Authoress' Notes: Chapter two is in English :)

Standard disclaimer applied for both chapters.


Bagian I -Gaara- Dream

"Hei, jangan sedih. Kamu ga sendirian kok, kan ada aku. Kita temen kan." Gadis kecil itu melemparkan seulas senyum ramah kepadanya. "Nama kamu siapa?" gadis itu bertanya.

Apa ini? Apakah ini mimpi? Apakah ini kenangan yang terlupakan?

Gaara melihat dirinya yang dulu masih kecil duduk sendiri di ayunan miliknya memeluk boneka beruang kesayangannya. Tapi siapa gadis kecil itu? Gadis yang bersikap ramah padanya, gadis kecil yang mengucapkan kata-kata manis nan indah itu. Teman? Apakah dulu ia memiliki teman? Jika ya ia pasti ingat. Tapi siapa gadis itu?

Gaara kecil ragu-ragu untuk menjawab. Kalau gadis ini tahu siapa dirinya, ia pasti tidak mau bermain dengannya. Gaara kecil bermaksud diam saja tetapi senyum ramah gadis itu membuatnya menyerah. "Rei. Namaku Rei*."

-000-

BRAK. "GARAAAA! WAKTUNYA BANGUN!" suara pintu yang dibuka dan diikuti suara Kankurou membangunkan Gaara dengan seketika. Apakah ia harus dibangunkan dengan cara yang sama setiap hari? Bukan masalah jika Temari membangunkannya, tapi kenapa harus Kankurou?

Semenjak Gaara bisa tertidur dengan lelap, ia selalu bangun disiang hari sampai-sampai ia harus dibangunkan oleh Temari atau Kankurou. Mereka membiarkannya untuk dua atau tiga hari tapi mereka bilang ia juga harus ingat pada tugasnya. Kankurou dan Temari tidak salah, tapi apa salah bagi Gaara untuk menikmati nyamanya tidur?

Gaara hanya menghela nafasnya dan mulai beranjak dari tempat tidurnya. Kankurou sudah menunggu dengan tangan yang dilipat didepan dada.

-000-

Sekarang Gaara melihat dirinya dan gadis kecil itu bermain pasir bersama. Ia melihat wajahnya sendiri. Begitu riang dan tersenyum dengan lebar. Apakah dulu ia pernah tersenyum seperti itu? Begitu banyak kegiatan, begitu banyak tawa dan canda, begitu banyak keceriaan didiri Gaara kecil.

'Rei-kun Rei-kun lihat! Coba tebak aku membuat apa.' Gadis kecil itu tersenyum dengan lebar. Ia membuat sebuah gundukan besar dengan beberapa gundukan yang terlihat jauh lebih kecil dibandingan gundukan besar itu.

'uumm… batu?' Gaara kecil mencoba untuk menjawab. Ia tidak tahu apa yang dibuat teman kecilnya. Hanya beberapa buah gundukan pasir yang tidak membentuk apapun.

Gadis kecil itu memajukan bibirnya yang mungil kedepan. 'Buuukaaaaan.. yang besar ini rumah kita!' ujarnya seraya menunjuk satu gundukan yang paling besar 'Yang ini tou-san, Hana-chan dan Neji-nii-chan.' Ia menunjuk pada tiga gundukan kecil yang berdekatan.

'Lalu yang itu apa?' Gaara kecil bertanya seraya menunjuk dua buah gundukan yang tersisa. Gaara dewasa mendapati dirinya penasaran dengan jawaban gadis itu.

Jika apa yang ia lihat adalah kenyataan yang telah ia lupakan, dapatkah ia menemukan gadis itu kembali? Apakah gadis itu masih mengingatnya? Mungkin tidak. Gaara saja lupa, apa jaminannya gadis itu tidak akan tupa?

'Itu aku sama Rei-kun.' Gadis itu menjawab dengan cerianya. Mereka? Heh. Gadis kecil yang lucu.

-000-

"Gaara." Gaara mendengar seseorang memanggil dirinya. "Gaara!" ia merasakan orang itu menggoyangkan tubuh Gaara yang masih berbaring. "SABAKU NO GAARA! BANGUN SEKARANG JUGA!"

"Ugh. Temari. Kau tidak perlu berteriak."

