Title : Another Way to Love
Author : vanillate
Cast : All EXO official pairings
Lemgth : chaptered
Genre : romance, hurt/comfort, friendship
Summary : Ini hanya sekelumit kisah sederhana tentang bagaimana mereka saling mencintai dan berusaha mempertahankan cintanya dengan cara yang berbeda.
OoOoOoOoOoO
March, 2012
Suara brankar yang didorong secara terburu-buru kian bergema disepanjang lorong yang didominasi oleh warna putih itu, beriringan dengan derap langkah yang seakan berpacu melawan waktu. Seorang gadis mungil dengan rambut coklat madu tampak ikut melangkah mengikuti brankar itu. Matanya yang sudah basah tetap terfokus pada sosok lain yang tergolek di atas ranjang brankar, meski pikirannya entah ada dimana.
Pikirannya kalut. Otaknya seakan tak ingin bekerja sama untuk memberikan perintah yang tepat. Hanya ada satu nama di dalam kepalanya, seolah sudah terpatri secara permanen disana.
"Seunghoon-ah, ku mohon bertahanlah..."
Hingga tanpa sadar , brankar itu telah memasuki sebuah ruangan, dilanjutkan dengan dua orang suster yang menahan tubuhnya -dan tubuh pria lain yang sejak tadi bersamanya- , mengisyaratkan mereka agar tetap di ruang tunggu.
Tubuhnya limbung dan merosot begitu saja di kursi, diikuti pemuda berkulit pucat tadi yang kini mengambil tempat di sisinya sambil merengkuh tubuh ringkihnya
"Tenanglah, Lu. Seunghoon hyung pasti akan baik-baik saja." Ucap pemuda yang memiliki wajah serupa dengan sosok yang ada di balik ruang operasi tersebut.
Menit demi menit terus bergulir, dengan sangat lambat. Gadis itu kian jengah dan merasa seolah waktu ingin membunuhnya secara perlahan. Ia bersumpah jika 10 menit lagi pintu itu tak terbuka maka ia akan mendobraknya dan masuk kesana secara paksa. Apa manusia-manusia di dalam tak merasakan betapa kalutnya ia sekarang?
Dan demi apapun. Ini benar—benar membuatnya gila.
Lain halnya dengan si gadis, pemuda pucat yang duduk di sebelahnya justru tampak lebih tenang. Meski rasa khawatir jelas menggerogotinya. Disini dirinyalah yang dituntut untuk tetap kuat, kalau bukan ia, lantas siapa? Ditambah lagi, ia juga merasakan sebersit rasa sakit ketika melihat Luhan –gadis yang masih berada dalam rengkuhannya-, tampak begitu tertekan karena pemuda lain. Ya, mungkin ini memang bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan hatinya,tapi sampai kapan ia harus begini?
Luhan masih disibukkan dengan kegiatan meremas-tangannya-sendiri-yang-berkeringat hingga tak menyadari pintu itu sudah terbuka, bersamaan dengan keluarnya seorang pria paruh baya berjas putih diikuti beberapa suster dibelakangnya.
Refleks,mereka pun langsung menghampiri dokter yang tengah membuka maskernya sambil menghela nafas yang terlampau berat. Terlihat jelas gurat putus asa dan penyesalan di wajahnya.
"Ba..bagaimana keadaannya, Dok?"
"Seunghoon hyung baik-baik saja kan?"
Dokter itu menatap mereka bergantian, sebelum akhirnya menggeleng pasrah. "Maaf-..."
Dan seketika itu juga, tanpa perlu dokter itu menjelaskan lebih detail, Luhan sudah merasa kalau tulang-tulangnya dilolosi secara paksa. Tubuhnya ambruk. Airmata merembes begitu saja diiringi isakan menyakitkan yang kian tak terkontrol memecah keheningan malam itu.
