"Unbreakable Felling"
Disclaimer : Masashi Kishimoto
U. Sasuke x H. Hinata
Rate : M
Warning : typos, OOC, etc.
.
.
Story by Shionna Akasuna
.
.
-o-0-o
.
.
Satu persatu pelayat berdatangan menuju upacara pemakaman. Semuanya berpakaian serba hitam, tak terkecuali seseorang yang sedang berduka cita dalam balutan jas serba hitamnya. Onyx milik pemuda raven itu menatap kosong ke arah gundukan tanah yang nampak masih baru.
Wangi bunga yang baru saja ditabur diatas makam itu menyerebak seluruh kenangan yang ada.
"Teme.."
Yang di panggil masih diam menatap nisan yang berdiri kokoh di hadapanya
"Biarkan aku sendiri..Dobe"
Naruto mengerti, diapun meninggalkan Sasuke, pria berambut raven itu.
Satu-persatu pelayat mulai pergi.. dan meyisakan Uchiha Sasuke seorang. Di pemakaman umum Konoha ini, langit mulai nampak mendung.
"Beristirahatlah dengan tenang anakku.."
-o-0-o-
Rasa sakit setelah melahirkan ternyata tidak sebanding dengan rasa sakit kehilangan seorang anak.
Hinata hanya bisa terbaring lemah di ruang perawatan, kondisinyapun belum sembuh total.
Hari ini pemakaman bayi kecilnya, tapi Hinata tidak bisa datang.. dan tidak akan sanggup untuk datang.
Tetesan infus yang mengalir ke tubuhnya, suasana mendung gelap yang mencekam.
Dan rasa penyesalah yang tiada akhir menghantui Hinata.
Semua salahnya, semua dosanya.. tuhan mempunyai rencana di balik semua kejadian yang baru saja dia alami.
Pada akhirnya Hinata hanya bisa menangis dalam diam..
Menangis karena tidak di beri kesempatan melihat wajah anaknya, menangis karena pernah menyia-nyiakanya. Dan ini adalah hukuman dari tuhan untuknya.
Rasa sedih itu meracuni seluruh jiwanya, menghempaskan rasa sakit Hinata jatuh dalam jurang keperihan yang teramat dalam.
Hinata menyesal..
Dan jika kata "seandainya" itu bisa terjadi...
Hinata ingin memutar waktu, Hinata ingin kembali ke masa lalu dan memperbaiki semuanya.
Hinata tidak ingin kehilangan anaknya, sungguh Hinata tidak ingin semuanya menjadi seperti sekarang...
-o-0-o-
"Aku membawakan buah-buahan untukmu Hinata"
Wanita bersurai merah muda itu datang menjenguk Hinata yang kondisinya sedang kacau
"Hinata?"
"Ini.. hukuman bagiku bukan?"
"Eh?"
"Hukuman untukku karena telah menyia-nyiakanya"
"Ssstt.. siapa yang bilang kau menyia-nyiakan Hinata? Kau telah berusaha keras untuk menjadi seorang ibu yang baik"
"Tapi aku pernah berusaha menggugurkanya!"
Hinata berbicara dengan intonansinya yang tinggi, membuat Sakura bingung harus berbicara seperti apa untuk meredam emosi Hinata yang belum stabil
"Aku bahkan... tidak datang ke pemakaman anakku"
"..."
"Kau disini untuk menertawai keadaankukan?"
"Tidak Hinata aku-"
"Kau senangkan Sakura setelah semuanya yang terjadi sekarang?"
Hinata mencercanya dengan berbagai pertanyaan yang sakit, seolah bentuk pelampiasan kehilangan seorang anak yang tidak akan tergantikan
"Hinata sungguh-"
"Cukup Sakura.. tinggalkan aku sendiri"
Sakura mengangguk, tidak ingin berdebat dia lebih memilih mengalah dan pergi meninggalkan Hinata sendirian.
-o-0-o-
Sasuke merasa di permalukan secara tidak langsung, pulang dari pemakaman sang anak dan melihat keluarga kecil melintas tepat di depanya. Mengejeknya karena dia dan Hinata tidak akan merasakan bagaimana rasanya berperan sebagai orang tua.
