Aku dan kau duduk bersama di bawah naungan bintang-bintang yang bersinar cerah di langit, menghiasi kegelapan langit malam itu. Kita sama-sama duduk, berharap melihat sang bintang jatuh, hendak mengucapkan barisan kata-kata harapan untuk 365 hari ke depan.

Kau duduk di hadapanku, memakai pakaian formal yang tidak pernah kau pakai sebelumnya. Pakaian yang tidak pernah kubayangkan akan kau pakai. Pakaian yang... terlihat rapi dan sangat pantas kau pakai, sungguh.

Aku duduk di hadapanmu, memakai pakaian yang tak kalah formal dan tak pernah kupakai sebelumnya. Pakaian yang tidak pernah kubayangkan akan kupakai. Pakaian yang... terlihat rapi tapi sungguh, aku malu menggunakannya. Aku tidak sanggup melihat tatapan matamu, aku takut kau berpikir macam-macam tentangku.

Sungguh, aku tidak menyangka kau akan datang ke rumahku dan memberiku sebuket mawar kuning indah nan harum. Aku lebih tidak menyangka lagi ketika kau mendekatiku lalu mengecup keningku pelan. "Kamu cantik malam ini," pujimu. "Ah, kamu selalu cantik."

Dan aku tidak bisa menghalangi kemunculan semburat merah di pipiku.

Kau menarikku untuk duduk di sana, di tengah sebuah taman yang dihiasi pohon sakura di sekitarnya. Tak lupa, lilin-lilin kecil menghiasi pinggiran jalan tempat kita melangkah menuju tempat tujuan yang kau bilang 'indah'. Di ujung jalan, aku melihat sebuah meja dengan taplak putih besar yang menyentuh tanah. Dua buah kursi saling berhadapan sudah tersedia di sana, tak lupa dengan dua piring yang masih ditutup, memintaku menebak apa isinya. Kau menarik salah satu kursi, lalu mempersilakan diriku untuk duduk. Setelah aku duduk manis, kau berjalan ringan ke kursi di hadapanku, duduk, dan tersenyum padaku.

"Ini kejutanku."

Aku memandangnya heran.

"I-ini...?"


Disclaimer:

Vocaloid yang bukan punya saya

Tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya bukan punya saya

Ceritanya punya saya


Warning:

OOC, OOT, bahasa gak baku, alur kecepetan, gajelas, typo, de el el


Lilin-lilin Kecil

A RintoxLenka story

by reynyah

Chapter I - Aku Pinjam Kamu


Lenka POV


"Lenka-chan!"

Lagi-lagi suara cempreng itu, pikirku sembari menoleh dan tentunya aku menemukan wajah bulat si Kamine Rin. Heran, aku sudah pergi ke taman yang jaraknya cukup jauh dari sekolah, tapi Rin masih bisa menemukanku. "Rin-chan? Kok, ada di sini?"

"Rumah gue kan, deket sini."

Oke, kesalahan terbesar, batinku berusaha sabar. Yap, ini salahku sudah menghindarinya di sekolah tadi. Kurasa memang karma hari ini sedang ingin mengerjaiku. "Oke, terus kamu ngapain di sini?"

"Kebetulan gue liat lo sama Rinto tadi siang," jawabnya. "Lo... berantem, ya?"

Aku menghela napas. "Untuk kesekian kalinya dan aku gak ngerti kenapa."

Ya, sebenarnya alasan utama aku pergi ke taman ini adalah untuk menghilangkan rasa sakit yang kini bersarang di hatiku. Tidak, bukan patah hati melainkan sakit hati. Hatiku selalu sakit bila mengingat wajah marah Rinto tepat di depan wajahku. Ini sudah yang kesekian kalinya sejak kami berstatus 'pacaran' dan seperti biasa, aku tidak mengerti kenapa dia sering marah padaku.

"Mungkin dia lagi PMS," celetuk Rin asal.

"Rin-chan! Dia laki-laki!"

