Remake dari Novel karya Phoebe Maryand dengan judul yang sama, ide dan alur cerita asli milik Phoebe. Saya hanya merubah sesuai kebutuhan cerita dan penggambaran karakter
.
Cho Kyuhyun x Lee Sungmin
.
KYUMIN, Boys Love, Mpreg, Mature Content
.
Summary:
Sungmin sedang disibukkan dengan persiapan pernikahannya, namun suatu pagi dia terkejut ketika mendapati dirinya terbangun dalam pelukan seorang pria asing tanpa sehelai benang pun, dan yang lebih membuatnya terkejut pria itu mengaku sebagai suaminya! Apa yang sebenarnya sudah terjadi?
~ KyuMin ~
Lee Sungmin, seorang pria yang dikaruniai wajah selain tampan namun juga cenderung cantik adalah seorang pegawai administrasi disebuah majalah travelling yang sudah berdiri mungkin hampir seumur appanya, Lee Young Woon.
Tak kurang dari dua tahun yang lalu, Sungmin melamar ke SM Group. Memiliki seorang teman bernama Kim Ryeowook yang sekarang duduk di meja sebelahnya dan beberapa orang lain yang tidak begitu dekat dengannya di kantor ini.
Setahu Sungmin, di kantor ini hanya Ryeowook yang menganggapnya ada, berbicara dengannya secara baik-baik dan memandangnya sebagai manusia. Sedangkan karyawan yang lain sangat acuh dan masih tidak perduli meskipun Sungmin sudah bekerja di SM Group selama dua tahun.
Sekarang beginilah hidupnya setiap hari, duduk di depan komputer, mengetik, mengetik, dan terus mengetik, seolah-olah keyboard adalah dirinya.
Sungmin sangat mengantuk karena hari ini dia hampir seharian berada di kantor tanpa melakukan apa-apa, ia bahkan tidak pergi keluar untuk makan siang. Bukan karena terlalu banyak pekerjaan, tapi Sungmin sedang diet demi tampil sempurna pada pernikahannya yang akan berlangsung bulan depan.
Jungmo, calon suaminya selalu mengatakan kalau Sungmin tampak gemuk dan Sungmin tidak akan suka bila terlihat gemuk dihari pernikahannya.
Ponselnya yang berada di sebelah komputer bergetar. Sungmin membuka matanya lebar-lebar karena matanya sudah redup sejak tadi. Ia benar-benar merasa lapar dan itu sudah membuatnya mengantuk. Tapi melihat siapa pengirim pesan diponselnya semua rasa kantuk Sungmin lenyap begitu saja dan tidak tersisa sama sekali.
Sayang, Pulang Jam berapa?
Bisa bertemu hari ini?
Pulang kerja datang ke café ku ya?
Aku sangat merindukanmu
(sender: Jungmo)
Jungmo pada akhirnya mengirim pesan juga setelah seharian ini Sungmin menanti kabar darinya. Semenjak rencana pernikahan mereka diputuskan, Jungmo benar-benar berkonsentrasi bekerja seolah-olah ia akan meninggalkan cafenya untuk selamanya.
Semua hal itu menyebabkan Sungmin mengurusi persiapan pernikahannya seorang diri dan semakin sulit untuk bertemu dengan Jungmo. Tapi Sungmin selalu merasa kalau hal itu bukanlah masalah yang harus diribut-ributkan. Sungmin sudah terlalu banyak menuntut kepada Jungmo dan dia tidak akan meminta hal yang lebih lagi.
Sungmin sudah harus bersyukur karena Jungmo mengabulkan permintaannya untuk mempercepat pernikahan mereka, meskipun hal itu membuatnya repot seorang diri. Tidak, ada Ryeowook yang siap membantunya meskipun Sungmin tidak memberi tahu dengan siapa ia akan menikah nanti pada Ryeowook, ia patut bersyukur.
