Naruto milik Om Masashi Kisimoto

Cerita ini milik saya

Dont like dont read

Jangan lupa like dan commentnya ya..

Chapter 1

Pagi hari yang indah ini sedikit mengusik ketenangan seorang Hyuuga Hinata karena Ibunya tiba-tiba mengetuk pintunya dengan keras. "Nakk...Hinata...bangun sayang.."

Tap..tap..tap.

Dengan langkah gontai dia berjalan mendekati pintu kamarnya. "Sebentar Kaa-san."

Ceklek

"Ada apa Kaa-san?" tangan lembutnya kembali mengucek matanya. Berusaha untuk tetap bangun meski dengan mata setengah terpejam.

"Cepat mandi dan siap-siap sayang." Sang anak hanya menatap bingung. "Oh, jangan lupa gunakan gaun ya sayang."

Dia sedikit bingung karena ini hari minggu dan sekarang jam masih menujukkan pukul 7 pagi. Dan itu artinya ia masih punya waktu untuk tidur lagi sampai jam 9. Tapi, Ibunya menyuruhnya untuk mandi sekarang.

Ia menghela nafas sebentar dan tetap mengikuti instruksi Ibunya karena pada dasarnya ia adalah anak yang penurut.

Seorang gadis manis berambut panjang kini telah selesai mandi. Ia tengah memilih gaun mana yang akan dipakai. 'untuk apa menggunakan gaun?' ia menggumam pada dirinya sendiri. Meski begitu ia tetap memilih mana yang cocok untuk dia kenakan pagi ini.

'Sepertinya gaun ini cocok untuk kupakai hari ini.'

Ia memilih sebuah gaun berwarna putih polos. Dengan panjang 5 cm di atas lutut dan berlengan panjang hingga siku. Tak lupa ia mempermanis gaun itu dengan tali pinggang mungil pada pinggangnya.

Sedangkan rambut panjangnya ia biarkan tergerai sempurna.

"Hinata?" Kaa-sannya kembali memanggilnya dan membuka pintu perlahan.

Ia menatap kearah putrinya yang sedang menatap cermin. Saat putrinya menoleh ke arahnya satu kata yang digumamkan wanita paruh baya ini. 'Sempurna'

"Sayang, kau sangat Cantik nak." Hinata tersenyum simpul mendengar penuturan dari wanita yang paling disayanginya ini. "Sekarang kita turun. Tou-san sudah menunggu di ruang tamu."

"Tapi, ada apa Kaa-san? Kenapa tiba-tiba Hinata disuruh bangun pagi." Ada nada sedikit kesal pada kalimatnya. "Lebih baik kita turun dulu sayang."

Ia mengikuti Ibunya turun ke ruang tengah karena kamarnya terletak di lantai 2. Maka ia harus menuruni anak tangga untuk sampai ke ruang tamu.

Samar-samar Hinata mendengar ada suara selain suara Ayahnya. "Hahha, Paman bisa saja." Suara yang sedikit asing sepertinya.

Hiashi.

Ayah dari gadis manis yang bingung tadi menolehkan kepalanya. Mendapati sang anak dan istri berjalan mendekat kearahnya. "Hinata kemari nak." Hiashi tersenyum." Dan kenalkan ini Naruto." Naruto menunduk memberi salam kepada Hinata.

Deg.

'Siapa lelaki itu?' batinnya bertanya lirih. Ada sedikit perasaan aneh di hatinya namun ia tak menggubrisnya.

"Hinata." Dia kembali mengangguk memberi salam pada pria itu. Lelaki tadi hanya mengangguk sekilas membalas sapaan Hinata.

'Tampan.' Satu kata yang berdiam di dalam benak dan pikirannya. Lelaki itu sungguh tampan dengan kaos hitam polos yang melekat sempurna pada tubuh tegapnya.

Hinata mulai duduk tepat di sebelah Ibunya. Suasana tiba-tiba menjadi hening dan serius. Hinata mulai merasakan perasaan tak enak pada hatinya.

Ayahnya menyesap tehnya sebentar sebelum membuka suara. "Bagaimana kalau rencana perjodohannya kita bicarakan sekarang?"

"Apa?" tanpa sadar Hinata menggumamkan isi kepalanya.

"Tenanglah sayang." Ibunya mengerti akan keterkejutan anaknya.

"Kaa-san.. dia?" Hinata menatap pada laki-laki berambut kuning di depannya.

"Dia calon suamimu sayang. Kau ingat kan yang Kaa-san katakan padamu waktu itu?" Ibunya berkata dengan senyuman manis.

Ah, yah. Hinata ingat sekarang lelaki di depannya ini adalah calon suami yang Kaa-sannya ceritakan sejak beberapa minggu lalu. Lelaki yang akan menjadi suaminya karena wasiat dari orang tuanya dan orang tua lelaki di depannya yang telah tiada ini.

"Aku ingin pernikahannya di langsungkan secepatnya." Hiashi berkata dengan suara yang tegas.

"Tapi, Tou-san belum mendengar persetujuanku kan?" Hinata bersikeras ingin menolak. Sementara lelaki bermata biru itu hanya diam tanpa perlawanan.