Rin menepuk dahinya. "Go-gomen, gomen! Gue lupa!" serunya panik sambil membungkuk-bungkuk. "Habis, biasanya kalo lo berdua berantem kan, dia yang mulai duluan."

"Hmm... ya," balasku ragu. "Gak tau juga ya, kamu tau sendiri kalo otakku lemotnya kebangetan. Rinto kayaknya gak tahan sama itu."

Rin menggeleng. "Lenka-chan," ucapnya sambil memegang kedua bahuku. "Gue... oke, mungkin gue gak deket sama Rinto tapi gue cukup kenal dia." Rin berhenti bicara sejenak. "Rinto itu tipe cowok yang nerima cewek apa adanya. Dia udah kenal lo lumayan lama, dia tau lo lemot edan. Tapi apa? Dia masih suka sama lo, masih nembak lo. Jelas bukan gara-gara itu."

Aku menghela napas panjang. "Terus gara-gara apa, dong?"

"Mana gue tau?" balas Rin agak sewot. "Tanya sendiri dong, Lenka-chan. Lo bukan anak kecil lagi."

"Yee, aku telepon gak diangkat, aku SMS gak dibales," ucapku sebal. "Terus gimana?"

"Samperin ke rumahnya," usul Rin. "Lo udah kenal ortunya, kan? Gampang kalo gitu!"

"Gampang apanya?"

Rin menepuk dahinya lagi. "Maksud gue, karena lo udah kenal ortunya, lo enak nanyanya, gak perlu pake acara canggung-canggung segala!"

"Mm..." gumamku tidak jelas sambil menggaruk kepala. "Harus nanya ortunya, ya?"

Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Nada dering SMS. E-eh?

.

From: Rinto :3

Lenka-chan, masih mau ketemu aku?

.

"SMS dari siapa?" tanya Rin kepo. "Rinto, bukan?"

Aku mengangguk kecil. "I-iya."

"Bales, dong!" seru Rin semangat. "Pokoknya, kalian harus baikan!"

Aku tersenyum lalu mulai mengetik.

.

To: Rinto :3

Masih kok, kapan dan dimana?

.

From: Rinto :3

Aku jemput kamu hari ini jam 8 malam
Aku udah izin sama ortumu

.

"Wah, diajak ketemuan entar malem?" tanya Rin masih kepo. "Gila! Kayaknya dia mau bikin adegan romantis sama elo!"

Aku tersenyum kecil. "Ah, kita baru baikan."

"Justru karena baru baikan!"

"Rin-chan, udah deh," ujarku sebal. "Aku pulang dulu, ya."

"Mau siap-siap nge-date, ya?"

Aku mendengus. "Kencan apanya? Paling dia cuma mau minta maaf!"


SKIP TIME!

Pukul 8 Malam...


Rinto POV, di Kediaman Kagami...


"Lenka udah siap?" tanyaku di telepon tapi... bukan dengan Lenka.

"Belum, Rinto-kun," jawab orang yang kutelepon. "Dari tadi dia masih di kamarnya, belum keluar juga. Entah apa yang Kaasan-nya lakukan padanya."

Aku tertawa. "Oke, Ojisan," balasku. "Kalau Lenka udah siap, SMS Rinto aja."

"Hai'."

Aku memutuskan hubungan telepon lalu mematut diri lagi di cermin. Oke, mungkin aku agak sedikit 'centil' mengingat aku ini laki-laki, tapi... hey, terserah padaku, dong. Pokoknya malam ini aku harus tampil istimewa sebab malam ini adalah malam istimewa. Hahaha.

Malam ini, aku mengenakan kemeja putih polos yang dilapisi jas hitam milik Tousan. Tak lupa, aku mengenakan dasi kupu-kupu hitam yang terlipat rapi dan menyisipkan daun semanggi helai empat di saku jasku. Tentunya aku memakai celana kain hitam dan sepatu hitam yang baru saja disemir. Intinya, malam ini aku akan tampil berbeda. Aku akan tampil lebih rapi daripada Rinto yang sesungguhnya. Hohoho.

