.

.

.

.

.

CANTERVILLE

.

.

.

.

.

Disclaimer Masashi Kishimoto

Inspirator by Novel Para Pengganggu (novel terjemah)

Story Written By Lady Bloodie

Rate T-M

Genre Friendship, Horror, Mistery

Main Character [Sasuke x Sakura] x Hinata x Itachi

.

.

.

[KETERANGAN]

Uchiha Itachi 20 tahun

Uchiha Sasuke 18 tahun

Haruno Sakura 17 tahun

Hyuuga Hinata 17 tahun

.

.

Summary

Baik Itachi maupun Sasuke tidak mau mempercayai tentang adanya hal mistik. Namun semenjak ayahnya menikahi janda beranak satu itu, mereka dipaksa untuk mempercayainya. Mistery akan asal mula rumah itu perlahan akan terkuak/ "Kau percaya dengan hantu? Maksudku…"/ "Sasuke, sudah kukatakan jangan—ehh?"/ "Sasuke, Sakura dengar! Tidak ada apapun jadi jangan berkhayal terlalu tinggi, okay?"

.

.

.

.

.

.

Warning

OOC, Typo(s), AU type, Terinspirasi dari salah satu novel berjudul Para Pengganggu *entah karya siapa yang pasti itu novel terjemahan*, Lemon/Lime impilisit, Multichapter, Don't bashing chara please!, DLDR, Mind RnR?

.

.

.

Request from ' '

.

.

.

.

Chapter 1

Untuk yang kesekian kalinya Sakura mendengus kesal seraya menatap jalanan dengan tatapan penuh emosi yang meluap-luap, seakan-akan ingin membakar habis deretan pertokoan yang berdiri tegak di sepanjang jalan. Ia masih marah dengan keputusan ibunya yang memilih menikah dengan seorang duda beranak dua.

Dan parahnya apa?! Pria itu tidak memiliki banyak uang sehingga tinggal di apartemen sederhana dengan kedua anaknya. Namun karena menikah dengan ibunya, kabarnya—ia mendengar dari ibunya—pria itu membeli sebuah Mansion kuno di daerah pelosok.

Baiklah, kini ia tinggal berharap jika tempat itu lebih baik dari rumah reyot mereka yang memiliki masalah dengan atapnya yang bocor, pompa airnya yang rusak, dan pergaulan masyarakatnya. Dan catat! Ia akan menendang bokong anak laki-laki pria itu jika berani berbuat macam-macam dalam segala hal!

Yeah ia memang belum pernah bertemu dua pemuda itu, tapi ibunya pernah bercerita jika pria itu memiliki dua anak laki-laki.

Dipandangnya wanita yang duduk di kursi kemudi itu dengan tatapan kesal, namun sama sekali tak dihiraukan oleh wanita itu yang justru malah menikmati alunan musik mellow yang melantun di radio mobil bantat mereka.

"Demi apapun ibu! Bisakah kau berhenti bersikap tenang seolah tidak terjadi apapun?!" ucapnya seraya memandang wanita itu dengan kesal. Demi Dewa yang menguasai jagad raya! Kenapa ibunya begitu tenang sekali!

Wanita itu hanya terdiam dan berdengung mengikuti lantunan musik, dan hal itu membuatnya semakin kesal dan siap meledakkan bom yang tertanam di otaknya. "Ibu!"

"Demi Tuhan, Sakura! Memangnya apa lagi yang harus ibu jelaskan padamu! Dan apa yang membuat ibu panik sehingga ibu harus meloncat kesana kemari seperti cacing kepanasan?!" ucap wanita itu tak kalah keras dari bentakan anak gadisnya.

Wanita itu juga lelah karena harus menghadapi sikap putri semata wayangnya yang terkenal keras kepala. Walau seribu kali ia berusaha menjelaskannya, tak akan merubah pemikiran yang ada di dalam otak gadis di sampingnya ini. Ia kemudian menghela nafas pelan dan kembali memfokuskan diri pada jalanan. Mereka kini sudah memasuki kawasan pedesaan dengan hutan yang berada di sisi kanan dan kiri jalan.