"...tidak. ti..tidak." racaunya tak jelas. "baru tadi sore aku..aku dan Seunghoon.. TIDAK! INI TIDAK MUNGKIN!" Sehun semakin mempererat rengkuhannya pada gadis itu, meredam segala kepiluan yang keluar dari bibir mungil itu.
"Maafkan kami. Kami sudah berusaha, namun sejak awal kondisi Seunghoon memang.."
"TIDAK! hiks hiks" seolah memberi penolakan pada penjelasan doter, namja itu menutup telinganya sambil menggelengkan kepalanya.
"Ka-kalian berbohong...tid- hiks.. Sehuna mereka jahat..hiks"
Dan malam itu. Pertahanannya runtuh begitu saja, diiringi riak-riak air hujan yang bertemu dengan tanah dan petir yang bersahutan, seolah ikut menangisi keadaannya. Dunianya serasa diambil secara paksa, sementara ia hanya bisa menangis di depan ruangan sialan itu.
Tanpa sedikitpun mengerti akan keberadaan namja lain yang sama terpuruknya dengan dia. Bahkan lebih, karena ia memiliki alasan lain.
OoOoOoOoOoO
May, 2012
Semburat jingga khas senja mulai nampak ketika gadis manis itu masih bertahan berdiri di dekat jendela kamarnya sambil terus menggenggam erat ponselnya –yang terus berdering sejak tadi, namun ia abaikan-. Raganya disini, namun tidak dengan pikirannya yang kini tengah melanglang buana jauh, ke percakapannya dengan seorang pemuda lain beberapa hari lalu, yang masih terputar jelas diotaknya bak rol film.
Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana pemuda dengan senyum bak malaikat itu datang menghampirinya, lantas memeluknya terlampau erat. Kemudian menggendongnya sambil berputar, seolah ingin menyampaikan kebahagiaannya yang kian membuncah.
Pemuda itu melepas gendongannya kemudian menyerahkan sebuah amplop yang sejak tadi terus ia genggam. Amplop yang rupanya akan merubah segalanya. Membawa kenyataan indah sekaligus menjadi penghantar mimpi buruk.
Disana tertulis jelas. Bahwa pemuda itu, atau kau boleh menyebutnya Suho, dinyatakan diterima di University of Cambridge untuk jurusan Arsitektur.
Dan ia tahu dengan jelas, inilah cita-cita Suho sejak lama. Obsesinya yang sama sekali tak mungkin untuk diredam, yang telah ia suarakan sejak lama. Dan kini, pemuda itu berhasil meraihnya, menggenggam impiannya.
Sekaligus melepas cintanya
Gadis itu menggelengkan kepalanya, mengembalikan pikirannya dari lamunan sialan itu.
Jika ia tak salah, pesawat yang ditumpangi Suho akan lepas landas beberapa menit lagi. Dan ia telah melakukan salah satu kesalahan terbesar dalam hidupnya dengan tetap berada disini, bukannya mengantarkan kekasihnya. Namun ia tak sanggup. Hatinya terus berontak, untuk menolak kenyataan ini.
Dan kalau ia memang yakin dengan keputusannya, mungkin inilah saat yang paling tepat. Karena ia tak akan sanggup memikul beban seberat ini untuk waktu yang lama. Dan ia tak ingin menjadi beban untuk pemuda itu. Bukankah sejak dulu ia sudah meyakinkan dirinya sendiri bahwa amplop itulah yang akan menjadi penentu segalanya.
Untuk sekian alasan yang ia tak tahu darimana asalnya, matanya mulai beralih menatap ponselnya -yang kini menampilkan belasan missed call dari pemuda lain yang tengah menunggunya di bandara-, tak buang waktu, ia pun langsung menghubungi nomor tersebut.
Dan nada sambung yang terdengar seolah mengiringi sebersit rasa menyesakan yang sekejap itu menguasai dirinya. Namun sekuat tenaga ia mencoba bertahan, demi meloloskan satu kalimat itu.