"AKU TIDAK AKAN BERTERIAK JIKA KAU SUDAH BANGUN DARI TADI!" Temari menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Adiknya yang satu ini entah sejak kapan menjadi seperti binatang yang tengah hibernasi. "Cepat turun. Kankurou sudah menunggu di meja makan. Wakil dari Konoha juga akan datang sebentar lagi." Dengan itu Temari pun meninggalkan kamar Gaara dan bergegas ke akademi.

-000-

Seperti yang Temari katakan, Gaara mendapati Kankurou sedang memakan sarapannya. Gaara pun duduk dan memakan makanannya sendiri.

"Kankurou." Gaara bermaksud memulai percakapan. Ada hal yang ingin ia tanyakan. Ia harap Kankurou tidak akan tertawa dan dapat membantunya. "Aku ingin bertanya. Apakah sebuah mimpi merupakan ingatan yang telah kita lupakan?"

Pertanyaan Gaara membuat Kankurou tersedak. Ia sangat terkejut dengan pertannyaan adiknya itu. Ia tidak menyangka bahwa Gaara akan bertanya tentang sesuatu yang… sulit, rumit dan tidak diketahui faktanya. "Kenapa kau bertanya tentang hal seperti itu?"

"Jika kau tidak akan menjawab, katakan saja terus terang!"

"Hei hei, ga usah marah adikku sayang. Aku akan menjawabnya."

"Lalu apa?" Gaara mulai tidak sabar dengan kakaknya itu. Apakah ia harus menggodanya dulu untuk menjawab satu buah pertanyaan?

"Mungkin."

Hening. Tidak satu suarapun yang terdengar. Kankurou hendak meneruskan sarapannya ketika Gaara memintanya untuk memberi penjelasan. Kankurou hanya menghela nafas. Susah juga mempunyai adik yang masa pubertas dan masa ingin tahunya telat.

"Dengarkan baik-baik adikku tersayang, banyak teori tentang mimpi. Ada yang bilang mimpi itu sebuah pertanda**, ada yang bilang mimpi itu adalah sebuah wujud dari keinginan pemimpi yang terpendam atau yang sangat diidam-idamkan***, kita tidak tahu. Mungkin bisa juga seperti yang kau bilang. Bahwa mimpi itu merupakan wujud atau pecahan dari kejadian atau ingatan yang telah kau lupakan. Kenapa kau bertanya?"

"Apakah kita dapat bermimpi tentang seseorang yang tidak kita ketahui?"

'Ohoho… menarik. Apakah Gaara bermimpi tentang seorang wanita?' rasa ingin tahu Kankurou tentang mimpi Gaara menjadi semakin besar. "Tidak. Orang yang kita mimpikan biasanya seseorang yang pernah kita temui didalam hidup kita****. Kenapa kau bertanya tentang hal seperti itu Gaara? Apakah kau bermimpi tentang hal menarik? Kau dapat menceritakannya padaku."

Gaara beranjak dari tempat duduknya "Kankurou, tumben kau tahu mengenai hal seperti ini." Dan dengan itu, ia pun pergi menuju kantornya.

"HEI! MANA TERIMA KASIHNYA?" tetapi teriakannya itu hanya disambut bengan lambaian tangan Gaara. "Adik menyebalkan." Dengus Kankurou.

-000-

Gaara menyadari bahwa dirinya yang sekarang berada di tempat Gaara kecil seharusnya berada, dihadapan gadis kecil itu. Gadis itu menundukkan kepalanya, menangis. Apa yang terjadi? Gaara dewasa tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya berdiri dan memperhatikan gadis itu. Ia tidak dapat melihat gadis itu secara jelas. Ia pikir dengan berdiri dihadapan gadis itu ia dapat melihat wajahnya dengan jelas tetapi ia hanya dapat melihat rambutnya saja. Rambut pendek berwarna indigo.

'R-Rei-kun *hik* j-janji k-kan g-ga a-akan *hik* l-lupa s-sama a-aku' Gaara dewasa tidak dapat berkata-kata. Ia bahkan tidak tahu apa yang akan dirinya sewaktu kecil akan katakan.

'Siapa? Kamu siapa? Apa kita saling kenal?' Gaara mencoba untuk bertanya tapi gadis kecil itu hanya berdiri diam. Ia memperlihatkan senyumnya yang manis tetapi terlihat seperti dipaksakan dan ada kesedihan didalamnya.

'A-aku juga g-ga akan l-lupa ke R-Rei-kun. N-nanti k-kita m-main lagi ya.' Gadis itu kini memperlihatkan senyumnya yang tulus.