"Cacing tidak melompat, kau tau?" ucap Sakura bernada sinis. "Dan apakah kita akan menjadi tarzan setelah ibu menikah dengan pria itu? Oh ibu, jangan membuatku tertawa!" lanjutnya lagi seraya tersenyum sinis.

CHIITT

Dengan tiba-tiba wanita yang dipanggilnya dengan sebutan ibu itu mengerem mobilnya secara mendadak. Beruntung Sakura memakai sabuk pengaman sehingga tubuhnya tak sampai terpental ke depan. Ia kemudian menatap marah ke arah wanita yang berada di kursi kemudi itu.

"Ibu gila! Apa ibu berniat melakukan percobaan bunuh diri?!" tanya Sakura dengan nada tajam. Ia kemudian menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi penumpang seraya meletakkan tangannya bersedekap di depan dada. "Jika tau seperti ini, aku lebih baik tinggal di rumah reyot itu!"

"Dan ibu akan membiarkanmu dalam bahaya dengan atap hampir roboh, pipa rusak, dan dikelilingi beberapa lelaki hidung belang sebagai tetanggamu?! Jangan bercanda Sakura!" balas wanita itu seraya menatap sepasang manik hijau bening anaknya dengan tajam.

Sedetik kemudian, ia menjauhkan tubuhnya dari anaknya dan memilih bersandar pada sandaran kursi yang ia duduki. Ia kemudian memijat pelipisnya pelan seraya menghela nafas panjang.

"Dengar, ibu tidak bermaksud membentakmu—tapi percayalah tidak akan terjadi hal buruk selama kau menjadi anak manis dan menjauhkan sifat keras kepalamu itu," ucapnya lagi namun Sakura sama sekali tidak membalas dan lebih memilih memandang deretan pohon yang terjajar di sampingnya.

Sekali lagi wanita itu menghela nafas pasrah atas tingkah putrinya. "Baiklah terserah apa yang akan kau lakukan, yang jelas kau tetap harus ikut dengan ibu," ucapnya bersikeras menentang sifat keras kepala putrinya.

"Tapi bu—"

"Tidak ada bantahan!"

Dan detik berikutnya, mobil yang membawa keduanya melaju menembus jalan searah menuju sebuah Mansion megah yang berdiri kokoh diantara pepohonan. Dari kejauhan tampak bangunan itu begitu indah dengan arsitektur kunonya, namun dari dekat? Siapa yang tau?

.

.

.

Empat roda mobil jep lama itu berhenti tepat di depan bangunan tua tanpa pagar itu. Dari dalam mobil, turun dua manusia bergender perempuan dengan sebuah tas koper yang mereka bawa masing-masing.

Di depan mereka telah berdiri seorang pria berusia 40 tahunan yang menyambut kedatangan mereka berdua. "Bagaimana perjalananmu sayang?" ucapnya seraya mengecup pelan bibir wanita berambut merah muda di depannya.

"Tentu saja menyenangkan, benar begitu Sakura?" ucapnya seraya menoleh ke arah Sakura dan tersenyum, seolah memberikan kode pada anak gadisnya untuk ikut tersenyum.

Namun Sakura hanya mendengus kesal dan memilih tidak menghiraukan kode yang diberikan ibunya. Ia lebih memilih untuk diam, bersedekap di depan dada dan memandang ke arah sekitar. Sesaat pandangannya tertuju pada sosok gadis yang mengintip dari balik batang pohon tua, gadis itu berpakaian putih dan memiliki kulit pucat seperti kedinginan.

"…ra."

"…"

"Sakura?"

"…"

"Sakura!"

"Ah!" Sakura begitu terkejut ketika mendengar suara keras ibunya yang mengalun masuk dan menggapai gendang telinganya. Ia kemudian melemparkan tatapan tajam pada wanita berambut merah muda di depannya.