Tak lama setelah itu, ponselku bergetar.

.

From: Tousan-nya Lenka

Lenka sudah siap, sedang menggerutu di ruang tamu

.

Aku tertawa kecil. Aku tahu Lenka memang tidak pernah terbiasa memakai gaun, hanya saja, aku ingin sesuatu yang istimewa untuk malam ini. Aku ingin melihat Lenka memakai gaun walau hanya sekali.

Ya, walau hanya malam ini.


Lenka POV, di Kediaman Negami...


"Kaasan! Kenapa aku harus pakai baju begini?" gerutuku sambil menatapi gaun satin kuning muda sebetis yang kini melekat di tubuhku. "Aku mau ganti baju!"

"Eh! Lenka-chan!" Kaasan menutup pintu lemari bajuku lalu menghalanginya, menutup aksesnya agar aku tidak bisa mengambil baju lain. "Malam ini, kamu HARUS pakai baju itu!"

"Kaasan, bajunya gak bebas," keluhku sambil mengangkat roknya. "Aku mau pakai baju lain aja, gaun lain yang gak kayak gini..."

"Aduh, kamu ini." Kaasan geleng-geleng kepala. "Baju itu udah bagus kamu pakai, gak usah diganti-ganti lagi, oke, Sayang?"

Yah, sebenarnya gaun ini memang manis. Roknya cukup panjang dengan warna kuning muda yang tidak menyakitkan mata. Lengannya pendek sehingga memperlihatkan lenganku yang bisa dibilang terlalu kurus. Bahannya halus dan jatuhnya sangat pas di tubuhku. Sayangnya, aku tidak suka pakai gaun. Kaasan memang sudah berkali-kali bilang kalau gaun ini cocok denganku, tapi aku memang tidak suka memakai pakaian macam ini. Aku lebih suka rok selutut atau celana.

Aku mendesah. "Terus kenapa aku harus pakai bedak, lipstik, blush on, sama eye shadow segala?"

"Biar cantik."

"Berarti Kaasan nganggep aku jelek, dong?"

Kaasan seketika sweatdrop. "Lenka-chan, kamu mikirnya negatif banget sama orang tua sendiri," tegur Kaasan setelah pulih dari sweatdrop-nya. "Udah! Kamu ke ruang tamu, sana! Tousan udah nunggu!"

"Loh? Kok, Tousan yang nunggu?" tanyaku bingung. "Aku janjian sama Rinto, bukan?"

"Aduh, pokoknya Tousan ada di ruang tamu," ujar Kaasan sebal sambil menarik tanganku. "Kamu cepat turun, terus pakai sepatu yang udah disediakan Tousan. Sebentar lagi Rinto jemput."

"Rambutku dikucir satu doang," protesku. "Gak sebanding sama dandanan Kaasan!"

"Biarin!" balas Kaasan tidak mau kalah. "Turun, Lenka-chan! Kasian Rinto!"

Aku menurut lalu berjalan pelan melalui tangga. Uh, benar-benar gaun ini membuatku repot! Seumur hidup aku tidak akan mau menggunakan gaun lagi, apalagi yang jenisnya seperti ini!

Eh, kecuali mungkin saat aku menikah nanti.

Aku tiba di ruang tamu. Benar saja, Tousan sudah di sana, duduk di sebelah sebuah kotak sepatu yang membuat alisku naik sebelah. Aku menghampiri Tousan yang anehnya, mulutnya menganga ketika melihatku. Ketika aku hendak bertanya kenapa, Tousan berkata, "Ini anak Tousan? Ini Lenka-chan?"

Aku menghela napas. "Tousan, anak Tousan cuma ada satu di dunia."

"Wah, Tousan pangling," ucap Tousan sambil tersenyum. "Lenka-chan cantik."

Aku terkikik. "Tousan gak pernah bilang aku jelek."

"Aduh, Tousan gak sejahat itu," balas Tousan. "Kaasan apain mukamu?"