Sungmin juga tidak pernah memperkenalkan Jungmo kepada siapa-siapa kecuali Halmeoni sehingga rencana pernikahan ini juga sama rahasianya seperti keberadaan Jungmo. Kedua orang tuanya juga belum tahu, hanya Halmeoni satu-satunya orang yang tahu dan Halmeoni sangat tidak setuju.
Halmeoni pada awalnya menyukai Jungmo, tapi begitu tahu kalau Sungmin dan Jungmo akan melangkah ke jenjang yang lebih serius, Halmeoni menolak keberadaan Jungmo terang-terangan. Terlebih sejak Sungmin mengatakan kalau dirinya akan pindah dan tinggal bersama Jungmo setelah menikah, kebencian Halmeoni kepada Jungmo semakin menjadi-jadi.
"Sungmin Hyung, kau dipanggil sajangnim ke ruangannya." Ryeowook berdiri di depan pintu ruang kerja mereka sambil memijat dahinya. Laki-laki itu mendapat Job yang sangat luar biasa belakangan ini. Seringkali Ryeowook mengeluh kalau dirinya hampir muntah menghadapi kertas-kertas dan komputer.
"Ada apa?"
"Pokoknya segeralah ke sana. Kau tahu, kan? Besok dia akan pensiun dan ini adalah hari terakhirnya di kantor."
Sungmin mengangguk lalu memandang kalender yang berada di sebelah komputernya, 22 Juni. Lee Sooman sajangnim pernah mengatakan rencana pensiunnya saat rapat terakhir mereka minggu lalu. Sama sekali tidak diduga bahwa rencana itu berlangsung secepat ini, jarang sekali ada orang yang memulai pensiunnya pada pertengahan bulan Juni, seperti yang Tuan Lee lakukan.
Sungmin berusaha mengembalikan semangatnya dan berjalan menuju ruangan kerja Tuan Lee. Begitu sampai, Sungmin hanya perlu mengetuk pintu beberapa kali dan ia melihat bayangan Tuan Lee yang berjalan mendekati pintu lewat dinding Kaca anti pecah yang berwarna keabu-abuan.
Siapapun bisa melihat bayangan dari dalam ruangan tapi tidak bisa melihat semuanya selain warna hitam yang bergerak pada dinding Kaca yang menyelubungi ruangan Tuan Lee. Entah siapa yang punya ide untuk membuat ruangan kerja seperti ini, yang pasti ide ini membuat atasan manapun menjadi kehilangan lebih dari lima puluh persen privasinya.
"Silahkan." Tuan Lee benar-benar muncul di balik pintu dan mempersilahkan Sungmin masuk. Laki-laki yang sangat baik. Seandainya Tuan Lee tidak punya istri, mungkin Sungmin akan memaksa laki-laki itu untuk menikah dengan Halmeoninya. Sungmin menahan tawa sambil melangkah menuju sofa yang ada di ruangan itu. Tuan Lee menutup pintu dan memandangi Sungmin sambil bertolak pinggang.
"Jadi menikah bulan depan?" Tanyanya.
Sungmin mengangguk. "Tentu saja."
"Masih merahasiakan siapa calonnya? Bagaimana bila aku tidak bisa datang pada pernikahanmu bulan depan? Aku mau liburan ke Pulau Jeju bersama keluargaku."
"Masih belum bisa, sajangnim. Bahkan kedua orang tuaku sama sekali tidak tahu."
Tuan Lee mengangguk lalu melangkah mendekati mejanya. Ia mengambil sebuah amplop dan sebuah kantong kertas lalu memberikan keduanya kepada Sungmin. "Ini adalah kiriman. Dalam satu jam lagi, kau harus sampaikan ini kepada Tuan Cho yang sedang meeting di Star Hotel. Dia Bos yang baru, dan sebagai ucapan terima kasihnya amplop itu silahkan dibuka."
Kedua alis Sungmin menyatu. Ia memandangi amplop putih itu sejenak lalu membukanya pelan-pelan. Dirinya hampir saja berteriak melihat apa yang ada di dalam sana. Sebuah pernyataan kenaikan gaji untuk bulan depan. Tuan Lee benar-benar mengabulkan permintaannya yang satu ini dalam waktu singkat.