Dan kenyataan bahwa dia menjadi seorang ayah yang buruk, pada akhirnya anaknyapun terlahir dengan kondisi tak bernyawa.
Semua kesalahan itu harus dia tanggung.
Kondisi Hinatapun belum sepenuhnya pulih. Sasuke tau, meski semuanya kebohongan yang dia buat, sandiwara yang tergelar di kehidupanya. Hidup bersama Hinata membuat semuanya terasa berbeda.
Sasuke memutuskan untuk menjenguk istrinya di rumah sakit. Menghibur diri terasa percuma, ingin berlari tapi dia tak ingin disebut sebagai pengecut. Semuanya serba salah, gelap tak dia temui jalan keluar.
"Hime.."
Istrinya hanya diam
"Hinata.."
"..."
Hinata tidak sedikitpun menoleh kearah Sasuke. Baik Hinata dan Sasuke sama-sama tersiksa dengan kenyataan.
"Aku menyesal.."
"..."
"Aku menyesali semuanyaa.."
Dan tanpa Sasuke sadari.. pandangan Hinata semakin meredup.
-o-0-o-
Cinta itu sebenarnya sederhana...
Ketika seseorang saling mencintai dan menyayangi, mengikat janji dan akan selalu terus bersama.
Ya, memang harusnya sesederhana itu.. barang kali kalau cinta itu rumit, kitalah yang salah memilih pasangan.
Sama halnya yang dilakukan oleh Hinata dan Sasuke, bahkan rasa cinta sendiri diantara mereka berdua tidak ada. Tinggal dalam satu atap, terikat dengan janji pernikahan, kehidupan yang mapan. Hal itu tidaklah membuat mereka bahagia dengan pernikahan yang mereka jalani.
Sasuke tau, seberusaha keras bagaimanapun.. hati Hinata tidak akan luluh padanya.
Pernikahan yang mereka jalani seakan kebohongan belaka.
Sasukepun mulai kehilangan suara hatinya yang terdalam.. sebenarnya siapa yang hendak Sasuke bohongi?
Hinata?
Pernikahanya? Anaknya yang telah tiada?
-o-0-o-
Hinata tidak pernah berniat untuk masuk dalam kehidupan sandiwaranya.
Tidak dalam hatinya, saat semuanya telah menyerebak menyentuh setiap ruang dalam hatinya. Kegelapan dimana-mana.
Berbohong, dan terus berbohong melanjutkan semua hal konyol dalam hidupnya.
Umurnya 25 tahun, muda, dan pintar.
Harusnya, dimasa muda Hinata bisa mengejar segala mimpinya.
Namun semuanya hancur seketika karena hal kesalahan fatal.
Mencintai seseorang yang tidak akan pernah dia miliki sama halnya memenjarakan hatinya dalam sel keputusasaan.
Lalu dengan niat ingin menghilangkan segala beban Hinata malah terperosok dalam sisi gelapnya yang tidak ingin dia ungkapkan pada siapapun.
Dan malam itu Hinata melepaskan gelar keperawananya pada laki-laki yang tak sedikitpun Hinata tak menaruh hati padanya, Uchiha Sasuke.
Bodoh, goblok, konyol, entah kata apa yang tepat untuk menggambarkan Hinata pada saat itu yang berujung petaka pada hidupnya dan merubah segalanya.
Semua ini karena pria itu pernah sediktipun merespon isi hati Hinata, Naruto.
Naruto tidak memandang Hinata sebagai sosok wanita di hadapanya, tidak pernah..
Bagaimanapun usaha Hinata agar Naruto luluh tidak akan pernah berhasil. Dan kenyataan pahit bahwa Naruto ternyata bertunangan dengan sahabatnya sendiri Haruno Sakura.
Sakura bukanya tidak sampai hati memberi tahukan hal tersebut pada Hinata. Akan tetapi Sakura tak mempunyai waktu untuk menjelaskan semuanya.
Tidak, karena setiap kali mereka berbincang Hinata tidak memberi ruang sedikitpun untuk Sakura berbicara.
