Title: Smiles
Author: Firenze Firefly
Rating: T
Characters/Pairings: Sasuke-Hinata
Genre: Humor, Romance
Chapters: Two-shot (maybe)
Warnings: AU. Selamat membaca cerita ini sebagaimana saya menulisnya.
Summary: Senyum Sasuke dan Hinata memang menawan, tapi bagi Sakura dkk, senyum mereka bisa jadi ladang bisnis yang menggiurkan. Sequel TOT dan STP. AU

Disclaimer: Sekali lagi, Naruto bukan milik saya.

Chapter 1

.

Sasuke mengamati gambar-gambar yang terpotret di kamera digital yang kini dipegangnya. Teman-teman sekelasnya tampak sibuk melayani pengunjung, ada juga yang berpose dengan hasta karyanya. Foto-foto itu diambil dua hari lalu ketika mereka mengikuti pameran di sekolah lain. Anak-anak Multimedia mendesain gambar untuk pin, mug, dan kaos. Pameran itu cukup sukses.

Tak jauh dari Sasuke, Sakura tengah mengedit gambar di laptopnya. Sesaat kemudian dia baru teringat ada gambar yang belum dimasukkannya ke file di laptop. Matanya mencari kamera digital sekolah, yang ternyata berada di tangan pria yang ditaksirnya sejak lama.

"Sasuke, bisakah kau memberikan kamera itu? Aku mau mengkopi gambarnya," ujarnya malu-malu.

Sasuke menoleh. "Sebentar, Sakura," balasnya pendek.

"Oh," Sakura mengangguk. Siapa yang mampu menolak permintaan Sasuke Uchiha? Setelah mencuri pandang ke arah pemuda tampan itu Sakura kembali menekuri si laptop.

"Kelihatannya Sakura membutuhkannya, lho," tegur Hinata.

Sasuke menelengkan kepala. Matanya mengamati gadis di sampingnya dengan cermat. Ya, meski Hinata cuma memanggil namanya atau hanya menyapanya dengan kalimat pendek, Sasuke akan memandang dan memberinya perhatian penuh.

"Sebentaaaar saja, Baby," ujar Sasuke, nyengir.

Dia tersenyum kecil menyaksikan wajah mulus Hinata berubah sewarna rambut Sakura. Hinata dan dirinya memang baru beberapa hari jadian. Melihat wajah Hinata yang bersemu merah merupakan keasyikan tersendiri bagi Sasuke.

"A-a-apaan, sih?" sembur Hinata malu.

"Duh, mesranya," gumam Shikamaru. Dia membelakangi Sasuke. Matanya tetap terfokus pada game di komputer. Saat itu anak Multimedia memang berada di Lab MM (Lab khusus Multimedia).

"Hn," sahut Sasuke tak peduli. Dia bermaksud mengembalikan kamera pada Sakura ketika sesuatu tercetus di kepalanya. Sasuke menekan tombol on kemudian mengarahkannya pada objek yang paling disukainya. "Hinata!" panggilnya.

"Ya?" Hinata mendongak dari bukunya. Dia tidak sempat mengerjab ketika Sasuke meringis padanya. "Hei, kau memotretku, ya?" tanyanya terkejut.

"Hn!" jawab Sasuke ambigu dengan kata andalannya. Dia menatap gambar Hinata, puas melihat ekspresi polos gadisnya.

"Cu-curang!" Hinata bersungut-sungut. "Hapus saja, aku malu!"

"Tidak mau," elak Sasuke. Remaja normal akan terkekeh melihat pacarnya merengut, tapi karena Sasuke bukan remaja pada umumnya, dia hanya nyengir. Menurutnya Hinata yang merasa agak sebal padanya saat itu sangat manis.

"Kalau begitu, kau juga harus kufoto!" ujar Hinata memutuskan.

Sasuke menimbang ucapan Hinata. "Boleh!"

Hinata agak terkejut. Dia menduga Sasuke akan menolak mentah-mentah.

Sasuke mengangsurkan kamera itu. "Kenapa ragu?" nada suaranya sedikit menggoda.

"Aku tidak ragu, kok." Hinata menerimanya dan membidik Sasuke. "Senyum, dong!"

Sasuke mengangkat bahu. "Begini saja," katanya sambil menegakkan tubuh. Dia menolak tersenyum.

"Biasanya orang senyum kalau difoto!" protes Hinata.

"Aku jelek ya kalau seperti ini?" tanya Sasuke, memasang wajah stoic ditambah kerutan di alis.

Hinata menyerah. "Oke, terserah! Aku foto sekarang!"