Baru dua minggu yang lalu Sungmin mengeluh karena kekurangan banyak biaya untuk pernikahannya dan ia berharap Tuan Lee mau meningkatkan nominal gajinya dari gaji staf junior menjadi staf Senior. Dan sekarang Sungmin mendapatkannya. Ia kembali menoleh kepada Tuan Lee dengan pandangan penuh rasa terima kasih.
Tuan Lee menggeleng-gelengkan kepalanya menandakan kalau dirinya tidak menyukai ekspresi Sungmin yang seperti itu. Dia tidak suka jika ada orang yang berterima kasih dengan wajah memelas.
"Sekarang pergilah. Waktumu sudah berkurang sepuluh menit. Tuan Cho akan sampai satu jam lagi dan dia sangat membutuhkan semua file yang ada dalam tas kertas itu."
Sungmin dengan cepat berdiri dari duduknya dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya ia mengambil semua barang-barangnya dan melangkah pergi menuju hotel yang Tuan Lee sebutkan.
Tuan Cho, dia yang akan menerima barang-barang itu dan Sungmin harus segera menemuinya dengan batas waktu yang semakin menipis. Setiap kali melihat jam Sungmin merasa semakin diburu waktu yang semakin sedikit sehingga Sungmin terpaksa turun dari taksi yang ditumpanginya karena macet.
Sebisa mungkin ia memotong jalan kemana-mana sehingga menemukan jalan raya yang tanpa macet. Lampu lalu lintas menyala dan semua orang berusaha menyebrang jalan secepatnya. Beberapa orang menyenggol tas kertas yang dibawanya sehingga benda itu robek dan menumpahkan segala isinya. Sangat banyak kertas yang berserakan sehingga Sungmin harus mengejarnya ke berbagai arah. Jumlah orang di jalanan semakin menipis sehingga Sungmin semakin khawatir.
Berkali-kali Sungmin memandangi jam tangannya dan waktunya hanya tersisa lima belas menit lagi. Ia harus cepat karena Star Hotel sudah ada di depan. Tapi selembar kertas melayang dan Sungmin masih berusaha mengejarnya. Sayangnya gerungan mobil-mobil yang siap berjalan membuatnya terpaksa menepi dan meninggalkan selembar kertas lagi di tengah jalan raya.
Tinggal dua belas menit lagi, Sungmin bergerak secepat mungkin ke tengah jalan saat melihat jalanan sepi. Ia berharap setelah meraih kertas itu, Sungmin bisa segera menyebrang tanpa harus menunggui lampu lalu lintas lagi.
Sekilas ia seperti melihat seseorang berdiri di depannya, tapi saat Sungmin mengerjapkan matanya, apa yang dilihatnya sama sekali tidak ada. Mungkin ia cuma berkhayal dan lebih baik kembali memunguti file-file penting itu.
Bunyi hak sepatunya berketuk di jalan aspal dan baru berhenti setelah tangannya berhasil menyentuh kertas yang berterbangan kesana-kemari. Sungmin juga harus memeluk barang-barang dari dalam tas kertas yang sobek hanya dengan satu tangan karena tangannya yang lain sedang berusaha keras menggapai kertas yang sedang dikejar-kejarnya dengan susah payah.
"Sial! Tolonglah…" Bisiknya. Sungmin mulai khawatir saat melihat jalanan mulai ramai kembali, ia sempat bersyukur karena kertas itu terbang ke pinggir. Tapi tiba-tiba jantung Sungmin seakan berhenti saat mendengar bunyi benturan keras yang datang entah dari mana. Sungmin berusaha menoleh, tapi ternyata matanya terpejam. Ia sudah tergeletak di jalanan dengan keadaan yang tidak diketahuinya. Beberapa bagian tubuhnya mulai terasa nyeri, semuanya seperti mimpi. Banyak orang yang berkerumunan di sekitarnya dan mengatakan kalau dirinya harus dibawa ke rumah sakit.