"Junmyun-ah, sebaiknya kita sampai disini saja.."
Dan sambungan terputus. Begitu juga dengan hati mereka
OoOoOoOoOoO
June, 2014
Gadis bermata sipit itu masih membenamkan wajahnya diatas kedua tangannya. Air matanya terus merembes, seolah enggan berhenti, tak peduli pada eyelinernya yang mulai lumer tak beraturan. Beruntung kondisi kelas sudah benar-benar sepi, sehingga tak akan ada mendengar isak tangis memalukannya saat ini.
Persetan dengan semuanya. Ia hanya ingin meluapkan segalanya. Ia sudah terlalu lelah menghadapi pemuda itu. Namun hatinya terus menolak untuk berhenti. Dan menangis setelah melihat pemudanya melakukan hal itu merupakan rutinitasnya selama ini. Ia terlalu takut untuk menyuarakan semuanya secara langsung, ia takut pemuda itu menganggapnya berlebihan, karena ia sungguh tak sanggup kalau paada akhirnya justru dirinyalah yang ditinggalkan.
Disela keheningan, terdengar suara pintu yang dibuka perlahan. Disusul dengan suara pintu yang menjeblak terbuka dan derap langkah terburu-buru.
"ya Tuhan, Baekkie!" suara nyaring gadis lain langsung memenuhi ruangan. Gadis itu langsung duduk di bangku sebelah Baekhyun dan merangkul pundak gadis sipit itu seraya mengusap punggungnya, karena gadis itu masih enggan mengangkat wajahnya.
"Lu..." ucapnya disela isak tangisnya.
Sementara seorang pemuda lagi, yang tadi datang bersama Luhan, langsung mengambil tempat di sisi kiri Baekhyun dan berlutut disana, menyejajarkan tubuhnya dengan gadis itu. Perlahan ia menyisipkan rambut gadis itu ke belakang telinganya, lantas mengusap lengannya perlahan.
"Baek.." panggil pemuda itu dengan suara baritonenya
"..."
"Hey, Baek, kau dengar aku?"
Dan tiba-tiba saja, Baekhyun sudah memeluk leher pemuda itu dan menyembunyikan wajahnya disana. "Hiks.. Yeol, hiks.."
"Ssst tenanglah. Apakah ini untuk alasan yang sama lagi?"
Dan tak ada jawaban, kecuali anggukan gadis itu di lehernya. Yang otomatis membuat pemuda baritone tadi mengepalkan tangannya.
"Mati kau, Kim."
OoOoOoOoOoO
"Haruskah aku melepasnya?" tanya gadis itu tanpa menatap temannya. Pandangannya malah terfokus pada kakinya yang masih memainkan riak-riak air kolam.
Gadis lain dengan surai hitam pekat sontak menoleh kearahnya, sambil tersenyum miring "Aku justru ragu kalau dia bisa lepas dari dirimu.."
"Tapi ak-"
"Oh ayolah. Dia tak bisa lepas darimu barang sedetik kan? Tak sadarkah kau akan itu?"
"Aku sadar, seratus persen sadar. Dan justru itu yang membuatku ingin melepaskan diri darinya. Tidakkah kau merasa dia terlalu berlebihan? Setiap menit dengan laporan? Serta pertanyaan-pertanyaan curiga yang sesungguhnya tak memiliki dasar apapun-"
"Hey itu jelas karena dia terlalu mencintaimu!"
"...Aku- dia terlalu mengekang ku. Duniaku tak hanya seputar tentang dirinya. Banyak hal yang menunggu untuk kulakukan. Aku tak suk- aku jengah..."
OoOoOoOoOoO
YEAHAHAHAHA, ini mungkin bisa disebut prolognya kaliya! Disini memang belum aku munculin semua, karena ini cuma gambaran awal tentang konfliknya hehe. Sisanya pasti muncul di chap berikutnya OHIYAA maaf sekali untuk typonya yeaaaaa
Btw, mind to review?
