"LOST CONTRACT"

Kuroshitsuji or Black Butler (c) Yana Toboso

.

NO Bashing!

.

Penciumanku lebih peka dari seekor serigala

Pengelihatanku lebih tajam dibanding burung hantu

Indra keenamku selalu tepat dari peramal manapun

Kalian tahu siapa aku?

SEBASTIAN MICHAELIS

Ketua butler keluarga Phantomhive, dan juga

SEORANG IBLIS...

.

Spring in London 1889 — 09.00 GMT

Ruby-ku menerawang ke balik pepohonan Pinus yang mengelilingi mansion Phantomhive. Aku yakin, pengelihatan dan kepekaanku tak mungkin salah.

"Mereka sudah datang rupanya." Gumamku seraya melangkah dengan gaya anggun seorang iblis menuju singgasana majikan yang sangat kuhormati, atas dasar estetika.

Tuanku seorang bocah 13 tahun yang memiliki masalah pada ukuran postur badannya, kepala keluarga Phantomhive terhormat, dan berperangai buruk, CIEL PHANTOMHIVE.

"Good Afternoon, Young Master." Sapaku sembari mendorong kereta saji yang berisikan makanan manis kesukaan Tuan Muda disela-sela kesibukannya.

Bocah yang sering kusapa dengan sebutan Boochan, itu melirik singkat, "Fuuuh~" Bocah berambut Green Grayish itu meniup lembaran-lembaran kertas di meja besarnya. "Setelah kasus ini berakhir, Aku mau libur!" Ia menelungkupkan kepalanya keatas meja oak.

Aku hanya tersenyum, perlahan mengiris Black Forest berlumur Coklat Belgia dengan krim tartar dan Strawberry ranum yang menggoda.

Beberapa pekan terakhir ini Boochan sering uring-uringan setelah kasus terbunuhnya '3 pejabat penting' dalam Mansion Phantomhive. Mengingat Georg von Siemens yang ikut menjadi korban pada malam badai itu merupakan salah satu 'anggota terhormat' bank terbesar di Jerman, Bank Banberga, yang banyak membiayai angkatan perang negaranya. Dua hari yang lalu, Inggris mendapat ancaman dari Jerman atas terbunuhnya Lord Siemens tanpa alasan jelas, dan hari ini, Tuan Muda sebagai pihak bertanggung jawab harus memberikan laporan jelas tentang kematian 'orang itu' sebelum Jerman menyerang Inggris. Tapi sepertinya laporan itu sangatlah terlambat.

"Jerman sudah memasuki Inggris." Kataku.

Ciel memotong cake-nya malas. "Aku tahu, koran dan radio juga sudah menyiarkannya." Ia melahap benda coklat yang menurutnya 'enak' itu bulat-bulat ke dalam mulut mungilnya.

Aku menuang susu coklat kedalam mug putih gading dan menyodorkan pada bocah itu. Ya, anak usianya belum diperbolehkan mengonsumsi kafein atau minuman keras.

"Sampai nanti malam jangan menggangguku, aku ingin menyelesaikan laporan ini dan menyerahkan pada Queen secepatnya!" Ia menjilat garpu perak yang berlumuran coklat.

"Yes, My Lord." Aku berbungkuk dihadapan manusia yang hanya setinggi dadaku itu.

"Satu lagi, Hari Minggu aku ingin libur! Jadi, bebaskan schedule yang ada!" Perintahnya lalu menegak habis susu coklat yang ku suguhkan.

"Baiklah." Jeda, "Saya terkesan, ternyata workaholic seperti Anda juga butuh liburan." Godaku kemudian menarik mug dan piring porselin yang telah kosong.

"BERISIK!" Muncul tanda pagar di dahinya sambil memandangku malas.

"Fufufu~" aku tertawa nista.

~Lost Contract~

Spring in London 1889 —14.00 GMT

Aku melongok keluar jendela, masih sama, ke balik pepohonan Pinus yang rimbun itu. "Makhluk yang bernama manusia itu gampang ditebak, ya?"

Aku mengendus, aromanya masih sama dari beberapa jam yang lalu, hanya saja aroma DANGER-nya semakin pekat.

"Sampai kapan kalian akan bersembunyi disana?!" Aku mengeluarkan seringai iblisku.