Shikamaru berbalik. "Kalian mirip pasutri saja!" komentarnya, yang membuatnya dihadiahi tatapan maut oleh Sasuke. "Sini, aku foto kalian. Tidak usah ribut!"

Shikamaru menyambar kamera di tangan Hinata. "Nah, ayo pose yang mesra!" tuntutnya.

"Tidak bakal, deh!" ucap Hinata, mukanya merah.

"Aku cuma bercanda. Terserah kalian saja!" kata Shikamaru malas-malasan. Diluar dugaan, Sasuke mendekatkan tubuhnya pada Hinata. "Senyum, lho!"

Ajaibnya, cinta mampu membuat Sasuke Uchiha menjadi seseorang yang berbeda ketika sedang bersama gadis yang disukainya. Tiga kali Shikamaru mengambil gambar, Uchiha dan Hyuuga di dalamnya tersenyum. Kalau meminjam istilah Lee, teman Neji, Sasuke dan Hinata menunjukkan semangat masa muda yang ceria, riang, gembira dan hidup. Oke, agak hiperbolis sedikit!

Si kamera yang beruntung itu kini di tangan Sakura. Gadis berambut pink itu mengeluarkan memorinya, kemudian memasukkannya ke laptop. Dicermatinya gambar itu satu-persatu. Mata cemerlangnya berhenti di lima gambar terbawah.

Sakura terbelalak. Melihat gambar Hinata yang tengah tersenyum bukan pemandangan aneh baginya. Sasuke dengan zero expression juga lumrah. Tapi mendapati cowok itu tersenyum di samping gadisnya sungguh pemandangan yang luar biasa langka. Mata Sakura terpaku. Dia begitu terkesima sampai harus menarik bulu tangannya supaya yakin kalau gambar itu nyata, bukan hasil rekayasa Photoshop.

"Sepertinya kita harus keluar uang lagi," keluhan Ino tak jauh di depannya membuat Sakura kembali ke dunia nyata.

"Kenapa?" tanya Karin heran. Gadis cantik itu membetulkan kacamata gading gajahnya.

"Ingat, beberapa minggu lagi kita study tour ke salah satu perusahaan periklanan di Suna, bukan?" ujar Ino mengingatkan.

"Tapi sekolah kan membiayai sebagian pengeluarannya," balas Karin.

"Tetap saja kita mengeluarkan uang yang jumlahnya lumayan," imbuh Sakura, menimpali.

"Bisa tidak uang kas kelas kita mencukupi biayanya?" tanya Ino penuh harap.

Karin mendengus. "Ino, kita kan baru tiga minggu naik kelas sebelas! Mana mungkin duit kas -yang buat beli memory card hape saja masih harus menambal banyak- bisa dijadikan tumpuan!"

Sakura tercenung. Meskipun dia dan teman-temannya masih remaja, mereka betul-betul menyadari bahwa biaya pendidikan yang dikeluarkan orang tua mereka bila ditotal bisa membuat kepala berputar saking takjubnya.

Mata hijaunya kembali menekuri laptopnya. Sakura memutar otak, berpikir bagaimana cara menambah uang saku agar tidak terlalu membebani orang tuanya. Kerja sambilan? Sepertinya hal itu belum memungkinkan. Menemui jalan buntu, dia menghela napas sedih dan menggerakkan mouse, berniat melihat-lihat gambar lagi.

Saat itulah ada sebuah bohlam besar muncul di atas kepala permen karetnya.

Aha!

Sakura gadis cerdas. Barusan dia mendapat ilham. Konsekuensi dari apa yang akan dilakukannya? Belakangan!

Buru-buru gadis itu mengeluarkan ponselnya. "Ya, ini Sakura. Bisakah nanti aku mencetak foto di tempatmu? Kasih diskon, lho! Ya, ya!"

Sakura nyengir lebar. Dia mengerling ke arah Sasuke yang asyik ngobrol dengan Hinata. Yah, semoga berhasil! Batinnya.

Esoknya, bel istirahat kedua baru berdentang empat menit yang lalu ketika Sakura mendapati Sasuke tergopoh-gopoh kembali memasuki Lab MM. Hinata di belakang cowok itu, wajahnya bersemu merah.

"Sakura!" seru Sasuke, nadanya menunjukkan rasa murka yang luar biasa.

Sakura berjengit. Ino nyaris menjatuhkan bekalnya. Karin si Seksi hanya memutar mata.

"Ada apa, Sasuke? Tidak usah teriak segala," sergah Karin.

"Apa-apaan ini?" dengan geram Sasuke mengeluarkan dua buah foto dan menyodorkannya di bawah hidung Sakura.

