Naruto By Masashi Kishimoto

Genre: Romance, Drama

Pairing: NaruHina

Rating: T

Warning: Sangat OOC, Abal, Gaje

.

.

.

.

.

Hinata POV

Jemari lentikku menari lincah diatas tuts grand piano yang sedang ku mainkan. Mengalunkan sebuah nada yang terdengar sendu jika kau mendengarnya, mencoba menyalurkan semua emosi melalui nada-nada. Mencoba meninggalkan sementara permasalahan dunia yang menggangguku, meninggalkan sementara kenyataan yang benar-benar terpaksa harus kujalani.

Lebih cepat kugerakkan jemariku diatas piano, memejamkan mata menikmati alunan yang di dendangkan oleh jemariku. Mencoba untuk terhanyut dalam sebuah ilusi yang ku buat sendiri, menciptakan bayangan-bayangan kehidupan yang nyaman. Bayangan itu memudar seiring ku dengar suara pintu terbuka, kuhentikan permainanku, membuka kedua mataku yang sempat terpejam lalu menoleh.

Aku sedikit mendengus melihat seseorang yang dengan lancangnya berani merusak suasana yang sudah dengan susah payah ku buat ini.

"Halo little princess, menikmati permainan piano mu, huh? Tak ku kira kau menyukai benda yang sangat melekat dengan orang-orang cengeng." Ejek orang itu yang tengah bersender di badan pintu. "Bermain piano bukan hal girly, semua orang bebas memainkannya." Aku mendelik kesal ke arah baka aniki ku, bermain piano memang hobiku. Dan apakah semua orang yang bermain piano di anggap melodramatis?

"Ya, terserah kau saja" Neji nii memutar kedua bola matanya "Kau ditunggu oleh Otou-san di ruangannya" Lanjutnya. Aku mengerutkan kening mendengarnya, apakah aku melanggar sesuatu yang salah lagi eh?

"Baka! Kau tidak mengetahui kesalahanmu? Seharusnya kau harus lebih pintar mengendalikan sikapmu itu Tuan Putri." Jelas Neji nii dengan nada menyindir saat melihat raut bingungku, mata lavender yang sama denganku menatap ku dengan pandangan yang mengatakan 'Kau benar-benar bodoh' ya seperti itulah mungkin. "Aku sudah bersikap layaknya seorang tuan putri." Aku menyahut polos. "Menonjok seorang pria hingga memar, itukah perilaku seorang putri?" Neji menyahut sarkastik.

Aku memilih mengabaikannya dan menghela nafas memikirkan penjelasan apa yang akan kugunakan nanti untuk menghadapi Otou-san. Mengandalkan Neji nii sepertinya tidak mungkin, aku sudah sering meminta bantuannya.

Inilah nasib menjadi anak perempuan, Otou-san sangat-sangat overprotektif terhadapku. Ia ingin anak perempuannya berpenampilan feminim seperti permintaan mendiang Kaa-san. Kaa-san sudah tiada, ia meninggal saat melahirkanku. Walaupun belum pernah bertemu Kaa-san, bagiku Kaa-san adalah Ibu terhebat yang aku punya, terbukti dari usahanya hingga meregang nyawa demi diriku.

Kembali lagi pada Otou-san ku yang sangat menginginkan aku agar menjadi sosok gadis feminim, tentu saja aku tidak menolak. Aku mengikuti kemauannya selain karena rasa hormatku padanya juga karena inilah permintaan Ibu ku. Sedikit jengah sebenarnya karena diriku memang tidak ingin menjadi terlalu feminim. Karena itulah aku menjadi nakal dibelakang Otou-san, dengan mendaftar sebagai murid disebuah perguruan bela diri yang sama dengan tempat Neji-nii berlatih.

Jujur saja aku lebih menyukai mengasah kemampuanku dalam hal bela diri yang menurutku itu keren ketimbang harus berpose didepan kamera dengan gaya ala wanita yang menurutku menjijikkan. Jangan salahkan aku yang menyalahkan kodrat dengan membenci hal-hal seperti perempuan pada umumnya, jangan menyoraki ku yang acting layaknya Tuan Putri jika dihadapan Otou-san lalu berubah menjadi berandal saat dibelakangnya. Pokoknya jangan salahkan aku yang tomboy ini because I was born to be a tomboy. Kurasa aku layak mendapatkan piala Oscar sebagai aktris terbaik.

.

.

.