~Lost Contract~

"Good Evening, Young Master." Sapaku cepat mengingat sedang diburu oleh sesuatu hal.

"Sudah kubilang jangan ganggu aku!" Bentak Boochan garang ketika melihat kepalaku tersembul dari balik pintu.

"Aku punya berita penting!" Ujarku cepat sebelum terpotong oleh bentakkanya.

"Ada telepon dari Bibi Francess lagi?! Nanti sajalah, bilang aku sedang sibuk!" Ia terus menggoreskan bulu angsanya di kertas kelas satu.

"Aku tidak main-main, Boochan!" Bentakku pada akhirnya.

BRAKK... Ciel mengggebrak mejanya, membuat botol tinta Cina di dekatnya terguling ke lantai. Cairan pekat itu menodai lantai yang terpelitur dengan sempurna. "Aku juga tidak main-main! Ini perintah, GET OUT OF HERE!" Permata Deep Ocean-nya berkilat tajam.

Aku bingung harus bagaimana lagi untuk bicara dengan bocah keras kepala itu. Dalam keadaan genting dia terlalu egois untuk mengerti. "Jerman diluar mansion ini, mereka sudah mengepung kita dan mengincar Anda sebagai sasaran utama, My Lord." Perkataanku melunak, semoga saja dia mau mengerti.

"Hubungannya denganku apa?" Ia mengeluarkan sebotol tinta dari laci meja. "Bukankah sudah menjadi tugasmu untuk melindungiku? Kalau aku mati, sama artinya dengan kau melanggar kontrak dan estetika butler. Pergi sana!" Ia menekuni laporannya lagi.

Aku terdiam, susah sekali berbicara dengan bocah egois itu. Padahal sudah tak ada waktu lagi, sejak tadi aku sudah merasakan adanya mortir yang diarahkan ke ruangan ini.

Ciel melirik tajam kearahku yang masih berdiri diambang pintu. "KELUAR!" Pekik bocah bersurai abu-abu itu.

Tak ada waktu lagi, aku kembali menjadi sosok iblis...

BAMMM! DUAAAARRR!

~Lost Contract~

Bau mesiu dan runtuhnya dinding ruang kerja Tuan Muda memperjelas suasana, bahwa Jerman sudah memulai acara balas dendamnya. Ruby dan Sapphire kami bertemu, kami saling tatap di bawah meja kerja Boochan. "Sudah kubilang ini penting!" Bentakku dengan suara tertahan.

Ia mendorong dadaku agar menjauh. "Dasar iblis mesum! Mau apa kau peluk-pe—"

Buru-buru aku membekap mulut mungil yang cerewet itu kalau sudah tersulut emosinya, aku mendengar derap langkah boot Jerman masuk ke ruangan ini lewat lubang besar karya mortir kebanggaan mereka.

Aku mengintip lewat celah meja. Ada 5 tentara dengan persenjataan lengkap.

DOR DOR DOR DOR!

Serangan beruntun senapan mesin diarahkan pada kami, artinya mereka sudah tahu keberadaan kami. "Shit!" Umpatku.

Boochan melepaskan pengait dari sarung pistolnya. "Pelurunya tinggal 3." Ia melempar pistol itu padaku. "Kenai target yang jelas-jelas saja!" Tuan muda berpikir mencari jalan keluar, masalahnya kami sudah terkepung.

CTIK! Boochan menjentikkan jarinya.

Telat baginya untuk mengeluarkan pendapat kedua. Melihat dua Jerman berseragam hijau berdiri menjulang dihadapan kami, aku menarik Boochan mendekat.

DOR! DOR!

Aku menarik pelatuk dua kali, dan dua butir timah panas itu bersarang di kepala 'baka' peoples itu.

"Harusnya satu peluru dua mangsa, you're fool!" Maki Boochan.

"UNDER THE DESK!" Seru tentara lainnya dalam Bahasa Jerman, sepertinya mereka mendengar teriakan nyaring dari bocah yang belum beranjak dewasa.

DOR DOR DOR DOR! Mereka menghadiahkan kami tembakan beruntun dari arah utara, dimana lubang besar itu dibuat. Perlahan tapi pasti meja oak itu terkoyak, beberapa peluru bahkan akan mengenai Tuan Muda kalau saja aku tak segera mendorongnya.