'Hei, kamu siapa? Setidaknya beritahu namamu!' Gaara berharap gadis itu dapat mendengar suaranya. Ia ingin tahu siapa gadis itu. Gaara memiliki perasaan bahwa ia pernah bertemu dengan gadis itu. Tapi dimana? Yang ia tahu gadis ini mungkin saja kenalan Hyuuga Neji. Ia pernah mendengar gadis itu menyebutkan nama Neji.

'Ayo kita membuat sumpah persahabatan! Sebutkan nama, lalu bilang bahwa kita akan menjadi teman selamanya!' Gadis itu mengusulkan dengan wajah ceria dan senyum lebar. 'Aku duluan ya! Aku,…..'

-000-

Suara langkah kaki mulai terdengar menuju kamar Gaara. BRAK! "GAARAAAA! BA—Oh." Kankurou terkaget melihat Gaara sudah terbangun ditempat tidurnya. Wajahnya menunjukan kekesalan. Apakah ini salah Kakurou? Sepertinya bukan.

"Wakil dari Konoha sudah datang sejak kemarin. Mereka berada di penginapan untuk istirahat dan sudah siap untuk bertemu denganmu. Temari ingin kau segera menemui mereka."

Gaara menghela nafasnya dan mulai bersiap-siap. Kankurou memerhatikan segala gerak-geriknya. Gaara keluar dari kamarnya dan memasang wajahnya yang biasa, tetapi raut kekesalan masih dapat terlihat dari wajahnya. Kenapa ia harus terbangun disaat gadis kecil itu hendak menyebutkan namanya? Sangat menyebalkan. Gaara melangkahkan kakinya untuk menemui wakil dari Konoha. Wakil yang membawa calon istrinya.


Bagian II -Hinata-Illusion

'Hinata-chan! Jangan lupa datang lagi ke Suna! Aku akan selalu menunggumu' anak laki-laki itu melemparkan seulas senyum kepada Hinata.

Hinata bangun seketika. Siapa anak laki-laki yang ada dimimpi Hinata? Apakah seorang teman yang terlupakan? Kenapa ia memiliki perasaan bersalah dalam hatinya? Apa yang telah ia lakukan kepada anak laki-laki itu?

Hinata tidak dapat berhenti memikirkan tentang anak itu. Ia bertekad untuk menemukan siapa anak kecil itu. Tapi apakah bisa? Yang ia tahu hanyalah warna mata anak itu dan namanya. Apakah ada orang bernama Rei di Suna? Ia harus mencari tahu secepatnya atau Hinata bisa menjadi gila. Ia ingat bahwa anak laki-laki itu dulunya tidak punya teman dan selalu sendirian tetapi Hinata malah meninggalkannya. Rasa bersalah yang berada didiri Hinata dewasa tidak pernah hilang, bahkan rasa bersalah itu semakin bertambah semenjak dirinya sadar bahwa ia sempat melupakan teman kecilnya itu.

'Aku harus menemukannya. Aku harus meminta maaf padanya. Tapi bagaimana? Masihkah ia mengingatku?'

-000-

Hinata hendak berlatih ditempat biasanya. Pagi itu udara sangat dingin, cocok untuk berlatih untuk menghangatkan badan. Belum banyak orang yang melakukan kegiatan. Tiba-tiba Hinata melihat sebuah bayangan dikejauhan. Seorang anak kecil sedang berdiri disana. Hinata pun mendekati anak itu. Takut kalau-kalau anak itu sakit atau tersesat.

Apa yang dilihatnya membuatnya terkejut. Apakah itu Rei? Sedang apa dia disana? Hinata tidak dapat berkata-kata. Seluruh tubuhnya serasa mati rasa. Anak kecil itu mulai mendekat. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah Hinata lari?

"Nee-chan." Hinata mulai tersadar. Anak yang mendekatinya bukanlah Rei. Tentu saja bukan. Apa yang ia pikirkan? Mana mungkin Rei yang seumuran dengannya masih seperti anak kecil?

Hinata melemparkan senyum ramah kepada anak itu "Apakah kau tersesat?"

"T-tidak. Aku sedang menunggu ibuku, tapi nee-chan melihatku terus, jadi aku sedikit risih. Apa nee-chan mengenalku?"

"Tidak. Maaf, aku kira kau adalah anak yang kukenal."