"Apa yang kau lihat?" tanya wanita itu seraya memandang penuh selidik ke arah putrinya, kemudian ia mengikuti arah pandang anak gadisnya tadi dan tak menemukan apapun di sana. "Apakah sebatang pohon tua yang dipenuhi lumut begitu menarik perhatianmu?"

"Tidak."

"Lalu?" tanyanya lagi seraya menaikan sebelah alisnya, memandang putri semata wayangnya.

"Tidak hanya saja…ah sudahlah! Aku hanya melihat kelinci putih di sana," dusta Sakura seraya mengibaskan tangannya, mencoba untuk bersikap setenang mungkin dan melupakan kejadian dimana dirinya melihat seorang gadis di balik batang pohon itu. Mungkin saja, gadis itu anak kerabat keluarga pria itu.

Masih tak percaya, sang ibu kini semakin memandang penuh selidik ke arah putrinya. Baru saja ia akan memulai kembali instrogasinya pada Sakura, sebuah suara menghentikannya dan membuatnya menoleh.

"Ayah, kau tau dimana Ita—Sakura?!"

Dari balik pintu keluar sosok pemuda berpakaian santai. Tampak sekali jika saat ini pemuda itu tengah terkejut setengah mati ketika melihat sosok gadis yang selalu ia kejar dulu, dan masih ia cintai sampai saat ini. Ia benar-benar tak menyangka jika gadis itu akan menjadi saudara tirinya. Dunia memang sempit—pikirnya.

Sedangkan gadis itu juga tak kalah terkejut, ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah ibunya dengan tatapan marah. "Kenapa ibu tidak mengatakan padaku jika ibu menikahi keluarga Uchiha?!" tanya Sakura dengan emosi yang meluap-luap.

"Yeah, ibu berusaha menjelaskannya padamu…"

BRUK

DRAP

DRAP

DRAP

"—Sakura! Sakura! Kembali!" teriak wanita itu dengan suara keras, namun tetap diabaikan oleh putrinya, ia kemudian memijat pelipisnya ketika melihat tingkah putrinya yang benar-benar sudah di luar batas. "Maafkan aku, dia memang selalu seperti itu Fugaku."

"Bukan masalah. Kupikir perjalanan jauh membuat kalian lelah, biarkan dia beristirahat," balasnya seraya menjinjing tas koper milik istrinya dan berjalan masuk ke dalam Mansion yang baru ia beli dengan harga murah.

.

.

.

Sakura melangkah kesal menaiki satu persatu anak tangga berlapis karpet merah yang sudah usang. Ia terhenti ketika seseorang menarik lengannya. Ia pun berbalik dan mendapati sosok pemuda menyebalkan yang selalu mengejarnya dulu, dan mungkin sekarang akan kembali berlanjut.

"Apa?!" ucap Sakura kasar seraya bersedekap di depan dada, menatap pemuda itu dengan pandangan dingin.

Pemuda itu kemudian menarik tangan gadis itu ke arahnya dan meletakkan sebuah kunci pada telapak tangannya. "Hn, kau melupakan kunci kamarmu," ucap Sasuke setengah terengah-engah.

"Jadi kau beralih profesi menjadi seorang cleaning service, sekarang? Bagus, dan mungkin setelah ini kau harus membersihkan kamarku setiap paginya," ujar Sakura seraya tersenyum meremehkan ke arah pemuda di depannya.

Gadis itu kemudian berbalik dan kembali berjalan seraya menyeret tas kopernya. Namun baru beberapa meter ke depan ia kembali berhenti karena sebuah pernyataan yang dikeluarkan pemuda di belakangnya.

"Aku masih mencintaimu sampai saat ini! Ingatlah itu, Sakura!" ucapnya dengan nada datar namun sedikit bergetar. Ada sebuah sensasi rasa sesak membahagiakan sekaligus kecewa yang memenuhi rongga dadanya.