"Tak ada penolakan Hinata. Ini adalah janji orang tuamu saat kalian masih kecil. Dan sekarang sahabat Tou-san itu telah tiada. Jadi, tak ada salahnya kan kalau memenuhi janjinya."

Hinata akan membuka suara. Tapi, segera dipotong oleh Ibunya,"Naruto bawalah Hinata ketaman keluarga Hyuuga ini. Kalian bisa bicara berdua untuk lebih saling mengenal."

"Kaa-san.." gadis manis bermata amethyst itu ingin melakukan penolakan. "Taman Hyuuga berada di ujung lorong panjang ini tepat di belakang tak jauh dari sini." Namun sang Ibu memotong sebelum anaknya melanjutkan kalimatnya.

Gadis dengan surai biru itu ingin membuka suara. Sebelum tangannya di tarik cepat oleh pemuda yang ada di depannya barusan. "Ayo."

"Kami permisi dulu." Pemuda bermata sapphire itu menganggukkan kepalanya memberi hormat pada orang tua Hinata.

Hinata hanya bisa terdiam saat tangannya di tarik paksa oleh orang yang bernama Naruto itu.

Dan sekarang mereka berada di sini.

Tiba di sebuah taman yang cukup luas dengan bunga yang beraneka warna. Dipermanis dengan kolam ikan yang ada disudut taman ini. "Le-lepaskan..sa-sakitt." Naruto melepas genggamannya dari gadis manis di sebelahnya.

"Kenapa?" Hinata berkata dengan mata yang sedikit menunduk. Entah kenapa ia merasa ada tatapan yang tak biasa dari iris berwarna biru itu.

Lelaki itu menghela nafas sesaat. "Aku hanya berusaha memenuhi keinginan terakhir orang tuaku Hinata." Lelaki itu bersandar pada pohon sambil menghirup dalam aroma bunga yang ada disana.

Hinata hanya terdiam setelah mendengar penuturan dari lelaki berambut kuning di depannya. Tak tahu harus membalas dengan kalimat apa.

"Lagipula kita sepertinya telah dijodohkan dari kecil." Matanya membulat sempurna mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut lelaki itu.

"Ke-kenapa kau menerima perjodohan tak masuk akal ini." Suaranya sedikit menyentak.

Naruto terdiam sesaat. "Aku terlalu mencintai orang tuaku. Hingga tak bisa menolaknya." Naruto menjawab dengan suaranya yang lirih.

Hinata diam memikirkan kalimat selanjutnya yang akan ia lontarkan. Tapi, ia tahu ada setitik rasa yang tak biasa pada mata biru lelaki itu.

Kerinduan.

Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Ia tak mungkin menikah dengan orang yang bahkan tak ia kenal sama sekali.

Naruto dan Hinata melangkahkan kembali kakinya ke dalam mansion hangat tersebut. Naruto berjalan di depan dengan Hinata yang mengekori di belakangnya.

"Naruto, kalian sudah kembali?" Ibunya berujar dengan wajah sumringah.

Naruto hanya mengangguk sekilas. Kembali duduk ke tempatnya.

"Naruto, kami telah menentukan tanggalnya." Hinata hanya memandang pasrah. Ingin menolak? Tentu tak bisa. Karena segala perkataan Ayahnya adalah azimat yang tak bisa di tolak.

"Tanggal berapapun akan Naru terima Bibi." Naruto menjawab dengan cengiran khasnya.

"Panggil Tou-san dan Kaa-san." Wanita paruh baya itu membalas dengan suara yang lembut."Ingat sekarang kau adalah putra kami."

Naruto membalas dengan senyuman tulus.

"T-tou-san, bu-bukankah sebaiknya Hinata selesaikan sekolah dulu?"Hinata tetap berusaha membela dirinya." Tatapan Ayahnya sungguh tegas.

"Tidak. Kalian tetap akan menikah secepatnya." Hiashi membuat Hinata diam tak bergeming.

"Tapi aku masih kelas 3 SMA Ayah?" Namun, ia tetap berusaha menolak.

"Lalu, apa masalahnya? Sekarang ataupun nanti kalian tetap akan menikah." Ayahnya berujar dengan tegas tak ingin dibantah. "Naruto akan pindah ke sekolahmu." Ayahnya berujar dengan nada entengnya. Hinata menatap mata itu seolah bertanya,'Untuk apa?'

"Terima atau tidak dia tetaplah orang yang akan menjadi suamimu Hinata."satu kalimat yang cukup membuat Hinata paham.

Yah, dia adalah calon suaminya. Tak mungkin Ayah dan Ibunya membuat anaknya terpisah dari suaminya.

Gadis manis dengan piyama biru kelam itu tengah berdiri di balkon kamarnya. Rambut panjangnya tertiup angin malam menambah kesan manis pada dirinya. Ia menyesapi aroma malam yang sudah terasa dingin.

Malam ini ia habiskan untuk memikirkan semuanya. Mengingat kembali percakapan dengan orang tuanya siang tadi yang terasa bagai mimpi baginya.