Dari kejauhan tampak seorang wanita membawa kantung belanja, mungkin ibu anak itu. Anak itu pun berlari menghampiri ibunya dan meninggalkan Hinata. Sungguh konyol bagi Hinata untuk melihat Rei ditempat anak itu.

-000-

"—ta, Hinata!" Kiba berusaha memanggil rekan setimnya. Hinata seakan berada didunia lain. Ini kali pertama Kiba melihat Hinata seperti itu. Apa yang terjadi sehingga membuat temannya itu menghiraukan keberadaan Naruto disampingnya?

"Hinataa-chaaan~ jahat sekali kau melupakan temanmu." Naruto mencoba untuk menarik perhatian Hinata.

'Jahat sekali kau melupakan temanmu' kata-kata itu terus berulang didalam kepala wanita Hyuuga itu. 'Jahat sekali…' ia dapat melihat wajah kecil Rei '…kau melupakan temanmu.' Suara Rei mulai terngiang dipikirannya.

"Mm-maaf.." gumaman Hinata menarik perhatian Naruto dan Kiba. "MAAFKAN AKU REI-KUN!" Hinata tiba-tiba berteriak dan bersujud. Naruto yang berada disampingnya dan Kiba yang berada dihadapannya sangat terkejut dengan sikap dan perkataan Hinata.

"Hi-Hinata-chan, kau tak perlu bersujud." Kiba berusaha mengembalikan Hinata ke posisi duduknya.

"Be-benar Hinata-chan. Ka-kami memaafkanmu." Naruto mencoba membantu.

"Eh? Naruto-kun? Kiba-kun? Kalian sedang apa?"

Pertanyaan Hinata membuat kedua temannya itu bingung sekaligus terkejut. Apakah Hinata baik-baik saja? Pasti ada sesuatu yang tidak beres.

"Hinata-chan, siapa itu Rei?" pertanyaan Naruto membuat Hinata terkejut. Darimana Naruto tahu tentang Rei?

"Jika orang ini menyakiti atau menganggumu katakana saja padaku dan Naruto. Kami pasti akan menghajarnya" Kiba mencoba untuk meyakinkan dan menenangkan Hinata. Naruto pun mengiyakan kata-kata Kiba dengan anggukan.

"A-ahaha… tidak apa-apa kok. Kalian tidak usah khawatir."

-000-

"Hallo Hinata. Tumben kau datang kesini sebagai pasien." Sapa Sakura.

Hinata hanya menghela nafasnya. Ia tidak tahu apakah konsultasi pada Sakura adalah hal yang baik. Bisa saja ilusi yang ia alami hanyalah akibat dari stress dan banyaknya pikiran dalam otaknya. Tapi jika ini terus berlanjut, Hinata tahu ini pasti akan membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Contohnya adalah Neji, Hinata pernah memeluk Neji sambil menangis dan meminta maaf karena mengira Neji adalah Rei. Ayahnya yang melihatnya langsung menghajar Neji. Tentu saja Neji tidak bisa melawan.

Hinata tahu hubungannya dan ayahnya memang sudah menjadi jauh lebih baik, tapi jika 'penyakit' Hinata tidak segera disembuhkan, ia tidak tahu siapa yang akan menjadi korban dan jika mengingat tugasnya yang harus segera ia laksanakan di Suna, ia takut jika nanti malah akan merepotkan orang-orang di Suna.

"Sebenarnya aku punya masalah. Aku kerap melihat sesuatu sebagai seseorang dan jika ada orang yang berbicara padaku dan jika kata-katanya mengacu pada sesuatu maka bayangan dan suara orang itu akan muncul dihadapanku seolah-olah dia itu nyata. Tidak, itu bukan genjutsu, jika ya maka orang yang melakukan genjutsu itu akan terlacak olehku." Hinata mulai menjelaskan. "Apakah mungkin bahwa yang aku alami ini hanyalah sebuah ilusi?"

"Mungkin. Apakah kau punya rasa bersalah pada orang itu? Kau tahu kan kalau ilusi dapat terjadi akibat adanya rasa takut dan perasaan bersalah yang besar, sehingga rangsangan yang diterima oleh panca indera ditafsirkan dengan salah oleh otak*****."

"Aku tahu itu Sakura-chan, tapi jika begini terus aku bisa gila. Aku harus mengakhirinya sebelum aku berangkat ke Suna. Jika masih begini terus, perjalanan ke Suna akan sangat terhambat."

