Disclaimer: I do not own Kuroko no Basuke. All characters only belong to Fujimaki Tadatoshi.
Warning: Shounen-ai!
Kuroko mengembuskan napasnya lemah. Kedua pipi itu akhirnya terasa membeku juga. Jujur, sepanjang duapuluh tahun Kuroko hidup, Kuroko tidak pernah punya keinginan sekuat ini untuk memaki-maki seseorang. Dari segilintir orang yang dirinya kenal, mengapa pula harus sang kekasih yang menjadi sumbernya kali ini?
"Akashi-kun, bisa kau lepaskan aku sekarang?"
Di antara kerumunan orang, jika pun ada orang yang berdiri di samping Kuroko dan kebetulan bisa merasakan hawa keberadaannya, melihat ekspresi wajahnya saat ini, orang itu mungkin tidak akan pernah tahu apa sebenarnya yang sedang pemuda biru itu rasakan, selain melihatnya sebagai orang yang tengah menahan kencing.
"Tidak bisa, Tetsuya. Bersabarlah sampai kita selesai."
Kuroko mengembuskan napas frustasi lagi, sampai mulutnya mengempulkan asap, bukan apa-apa, cuaca di awal tahun baru kali ini entah kenapa terasa lebih dingin. Kalau setelah ini Kuroko sakit, maka semua ini salah Akashi. Ya, salahnya kenapa pemuda itu malah datang ke rumah Kuroko pagi-pagi sekali, bukannya semalam. Meski ... yah ... Kuroko tetap bersyukur kekasihnya itu menyempatkan diri datang ke Tokyo hanya untuk pergi ke kuil bersamanya. Bahkan setelah tahu mereka akan mengantri lama, Akashi masih bersedia menemani.
"Akashi-kun, kumohon, bagaimana kalau ada orang yang melihat?"
Tapi, bukan berarti Kuroko akan luluh karena itu, ditambah bagaimana kelakuan Akashi sekarang. Kuroko sudah tidak tahan.
"Jangan hiraukan orang lain, anggap saja di dunia ini hanya ada kita berdua, Tetsuya."
Tangan Kuroko makin gemetar. Kuroko sadar dia bukan lelaki penghayal, bagaimana ia bisa melakukanya di tengah kerumunan orang?! Bergandengan tangan mesra dengan lelaki lain yang bukan adikmu, ayahmu atau kakakmu?!
"Jika seseorang melihatnya, bukan hanya mereka, bahkan dunia ini pasti akan membenci kita, Akashi-kun."
Kuroko tanpa sadar meregangkan genggaman tangannya. Kakinya maju satu langkah ketika kerumunan itu berombak ke depan.
Memang, pada akhirnya Akashi tidak akan bisa menghapus realita. Tapi, juga bukan berarti dia akan melepaskan Tetsuya miliknya.
Diam-diam Akashi mengulas senyum atas pemikirannya sendiri. "Aku ... tidak peduli tentang dunia ini, aku hanya mencintaimu, Tetsuya."
Kuroko terkesiap, hanya sepersekian detik. Sebagai gantinya, sepasang mata biru itu menatap jauh dengan pipi merona. Kuroko mungkin tidak berkata apa-apa. Akan tetapi, genggaman tangannya yang mengerat sudah cukup untuk membuat Akashi mengerti perasaannya.
"Cuaca hari ini ... cerah ya, Akashi-kun?"
"Hm?"
Kadang-kadang, Kuroko juga bisa salah tingkah.
