ber-merk mahalnya tanpa kasih sayang. Onyx-nya menubruk sebentar jam dinding yang tergantung di atas TV layar datarnya. Dengan langkah malas-malasan, Sasuke beranjak ke arah dapur untuk mengambil minuman, satu kaleng beer beralkohol rendah.

Tekanan batin yang ia terima belakangan ini makin membengkak saja. Pertama, kedua sahabatnya telah resmi maju selangkah di depannya—mantap menginjak jenjang pernikahan. Lepas itu, kedua orang tuanya sengaja mengundangnya makan malam hanya untuk mendesaknya agar buru-buru menikah. Oke, Sasuke lebih memilih terjebak di toilet wanita tempat para kaum hawa itu bergosip mengenai dirinya yang dicurigai gay dibanding duduk satu meja dengan kedua orang tuanya yang terus-menerus minta menantu darinya. Keduanya memang buruk, tapi Fugaku masih lebih menyeramkan dibanding ribuan wanita penggosip sekalipun.

Dengan ganas—dipengaruhi hormon stress yang berlebihan—Sasuke meneguk sekaleng beer dalam genggamannya. Hanya sekaleng memang, tapi sudah cukup ampuh membuatnya mabuk hingga esok pagi—percayalah Sasuke sangat tidak pandai minum.

.

Uchiha Sasuke terbangun di tengah kekacauan apartement-nya yang tanpa sadar ia porak-porandakan malam tadi—efek mabuk. Cepat-cepat pria itu bangkit dari posisi tidurnya di atas sofa menuju kamar mandi untuk membasuh diri, menyegarkan pikirannya yang cukup penat.

Begitu ia keluar, suara telepon rumah dari arah ruang tengah ber-beep-beep nyaring mengusik ketenangan yang ada. Sasuke menekan tombol pesan suaranya.

'Hari ini aku dan ISTERIKU ada urusan penting, aku titip mereka beberapa hari di tempatmu, ya? Ayah dan Ibu sedang dalam mood yang buruk untuk kuajak berunding. Kau pasti tak akan keberatan, bukan? Hahaha~ aku menyayangimu, Adikku yang manis.'

'Aniki no baka!' batin Sasuke tak terima, apalagi dengan cara pelafalan 'isteriku' yang sengaja ditekan suara baritone di ujung sana.

Tepat pukul empat subuh, Sasuke mengunci pintu apartement-nya dengan manual—menolak memakai fasilitas password yang mendukung kediaman elitnya itu. Ya, mengertilah~ pria lajang yang sudah nyaris tidak muda terkadang sulit mengatur hal-hal kecil seperti itu. Praktisnya, Sasuke lebih memilih menyatukan semua kunci-kunci yang ia miliki dalam satu bandul—agar tidak mudah hilang dan tak perlu repot-repot mengingat password-nya.

Sasuke melirik pintu apartement Karin yang berada tepat di depan pintunya. Sepertinya, pasangan pengantin baru itu sudah pergi mengingat keadaan koridor yang begitu sunyi—jangan heran, pengantin baru di jam-jam seperti ini terkadang memiliki aktivitas tersendiri yang sedikit gaduh.

Tak ambil pikir, Sasuke pun memasang headset di telinganya sembari berlari-lari kecil memulai ritual lari paginya.

.

Hozuki Karin menepuk jidatnya kesal begitu tersadar akan kepikunannya. Di sebelahnya, Suigetsu yang masih asyik merangkul sang isteri mesra sembari menikmati sunset dari balkon hotel mereka mengernyit heran menatap Karin yang melempar tatapan horror padanya. "Ada apa?" tanya Suigetsu bingung.

Karin tersenyum kaku, ia membalik posisi duduknya agar menghadap tepat ke arah suami tercinta sekaligus termenyebalkannya itu. "Sakura," satu nama keluar dari celah bibir Karin.

"Sepupumu itu?" Suigetsu memastikan. Karin mengangguk cepat-cepat.