"Sebenarnya apa masalahnya? Apakah ini berhubungan dengan Naruto?"

"Bukan. Ini mengenai seorang anak laki-laki. Ia temanku saat aku mengunjungi Suna sewaktu aku masih kecil. Ia selalu sendirian, karena itu aku menjadi temannya."

Sakura pun terkejut. Satu-satunya orang yang ia tahu di Suna yang selama masa kecilnya sendirian adalah sang Kazekage. Apakah mungkin? Sakura sangat ingin tahu, maka dari itu iapun memberanikan diri untuk bertanya pada Hinata apakah anak laki-laki yang dimaksudnya adalah Gaara atau bukan.

Hinata menggeleng. "Nama anak itu bukan Gaara, tapi Rei. Hanya warna matanya saja yang sama dengan Kazekage."

"Hinata, mungkin kau bisa mencari tahu tentang anak itu saat kau tiba di Suna. Dengan bantuan Gaara, pasti tidak akan sulit untuk mencarinya, ya kan?"

Hinata memberi senyum terima kasihnya pada Sakura. Untung saja ia datang hari ini untuk berkonsultasi.

"O ya, ngomong-ngomong kapan kau pergi ke Suna?"

"Besok."

"Secepat itu? Kau harus hati-hati! Jangan sampai ilusimu itu membahayakan orang di perjalanan."

Hinata hanya tersenyum dan tertawa mendengar nasihat temannya itu. Wanita Hyuuga itupun menanyakan kepada Sakura jika ada pasien yang bisa ia bantu, karena hari ini adalah hari terakhir Hinata menjadi ninja medis di rumah sakit Konoha, maka ia tidak mau menyia-nyiakan waktunya dan ia berharap kesibukannya hari ini dapat melupakannya sejenak pada ilusi yang selalu datang.


Bagian III – Gaara dan Hinata – Reality

Udara Suna yang panas membuat Hinata ingin melepas jaket dan celana panjangnya. Sekarang ia mulai mengerti kenapa Temari memakai pakaian seperti itu. Hinata yakin jik ia akan tinggal disini, ia harus mengubah cara berpakaiannya. Mungkin menggunakan kimono yang tidak terlalu tebal akan sangat nyaman. Tapi, hal yang akan ia lakukan pertama kali adalah berendam. Membayangkannya saja sudah membuat Hinata kegirangan.

Dikejauhan Kankurou terlihat sedang menunggu mereka. Hinata tidak habis pikir kenapa Kankurou dapat mengenakan pakaian seperti itu di udara sepanas ini.

"Selamat datang di Suna!" Kankurou menyapa mereka dengan gembira. Ia, yang entah bagaimana dapat berteman baik dengan Kiba merasa senang ketika melihat sahabatnya itu. Kiba memberinya seringaian lebar, Neji hanya menganggukan kepalanya sedikit, Hinata memberinya seulas senyum, sedangkan Shino hanya diam saja. "Bagaimana kalau sekarang kalian istirahat dan bersenang-senang di Suna? Aku akan membawa kalian ke tempat makan enak!"

"Bagus! Aku suka usulmu Kankurou! Kami kelaparan. Bukankah begitu Akamaru?" jawab Kiba tak kalah riang dan bersemangat. Akamaru pun menjawab dengan gonggongan riang.

"Kiba, Kankurou, kita harus bertemu dengan Kazekage-sama untuk membicarakan hal penting itu." Shino berusaha menjelaskan. Tetapi kedua sahabat itu kini sudah berjalan mendahului mereka. Neji, Hinata dan Shino tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti mereka.

-000-

Saat melewati sebuah taman, Hinata tiba-tiba berhenti berjalan. Bayangan dua anak kecil terlihat dimatanya. Suara tawa mereka dan suara isak tangisnya mulai terdengar ditelinganya.

'Rei-kun Rei-kun lihat! Coba tebak aku membuat apa.' Gadis kecil itu tersenyum dengan lebar. Ia membuat sebuah gundukan besar dengan beberapa gundukan yang terlihat jauh lebih kecil dibandingan gundukan besar itu.

-000-

'Rei-kun, b-boleh a-aku p-peluk b-bonekanya?' gadis kecil itu bertanya malu-malu.

-000-

'Rei-kun lihat! Ini makanan kesukaanku. Ayo Rei-kun coba!'

