MEET YOU AGAIN

Disclaimer : Naruto by Mashashi Kishimoto

Genre: Romantis, Drama, Slice of Life

Warning : AU, OOC, typo, alur maju-mundur, dll

Hope You Like It...

Happy Reading!

Chapter 01 – Bertemu Tiba-tiba

"Kebetulan? Atau... Takdir?

Hujan deras masih setia mengguyur kota Konoha petang ini. Matahari sudah menhilang sejak setengah jam yang lalu, kemudian di gantikan dengan gumpalan awan mendung yang bergerombol memenuhi langit. Membuat langit semakin menggelap sebelum waktunya.

Di salah satu minimarket dekat taman kota, seorang gadis berkuncir kuda nampak sibuk memindahkan beberapa buah kardus ke dalam gudang toko. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes melewati dahinya. Cuaca memang tidak panas, tapi tubuh gadis itulah yang kemungkinan panas.

"Hinata, jangan terlalu memaksakan diri jika kau kelelahan. Lihat wajahmu yang pucat itu." tegur pemuda berambut pirang panjang yang memakai seragam serupa dengan seragam yang dikenakan Hinata. Kebetulan pemuda itu sedang mengecek barang-barang toko dan tak sengaja matanya menangkap Hinata tengah keluar masuk gudang dengan kardus di tangannya.

Hinata –nama gadis itu- hanya tersenyum seperti biasa menanggapi kekhawatiran seniornya. Sudah menjadi tabiatnya untuk tidak membuat orang lain khawatir padanya, apalagi bergantung kepada mereka.

"Aku baik-baik saja, Deidara-san. Sebentar lagi pekerjaanku juga selesai." Katanya tanpa melihat ke arah Deidara, karena wajahnya yang tertutupi tumpukan kardus.

Deidara mendengus. "Kemarin-kemarin kau juga mengatakan hal yang sama. Tapi lihatlah kondisimu, Hinata. sejak pagi sampai malam kau terus bekerja, bekerja, dan bekerja. Padahal kau kan hanya dapat shift pagi sampai petang. Dan juga, kemarin Saara cerita padaku, bahwa kau hampir saja ambruk saat tengah bekerja. Apa itu benar?" celoteh Deidara panjang dan lebar.

Hinata tahu jika Deidara itu laki-laki yang kelewat cerewet saat berbicara dengan teman-temannya. Tapi baru kali ini Hinata mendengar dan melihatnya sendiri jika ternyata Deidara memang sangat cerewet.

Hinata menutup pintu gudang, lalu menguncinya

"Sungguh, aku tidak apa-apa, Deidara-san. Kau seperti kakakku saja."

"Heh? Tadi kau bilang apa?"

"Oh, bukan apa-apa. Lupakan saja perkataanku barusan, hehe."

Entah apa tanggapan Deidara jika mendengar perkataan Hinata yang menyamakan dirinya dengan kakaknya yang super protektif itu.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai, Hinata?" tanya Deidara kembali.

Hinata mengangguk.

"Iya, semua kardus-kardus itu sudah ku masukkan semua ke dalam gudang, Deidara-san. Pintu gudangnya juga sudah ku kunci, dan ini kuncinya." Hinata menunjukan sebuah kunci kecil di tangannya, lalu meletakkan kunci itu di atas meja kasir.

"Seperti biasa kau selalu mengerjakan hampir semuanya." Deidara menghela nafas sebentar.

"Pulanglah, Hinata. Lihat, hujan sudah mulai berhenti. Biar aku dan Sasori yang menyelesaikan sisanya." Sambung Deidara.

"Apa perlu ku bantu, Deidara-san?"

Deidara menggeleng cukup keras.

"Tidak, tidak, tidak. Kau pulanglah ke rumahmu, Hinata. hari sudah hampir malam, dan kau juga butuh istirahat. Dan sekali lagi jangan membantah, Hinata. ini perintah. Kau harus tahu itu."

Hinata menggidikan bahunya, kemudian tersenyum kecil pada Deidara.

"Baiklah, apa boleh buat jika kau telah mengusirku. Aku akan pulang. Sampai jumpa, Deidara-san."

Hinata menenteng tas kecilnya yang bewarnya biru, kemudian melangkah ke arah pintu keluar. Namun baru beberapa langkah, ia membalikan tubuhnya kembali.

"Oh ya, kau juga cepatlah selesaikan pekerjaanmu, Deidara-san. bekerja sampai larut malam tidak baik bagi kesehatanmu." Tutur Hinata kepada Deidara. Deidara tertawa kecil disertai dengusan.

"Ku rasa, kalimat itu lebih cocok untuk dirimu sendiri. Sudahlah, cepat sana pulang!" kata Deidara dengan nada marah yang di buat-buat. Membuat Hinata terkikik.

"Iya, iya."