Seolah menghindari dari kenyataan dan di lemparkan keras dalam keadaan.
Dan permainan onenight stand itu bukanya tidak menghasilkan apa-apa, sosok janin berkembang di rahim Hinata. Dan janin itu adalah benih dari Sasuke.
-o-0-o-
Mereka duduk berdua di sebuah pelataran luar, Sakura diam melihat Naruto yang juga sibuk dengan fikiranya sendiri.
"Na-narutohh.."
"Cukup Sakura, kalau kau berniat untuk membicarakan masalah itu, aku pergi"
Sakura tau, Naruto tidak akan pernah setuju dengan gagasan gila Sakura. Sampai hatikah dirinya mengorbankan kebahagiaan milik mereka untuk orang lain?
Naruto bukanya egois, bahagia dan menari diatas penderitaan orang lain. Tapi kalau sejak awal Naruto memilih Sakura dia bisa berbuat apa?
Berbohong dan berpura-pura mencintai orang lain?
Hidup penuh dengan sandiwara dan kebohongan?
Jelas saja Naruto tidak menerimanya.
"A-aku.. merasa bersalah pada Hinata"
Bibir yang semula tenganga itu terkatup, pandanganya menunduk.
"Aku bilang cukup Sakura"
"Ta-pi.."
"Tapi apa lagi maksudmu? Mengorbankan diri demi orang lain? Dangkal sekali fikiranmu.."
Pada akhirnya Sakura tidak bisa berbuat apa-apa dengan kenyataan yang memilukan ini.
-o-0-o-
Hinata kini telah keluar dari rumah sakit dan bisa beraktifitas kembali seperti biasa. Menjadi seorang istri dan wanita karier.
Tidak masalah, biarlah waktu yang mengobati lukanya. Meskipun sering kali Hinata mendapati dirinya tiba-tiba menangis mengingat puteranya yang tiada, dan kemudian penyesalan seolah tiada akhir baginya.
Bagi Hinata, berperan sebagai istri hanya sebatas status untuknya saja.
Sasuke tidak keberatan sama sekali dengan keadaan seperti sekarang. Hinata sehat, keluar dari rumah sakit saja sudah lebih dari cukup.
Sasuke tidak menuntut apa-apa lagi darinya, cukup Hinata masih tetap berstatus sebagai istrinya saja bisa membuat Sasuke sedikit tersenyum.
Meskipun itu berarti, mereka memenjarakan hati pada masing-masing luka.
Terutama hal yang mengikat mereka berdua telah tiada.
Ya.. alasan kuat mereka menikah tidak lain ada sosok janin yang tumbuh di rahim Hinata.
Tapi ketika janin itu terlahir dengan kondisi tak bernyawa...
Mereka seolah kehilangan alasan untuk tetap bersama, dan disinilah Hinata. Pulang dan memandangi kamar bayi yang tak berpenghuni.
Sesal tiada akhir baginya.
-o-0-o-
"Kita akan menikah dalam waktu dekat ini"
Emerald Sakura membulat mendengarkan penuturan tunanganya
"Ayo kita pulang, Sakura"
Sakura bukanya tidak bahagia dengan ini semua. Tapi rasanya jika memikirkan sahabatnya Hinata... akan sangat tidak adil rasanya bahwa dia bahagia diatas penderitaanya. Bahagia akan menikahi dengan seseorang yang dicintai dan ketika Hinata baru saja kehilangan anaknya.
Bagaimanapun Sakura meminta maaf pada Hinata seolah tidak akan pernah cukup. Terlebih Hinata menderita karena kehilangan 'sesuatu hal' yang menjadi alasan terkuatnya bisa bersama dengan Uchiha Sasuke.
Di sisi lain Naruto sudah jelas-jelas menegaskan keseriusanya dengan Sakura.
Dilema... itulah yang Sakura rasakan. Sakura tau, harus bersikap bagaimanapun di depan Hinata kini tak akan pernah mampu untuk mengobati hatinya.