-000-

'Hina-chan lihat apa yang aku buat!' anak laki-laki itu memperlihatkan pasir yang berbentuk sama seperti boneka yang selalu dibawanya. Hinata kecil tersenyum terkagum-kagum.

-000-

Hinata kecil terisak. Ia akan meninggalkan Suna dan kembali ke Konoha besok. Ia harus meninggalkan temannya.

'Ayo kita membuat sumpah persahabatan! Sebutkan nama, lalu bilang bahwa kita akan menjadi teman selamanya!' Gadis itu mengusulkan dengan wajah ceria dan senyum lebar. 'Aku duluan ya! Aku,Hyuuga Hinata, bersumpah tidak akan melupakan Rei-kun selamanya, akan menjadi teman baik dan akan selalu ada untuk Rei-kun dan suatu saat kita pasti akan bertemu kembali. Ayo sekarang giliranmu!'

-000-

Neji dan Shino yang berjalan disamping Hinata ikut berhenti. Mereka mencoba untuk memanggil namanya tetapi wanita Hyuuga itu tidak menyaut. Ia seakan berada didunia lain. Kiba dan Kankurou yang berjalan lebih dulu mulai menghampiri mereka. Kekhawatiran mulai terlihat di wajah mereka berempat.

Hinata tetap tidak bergeming. Ia seakan berubah menjadi patung. Dan tiba-tiba dan tanpa peringatan Hinata pun jatuh pingsan. Neji langsung menangkapnya sebelum ia jatuh ke tanah.

"Aku akan membawa Hinata-sama ke penginapan. Kalian pergilah, tidak usah khawatir. Mungkin Hinata-sama hanya terlalu capek." Neji mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri yang khawatir.

"Hei Neji, apakah ini ada kaitannya dengan orang bernama Rei itu?" Kiba bertanya dengan nada khawatir. Kankurou yang tidak tahu menahu tentang keadaan Hinata bertanya kepada Kiba.

"Kankurou, bisakah kau membantu kami?" Shino membuka mulutnya untuk yang pertama kali.

-000-

"Kankurou, kau sedang apa?" Gaara yang baru pulang dari tugasnya terkejut ketika melihat kakaknya dan beberapa kagebunshin dikelilingi oleh beberapa tumpukan kertas.

Temari yang sedang membaca majalah menjawab pertanyaan Gaara "Ia sedang mencari seseorang. Katanya untuk membantu teman."

"AH!" seruan Kankurou mengejutkan kedua saudaranya "Gaara! Kau kan Kazekage, kau pasti hapal seluruh ninja dibawah pimpinanmu kan?" Gaara hanya mengangguk. "Apakah ada seorang ninja bernama Rei yang memiliki mata berwarna hijau?"

Gaara berfikir sejenak tetapi tidak ada ninja yang Kankurou sebutkan didalam pikirannya. "Kenapa kau bertanya Kankurou? Mungkin saja orang itu hanya warga biasa."

"Tidak. Aku sudah melihat semua data penduduk tetapi tidak ada satupun dengan nama Rei."

"Hei, bukankah ada orang dengan nama Rei?" Temari mulai ikut dalam percakapan. Kedua adiknya hanya melihat bingung kearahnya. Terkadang ia bingung kenapa adiknya bisa berubah menjadi orang bodoh. "Lupakan! Beritahu aku jika kalian sudah ingat!"

Kankurou menyerah. Satu-satunya orang yang bisa membantunya hanya Temari.

Gaara masih berfikir. Dimana ia pernah mendengar nama itu?

-000-

"Maaf. Aku tidak bisa menemukan orang yang bernama Rei itu." Kankurou meminta maaf kepada kelima orang Konoha yang ada diruangan.

"Tidak perlu minta maaf Kankurou-san. Terima kasih sudah membantu kami mencari, lagipula mungkin saja orang itu sudah tidak ada di Suna." Hinata melemparkan seulas senyum tulus kepada Kankurou.

"Hinata-chan…" Kankurou melihat kearah Hinata dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan. "Kau baik sekali Hinata-chan. Beruntung sekali aku mempunyai adik sepertimu. Kau tidak seperti adikku yang lain yang tidak sopan dan tidak lucu." Kankurou mengatakan hal itu sambil memeluk Hinata. Wanita Hyuuga itu hanya bisa tertawa kaku sedangkan ketiga pria Konoha ingin sekali menghajar Kankurou.