Sungmin masih tidak bisa membuka matanya. Dalam hati ia berteriak. Tolong aku. Aku harus bertemu Tuan Cho demi masa depanku dan Jungmo!
Sungmin membuka matanya perlahan, ia memandangi warna…entahlah. Sungmin sendiri tidak yakin jika yang dilihatnya adalah langit. Ia menegakkan kepalanya dan memandang ke sekeliling.
Sungmin sedang berada di sebuah taman dan ia berbaring di sebuah bangku kayu. Di sebelahnya, Sungmin mendapati seorang pria asing yang belum pernah dikenalnya sebelumnya. Pria itu tersenyum.
"Kau sudah bangun? Kalau begitu aku bisa pulang dengan tenang. Kau ingat jalan pulang ke rumah, kan?"
Sungmin mengagguk bingung. "Kau siapa?"
"Aku? Namaku Jonghyun. Aku pergi dulu karena tugasku sudah selesai. Sampai jumpa." Jonghyun tersenyum lalu pergi meninggalkan Sungmin begitu saja.
Sungmin berusaha bangkit dan duduk dengan tenang. Ia berusaha mengingat semuanya, dan beberapa ingatan terbayang. Sungmin baru saja mengalami sebuah kecelakaan, ia memandangi tubuhnya dan untungnya tidak terjadi apa-apa padanya. Sungmin hanya merasakan nyeri di beberapa bagian dan ia ragu kalau itu terjadi karena kecelakaan yang dialaminya barusan.
Sungmin memandangi sekelilingnya. Ia kehilangan kertas-kertas penting untuk Tuan Cho. Sebisa mungkin Sungmin bangkit dan mencari-cari, tapi tidak satupun jejak mengenai berkas itu bisa ditemukan. Jalanan juga sudah mulai sepi dan sepertinya tidak ada seseorangpun yang mengenalnya, ia korban kecelakaan beberapa waktu lalu, secepat itukah mereka melupakannya?
Waktu? Jam berapa sekarang? Sungmin berbisik. Ia mengangkat lengannya dan memperhatikan jam tangannya lekat-lekat. Sudah jam lima sore dan ini sudah lewat jam pulang kerja. Tubuhnya yang masih sakit mendorong Sungmin untuk memanggil taksi dan segera pulang. Terserah dengan apapun yang terjadi nanti, yang pasti dirinya sangat ingin istirahat.
Butuh waktu yang panjang untuknya sampai ke rumah karena rumah Halmeoni memang terletak di pinggiran kota Seoul.
Setelah membayar taksi, Sungmin langsung memasuki rumah dan menemukan Halmeoni-nya sedang sibuk menyiapkan makan malam. Sungmin mendekat dan memeluk wanita tua itu erat-erat.
"Ada apa?" Halmeoni berhenti bergerak dan membelai kepala Sungmin dengan lembut. Sungmin mendesah, masih dalam pelukannya. "Aku baru saja naik gaji. Tapi kupikir sebentar lagi aku akan dipecat."
Halmeoni membelai punggungnya. "Kalau begitu gunakan waktu itu untuk beristirahat di rumah. Kau sedang tidak sehat, jadi perlu banyak istirahat."
"Halmeoni tahu darimana kalau aku sedang tidak sehat hari ini?"
Sekarang wanita tua itu mengubah pandangan penuh kasihnya menjadi pandangan yang penuh kebingungan. "Kenapa masih bertanya? Kau cucuku bukan?"
"Ya, tentu saja. Kau bisa merasakan apa yang ku rasakan. Kau selalu tahu apapun yang terjadi padaku. Aku sedang dalam keadaan buruk dan sekarang sepertinya harus istirahat. Halmeoni, aku tidur di kamarmu ya?"