Naruto sekarang telah pulang ke apartementnya. Ia sudah menyiapkan sebuah apartemen sebelum tiba kesini.

Sebelum pulang, orang tuanya memaksa Naruto menginap di rumahnya malam ini. Tapi, tentu saja Naruto menolaknya. Ia menolak dengan halus.

"Hah..." lagi-lagi hembusan nafas yang keluar dari mulut gadis itu.

Seolah beban hidupnya benar-benar berat sekarang.

'Minggu depan tepat hari minggu.'

Kata-kata dari sang Ayah terus terngiang di benaknya.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Hah.

Lagi. Ia menghela nafasnya yang sudah berat itu.

"Hinata." Seorang wanita berambut merah muda berteriak melambaikan tangannya dan menghampiri wanita bersurai biru gelap itu dengan langkah cepatnya. "Ohayou."

"Ohayou."Hinata membalas sapaan gadis tersebut.

"Hei, kita masuk bersama ya?" Hinata hanya mengangguk. Mereka melangkah memasuki pintu gerbang sekolah elit tersebut."Awal semester yang indah kan?"

Hinata hanya tersenyum menanggapi pernyataan sahabatnya ini. Yah, mereka baru saja memasuki awal semester di bangku kelas 3 Keikan High School.

Mereka berjalan di sepanjang lorong itu dengan di dominasi oleh gadis ceria dengan sejuta pesonanya itu. Ia adalah sahabat Hinata sejak mereka masih duduk dibangku menengah pertama.

Langkahnya kian berat memasuki kelas yang sudah di depan mata ini. Bukan karena apa, ia hanya memikirkan statusnya yang tak lama lagi berubah menjadi istri, sementara Hinata masih lah anak SMA yang ingin bersenang-senang.

"Ohayou, minna.." Sakura dengan semangat menyapa teman sekelasnya. Sementara Hinata masih berkutat dengan pikirannya.

"Ohayou Forhead." Ino membalas sapaan Sakura. Ia duduk di dekat jendela berdua dengan gadis berambut cepol dua.

Sakura dan Hinata mendengar beberapa anak membicarakan sesuatu saat mereka akan mendekat ke arah Ino."Hei, katanya kita kedatangan murid baru."Siswi berambut pirang dengan 4 kuncir menyuarakan suaranya.

"Iya, dan katanya anaknya lumayan tampan lohh." Salah seorang siswi menimpali pernyataan Temari tadi.

Sakura baru akan bertanya tapi seorang guru memasuki kelas mereka. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Dan menyusul Hinata menuju bangku yang masih kosong.

"Pagi anak-anak."

"Pagi sensei." Jawab seluruh siswa dikelas itu kompak.

"Hari ini kita akan kedatangan murid baru." Semua siswa diam mendengarkan guru Sejarah itu."Dia pindahan dari London jadi saya harap kalian bisa bersikap baik padanya." Lanjutnya kemudian.

Semuanya tetap diam memperhatikan. "Masuklah." Iruka menyuruh murid baru itu untuk masuk kedalam kelas.

Kepala kuningnya menyembul dari balik pintu kelas. Sementara Hinata hanya menghela nafas.

Semua siswa dan siswi yang ada didalam kelas itu terpanah akan ketampanan lelaki itu. Ada beberapa siswi yang berseru senang melihat lelaki berambut kuning itu. Sementara para siswa hanya menggumam tak jelas melihat ketampanan mereka tersaingi.

Naruto perlahan mendekati Iruka dan siap memperkenalkan dirinya.

"Silahkan perkenalkan dirimu." Wali kelas mereka tersebut mempersilahkan sang anak untuk memperkenalkan dirinya.

"Namaku Namikaze Naruto. Yoroshiku-ne." Hinata tahu naruto akan pindah ke sekolahnya tapi ia tak pernah menduga bahwa akan secepat ini dan bahkan ia akan satu kelas dengan Naruto.

Seorang anak mengangkat tangannya,"Apa kau sudah punya pacar?" Para siswi yang ada di sana bersorak akan pertanyaan langnsung dari siswi tadi berharap-harap cemas. Sementara satu orang hanya memandang jengah kearahnya.

Naruto diam sesaat. Tak lama ia menggelengkan kepalanya.

Yah, dia memang tak punya pacar. Tapi bukankah dia sudah punya calon istri. Eh...

"Naruto silahkan duduk." Iruka-Sensei menunjuk satu bangku yang kosong. "Kau duduk di sebelah Uchiha-san." Naruto tersenyum sekilas mengetahui siapa teman sebangkunya.

Ia berjalan mendekat kearah Uchiha Sasuke."Teme, lama tak berjumpa." Sapanya saat ia sudah duduk di sebelah lelaki berambut emo itu.

"Hn. Dobe." Lelaki itu hanya menggumam.

Hinata menoleh sekilas. Naruto duduk tepat di belakangnya.

Ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan langkah lelaki bermarga Namikaze tersebut. "Naruto." Mulutnya bergumam senang mengetahui bahwa orang yang dicintainya ada di sini.

8 Oktober 2017

_To Be Continued_