"Shit lagi!" Umpatku.

"Berhenti mengeluh!" Ujarnya kemudian menampar kepalaku. "Lindungi aku ke lemari itu." Ia menunjuk lemari di pojok ruangan dekat pintu keluar. Di lemari itu Boochan menyembunyikan banyak sekali senjata api beserta amunisi yang tak seharusnya dimiliki seorang bocah dibawah umur sepertinya.

"Kemungkinan selamatnya kecil."

"Lakukan saja, IBLIS!"

Aku melempar pistol yang pelurunya tinggal satu itu ke sembarang arah, lalu bangkit dan menggendong tubuh mungil itu menuju lemari yang letaknya bersembrangan dengan lubang asal Jerman itu masuk, itulah alasan kenapa kubilang kemungkinan selamatnya kecil. Dari sana supply pasukan Jerman masuk, dan kami tak bersenjata.

Sedikit keisenganku untuk menendang botol tinta yang tadi dijatuhkan Boochan ke wajah salah seorang Jerman yang sudah berada di dekat meja tempat kami bersembunyi tadi. Voila... Iseng-iseng berhadiah, Jerman itu ambruk ke lantai dengan hidung mancungnya mengalir darah.

"Fufufu~" Tawaku nista.

DOR DOR DOR DOR! Punggungku dihujani peluru dari arah belakang, oleh terntara Jerman yang terlambat mengepung kami di bawah meja.

DOR! Satu tembakan mengenai kepalaku.

~Lost Contract~

Aku mengalungkan tali senapan laras panjang itu ke bahuku. "Mission Complete." Aku mengelap darah yang mengalir dari mulutku akibat banyak tembakan mengenai bagian perut dan kepala. Tapi bukan butler keluarga Phantomhive namanya kalau tidak dapat menahan serangan itu.

Boochan memasukkan kembali pistol yang baru diambilnya dari lemarinya ke dalam kantung celana. Semua tentara di ruangan ini telah kami habisi itu berkat perintah Boochan untuk menghabisi mereka dalam 3 detik, He's idiot! Tapi diluar masih banyak sekali baka peoples yang lain, itu semua kerjaan para pelayan, mereka sudah ku koordinasikan membentuk formasi penyerangan terpadu.

"Ayo pergi, Jerman sudah mengepung mansion ini, jadi satu-satunya cara kita evakuasi diri lewat jalur bawah tanah!" Aku meraih jemari mungil itu dan menariknya pergi.

.

"Tunggu, laporanku?" Ia menerobos masuk lewat celah pintu yang akan kututup.

Aku mengawasinya dari celah pintu, ia menata laporannya yang berserakan dan beberapa sudah hangus pinggirannya akibat ledakan granat dalam ruangan yang dilempar oleh salah seorang dari 'baka' peoples tadi.

"Eh?" Mataku melihat gerakan dari bawah meja. Aku teringat pistol yang kubuang karena pelurunya tinggal satu dan seorang 'baka' yang kubuat pingsan dengan botol tinta milik Boochan. Pingsan dan sebutir peluru, artinya Tuan Muda dalam bahaya! "Boochan! Lari dari situ!" Teriakku dari celah pintu.

Ia menoleh ke arahku penuh tanda tanya. Aktivitas mengumpulkan kertas-kertasnya tertunda akibat teriakkan bodohku.

"LARI dari sana!" Aku mencoba menarik pintu besar yang macet karena engselnya rusak terkena ledakan. Boochan masih berdiri tanpa tahu ada bahaya yang mengintai nyawanya.

'Baka' people berseragam hijau itu muncul dari balik meja sambil mengarahkan moncong pistol kearah Boochan. Aku masih berusaha membuka pintu bodoh ini.

DOR!

"BOOOCHAAN!" aku terlambat berubah wujud.

~Lost Contract~

"Bukankah sudah menjadi tugasmu untuk melindungiku? Kalau aku mati, sama artinya dengan kau melanggar kontrak dan estetika butler."

~TO BE CONTINUED~

A/N : Give me review please :)

Ini gak masuk hitungan fiksi sejarah, IT'S JUST FOR FUN!

.

Regards,

Faza Phantomhive