Meskipun terkenal cerewet, tapi Hinata sangat senang bisa mengenal Deidara. Keramahan, serta kepedulian pemuda itu, telah membuat Hinata menganggap Deidara seperti kakaknya sendiri.

Seperti biasa, setelah pulang bekerja Hinata selalu menunggu bus langganannya di halte yang terletak tak jauh dari minimarket tempatnya mencari nafkah. Hujan memang tak sederas petang tadi, tapi tetap saja udara masih terasa begitu dingin bagi yang merasakannya secara langsung. Contohnya Hinata. Sial baginya hari ini, karena lupa membawa jaket ungu tebal kesayangannya. Sehingga, mau tak mau ia harus terus menggosok kedua telapak tangannya guna mendapatkan sedikit kehangatan.

"Ku dengar, ada kecelakaan beruntun di Km.10 sore tadi."

Sayup-sayup, Hinata mendengar percakapan orang-orang yang juga duduk di halte itu. Apa? Kecelakaan?

"Ya, katanya, salah satu penyebabnya karena hujan deras seharian ini. dan aku dengar juga, sepanjang malam nanti, jalan akan di tutup dan berakhir dengan macet total."

"Benar. Semua kendaraan, entah itu besar atau kecil, tak ada satupun yang dapat lewat."

Km. 10. Itu artinya tak jauh dari jalan Hinata berada saat ini. Oh, jangan bilang jika ini adalah salah satu kesialannya yang lain. Sudah kedinginan, di tambah tak dapat bus gara-gara macet. Ya Tuhan...

"Hinata?"

Hinata berjengit. Sekarang apa ini? jangan bilang jika Hinata tengah berhalusinasi sendiri. Berharap ada seseorang yang mengenalinya, kemudian memanggilnya, lalu mengantarkannya pulang. Ya ampun, bahkan Deidara dan Sasori yang menjadi satu rekan kerjanya pun entah sudah pulang atau tidak. Bagi mereka yang notabennya laki-laki, tidur di toko pun tak menjadi masalah.

"Hinata? kau Hinata 'kan?"

Dan.. ini juga apalagi? Sekarang muncul sosok tinggi bercelana hitam, berjaket hitam, berhelm hitam, serta bermasker hitam tengah berjalan menghampiri tempatnya duduk. Sosok tersebut terlihat sangat dan sangat mencurigakan –menurut Hinata. Tapi wajar bila Hinata menyebutnya begitu. Lihat saja penampilan yang serba hitam dari ujung bawah sampai ujung atas.

"S-siapa kau?" tanya Hinata sedikit bergidik ngeri dan menggeser sedikit posisi duduknya untuk menjauhi orang aneh ini.

"Kau tak mengenaliku? Ini aku! Masa kau lupa denganku ?!"

'tentu saja aku tak mengenalmu, baka. Bagaimana aku mengenalimu jika kau menutup wajahmu seperti itu. dasar orang aneh.' Gerutu Hinata sebal dalam hati.

'Tapi, suara ini.. sepertinya aku pernah tahu suara ini. Tapi siapa ya?"

Seolah menjawab gerutuan dan pertanyaan Hinata yang tak langsung, sosok yang tengah berdiri di depan Hinata tersebut mulai melepas masker dan helm hitamnya. Dan terpampanglah dengan jelas rupa serta bentuk rambut dari sosok tersebut.

"Jadi, apa kau sudah mengingatku, kucing kecil?"

Hinata membeliakkan matanya begitu melihat wajah yang awalnya tertutupi segala benda hitam itu tadi. Rambut durian itu. Kumis kucing itu. Aa.. tentu saja Hinata masih mengingatnya.

"N-naruto-k-kun?" lirihnya pelan dan terbata. Sungguh ia tak menyangka akan bertemu dengan pemuda ini kembali.

"Haha.. akhirnya kau mengenaliku juga." pemuda itu menyengir, menampilkan deretan gigi-giginya yang bewarna putih layaknya model iklan pasta gigi.

Hinata tak tahu apakah ini salah satu kesialannya yang lain atau justru menjadi salah satu keberuntungan di balik kesialan yang ia dapat, Hinata sama sekali tidak tahu. Ia bahkan tak bisa menebak apakah ini suatu kebetulan atau takdir dari Tuhan. Semuanya terjadi begitu saja dan begitu tiba-tiba.

Ya, bertemu dengan teman sebangkunya di SMA dulu.

TBC

Catatan Penulis :

Sebelumnya, perkenalkan saya author baru di sini. Dan ini juga fanfic pertama saya di dunia FFN.

Berhubung saya sudah kelas 3 SMA, dan sebentar lagi juga ujian, saya nggak bisa memastikan kapan saya akan update cerita. Maaf ya...

Sekian dulu dari saya.

Terima kasih?

Mind to Review?