Tidak pernah bisa. Dan disinilah, dia dan Naruto.. menuju jalan sakral ikatan pernikahan. Tidak seperti Hinata yang nyatanya penuh dengan keterpaksaan.
-o-0-o-
Sasuke bukanya tidak bertindak atau melakukan usaha apa-apa untuk memperbaiki kekacauan yang melanda kehidupanya sekarang.
Terutama pernikahanya dengan Hinata. Perasaan cinta bukan berarti tidak ada.. di hati Sasuke.
Nyatanya Sasuke merasakan ketersiksaan batin yang amat sangat melanda dirinya.
Jauh dari dalam hatinya, lambat laun muncul perasaan asing merasuk ke dalam hatinya. Sasuke tau, dia menikahi Hinata atas dasar tanggung jawab tindakan tercelanya.
Namun kini hatinya seolah mengkhianati diri sendiri.
Sasuke mencintai Hinata.. mencintai wanita yang jelas-jelas tidak sedikitpun melihatnya dan menginginkanya.
Sikap dingin dan acuh Hinata sudah cukup untuk membuktikan itu semua.
Sasuke bukanya tidak peduli. Awalnya dia sama sekali tidak ingin memikirkan hal itu semua.
Tapi sosok janin itulah... yang secara tegas mendorong Sasuke untuk perhatian kepada Hinata.
Walau bagaimanapun, Hinata sedang mengandung darah dagingnya sendiri. Sasuke harus bertanggung jawab akan hal itu.
Pernikahan karena sebuah keterpaksaan itupun dilaksanakan. Reaksi semula memang berasal dari keluarga, karena Sasuke tiba-tiba saja mengatakan bahwa dirinya akan menikah. Membuat Mikoto terkejut sekaligus senang.
Akhirnya, putera bungsunya itu menegaskan keseriusanya. Meskipun itu hanya akan jadi alibi semata.
Pertemuan dua keluarga diatur sedemikian rupa.
Hinata dapat diterima di keluarga Sasuke.
-o-0-o-
Baru kemarin rasanya Sasuke menunjukan kepedulianya kepada Hinata, baru kemarin rasanya Sasuke berusaha menjadi calon ayah yang baik bagi calon anak mereka.
Sejak bayi mereka meninggal, Sasuke memang menjenguknya dan dengan raut wajah yang berbeda. Sasuke memang terlihat datar, tidak menampakan jelas emosinya.
Membuat Hinata bertanya, sebenarnya siapa sosok pria yang dinikahinya sekarang ini?
Rasanya rumah benar-benar sepi.. Sasuke pergi entah kemana. Biasanya dia selalu memberi kabar kepada Hinata. Seburuk apapun kondisi mereka saat ini.
Rumah yang mereka tinggali terasa sepi.
Hinata hanya bia termenung menatap langit dari sudut jendela kamar..
Sebenarnya… mau dibawa seperti apa pernikahan mereka sekarang ini?
-o-0-o-
"Kau baik-baik saja?"
Wanita muda itu hanya mengagguk samar tanpa menampilkan ekspresi yang jelas terlihat. Mungkin bahasa non verba yang dia tampilkan kontradiktif dengan keadaan yang sesungguhnya. Hatinya tidak baik-baik saja.
Mereka satu atap, mereka satu rumah… bahkan mereka satu ranjang. Meski jelas hanya kegiatan tidur bersama, tak ada sentuhan mesra layaknya suami istri lain yang melakukan kegiatan yang sudah seharusnya mereka lakukan.
Meski dorongan itu selalu ada… namun laki-laki itu selalu mampu meredamnya dengan air dingin, atau bahkan berolah raga sekedar melepaskan hasratnya sebagai laki-laki dewasa yang memang membutuhkan belaian wanita.
Tapi Sasuke tidak berani melakukanya.. jarangkan untuk menciumnya, menyentuhnyapun Sasuke tak bisa.
Hinata terlalu menutupi diri, hatinya rapuh. Namun dia tak pernah mampu menunjukanya, kecuali ekspresi wajah dingin seolah telah dia atur sedemikian rupa agar tidak menampilkan ekspresi apa-apa.