"Aku sudah berjanji akan menangani kasusnya!" Karin mengerang frustasi sambil mencengkram gemas lengan Suigetsu yang sejak tadi masih meraba-raba pahanya. Suigetsu menghentikan aksinya dengan setengah hati. "Dia tak punya kenalan lain selain aku di Konoha. Dia sebatang kara, dan aku yakin dia tak punya cukup uang untuk menyewa pengacara lain." Kali ini, Karin mencubit kesal tangan Suigetsu yang hendak merangkulnya simpati. "Untuk berjaga-jaga, aku sudah menitipkan kunci apartement-ku di lobby apartement, memang. Tapi—"

"Tenanglah dulu, Karin." Suigetsu menggertak Karin yang langsung diam dengan wajah masam. "Kita bisa minta bantuan Sasuke untuk mengurus sepupumu itu," usul Suigetsu santai, entah dari mana dia mendapat pemikiran jenius itu—tengoklah wajah Karin yang mendadak menjadi cerah.

"Kau hebat!" Karin mengecup singkat pipi Suigetsu sebelum melompat turun menuju buffet samping ranjangnya guna mencari ponsel miliknya.

"Sasuke! Bisa bantu a—tunggu, jangan putus dulu, Sialan! Dengar, ini gawat! Aku ingin kau membantuku sedikit, anggap saja sebagai hadiah pernikahan untuk kami."

.

Kereta shinkansen jurusan Oto-Konoha mengerem mulus di stasiun modern yang telah diramaikan pengunjung tersebut. Para penumpang berdesak-desakan keluar melintasi pintu kereta yang terbuka otomatis sesuai perintah sang masinis. Seorang gadis cantik berusia dua puluh satu tahun melangkah keluar dari gerbong kereta diikuti oleh sebuah koper berukuran sedang yang ia seret ke sana-sini.

Gadis beriris emerald itu melambaikan tangannya tinggi-tinggi ke arah siluet taxi yang melintas di trotoar jalan tempatnya menunggu. Ia langsung masuk dan duduk manis di jok belakang, mengistirahatkan dirinya yang sudah cukup lelah. Wajah pucat gadis itu sedikit membuat sang supir heran akan permasalahan apa yang sedang dihadapi oleh penumpang cantiknya itu. Segan bertanya, supir itupun hanya diam memperhatikan sang gadis yang terus-menerus mendesah berat sepanjang perjalanan.

Di sinilah ia berhenti sekarang, sebuah gedung apartement yang tinggi menjulang berlokasi sesuai dengan apa yang ia tulis di selembar kertas lecet miliknya.

"Maaf, aku Haruno Sakura. Sepupuku, Uzumaki Karin telah menitip kunci apartement-nya. Bisa Anda periksa?"

Wanita yang berjaga di lobby apartement itu tersenyum sopan sebelum menyerahkan sebuah kunci apartement bernomor 606 pada Sakura. Usai mengucap terimakasih, gadis bersurai merah muda itupun menyeret kembali koper hitam miliknya.

Sakura terbelalak kaget begitu tiba di apartement sepupu jauhnya tersebut. Keadaan ruangan apartement itu sangat berantakan. Kaset-kaset film berserakan di atas lantai. Bantalan sofa tergeletak tidak pada tempatnya. Potongan-potongan baju tercecer lesu di setiap penjuru. Kacau, bagai telah terjadi perang panas yang—tunggu, Sakura tersenyum penuh arti. Dilihat dari sepasang sepatu pentofel laki-laki yang ada di dekat rak sana, sudah dapat dipastikan bahwa pasangan pengantin baru itu baru saja berperang malam lalu.

Sakura tak habis pikir, sebegitu hebatnya kah suami Karin hingga bisa mengakibatkan kekacauan seperti ini? Ah, Sakura jadi teringat pada pesan Karin seminggu yang lalu. Karena ia akan sibuk untuk kedepannya, jadi Sakura diminta memakai kunci cadangan yang telah Karin titipkan di lobby—jika ia datang tanpa konfirmasi. Tapi, Sakura tak menyangka akan datang di saat-saat tak tepat seperti ini. Mungkin saja Karin dan suaminya sedang tak bisa diganggu di dalam kamar.

