Warning! Boyxboy! Yaoi! Homo! Typo!
.
.
Hunhan!
Sehun
Luhan!
.
Mereka bukan milik saya, tapi cerita ini asli dari pikiran saya. Mwehehe :v
.
Masih adakah hunhan shipper?
.
Happy reading!!
———————————
Sehun terbangun, melihat jam sekilas, lalu berjalan ke arah kamar mandi, guna membersihkan badan.
Oh Sehun, Ceo perusahaan 'Oh Soft' siapa yang tak tau Oh Soft? Perusahaan terkenal yang membuat sesuatu seperti game, inilah inti perusahaan game di dunia, dan Sehun adalah Ceo-nya, Oh Sehun yang terhormat.
Sehun membuka lemari pakaian, lalu memakai baju formal kantoran, hari ini ada rapat. Sehun mengambil Hp-nya lalu menelfon seseorang.
"Sekertaris Park."
"Oh, ne, presdir. Ada apa?"
"Saya menuju kantor, pastikan tidak ada yang terlambat.
"Baik."
Sehun berjalan ke luar, menyalakan mesin mobil dan bergegas ke arah kantornya.
.
.
pappero_pororo
.
.
"Hiks... luhan, oh yaampun. Bangun lu." Mama Luhan menangis di sisi ranjang rumah sakit
"Kaparat! Siapa yang menabrak anak kita hingga dia terbaring lemas seperti ini?!" Sedangkan ayah Luhan, emosinya meletup-letup.
"Ini, tabrak lari." Polisi yang ada di situ menjawab pertanyaan ayah Luhan.
"Bajingan! Aigoo, Lu, bangun Lu, ini, appa."
Sedangkan raga Luhan hanya terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit. Beberapa jahitan menghiasi kulit mulusnya.
Sedangkan jiwa Luhan, dia menangis, melihat dirinya sendiri terbaring lemah, melihat mamanya yang sangat ia sayangi menangis tersedu-sedu.
Oh, tunggu dulu. Jiwa dan raga-nya terpisah?
Oh, apakah Luhan sudah mati? belum. Luhan sekarat. Dan entah bagaimana, raga dan jiwanya terpisah. Jiwanya transparan, seperti hantu dan ia tembus terhadap benda.
"Hiks... apa yang harus aku lakukan?" Jiwa Luhan, benar-benar tak tau apa yang harus ia lakukan.
"Pergilah, cari seseorang yang bisa melihat mu." Suara hati Luhan berbicara.
"Kemana?"
"Kemana pun itu! Cepat pergi!" Oh, yaampun hati Luhan berteriak, membuat jiwanya lari keluar rumah sakit.
Dengan lemas, Luhan berjalan, menyusuri jalanan hingga akhirnya lalu berdiri disebuah halte, melihat para manusia berlalu lalang di depan sana.
.
.
pappero_pororo
.
.
"Untuk itu kita harus..." Sehun terus berbicara di depan sana, membuat yang mendengar dan melihat, kagum. Lalu berakhir dengan tepuk tangan.
"Kita akhiri disini. Terima kasih."
Sehun menyudahi acara rapatnya, lalu kembali ke ruangan pribadinya.
"Sekertaris, Park."
"Iya, presdir."
"Aku ingin makan bersamamu, Chanyeol."
"Ah, ne. Mau makan dimana hun?"
"Terserah."
Park Chanyeol, sekertaris pribadi Oh Sehun. Mereka sahabat lama, jika kalian menemukan Sehun dan Chanyeol berbicara non formal layaknya sekarang, itu biasa.
.
Sehun mulai memakan makan siangnya, begitu pula dengan Chanyeol.
"Bagaimana kekasih mu?" Sehun mencoba menghilangkan keheningan.
"Uhm, Bekhyun? Dia baik, sangat baik." Chanyeol menjawab sekilas, lalu melanjutkan acara makannya.
"Apa menurutmu aku menyedihkan?" Sehun meneguk air yang tersedia.
"Oh, tidak juga. Tapi, kau memang sedikit menyedihkan. Ah maksudku, kau tau? Kau jomblo kesepian. Oh, haha. Maksudku—" ucapan Chanyeol dipotong oleh Sehun.
"Ingin di pecat huh?" Sehun menaikkan satu alisnya.
"Ah, ani. Maaf." Chanyeol ingin berdiri lalu membukuk, tapi lengannya di tahan oleh Sehun.
"Aku bercanda, Chan." Sehun menurunkan alisnya, lalu memakai kembali ekspresi datarnya.
"Tidak lucu, Hun." Chanyeol meneruskan acara makanya.
.
.
pappero_pororo
.
.
Luhan menghembuskan nafas pelan, berjalan frustasi mengelilingi kota.
"Aku, harus kemana?" Luhan bertanya pada diri sendiri. Kemana suara hatinya? Bukannya dia yang menyuruhnya mencari seseorang.