Halmeoni mengangguk. "Tapi pada saat jam tidur tiba, kau harus pindah kembali ke kamarmu. Aku akan merasa aneh jika ada kau di kamarku. Kau sudah sangat lama tidak tidur denganku lagi, aku sudah terbiasa tidur sendiri dan tidak nyaman jika ada orang lain di kamarku."
Sungmin mendesah kecewa, ia memang sudah lama tidak tidur bersama Halmeoni-nya. Sejak merasa sibuk menyiapkan pernikahan, Sungmin bahkan nyaris tidak pulang ke rumah beberapa kali. Ya, meskipun begitu ia ingin berbaring di kamar neneknya walaupun sebentar, hanya demi bermanja-manja, hal yang sudah sangat lama tidak dilakukannya.
Lagi-lagi Sungmin terbangun dengan perasaan aneh. Begitu ia membuka matanya, tiba-tiba saja ia melihat banyak perubahan di kamarnya. Ranjang yang biasa ditidurinya sudah berbeda dengan yang biasa, dan ia memakai kelambu? Sejak kapan Sungmin suka dengan kamar bernuansa klasik begini?
Kamarnya yang dulu didominasi dengan pernak-pernik merah muda, warna kesukaannya. Namun sekarang semua itu seolah-olah hilang tak berbekas meskipun masih ada beberapa bagian yang masih berada ditempatnya. Satu lagi, hawa yang dirasakannya sudah sangat tidak sama dengan yang biasa dirasakan sebelumnya. Kamarnya terasa lebih hangat padahal Sungmin suka berada dalam kamar yang sejuk.
" Mungkin AC-nya rusak." Gumam Sungmin pelan. Ia menggeliat dengan penuh semangat dan harus terkejut saat menyadari kulitnya sedang bersentuhan dengan kulit orang lain di dalam selimut.
Sungmin memandangi laki-laki yang berada di sebelahnya, sedang tertidur pulas sambil memeluknya. Sungmin mengerjapkan matanya untuk meyakinkan jika semua ini mungkin hanya mimpi. Ia menyentuh perutnya, lalu dada dan kembali turun hingga ke paha.
Keterkejutannya semakin bertambah karena ia sedang tidak memakai apa-apa dalam pelukan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya.
Sungmin seharusnya berteriak, tapi ia masih termenung memandangi laki-laki itu, cukup good looking dengan rambutnya yang berwarna coklat terang dan terlihat sangat dewasa meskipun sedang tidur, tapi Sungmin tidak mengenalnya. Laki-laki itu di temuinya dimana? Di kantor? Ia tidak punya teman kantor setampan ini. Lalu di diskotik? Apakah semalam Sungmin mampir ke diskotik?
Sungmin mengerjapkan matanya sekali lagi dan ia ingat, ia bahkan pulang sebelum makan malam dan langsung tidur di kamar Halmeoni-nya. Lalu siapa laki-laki ini? Bagaimana mungkin bisa ada di atas ranjangnya dan tanpa busana seperti dirinya?
Sungmin memandang berkeliling untuk meyakinkan apakah ini benar-benar kamarnya? Meskipun banyak yang berubah, Sungmin yakin kalau ruangan ini adalah kamarnya.
Kamar yang sudah ditempatinya dua tahun belakangan ini semenjak ia memutuskan untuk menemani Halmeoni dan tinggal di Seoul. Rak buku yang berada di dekat pintu juga miliknya, Sungmin kenal dengan semua koleksinya dan buku-buku yang memenuhinya adalah susunannya sendiri.
Sebuah kecupan manis mendarat di bahunya disertai belaian hangat di lengannya. Sungmin menoleh kepada laki-laki itu, dia baru bangun dan tersenyum semanis mungkin kepadanya. Matanya belum terbuka dengan sempurna karena baru bangun tidur, tapi Sungmin yakin kalau laki-laki itu tidak salah orang, dia menyebut nama Sungmin dengan manis. Laki-laki itu tidak salah orang.
"Sungmin sayang, kau sudah bangun?"