"Sudah jelas, kan. Ini foto," jawab Sakura agak grogi.

"Wah, Sasuke Uchiha tidak tahu!" ledek Ino.

"Bukan itu," ujar Sasuke sedikit gusar. "Maksudku, kenapa foto-foto ini bisa ada di tangan anak kelas satu? Darimana mereka mendapatkannya?" berondong Sasuke. Wajahnya sedikit berwarna karena emosi, suaranya berat.

"B-benar, Sakura," ujar Hinata menimpali. Dia mengulang pertanyaan Sasuke.

Sakura berdehem. "Ehem! Begini, aku memang mencetak foto kalian yang di kamera sekolah kemarin," urai Sakura langsung. Menghadapi Sasuke tidak bisa dilakukan dengan bertele-tele.

"Kenapa?" tanya Hinata tak mengerti.

"Eh, untuk kami jual," jawab Sakura, sedikit merasa bersalah.

Sasuke hampir terbelalak. "Kau jual? Sakura, kau benar-benar keterlaluan!"

Hinata memang kaget ketika Sasuke mengacungkan dua foto di hadapannya. Satu foto mereka berdua, yang satu foto Sasuke sendiri. Itu gambar yang diambil Shikamaru dan Hinata kemarin di Lab MM.

Menyadari bahaya yang mengancam, Hinata buru-buru menenangkan Sasuke. Gadis berambut panjang itu menarik pundak Sasuke dan memegang lengannya. Para gadis menyaksikannya dengan iri, berharap merekalah yang (dalam imajinasi mereka) memeluk lengan kokoh itu.

"Biar Sakura menjelaskan semuanya dulu, Sasuke!" pinta Hinata. Ketika Sasuke masih tetap memicingkan mata karena marah, Hinata mengguncang lengannya.

Sasuke menunduk, memandang mata jernih Hinata. Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang panas gara-gara beredarnya foto itu. Dalam hati dia lega Hinata menahannya untuk tidak menyemburkan amarah lebih jauh. Tanpa disadari, pandangan mata hitamnya melembut.

"Baiklah, jelaskan sejelas-jelasnya," gerutunya. Dia mengikuti Hinata duduk di karpet, di hadapan trio gadis cantik itu.

Sakura memandang teman-temannya bergantian. Karin mengangguk, sedang Ino tidak jadi makan, meletakkan bekalnya dan mensupport sahabatnya.

"Begini, kau tahu kalau beberapa minggu lagi kelas kita mengadakan study tour ke Suna, kan?" Sakura melontarkan pertanyaan sebagai pembukaan.

Baik Sasuke maupun Hinata mengangguk.

"Kita butuh dana untuk itu. Terlebih, kas kelas kita butuh untuk diisi tiap minggu," jelas Sakura.

"Kas hanya membutuhkan sedikit uang," bantah Sasuke. Dahinya mengernyit. Dia menoleh pada Hinata, yang juga balik menatapnya penuh tanda tanya.

"Memang," Ino menyahut, setuju. Rambut emasnya bergoyang ketika dia mengangguk. "Tapi pengalaman di kelas sepuluh dulu, bukankah uang kas sering habis untuk fotokopi dan keperluan lain? Dari situ kami dapat ide untuk menjual foto kalian pada para fansmu."

Sasuke, yang normalnya tidak menunjukkan ekspresi yang berarti, detik itu juga membelalakkan mata kelamnya.

"Untuk menutup uang kas kau menjual foto temanmu sendiri?" sindir Sasuke pedas.

Walau agak jengkel, Hinata masih bisa menahan diri.

"Bukan hanya Sakura, kok," bela Ino. "Aku ikut andil."

"Aku juga. Aku mendukung idenya," Karin ikut vokal membela Sakura.

Sasuke menyisir rambut pantat ayamnya, sedikit frustasi. Menghadapi tiga setan berwajah malaikat memang tidak menyenangkan! Dia memandang Hinata, the true angel-nya.

Gadis itu kelihatan terpekur.

Barulah Sasuke teringat sesuatu. Hinata memiliki hati yang lembut dan perangai yang halus. Mendadak sasuke diserang ketakutan.

"Kenapa tidak meminta pendapat Sasuke dulu?" tanya Hinata pelan.

Sasuke sudah menduga hal ini.

"Kami khawatir dia tidak setuju," Karin mengibaskan jari lentiknya.

"Aku memang tidak setuju!" gerutu Sasuke lirih, namun cukup keras untuk didengar teman-temannya.