Tiba-tiba Kankurou merasakan sesuatu memukul kepalanya dengan keras. Temarilah yang mumukul kepalanya menggunakan kipasnya. "Jangan sembarangan memeluk Hinata-chan." Hinata mengeluarkan nafas lega setelah melihat Temari. Ia adalah satu-satunya wanita Suna yang Hinata kenal. Karena Temari juga sering ke Konoha, maka wanita itu sudah seperti teman baiknya, walaupun ia kadang-kadang suka bertengkar dengan Ino.

"Hinata-chan, tidak perlu kaku dan cemas. Aku tidak tahu mengenai para petinggi Suna tapi setidaknya Gaara tidak akan menggigit." Entah Hinata harus senang atau tambah khawatir karena perkataan Temari.

-000-

Diluar dugaan, pertemuan berjalan dengan lancar. Para petinggi Suna tidak banyak berkomentar mengenai calon yang dikirim Konoha. Entah kenapa Gaara memiliki perasaan bahwa ia pernah bertemu dengan Hyuuga itu. Jauh sebelum ujian chunnin.

"Anda memanggil saya, Kazekage-sama?" lamunan Gaara terbuyar dengan kedatangan Neji.

"Tidak perlu terlalu formal, Neji. Aku memanggilmu kesini bukan untuk urusan kenegaraan." Kata-kata Gaara membuat Neji sedikit bingung. Apakah ini mengenai Hinata? Apakah ia tidak setuju dengan Hinata? Apakah ia ingin mengembalikan Hinata ke Konoha? Jika ya, entah Neji harus marah atau senang.

"Ada yang ingin kutanyakan." Anggukan Neji menandakan Gaara dapat melanjutkan perkataannya. "Apakah waktu kau kecil kau dan keluarga Hyuuga pernah berkunjung ke Suna untuk waktu yang agak lama?" pertanyaan Gaara membuat Neji terkejut untuk yang kesekian kalinya. Neji hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan sang Kazekage.

"Apakah kau bersama seorang gadis kecil? Brambut pendek berwarna indigo?"

Neji terdiam. Apakah Gaara sedang membicarakan tentang Hinata? Tetapi ia bertanya tentang Hinata kecil. Bukan Hinata dewasa. "Pada masa kecilku, hanya ada dua orang yang aku kenal yang berambut indigo, dan hanya sekali aku ke Suna dengan orang itu." Jawaban Neji membuat Gaara menjadi tidak sabar. Tak bisakah ia langsung memberi tahu nama gadis kecil itu? "Orang itu adalah ibu Hinata-sama dan orang yang kedua adalah Hinata-sama sendiri. Kenapa kau ingin tahu?"

Hinata? Gadis kecil dalam mimpinya adalah Hinata? Rupanya takdir senang sekali bermain dengan Gaara.

-000-

Hinata menghela nafasnya yang panjang. Ia sudah bertanya ke penduduk tentang orang yang bernama Rei tetapi tidak ada satu orangpun yang mengenalnya. Bahkan Baki tidak tahu.

"Hei, sedang apa kau disini?" Hinata melihat Temari berdiri dihadapannya. "Jika kau punya masalah, katakan saja. Mungkin aku bisa membantumu." Temari berkata seraya duduk di ayunan disebelah Hinata.

"Aku sedang mencari seseorang."

"Apakah ia seorang pria?" Hinata mengangguk. "Ya ampun Hinata! Kau sudah menjadi tunangan Gaara dan kau masih mencari pria lain? Pikirkan perasaan Gaara, Hinata!"

"B-bukan s-seperti i-itu! D-dia t-teman ma-masa ke-kecilku!"

Temari tertawa keras, membingungkan Hinata. "Tenang saja. Aku hanya bercanda. Kau terlalu serius Hinata."

"Ti-tidak l-lucu Te-Temari-chan."

Temari tertawa lagi. "Siapa namanya?"

"Rei." Jawab Hinata. Jawaban Hinata membuat Temari terkejut. Jadi, teman yang dibantu Kankurou itu adalah Hinata? Kankurou dan Gaara akan sangat terkejut jika mereka mengetahui hal yang Temari ketahui. Ketika Temari hendak menjawab, Gaara muncul dihadapan mereka, mengejutkan mereka berdua.