Sungmin mengangguk sambil terus memandangi laki-laki itu dalam jarak yang sangat dekat. Keheranan sudah menyesaki benaknya dalam dosis yang sangat tinggi "Bagaimana mungkin aku bisa seperti ini? Semalam aku tidur di kamar Halmeoni."
"Aku yang membawamu ke kamar kita. Mana mungkin aku membiarkan istriku tidur di kamar lain? Soal pakaian seharusnya kau tidak perlu terkejut. Bukankah kita selalu melakukannya? Kau tahu kalau aku tidak suka AC lalu kita menyingkirkannya. Semenjak kamar ini tidak memiliki pendingin lagi, Kau selalu tidur tanpa pakaian seperti itu."
"Jadi semalam aku membukanya sendiri?"
"Aku yang membuka. Tidak salah, kan? Aku suamimu."
Sungmin menggeleng masih dengan ekspresi herannya. Laki-laki itu mengakui Sungmin sebagai istrinya? Sungmin masih bingung dan termenung.
Kemarin ia tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Jungmo, lalu baru mendapatkan kenaikan gaji dan mengalami kecelakaan. Kemudian terbangun di sebuah taman bersama seorang pria yang menolongnya dan langsung pulang karena kelelahan mencari-cari file untuk Tuan Cho yang belum ditemukan hingga sekarang. Semalaman ia sudah mempersiapkan batinnya jika harus dimarahi oleh Tuan Cho, bosnya yang baru. Tapi sepertinya kejadian hari ini lebih parah bila dibandingkan dengan amarah Tuan Cho dihari pertama bekerja.
Dia sudah menikah? Lalu kenapa bukan dengan Jungmo? Lalu siapa laki-laki itu dan kenapa laki-laki itu yang menjadi suaminya?
"Ah, aku sudah terlambat. Aku harus segera ke kantor." Laki-laki itu bangkit dan duduk sambil memegangi kepalanya yang pusing, ia menoleh kepada Sungmin dan memandangi setengah dari tubuhnya yang terbuka secara tidak sengaja dengan diiringi sebuah senyum penuh kekaguman.
"Tapi melihatmu seperti ini sepertinya hari ini aku tidak usah ke kantor." Laki-laki itu memeluk Sungmin lagi dan meraba nipplenya dalam ritme yang lembut.
Sungmin segera menolak dan mendorong tubuh pria yang mengaku sebagai suaminya itu menjauh. Kedua lengannya segera menyilang ke depan dada dangan kuat.
"Kau ingin melakukan apa?"
Kening laki-laki itu berkerut. "Kau bertanya? Kenapa? Bukankah ini normal untuk pasangan suami istri? Kau istriku kan, Lee Sungmin? ah, tidak Cho Sungmin?"
"Kau siapa? Bagaimana bisa aku menikah denganmu? Aku punya orang yang sangat ku cintai dan kami akan segera menikah. Kau berbohong dengan pernikahan ini, kan? Ini hanya bercanda, atau kau salah orang? Tapi kau menyebut namaku…"
"Kau tidak ingat aku? Aku Kyuhyun." laki-laki itu mendengus.
"Sudahlah kalau kau memang sedang tidak bersemangat, tidak perlu mengeluarkan kata-kata aneh seperti itu. Aku akan berangkat ke kantor saja."
Sungmin menelan ludahnya. Kyuhyun meninggalkan ranjang dan berjalan menuju kamar mandi tanpa mengenakan apa-apa. Bukan pertama kalinya Sungmin melihat tubuh laki-laki, tapi ini pertama kalinya ia melihat pemandangan seperti ini di dalam kamarnya sendiri.
Laki-laki itu? Tadi dia ingin melakukan apa? Bercinta denganku?
Tidak… Batin Sungmin. Lalu kata 'tidak' keluar bukan hanya sebagai gema dihatinya. Sungmin benar-benar berkata tidak dalam intonasi yang sangat lantang. Dia tidak mungkin sudah menikah dengan laki-laki lain selain Jungmo. Tidak mungkin menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya.