Disisi lain, Hinata tau.. bahwa menutup diri tidak akan pernah mampu untuk menyembuhkan lukanya sendiri.
Inilah kenyataan yang harus dia hadapi. Ini serba salah, Sasuke bingung bila harus memulai pembicaraan. Jangan salahkan dirinya, karena pada dasarnya Sasuke adalah pribadi yang introvert dan sangat tertutup.
Hadirnya Hinata dalam hidupnya Sasuke mengharapakan sedikitnya perubahan. Setidaknya demi masa depan mereka bersama saat ini.
Harapan itu musnah karena alasan itu memang diambil secara paksa untuknya dan untuk Hinata.
Sasuke diam-diam memandangi tubuh istrinya yang sejak tadi membelakanginya, menatap kearah jendela kamar dan urung untuk menatapnya.
Dorongan itu muncul tiba-tiba.. tanpa persetujuan Hinata Sasuke maju dan langsung memeluknya dari belakang.
"!"
"Apa yang-"
Hinata merasakan tubuh kekar itu bergetar, Hinata merasakan kerapuhan melingkupi tubuh yang mengkungkung dirinya, tubuh suaminya.
"Sasuke.."
Seolah terhipnotis.. nada bicara itu seketika berubah menjadi normal.
-o-0-o-
Sasuke benci harus merasakan sakit, dan dia lebih benci ketika tidak bisa melawan rasa sakit hanya mampu untuk mengalihkanya walau hanya sesaat.
Jangan ditanya, bagaimana buruknya dia bila sudah bersentuhan dengan alcohol. Vodka, champagne, Wiski, wine, atau minuman apapun yang berharga ratusan yen tidak bisa menolongnya, tidak bisa menyelamatkan keadaan dirinya seolah dalam keadaan sekarat.
Lelah, hampir putus asa.. namun belum juga dia ke titik untuk menyerah seperti itu.
Andaikan saja Hinata-nya dapat mengerti.
Ah, menyebut wanita itu sebagai miliknya saja seperti kemewahan tersendiri. Bagai sebuah pajangan yang terhalang oleh seribu pengaman.
Tak bisa dia genggam, tak bisa dia raih.. begitulah makna seorang Hinata.
Terlalu mahal bagi Sasuke untuk memiliki sebuah cinta, cinta tak bersyarat hanya dia rasakan pada masa lalunya, masa kecilnya, tapi tidak untuk dirinya yang sekarang.
Saat ini.. Sasuke masih berfikir. Kesalahan-kesalahan apa yang telah dia perbuat, dosa apa yang telah dia lakukan sampai tega-teganya, darah dagingnya direnggut dari sisinya. Alasan yang harusnya ada untuk mempertahankan rumah tangga mereka sekarang.
Apapun itu, Sasuke ingin menggenggam tangan mungil dari bayi yang telah tiada.
-o-0-o-
Hinata menatap datar kearah undangan pernikahan sahabatnya. Dan entah apakah pantas dia masih menyebut sahabat kepada seseorang yang sebetulanya menikah dengan seorang pria yang Hinata cintai.
Tapi saat ini dia merasakan hambar, tak ada rasa apapun lagi.. karena perasaanya telah terkuras habis, air matanya tak bisa kembali mengalir karena kehilangan sosok yang seharusnya membuat Hinata merasa sangat berarti.
Perasaan yang muncul saat itu bukan sakit hati, bukan patah hari.. melainkan kehampaan yang hakiki menghampirinya.
Walaupun mertuanya datang menghiburnya, tetap saja.. kata turut berduka cita, kata untuk dorongan memberi motivasi hanya angin lalu yang bisa Hinata rasakan, tetap saja dia tak bisa merasakan apa-apa.
Hinata kini berubah, menjadi pemurung dan pendiam. Walau Hinata tau, bukan hanya dirinya yang merasa kehilangan anaknya.
Tapi pantaskan Sakura berlaku seperti ini?
Pantaskan seorang yang dianggap sahabat merayakan pesta pernikahan saat Hinata kehilangan alasan kuat mengapa dia harus sampai menikah dengan seseorang yang tidak Hinata cintai?