Senang karena ia bisa bertemu kembali dengan gadis yang ia cintai, dan kecewa karena ia berkali-kali mendapat penolakan dari gadis musim semi itu, dan puncaknya ketika ia melihat Sakura berciuman dengan pemuda berambut hitam yang berasal dari keluarga terpandang Shimura.

"Dan aku masih membencimu, sampai rasanya aku ingin menyirammu dengan secangkir teh panas!" ucap Sakura seraya berlari menjauh dari Sasuke, mencari keberadaan kamarnya yang menurut instingnya berada di ujung lorong.

"Silahkan saja jika itu membuatmu senang!" balas Sasuke seraya tersenyum tipis. Detik berikutnya ia mendengar tiga kali ketukan keras dari pintu utama rumah mereka.

TOK

TOK

TOK

'Itu pasti Hinata.' batinnya, ia kemudian berteriak memanggil ayahnya. "Ayah! Niisan! Hinata sudah tiba!"

"Kau sambut saja dulu! Ayah masih memiliki masalah dengan pompa air!" teriak ayahnya dari halaman belakang.

Mendengar perintah dari ayahnya, iapun segera menuruni anak tangga, berjalan menuju pintu utama, dan membukakan pintu untuk—tidak ada siapapun?

Sasuke menaikkan sebelah alisnya ketika tak mendapati siapapun di luar, padahal tadi terdengar suara ketukan pintu. Mustahil jika itu angin karena angin, tidak mungkin bisa mengankat besi seberat tiga kilogram yang menjadi pengetuk pintu mereka. Beda cerita jika itu angin badai. Tapi tidak ada tanda-tanda badai.

Ia kemudian mengendikan bahunya dan berbalik, namun baru saja ia memutar tubuhnya 90 derajat, sebuah mobil sedang berhenti di depan rumahnya dan seorang gadis berambut indigo turun dari sana. Dengan sebuah senyum menawan ia melambaikan tangan kepada Sasuke seraya berteriak memanggil nama pemuda itu.

Gadis itu kemudian berlari kecil dan berhenti tepat di depan kakak sepupunya. "Hhh, maaf aku terlambat tadi jalan sedang sesak dengan kendaraan. Kau tau? Orang-orang rupanya melakukan liburan musim panas juga," ucapnya dan Sasuke hanya memutar bola matanya.

Jujur saja ia sedikit bosan mendengar alasan Hinata yang jelas-jelas sudah ia ketahui. Well, jalanan memang selalu macet total ketika liburan musim panas tiba, bukan? Siapa yang menyuruh gadis itu untuk datang terlalu siang?

Meskipun Hinata terbilang cerewet dan tidak bisa diam jika dihadapan keluarga, kerabat serta teman dekatnya. Namun gadis itu akan langsung mati kutu ketika berhadapan dengan pria yang ia sukai atau kekasihnya sendiri. Pernah ia mendapati gadis itu pingsan di depannya hanya karena melihat senyuman Naruto di hadapan gadis itu.

'Dasar wanita aneh,' batin Sasuke seraya menyeret koper yang ditinggalkan Hinata begitu saja. Sepertinya ia juga harus memberikan penambahan pada pemikirannya, bukan saja aneh tapi juga merepotkan. Catat itu!

.

.

.

Dengan menggunakan earphone miliknya, Sakura memutar volume musiknya keras-keras. Sembari menikmati dentuman musik bergenre jazz kesukaannya, ia membaca sebuah buku novel tebal karya salah seorang sastrawan dunia yang ia kagumi—Edgar Alan Poe, itulah namanya. Kau tau? Belum ada yang mampu mengalahkan karya-karyanya sampai saat ini.

Sakura menikmati tiap detik waktu yang ia gunakan untuk membaca buku novelnya. Namum ketenangannya terganggu ketika lagunya tanpa sengaja terputar pada setting radio dan memutar lagu tahun-90an.