Aku menggembungkan pipiku. "Didandanin dong, Tousan," jawabku sebal. "Tapi aku gak mau. Tousan bisa protes ke Kaasan, gak? Seenggaknya lipstik ini dihapus, gitu..."

Tousan terkekeh geli. "Aduh, anak Tousan ini," kata Tousan sambil mengusap rambutku. "Kamu itu perempuan, biasakan aja." Tousan diam sejenak. "Oh ya, ini sepatu buat Lenka-chan."

Aku membuka kotak sepatu yang diserahkan Tousan lalu terkaget-kaget. I-itu heels setinggi tujuh senti! Astaga! Sejak kapan Negami Lenka bisa pakai high heels?!

Rintooooooooooooooo...

"T-Tousan," panggilku bingung. "I-ini... serius?"

Tousan mengangguk lalu mengelusku lagi. "Pakai aja ya, Nak."

Aku mengangguk pasrah lalu memasukkan kakiku ke sepatu itu dan rupanya... pas. Setelah kedua kakiku masuk dengan sukses, aku mencoba berjalan. Oke, tidak seburuk yang kuduga. Yah, hanya saja, kakiku pegal-pegal menggunakannya. Uh, andai aku sempat minta diajarkan Rin-chan atau Miku-chan...

TOK! TOK! TOK!

"Oh, itu Rinto," ujar Tousan. Dia menghampiri pintu, membukanya, lalu berseru pelan, "Rinto-kun! Sudah datang rupanya."

Aku menatap Rinto dan terkejut. R-Rinto memakai jas? Wah, kapan lagi dia memakai jas?

Rinto kelihatan... tampan.

Eits, walau sudah jadi pacarnya, aku tidak akan sudi mengakui itu di depan wajahnya. Cukup hatiku ini yang tahu.

"O-Ojisan," ucap Rinto terbata-bata. "Orang di belakang Ojisan itu... itu—"

"Lenka-chan," sambar Tousan sambil tersenyum. Tousan menarikku lalu membawaku ke hadapan Rinto. "Oke, Tousan tinggal dulu, ya!"

Dan kini tinggallah aku berdua dengan Rinto di ruang tamuku.

"Lenka-chan," panggil Rinto sambil menunjukkan tangan kanannya yang sejak tadi ia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Mawar kuning, untukmu."

Aku tersenyum senang lalu menerima satu buket mawar kuning itu. Harum, indah. "Makasih."

Rinto tersenyum lalu berjalan mendekatiku. Perlahan tapi pasti, aku merasakan kehangatan menjalari seluruh tubuhku ketika Rinto mendaratkan bibirnya di keningku. Aku memejamkan mata sambil berusaha menahan semburat yang hendak muncul ke permukaan pipiku. Aku terkekeh malu sementara Rinto tersenyum menatapku. "Kamu cantik malam ini," pujinya. "Ah, kamu selalu cantik."

Ya, semburat merah kini muncul menghiasi pipiku.

"Lenka-chan," panggil Rinto lagi. "Malam ini aku pinjam kamu, ya?"

Aku terkekeh kecil. "Kamu mau nyulik aku?"

Rinto mengangguk dengan senyum jahil di wajahnya.

Aku tertawa kecil. "Oke, aku izinkan."

Rinto mendekatiku lalu tiba-tiba saja aku sudah ada di gendongannya, ala bridal style. "R-Rinto-kun!" Wajahku memanas. "A-aku masih bisa jalan sendiri!"

Rinto terkekeh. "Sampai mobil saja, kok."

Maka Rinto membopongku ke mobil. Setelah memastikan aku sudah duduk manis dan dirinya sudah duduk di sampingku, Rinto menyalakan mesin dan mulai menyetir, entah ke mana.


Bersambung...


Yay! Akhirnya fic ini... belum selesai sih, tapi udah mendekati selesai!

Rey tadinya pingin bikin oneshot, tapi karena gak kesampaian (berhubung Rey pingin cepet-cepet apdet dan gak mau alur kecepetan), jadi kayaknya bakal jadi twoshot.

Oke, sampai ketemu di chapter berikutnya!

Review? :3