"Aku ingin bicara dengan Hyuuga-san." Pinta Gaara. Dengan itu Temari pun beranjak pergi. Mencari tempat untuk mengintip adiknya.

-000-

"Apa yang ingin Kazekage-sama bicarakan?" tanya Hinata dengan sopan.

"Gaara."

"Eh?"

"Panggil aku Gaara. Tidak usah menggunakan Kazekage." Hinata hanya mengangguk ragu. "Apakah kau pernah ke Suna saat kau kecil?" Gaara bertanya. Hinata hanya menagguk pelan.

"Apakah Kankurou mencari orang yang bernama Rei untuk membantumu?"

Hinata terkejut. Bagaimana bisa Gaara dan Temari tahu Kankurou membantunya? Seolah membaca pikiran Hinata, Gaara menjelaskan "Ia membawa banyak dokumen tentang warga ke rumah dan bertanya padaku."

"Ah, maafkan aku karena telah merepotkan kalian."

"Kenapa?" Hinata hanya melihatnya dengan tatapan bingung. "Kenapa kau ingin mencarinya?"

Entah kenapa Hinata merasa ia harus menjawab pertanyaan Gaara. "Untuk meminta maaf karena aku sempat melupakannya, karena aku tidak bisa terus berada disisinya, karena aku tidak mengunjunginya lagi, kerena aku meninggalkannya." Hinata membungkukan kepalanya untuk menghindari tatapan Gaara.

"Kau tidak perlu meminta maaf." Perkataan Gaara membuat Hinata melihat kearahnya dengan tatapan penuh tanda tanya. "Aku juga sempat melupakanmu. Aku juga tidak menepati janji yang kita buat. Jadi kita seimbang kan, Hina-chan?" perkataan Gaara membuat Hinata tidak dapat berkata-kata. Gaara mengumpulkan pasir dari kotak pasir yang berada ditaman itu dan membentuknya menjadi boneka yang dulu selalu dibawa oleh Gaara kecil. "Ingat ini?"

Hinata beranjak dari ayunan yang didudukinya dan memeluk Gaara secara tiba-tiba "REI-KUN!"

Gaara memeluknya kembali dan menyunggingkan seulas senyum yang sudah lama tidak terlihat diwajahnya.

"Tunggu, kenapa kau bilang namamu adalah Rei?"

"Hmm… karena aku takut kau akan menghindariku kalau kau tahu namaku?" Gaara balas bertanya untuk menggoda teman kecilnya itu.

"Kalau begitu kau berbohong padaku?"

"Tentu saja tidak. Rei itu margaku. Tidak banyak yang tahu tentang margaku, makannya aku pikir kalau menggunakan nama itu tidak apa-apa."

Ketika Hinata hendak berbicara, Gaara memotongnya "Bagaimana kalau kita pergi makan untuk merayakan pertemuan kita?" raut wajah Hinata berubah menjadi riang. "Dan untuk merayakan pertunangan kita, Hina-chan." Bisik Gaara. Wajah Hinata berubah menjadi merah padam. Tinggal menghitung waktu agar kebiasaan pingsan Hinata muncul kembali. Benar saja, tak lama kemudian Hinata pun jatuh pingsan dipelukan Gaara, membuat sang Kazekage panic.

-000-

Temari yang melihat seluruh kejadian hanya dapat menghela nafas dan menggelengkan kepala. Ia tidak tahu bahwa adiknya dapat bersikap seperti itu. Tapi selama Gaara senang, mungkin hal itu bukan hal yang buruk. Ia sudah tidak sabar untuk memberi tahu Kankurou dan melihat reaksinya.


Authoress' note: ceritanya dibuat jadi one-shot, soalnya penulis gereget sendiri kalau dibagi jadi 3 chapter -_-

Notes:

* = Saya baca artikel disebuah blog kalau marga asli Gaara itu Rei. Sabaku no Gaara itu julukan (ya, aku baru tau dan baru baca), ga tau bener atau engga yang penting bisa dipake dicerita. Hehehe

** = itu saya dapet dari Cardcaptor Sakura.

*** = keterangannya ada di Wikipedia. Silakan baca sendiri.

**** = saya dapet dari twitter waktu baca tentang fakta-fakta menarik

***** = artikelnya ada disini social-sciences/psychology/1905489-ilusi-dan-halusinasi/

Makasih udah baca dan jangan lupa review.

Chapter dua versi Bahasa Inggrisnya