Dahinya berkerut heran, ia merasa tidak mengalihkan putaran pada radio dan kenapa pula lagu tahun-90an itu disiarkan di tahun 2014 ini? Apa mungkin tak sengaja tertekan atau tertindih tubuhnya?

Tak mau mengambil pusing, ia kemudian kembali mengatur handphonenya untuk memutar lagu jazz kesukaannya. Ia kemudian meletakkan handphonenya tepat di atas tubuhnya.

Baru beberapa menit lagu itu terputar, kini giliran earphonenya yang menangkap suara aneh dan tidak jelas. Oh ayolah, demi Dewa Jashin yang dipuja salah seorang temannya! Apakah hal buruk selalu menimpanya semenjak ibunya menikah dengan pria Uchiha itu?!

"Sialan! Apakah tidak ada yang lebih baik dari tinggal di sarang nyamuk seperti ini? Maksudku, lihatlah betapa mengerikannya bangunan ini!" gerutunya kesal seraya mencabut earphonenya dari smartphone miliknya. Dan seketika itu alunan musik terdengar begitu keras memenuhi ruangan yang ia tempati.

Sudah ia duga! Ada masalah dengan earphone miliknya! Namun ia juga tidak heran akan hal itu, lagipula earphone itu memang sudah sangat lama ia dapatkan, sekitar setahun lalu. Jadi wajar saja jika sekarang mengalami kerusakan.

TOK

TOK

TOK

"Oh God! Sekarang apa lagi?!" gerutunya kesal, namun sedetik kemudian ia segera beranjak untuk membukakan pintu. Walaupun ia tau tak lain dan tak bukan yang mengetuk adalah…

KRIET

…kosong?

Tunggu-tunggu! Telinganya masih berfungsi bukan? Tadi ada yang mengetuk dan dengan jelas ia mendengar itu! Lalu—kemana orangnya? Maksudnya, apa seseorang sedang mengerjai dirinya?

Seketika itu pula pikirannya tertuju pada satu orang paling menyebalkan, satu-satunya pria yang ingin ia siram dengan secangkir teh panas, dan satu-satunya orang yang ia ingin gunduli sampai botak—Sasuke. Pasti dia!—tebaknya.

Ia kemudian menutup pintu ruangannya dan kembali menuju tempat tidurnya, melanjutkan sesi baca novelnya, dan menghiraukan gurauan Sasuke yang sama sekali tidak lucu. Baru saja satu meter dari pintu ia melangkah, kembali terdengar ketukan itu lagi.

"Baiklah Sasuke! Aku tau itu kau, jadi berhentilah untuk—"

"A-ano…ma-maaf, aku Hinata—Hyuuga Hinata, adik sepupu Sasuke. Apa ini kamar Haruno Sakura?" tanya seorang gadis dari luar membuat emosi Sakura perlahan meredam.

"Masuklah, aku tidak mengunci pintunya," ujar Sakura mempersilahkan sosok gadis yang berada di luar sana untuk masuk ke dalam kamarnya.

Sepasang manik emeraldnya memandang penuh selidik terhadap sosok gadis berambut indigo dengan mata amethyst yang berdiri di depannya ini. Sepertinya ia pernah melihat gadis itu, kalau tidak salah ingat dia—ah! Gadis yang berdiri di bawah pohon tua itu?

Tapi tunggu dulu? Gadis ini memakai setelan tanktop dan hotpant, sedangkan gadis yang berdiri di bawah pohon tua itu memakai pakaian putih yang terlihat seperti pakaian Eropa kuno.

'Ah, mungkin aku salah lihat,' batinnya berusaha meyakinkan bahwa gadis di depannya ini adalah orang yang sama dengan gadis yang ia lihat berdiri di bawah pohon tua itu.

"O-hayou gozaimasu," sapanya seraya berojigi menghadap ke arah Sakura.

Untuk sesaat Sakura tampak kaku menanggapi salam dari gadis di depannya ini. "Ohayou."