Hinata ingin marah pada Sakura..
Tapi untuk apa? Toh, kemarahanya tidak akan pernah bisa menghidupkan kembali sosok bayi yang kini telah menyatu dengan tanah.
Sebegitu berartinyakah bayi itu?
Tanyakan pada seorang ibu yang berniat menggugurkanya lalu perlahan rasa keibuan itu muncul dan harap cemas menanti kehadiranya di dunia tapi dia telah tiada..
Hinata hampa, dia sedang diambang batas.
Hinata merasa gagal, dia berdosa pada bayinya. Setidaknya jika bayi itu maasih hidup, Hinata ingin menebus dosanya pada bayinya yang telah tiada.
Ya Hinata memang telah menyakitinya, menyakiti bayi yang saat itu tengah di kandungnya. Dan sekarang Hinata ingin menebus kesalahan itu jika bayi itu masih hidup..
Tapi inilah kenyataan, inilah takdir, serta keadaan yang harus Hinata terima. Hinata tidak bisa menebus itu semua. Bayinya memilih untuk pergi meninggalkanya saat itu juga..
-o-0-o-
Sasuke sabar selama ini menghadapi Hinata. Menghadapinya sikapnya yang terlampau apatis bahkan parahnya tidak menghargainya sebagai seorang suami.
Hinata menolak untuk Sasuke sentuh, bahkan Hinata dengan tega mengutuknya atas perbuatan yang telah Sasuke buat.
Andaikan Hinata tau bahwa Sasukepun memiliki hati. Sasuke hanya tidak bisa untuk mengekspresikan semua itu.
Sasuke yang diam, Sasuke yang terlihat acuh.. dan sebenarnya Sasukelah yang paling menjaga dan melindungi Hinata, bahkan di saat-saat Hinata sedang tertidur pulas tanpa mengetahui.
Hinata memang menolak mentah-mentah lamaranya, Sasuke ingin bertanggung jawab. Karena Sasuke bukanlah tipikal laki-laki brengsek yang suka bermain dengan wanita murahan.
Saat itu Hinata datang padanya, di bawah guyuran hujan dengan tatapan mata yang pedih..
"Kau lihat ini?!"
Hinata mengacungkan testpack di hadapan Sasuke yang diam
"Aku hamil Sasuke!"
Katanya dengan putus asa, bisa lihat wajah Hinata yang memerah meski di bawah hujan Sasuke tau.. Hinata putus asa.
"Aku akan bertanggung jawab"
"Apa kau bilang?!"
"Hinata.."
"Aku tidak menginginkan bayi ini! Aku ingin menggugurkanya!"
Hinata pergi begitu saja tanpa mempedulikan Sasuke. Sejurus kemudian Sasuke menggenggam tangan Hinata.
"Aku akan menikahimu"
-o-0-o-
Sakura :
Hinata aku minta maaf .. bisakah kita menyelesaikan masalah kita?
Please.. Hinata kita harus membicarakan ini semua baik-baik..
Hinata hanya melempar HPnya secara sembarang di kasur. Hinata sudah muak dengan Sakura, egoiskah dia bila tidak ingin menemuinya sekarang?
Tak bisakah Sakura mengerti bahwa Hinata butuh waktu sendiri untuk ini semua?
Hinata merapikan pakaian yang acak-acakan di kamarnya. Hinata memang seatap, sekamar dengan Sasuke. Tapi Hinata mengancamnya bahwa dia akan meninggalkan Sasuke jika Sasuke berani menyentuhnya.
Jadilah Sasuke mengalah, bahkan demi Hinata Sasuke tidur di sofa kamar mereka. Ada saat dimana Hinata merasa bersalah pada Sasuke..
Hinata mengakuinya.
Hinata tidak benar-benar melayani Sasuke bahkan menghormatinya sebagai seorang suami. Selama ini yang Hinata lakukan hanya bekerja dan pulang untuk istirahat. Selebihnya dia tidak peduli dengan kebutuhan apa lagi melayani sang suami.