Roman Ino berubah. "Kalau begitu aku harus lebih keras lagi jualan bunga," keluhnya, nadanya sedih. Pendapatan keluarganya memang berasal dari bunga.

"Aku sungkan mau minta duit orang tua sebanyak itu," Sakura menambahkan. Posisinya dibuat selesu mungkin.

"Mungkin aku harus menjajakan kacamata door to door," sahut Karin. Orang tuanya bekerja di optik. Si drama queen ini bahkan mengeluarkan tisu dan membersit hidung.

"Bagaimana kalau aku menjajakan bunga di jalan sehabis sekolah?"

"Bukan ide yang buruk!"

"Kita berusaha cari uang tambahan, yuk!"

"Kau benar Sakura, ayo usaha lebih keras lagi."

Dialog-dialog bersahut-sahutan itu membuat Sasuke pusing sementara Hinata berkaca-kaca. Mereka memang dari keluarga mampu sehingga tidak perlu repot memikirkan cara mencari uang tambahan.

"Baiklah," ujar Hinata akhirnya. "Tidak apa-apa menjual foto kami."

Trio cewek itu langsung berjingkrak. "Trims Hinata, kau memang malaikat penyelamat kami," seru Sakura sambil memeluk Hinata.

"You're the savior," ujar Karin dramatis.

Sasuke memutar mata, menyesal dengan keputusan Hinata. Namun diam-diam dia sudah menebak jika Hinata tidak akan menolak jika alasan yang dikemukakan Sakura menyangkut hajat hidup orang lain. Jika bagi orang lain Hinata terlihat lemah dan mudah terharu, Sasuke melihat pacarnya sebagai orang berhati besar. Rasanya dia semakin menyukai gadis Hyuuga itu.

Lamunan indah Sasuke terputus ketika derap kaki menyerbu Lab MM terdengar semakin hebat. Cepat-cepat dia menyingkir.

"Kyaaa..Sakura-san, benarkah kami bisa membeli foto Sasuke-sama padamu?" teriak seorang gadis –yang tak diragukan lagi adalah fangirl Sasuke. Para gadis itu tak sungkan dengan kenyataan bahwa Hinata berada di antara mereka.

Sakura memasang wajah layaknya seorang pebisnis ulung. "Tentu," katanya manis.

"Bisakah kami membeli kaos bergambar Sasuke-sama?"

"Katanya kau bisa bikin pin bergambar macam-macam, kan?"

"Aku tidak kehabisan foto Sasuke-sama, kan?"

Sasuke terbelalak. Posisinya di belakang meja memang tersembunyi. Wajahnya semakin pucat mendengar tambahan sama di belakang namanya. Eh, bukan hanya itu yang membuat matanya nyaris keluar dari rongganya.

Benarkah tadi para fansgirl itu menyebut mug, kaos, foto, pin, dan lain-lain?

Karin tersenyum. Kacamatanya bersinar menakutkan. "Tenang saja," ujarnya dengan gaya profesional. "Kami menyediakan foto, pin up, mug, kaos. Sebut saja, kami pasti menyediakan."

"Wah, anak Multimedia memang hebat," puji salah seorang anak kelas sepuluh.

"Senpai, bisa tidak pesan kalender dengan gambar Sasuke-sama dan Hinata-sama?"

Wajah Hinata memucat.

"Apapun!" ujar Ino meyakinkan.

"Kyaaa…."

"Beneran bisa, kan, Senpai?"

"Hoho, jangan ragukan kemampuan kami, adik-adik! Pameran di sekolah lain kemarin kelas kami sukses menjual berbagai macam produk," kata Sakura berpromosi.

Para fansgirl itu bersorak riang.

"Tapi foto yang Senpai jual kemarin itu habis, ya?" tanya salah seorang gadis dengan khawatir.

"Kemarin hanya untuk promosi. Kalian bakal melihat yang lebih bagus lagi," janji Ino.

"Kyaaa.."

"Jangan ragu untuk memesan, agar tidak kehabisan!" seru Karin bersemangat.

Sasuke mengelus dada bidangnya.

Hinata memijit pelipisnya.

Sejauh mana kalian 'menjual' kami, batin dua sejoli itu merana. Sudah terlambat untuk menolak.

TBC

Fire's note: Awalnya saya berniat membuat cerita ini hanya one-shot. Tak dinyana jari-jari saya yang digerakkan oleh imajinasi, tahu-tahu sudah mengetik lebih dari 1900 kata. Karena saya tidak ingin membuat cerita dengan jumlah kata yang panjang, saya memotongnya sampai sini dulu. Mungkin chapter depan tidak akan sepanjang ini, kok, jangan khawatir.

Sampai jumpa!