Luhan berjalan frustasi, hingga akhirnya dia berhenti di depan sebuah restoran. Menatap sebentar, dan menggeleng kecil. Dia tak lapar, tak butuh makanan. Luhan berjalan kembali, menyusuri jalan.
"Haruskah aku menangis lagi?" Luhan bergumam kecil.
"Kemana malaikat maut?" Luhan meremas jemari lentik miliknya.
"Haruskah aku kembali ke rumah sakit?" Luhan memandangi langit biru di atasnya. Jika boleh jujur, dadanya sakit dan sesak.
"Hiks... apa tuhan sejahat ini?" Luhan menyeka air matanya.
"Apa malaikat maut tersesat?" Luhan mencubit pipinya karena ucapan bodoh tak masuk akal yang baru saja keluar dari mulut mungilnya.
"Oh ya tuhan, aku harus bagaimana?" Luhan duduk di trotoar dan menangkup wajah mulusnya dengan kedua tangan mungilnya.
Perlahan air matanya turun, membasahi pipinya.
.
.
pappero_pororo
.
.
"Sekertaris, Park. Saya akan pulang. Anda kembalilah ke kantor, awasi para pegawai."
"Baik presdir, Oh."
Sehun memasuki mobilnya, lalu mengendarai mobilnya sangat pelan, terkejut dengan apa yang ia temukan.
"Kenapa dia? Menangis di trotoar?" Sehun tak biasanya memperdulikan orang lain.
Sehun memarkirkan mobilnya, lalu berjalan keluar menemui seseorang yang menangis di trotoar tadi.
"Eum, anu," Sehun ingin menyapa, namun tiba-tiba Sehun membeku seketika ketika melihat orang yang dimaksud menoleh kearahnya, wajah mungil mulus, mata indah seperti rusa, bibir cherry yang menggoda. Cukup sudah Sehun terpesona seketika.
"Kau bisa melihat ku?" Orang yang dimaksud mengerjap-ngerjap matanya, lalu mengusap air matanya.
"Hei, kau bisa melihat ku? Kumohon jawab."
Sehun mengerenyit, pertanyaan jenis apa itu? Dapat melihatnya? Bahkan semua orang dapat melihatnya.
"Tidak dapat melihat aku ya? Makanya tidak—" ucapan Luhan terpotong.
"Anu, emm—" dan sehun tidak sanggup meneruskan. Dia ingin menculik orang ini. Membawa kedalam rumahnya, mengurung, dan menjadikan dia milik dirinya sendiri.
"Kau bisa melihat ku?"
Sehun mengangguk
"Sungguh?"
"Semua orang bisa melihat mu, nona."
"Hei, aku pria."
"Apa? Hoho, pria?" Sehun tak percaya, pria katanya? Orang super cute yang ada di hadapannya adalah pria? Itu tak masalah, toh orientasinya memang menyimpang. haha.
"Aku, pria! Ish! Menyebalkan!" Orang itu berbicara jengkel.
"Yayaya... terserah mu saja." Sehun terkekeh melihat tingkah menggemaskan.
Orang itu menggembungkan pipinya, menatap Sehun jengkel.
Dan Sehun ingin mencubit pipinya, satu langkah ia tambahkan pada orang itu, mengulurkan tangannya dan bersiap untuk mencubit pipinya.
"Bets.."
Tangan sehun tak mengenai orang itu, tangan sehun tembus. Sehun mengerennyit, lalu mencoba memegang pipi orang itu.
"Bets..."
Lagi-lagi tembus.
"Eum... anu, aku—" orang itu ingin menjelaskan, tapi Sehun cepat-cepat pergi meninggalkannya, menuju mobil.
Luhan mengikuti Sehun sampai di depan mobilnya. Sehun membuka pintu mobilnya, hendak masuk, tapi Luhan lebih dahulu bersuara.
"Tolong, aku." Cicit Luhan. Air matanya sudah membasahi pipinya lagi.
"Siapa namamu?" Sehun menutup kembali pintu mobilnya, lalu menghadap ke belakang, tempat Luhan berada.
"Luhan, Xi Luhan." Luhan mencicit kecil sambil terisak, meremas jari lentiknya pelan, lalu menyeka air matanya.
"Oke, Luhan. Berhenti menangis." Sehun berbicara dengan wajah datar, tapi di lubuk hatinya ia ingin memeluk Luhan, dan membuatnya nyaman.
Luhan mengangguk kecil, menyeka air matanya, lalu menatap Sehun dengan 'Deer Eyes' miliknya.
"Kau menggemaskan." Sehun berbisik pelan, sebisa mungkin membuat Luhan tak mendengar.
"Menggemaskan? Terimakasih." Tapi nyatanya telinga Luhan lebih tajam.
"Ah, ani, maksud ku, ah sudahlah. Aku Oh Sehun." Sehun berbicara gugup.
Luhan mengangguk.
"Kau, hantu?"
"Bukan!"
"Jelaskan padaku!"
.
.
.
(Next or delete?)
-pappero_pororo-