Pelan-pelan, Sakura melangkah mendekati kamar utama. Ia menggeser sekat pintu tradisonal Jepang itu sebelum mengintip takut-takut ke dalam. Kosong. Gadis cantik itu tanpa sadar memiringkan kepala merah jambunya. Tak butuh waktu lama bagi Sakura untuk tiba di depan pintu kamar tamu yang jaraknya hanya lima langkah dari sana. Ia menggeser pintunya, kosong. Hei, ke mana perginya pasangan pengantin baru itu?

.

Matahari beranjak naik dengan perlahan, hari pun semakin pagi. Merasa sudah cukup dengan jogging-nya hari ini, Sasuke pun berbalik pulang sambil berlari-lari kecil. Berhubung hari ini dia libur, tak ada salahnya jika dia menghabiskan waktu untuk bersantai sejenak—meski tatapan wanita-wanita di sekitarnya tetap saja membuatnya risih.

Baru saja Sasuke hendak beranjak memasuki kamar apartement-nya, pemandangan yang di luar dugaan itu langsung menyetop langkah sang empunya di mulut pintu. Apartement-nya rapih. Catat! Baru sekitar empat jam yang lalu ia meninggalkan ruangan bagaikan kapal pecah itu dan sekarang sudah sangat rapih seperti ini. Bagaimana bisa?

Mengacuhkan kenyataan amazing itu, Sasuke pun mengambil kesimpulan sendiri—mungkin cleaning service kurang kerjaan yang disewanya datang tiga hari sebelum jadwal kerjanya karena mendapat mimpi buruk akan keadaan apartement Sasuke yang hancur berantakan. Sudahlah, ia tak peduli.

Sasuke berjalan ke arah dapur, membuka lemari pendingin raksasanya, lalu menyambar sebotol air mineral dingin dari dalam sana. Ia menegaknya habis, sebelum menyeka sisa-sisa air yang menetes dari dagunya.

Saat Sasuke hendak membuang botol bekas minumnya, sekelibat bayangan merah muda mengalihkan perhatian pria tampan itu. Penasaran, Sasuke pun menyembulkan kepala berambut raven-nya seraya menengok kiri-kanan, mengamati koridor yang lumayan—SRET

Bunyi geseran pintu! Sasuke yakin betul dia masih memiliki pengelihatan dan pendengaran yang normal. Bermodalkan sebuah botol kosong, Sasuke pun nekat berjalan menuju kamar miliknya—ia yakin suara itu berasal dari sana.

SRET

Tepat ketika pintu geser itu terbuka, Uchiha bungsu itu tanpa sadar menjatuhkan botol kosong miliknya menampar lantai. Sendi-sendinya mendadak terasa lemas, tenggorokannya kering—padahal dia baru saja minum—dan otaknya serasa mati kutu.

"PENYUSUP!" Teriakan heboh perempuan berbalut handuk sebatas paha itu seakan menghantam kepala Sasuke kembali pada tempatnya. Pria itu tersadar, bergegas berbalik dan menutup pintu kamarnya kembali dengan satu tangan yang membungkus area wajahnya—menutupi ke-blushing-annya akan pemandangan tak terduga tadi.

Di dalam sana, Haruno Sakura berdiri kaku dengan lutut yang sedikit bergetar. Seingatnya, ia baru saja selesai mandi dan hendak berganti baju di kamar Karin. Tapi, ketika ia sedang menggosok-gosok helaian merah mudanya agar lekas kering—berhubung ia tak menemukan hair dryer di kamar mandi—seorang pria asing mendadak muncul di depan pintu. Menatap tubuhnya terbelalak tanpa henti. Cepat-cepat Sakura berpakaian sebelum laki-laki tadi menerobos masuk lagi.

.