"Maaf jika aku mengganggu, tapi kita sekamar," ucap gadis itu seraya memperlihatkan seluas senyum canggung kepada gadis yang berada di depannya. "Namaku Hyuu—"

"Kau sudah mengucapkannya tadi, kau tau?"

"Sumimasen!"

Sakura hanya memutar bola matanya bosan seraya berjalan menuju ke tempat tidurnya dan kembali melanjutkan acara membacanya. 'Apakah semua yang berhubungan dengan Uchiha selalu aneh?' batinnya sesekali mencuri pandang terhadap gadis yang masih berdiri di ambang pintu.

'Dasar aneh,' hujatnya dalam hati seraya menyeringai kecil kemudian kembali melanjutkan acara membacanya.

BRAK

"KYAAA!"

Baru saja beberapa bait ia dapatkan dari kegiatan membacanya. Sebuah suara pintu yang terbanting keras dan disusul suara jeritan gadis berambut indigo itu suksen menghancurkan mood membaca. Baiklah, ini mulai menyebalkan sekarang.

"Astaga! Apakah semua keturunan Uchiha selalu mempunyai tingkah abnormal. Come on, ini hal wajar ketika kau berada di rumah kuno maka kau akan mendapatkan hal-hal yang kuno pula," ucap Sakura seraya memandang Hinata yang berusaha bangkit dan berjalan ke arah tempat tidurnya yang juga tempat tidur gadis itu.

"Termasuk hantu?"

"Ya, itu ter—apa? Kau masih percaya dengan hal seperti itu? Di tahun 2014 ini? Kau bercanda kan?" ucap Sakura seraya memandang Hinata dengan tatapan tak percaya. Sedangkan gadis itu menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan pertama Sakura. "Bagus, jika kau tidak mempercayainya." Sakura berucap lagi.

"Ta-tapi…"

"Sudahlah, aku tau kau pasti kelelaha. Istirahat adalah hal terbaik yang kau butuhkan," ucap Sakura seraya memberikan isyarat kepada Hinata untuk berbaring di sebelah tubuhnya.

Hinata hanya menghela nafasnya pelan, entah kenapa perasaannya mengatakan jika liburan musim panasnya kali ini akan diisi dengan hal-hal yang memutar balikkan logika yang dianut otaknya. Yah, semoga saja perasaannya salah besar.

.

.

.

Sasuke melangkahkan kakinya menyusuri lorong-lorong Mansion kuno yang dibeli ayahnya itu. Untuk yang kesekian kalinya ia menghela nafas pelan, kini ia mulai berpikir—apakah tidak ada yang lebih baik daripada rumah tua dengan sarang laba-laba dan tikus yang bertebaran? Mungkin akan lebih baik apartemen mereka, sekalipun tak sebesar ini.

'Sekarang dimana orang idiot itu?' gerutunya dalam hati seraya mengedarkan pandang ke seluruh penjuru lorong, untuk mencari kakak idiotnya.

Dan gotcha!

Tepat 10 meter di depannya ia melihat sosok pria yang ia kenali sebagai kakaknya dengan pakaian jas berwarna hitam yang memandang ke arah luar jendela. Mungkin kini tingkah idiot kakaknya meningkat. Well, apakah dia gila dengan memakai pakaian seperti itu?

Baru saja beberapa meter ia dekati, sosok yang ia kenali sebagai Uchiha Itachi itu melengos pergi dan hilang di balik pintu.

Dengan menghela nafas berat, Sasuke kemudian berjalan menuju ruangan yang dimasuki kakaknya itu. Baru beberapa meter ia bisa mendengar suara teriakan dari dalam sana—itu suara kakaknya. Ia mulai berpikir kembali, sebenarnya seberapa idiot kakaknya ini? Jelas saja tidak bisa terbuka! Pintunya terkunci dari luar.

Tunggu? Dari luar?