Tidak mungkin…
"Tidaaak!"
Dan suasana menjadi riuh. Suara pintu diketuk dengan nada tidak sabaran membuat Sungmin ingin segera menghambur ke pintu, tapi sebelum itu terjadi laki-laki bernama Kyuhyun yang mengaku sebagai suaminya itu segera mengambil celana piyamanya yang berada di lantai lalu memakainya dan membuka pintu.
Halmeoni masuk dan memeluk Sungmin yang masih kebingungan. Ia membelai kepala Sungmin sambil bertanya ada apa.
"Halmeoni, siapa laki-laki itu?" Desis Sungmin dalam pelukan neneknya.
Halmeoni memandangi Kyuhyun sekilas lalu memeluk Sungmin lebih erat.
"Dia Kyuhyun suamimu, sayang. Kau sendiri yang bersikeras untuk menikah dengannya Sebulan yang lalu. Sekarang kenapa kau berteriak dan mempertanyakan siapa dia?…"
"Tidak mungkin," Sungmin memotong. "Aku akan menikah dengan Jungmo, bukan dengan dia!"
"Sungmin, apa yang terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini? Apa kau sudah lupa kalau Jungmo sudah pergi? Kau sendiri yang memutuskan hubunganmu dengan Jungmo dan memilih menikah dengan Kyuhyun."
Sungmin memandangi Halmeoninya dengan tatapan yang semakin bingung. Kemarin ia dan Jungmo janjian bertemu di café miliknya, baru kemarin dan Sungmin masih mengingatnya dengan baik. Lalu bagaimana bisa dia menikah dengan laki-laki bernama Kyuhyun itu bulan lalu? Kenapa harus meninggalkan Jungmo dan memilih orang yang tidak dikenalnya?
"Kau kenapa? Apa kepalamu terbentur?" Kyuhyun bertanya sambil mendekat. Ia menyeka sejumput rambut Sungmin yang menutupi wajah. Sekilas Sungmin melihat kilauan di jari manisnya dan Sungmin spontan memandang jarinya juga. Ada cincin yang memiliki kilau yang sama disana. Cincin kawin? Laki-laki itu benar suaminya? Sungmin memegangi kepalanya.
"Aku kecelakaan kemarin dan sepertinya aku melupakan banyak hal. Maaf." desisnya.
Sungmin tidak berbohong. Ia memang kecelakaan, tapi Sungmin masih bisa mengingat semua kejadian sebelum kecelakaan. Ia belum menikah pada saat itu, lalu bagaimana bisa begitu terbangun ia sudah memiliki seorang suami dengan cincin kawin melingkar di jari manisnya?
"Tanggal berapa sekarang?"
Kyuhyun masih memandangnya dengan tatapan heran, tapi tidak lama karena ia segera mengambil jam tangannya yang masih berada dalam jangkauannya. "Dua puluh tiga Juni."
Dua puluh tiga…Juni…
Sungmin terus mengulangi kata-kata itu dibenaknya. Kemarin adalah hari terakhir Tuan Lee di kantor dan kemarin adalah tanggal 22 juni, Sungmin tidak mungkin salah karena sebelum masuk ke ruangan Tuan Lee Sungmin sempat melihat ke kalender.
Kemarin ia mengalami kecelakaan, pulang ke rumah dan terbangun pagi ini dengan status baru. Dia dan Kyuhyun sudah menikah Sebulan yang lalu.
Mustahil, kemarin Sungmin masih lajang. Tapi Halmeoni juga mengatakan hal yang sama. Apa yang terjadi pada dirinya? Atau lebih tepatnya, apa yang terjadi pada hidupnya? Kenapa bisa berubah secara tiba-tiba seperti ini? Atau Sungmin sedang melompat ke sisi kehidupannya yang lain? Apa semua ini terjadi karena kecelakaan yang kemarin itu?
.
TBC
.