Apapun yang Sasuke lakukan, di mata Hinata seolah salah. Hinata masih bergeming dan menyangkal itu semua.
Semua salah siapa?
Hinata memang tidak menginginkan pernikahanya dengan Sasuke terjadi. Dan apa yang mereka lakukan kamuflase belaka.
Pernah Sasuke menjemput Hinata atau hendak mengantarkanya untuk bekerja. Hinata lantas menolak mentah-mentah ajakan suaminya.
"Aku bisa menyetir sendiri"
Katanya bila Sasuke datang ke kantornya.
"Sasuke kau tau aku ada rapat penting kan? Kau menggangguku!"
Bahkan Sasuke pernah mendapat perlakuan yang lebih dari itu. Kami-sama.. tapi kenapa atas perlakuan buruk yang Hinata lakukan terhadap Sasuke, Sasuke tidak menceraikanya?
"Setelah bayi ini lahir, aku ingin kita cerai"
Segelas susu itupun jatuh.. susu yang harusnya di konsumsi oleh Hinata yang saat itu tengah mengandung. Jangan Tanya bagaimana sakitnya menjadi Sasuke..
-o-0-o-
Sasuke terlalu sempurna untuk menjadi seorang suami bagi Hinata yang bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai seorang pemimpin keluarga.
Paras tampan, mapan, CEO yang handal, dan segala kelebihanya yang lain hingga membuat siapapun pasti beruntung dinikahi oleh sosok pria seperti Sasuke.
Mungkin semua orang beranggapan bahwa Sasuke benar-benar sempurna. Hinata saja yang bodoh karena terlalu paku pada Naruto..
Sikap dingin Sasuke bukan tanpa alsan, tanggung jawab Sasuke bukan karena tidak ada sebab..
Semua berawal dari mendiang sang kakak yang sangat Sasuke sayangi Uchiha Itachi.
Sasuke berjanji pada kakaknya bahwa tidak akan menyakiti hati seorang perempuan. Itulah yang Sasuke janjikan pada Itachi.
Itachi meninggal karena kecelakaan yang merenggutnya. Itachi pernah mempunyai kenangan yang buruk dengan perempuan, dank arena itulah Itachi tidak ingin adiknya itu mengikuti langkah buruknnya.
Karena itulah, Itachi ingin Sasuke untuk tidak menyakiti hati seorang perempuan. Janjinya yang sampai saat ini dia jaga.
Meski artinya, apa yang Sasuke lakukan mematikan dirinya sendiri perlahan-lahan. Berbuat one night stand saja sudah cukup membuat Sasuke merasa bersalah, apa lagi merenggut kesucian Hinata dan menumbuhkan sesosok janin di rahimnya.
Sejak saat itu, Sasuke berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang dia perbuat. Sasuke menikahi Hinata, dan mengikhlaskan hatinya sepenuhnya pada wanita itu. Berharap cinta dapat tumbuh perlahan nantinya.
Namun yang terjadi memang sulit di prediksi.. bukan sikap apatis Hinata yang membuat Sasuke sakit, bukan karena tingkah laku Hinata yang membuat Sasuke harus bersabar dan lapang dada. Namun karena Hinata tidak sadar akan posisinya sekarang yang sah sebagai istri Sasuke dan berganti marga menjadi Uchiha Hinata. Hinata yang selalu menyesali perbuatanya, Hinata yang membenci janin di rahimnya dan hampir saja membunuhnya.
Dan belum lagi hal-hal yang di luar dugaan yang mengharuskan Sasuke ekstra sabar menghadai Hinata.
Bagi Sasuke, Hinata hanyalah perempuan rapuh yang keras kepala. Dan Sasuke hanya perlu bersabar, sekeras kepala apapun Hinata, dia tetaplah istri Sasuke.
-o-0-o-
TBC
-o-0-o-
a/n : well, jadi disini yang lebih sakit siapa? Sasuke atau Hinata? :D.. untuk fic ini kemungkinan hanya di buat two/three chapter saja dengan permasalahan batin yang kompleks. Don't forget to reviews okay!.
Regards
Shionna Akasuna