Buru-buru Sasuke menarik kayu yang menyangga pintu itu, dan seketika itu pula seorang pria berambut hitam panjang yang diikat di bawah menyembul dari balik pintu dan menghirup oksigen dengan rakusnya, seolah-olah udara tak lagi menyediakan banyak oksigen lagi.

"Hhh…hah…aku selamat!" ucapnya, ia kemudian beralih menatap Sasuke yang juga balas menatapnya dengan tatapan heran, tak percaya, dan kosong.

"Kau itu bodoh atau memang idiot permanen, hah?! Bagaimana mungkin kau terkunci di dalam sana sedangkan kau baru saja masuk beberapa detik lalu?!" tanya Sasuke dingin namun tampak terdengar bersungut-sungut di indera pendengaran milik Itachi.

"Hah? Apa kau bilang? Beberapa detik, eh? Aku terkunci di dalam selama 1 jam 13 menit 21 detik, kau tau? Aku hampir saja mati di dalam sana karena sesak nafas!" ucap Itachi tak kalah bersungut-sungut seraya menunjuk-nunjuk Sasuke dengan sebuah obeng di tangannya.

"Tunggu! Apa kau bilang?! Lalu siapa tadi yang masuk ke dalam sana jika bukan kau?! Di rumah ini hanya ada tiga pria—kau, aku dan ayah! Tapi ayah sedang membersihkan kolam renang di belakang rumah!" ucap Sasuke panjang lebar, ia bersumpah ini adalah kalimat terpanjang yang pernah ia ucapkan.

Bukannya malah menjawab, Itachi malah tertawa sampai kedua matanya menyipit. "Lain kali gunakan kacamatamu dan datanglah ke dokter secara rutin, kurasa minus matamu itu semakin parah."

"Aniki! Aku tidak bercanda! Tadi itu…"

"Sudahlah kau hanya salah lihat, mungkin juga hanya fatamorgana," ucap Itachi seraya beranjak meninggalkan Sasuke. Ia berjalan menuju tangga, hendak pergi ke halaman belakang. Mungkin ayah dan ibu barunya membutuhkan bantuan.

Sedangkan Sasuke hanya mengendikan bahunya dan berjalan mengikuti langkah Itachi. Sepertinya kakak idiotnya itu ada benarnya, mungkin saja ini adalah efek dari pemeriksaan mata yang tak ia lakukan secara rutin, serta dirinya yang malas untuk memakai kacamata—karena ia pikir itu menghalangi ketampanannya. Tapi ia tidak setuju dengan anggapan Itachi tentang fatamorgana.

Hei, ia bukanlah bocah kelas 1 sekolah dasar yang bisa dibohongi. Umurnya sudah 18 tahun asal kau tau saja. Mana ada fatamorgana di dalam sebuah Mansion megah begini? Bukannya itu hanya ada di gurun pasir dan jalanan beraspal?

'Dasar baka aniki!'

.

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued

.

.

.

.

.

A/N

2945 words

(P.S : Maaf publish sekarang, besok ada acara. Daripada entar telat publishnya)

Hola!

Maafkan saya T.T meskipun dimintanya Sasuke jadi chara utama tapi saya gak bisa dan malah melibatkan semua charanya. Jadi empat-empatnya itu chara utama -,- *bener2 minta maaf* saya gak ada ide yang pas buat bikin fic dimana cuma Sasuke yang jadi chara utamanya. *ojigi*

Dan bagi yang gak suka jika chara Hinata saya masukkan di sini. Mohon baca dulu sekilas sekalipun kalian gak suka, daripada nanti malu-maluin. Masalahnya Hinata itu jadi saudara Sasuke sama Itachi, so? Gak mungkin kalau aku kasih endingnya jadi incest. Saya hanya gak mau kotak review jadi ajang pertandingan boxing (-,-")

Sekian.

Jika berkenan silahkan tinggalkan apresiasi anda di kolom review atau bisa langusung PM saya jika ingin request fic atau menyampaikan hal-hal yang berbau privasi.

Terima kasih

Lady