Baru satu jam yang lalu Karin jauh-jauh meneleponnya, memaksa dirinya menerima kasus yang seharusnya menjadi tanggungjawab Karin—atas dasar malas berdebat, Sasuke pun menerimanya. Tak ia sangka, sekarang apartement-nya tibat-tiba dihuni oleh seorang gadis entah siapa yang dengan seenak jidatnya memakai kamar mandi miliknya—yang memang terletak di luar kamar pribadinya.

Sasuke mengerang frustasi di atas sofa minimalisnya. Tampaknya, hidupnya semakin sial saja—hei tunggu! Apa kedatangan tamu seorang gadis di kediamanmu termasuk hal yang sial? Kau melihatnya sendiri, Sasuke—bahkan kau tak dapat berkedip memandang tubuhnya yang hanya berbalut handuk tadi. Tertarik, eh?

"Ehm." Seringai Sasuke langsung pudar begitu gadis asing tapi cantik tadi berjalan kikuk dan duduk tepat di sampingnya—meski sofa panjang itu membuat jarak antar ia dan sang gadis terpaut tidak begitu dekat.

"Maaf untuk ucapanku tadi," ujar Sakura membuka perbincangan. Ia menunduk dalam-dalam, malu akibat teriakan refleksnya tadi.

"Hn." Sasuke berlagak santai, meski iris onyx-nya terus mencuri pandang pada perempuan berambut merah muda itu. "Kau siapa?" tanyanya datar.

Sakura mengerjap beberapa kali, ditatapnya Sasuke dengan heran. "Seharusnya aku yang bertanya begitu. Kau siapa? Ini apartement sepupuku, Uzu—Hozuki Karin," jawab Sakura mantap, lengkap dengan dagu yang terangkat naik. Sakura yakin seratus persen pria ini bukan Suigetsu—dulu, Karin pernah mengiriminya foto Suigetsu ketika ia masih tinggal di desa.

Kening Sasuke mengernyit, satu perempatan kecil muncul di dahi putihnya. Karin berulah lagi, rupanya. "Ini apartement-ku, Nona. Sepertinya kau salah masuk. Apartement Karin berada di pintu depan."

"EH?"

Sasuke tersenyum tipis, "Tampaknya Karin salah memberimu kunci. Benar begitu?" tebak Sasuke jitu. Wajar saja, kunci cadangan Sasuke memang dipegang oleh Karin. Selain karena mereka berada di apartement yang sama, Karin cukup berguna dimanfaatkan untuk mengatur persediaan makanan di apartement Sasuke. Meski Karin selalu beralasan ia melakukan semua itu karena merasa prihatin pada keadaan lajang berumur macam Sasuke.

"A-a-aku, tidak tahu. B-bagaimana ini?" Sakura tampak panik, ia menggigit bibir bawahnya takut-takut karena telah macam-macam masuk ke kediaman orang lain—ia sempat curiga sebelumnya, mengingat isi lemari Karin dipenuhi oleh pakaian laki-laki. Bagaimana jika ia dituntut? Pencemaran nama baik? Tertuduh pencuri? Atau semacamnya—ayolah, sekarang saja Sakura sudah cukup jengah menghadapi kasusnya yang tak kunjung usai.

Sasuke melipat kedua tangannya, meniru gaya Fugaku. "Tunggu sebentar, akan kutelepon sepupumu itu." Dan Sakura pun hanya bisa menunduk menahan malu.

.

"Kau pasti bercanda." Sasuke menggeram tertahan akibat penjelasan panjang lebar Karin mengenai alasan tertukarnya kunci apartement yang seharusnya ia titip untuk sepupu mudanya itu. Dan Sasuke bersumpah ia mendengar kekehan Suigetsu di ujung sana, tepat ketika Karin memutuskan sepihak keinginannya untuk menitip Sakura di apartement Sasuke sampai ia pulang.

"Kumohon Sasuke~ Dia tidak punya keluarga selain aku di Konoha. Dia itu gadis desa yang polos, aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain selain dirimu."

Sasuke mendesah berat. Menitipkan seorang gadis lugu pada seorang pria lajang yang normal merupakan kesalahan fatal, Karin. "Hn, baiklah." Benar, bukan? Tak ada yang melihat seringai tampan Sasuke ketika menyetujui usul Karin dengan ogah-ogahan tadi.

"Ahya, dan dia masih perawan, jangan macam-macam padanya, Sasuke," ancam Karin penuh penekanan, akibat curiga pada sikap Sasuke yang kelewat baik padanya—padahal pagi tadi mati-matian ia harus membujuk Sasuke agar mau menerima client-nya.

"Hn."

Sasuke berjalan mendekati Sakura yang masih duduk di tempat yang sama setelah mematikan sambungan teleponnya. Ia menatap gadis itu lekat-lekat. "Siapa namamu?"

Sakura menoleh, tersenyum ramah menjawab pertanyaan sederhana Sasuke. "Haruno Sakura."

"Usia?"

"Dua puluh satu tahun."

"Pendidikan terakhir?"

Sakura terdiam sesaat, sebelum kembali buka mulut. "Aku baru saja menyelesaikan kuliahku tahun ini."

"Jurusan?" Oke, sekarang Sakura merasa sedang mengikuti wawancara kerja.

"Sastra." Senyum Sasuke mengembang sedikit, ia mulai menyukai gadis ini. Bagus, ayahnya sangat menggilai hal-hal berbau sastra.

"Kau bisa masak?"

Sakura mengangguk, "Lumayan. Aku pernah bekerja sambilan di sebuah restoran sushi ternama di Oto," jawabnya lancar.

Seringai Sasuke semakin lebar. Ibunya penggemar berat sajian ikan mentah itu. "Kau bisa mengurus rumah?"

Sakura menggaruk tengkuknya, agak salah tingkah jika ditanya sesuatu seperti itu oleh seorang pria—ehm-Sakura baru menyadarinya-ehm—tampan. "Kau bisa menilainya sendiri. Ingat bagaimana rupa apartement-mu sebelum aku sampai?"

Sasuke mengangguk-angguk puas, "Hn. Kau suka anak kecil?"

Kali ini, Sakura sedikit memperbaiki posisi duduknya dulu sebelum menjawab, "Tentu, selama mereka juga menyukaiku."

'Oh, mereka akan sangat menyukaimu, Sakura.'

Lepas menyeringai seksi—dari sudut pandang Sakura—pria tampan itu bangkit dari duduknya. Sebelum beranjak masuk ke dalam kamar mandi di pojok ruangan, Sasuke menoleh singkat, "Namaku Uchiha Sasuke. Kau akan tinggal di sini sampai Karin kembali dua minggu kemudian."

Dan Sakura bersumpah ia sempat melihat Sasuke menyeringai sebelum menutup pintu kamar mandi dengan sekali banting. Selamat datang di kehidupan barumu, Haruno Sakura~

TBC.


Author's line:

Bii : Bwahahahahaa~ *ngakak nista* entah kenapa, jadiin Sasuke lajang sampai umur 30 tahun itu rasanya sesuatu banget :v #diinjek

Dan Sakura? Mwahahahaha~ janda muda perawan yang super kece XP cucok dengan Tuan Pengacara pemilih kita~ *toel Sasucake* #plak

fic ini murni fluff, dengan sedikit konflik dan dominan humor :3 Bobotnya gak terlalu rumit sebenarnya, dan kami juga gak berencana bikin fic ini dengan banyak chapter, alurnya nyantai dan diksinya sederhana.

*ngasih mic ke Cho*

Cho : Uhuk-uhuk, err… jadi gini,malem itu aku sama bii smsan bla bla bla tiba-tiba tercetus ide colab, dan untuk ide dari fic ini, itu murni asli dari sugarlessgum99 alias bii akari, aku Cuma bantu-bantu doang(ngepel lantai)

Untuk pembagian chapter, bii ganjil, aku genap.

Maaf kalau author's linenya numpuk dua orang wkwkwk XD chapter depan akan kami usahakan lebih rapi :3

Oke sekian dari kami berdua.

Jadijadijadijadi, sudi review? :3

Arigatou :)

SugarlessGum99-Cho Lolo