Aku memasuki ruang kerja Otou-san setelah sebelumnya mengetuk pintu, kulihat Otou-san sedang di meja kerjanya berkutat dengan kertas-kertas. Ku langkahkan kaki ku dengan anggun ke arah meja, lalu duduk dihadapan Otou-san. "Ada apa Otou-san memanggilku?" Ku lontarkan pertanyaan tanpa perlu basa-basi. Otou-san menghentikan kegiatannya lantas menatapku dari balik kaca mata min nya. Lalu melepaskan kacamatanya itu.

"Hinata, kau adalah putri ku satu-satunya. Berat tanggung jawab seorang ayah jika memiliki seorang putri yang harus dijaga. Kau tahu permintaan terakhir Kaa-san mu kan?" Otou-san menatapku lelah. "Ya, aku tahu." Balasku dengan raut wajah datar. "Jadi, kenapa kau tidak bersikap selayaknya perempuan?" Otou-san memberikan tatapan mengintimidasinya, oh bagus! "Aku, sudah melakukannya." Aku menyahut masih menampilkan ekspresi datarku.

"Otou-san akan pergi selama 4 bulan untuk mengerjakan proyek cabang perusahaan di Amerika" Otou-san menghela nafasnya "Bagaimana bisa aku meninggalkan mu yang seperti ini?" Lanjut Otou-san memandangku. Otou-san memang adalah seorang pebisnis, dia sering sekali berbulan-bulan pergi luar negeri untuk mengurus perusahaannya yang sudah tersebar dimana-mana itu.

"Otou-san. Otou-san tidak usah memikirkanku. Maafkan aku yang tidak pernah mau menuruti permintaan mu. Tapi saat ini aku hanya bermain-main saja, aku yakin cepat atau lambat aku akan serius. Karena perempuan sudah kodratnya lemah lembut, jadi suatu hari nanti tanpa sadar aku akan menjadi gadis Otou-san yang manis." Aku berusaha meyakinkan Otou-san. Aku bukanlah gadis manja yang akan merengek sedih ketika akan ditinggal oleh Ayahnya berbulan-bulan. Malah itu bagus, setidaknya mengurangi waktu kepura-puraan ku yang akan menjadi sosok feminim jika ada Ayah.

"Kau anak Otou-san yang paling manis, kau sudah berumur 19 tahun ingat? Baiklah kali ini Otou-san akan mencoba sedikit memberikan kebebasan padamu. Otou-san tidak ingin terkesan mengekangmu." Sepertinya Otou-san sudah mulai melunak. "Tidak. Otou-san tidak pernah mengekangku. Itu hanyalah sebuah reaksi wajar oleh orang tua yang menginginkan yang terbaik untuk anaknya." Aku langsung memeluk Otou-san. Walau bagaimanapun, seberapa menyebalkannya Otou-san itu tidaklah sebanding dengan betapa besar aku menyayanginya. "Kapan Otou-san berangkat?" Melonggarkan pelukkannya aku bertanya. "Besok pagi." Jawab Otou-san.

.

.

.

Aku melangkahkan kakiku riang menuruni anak tangga dengan suasana baru. Yahh tadi pagi-pagi sekali Otou-san sudah pamit berangkat ke Amerika. Setelah Otou-san pergi aku buru-buru melangkah ke kamar mengganti dress ku dengan sebuah stelan baju dan celana longgar berwarna hitam, rambutku yang panjang ku kuncir kuda. Di bawah aku melihat Neji nii yang sudah menunggu juga berpakaian sama sepertiku. Ya kami akan berlatih bela diri hari ini.

"Kau terlihat senang." Neji nii bertanya padaku yang dari nadanya lebih tepat disebut pernyataan. "Ya, kenapa? Kau tak suka melihat adikmu senang?" Aku menyahut ketus pada sosok dinginnya. Sedangkan pertanyaanku hanya dibalas kedikkan bahunya. Huh? Menyebalkan sekali dia!

.

Aku menggerakkan tangan dan kakiku mengikuti konstruksi oleh Kakashi-sensei di depan, ya dia adalah guru yang mengajar di perguruan bela diri ini. Walaupun muridnya tidak terlalu banyak, jangan salah perguruan yang di bina oleh Kakashi-sensei ini adalah perguruan bela diri terbaik di sini. Perguruan ini hanya menerima murid yang memiliki bakat kesungguhan untuk mengasah kemampuannya, jadi muridnya tidak terlalu banyak. Malah aku adalah satu dari dua perempuan yang ada disini. Itu menunjukkan bahwa kemampuanku bukanlah main-main, walaupun masih di bawah Neji nii.

Aku menenggak habis air mineral dibotolku hingga tandas isinya, hari ini latihan yang benar-benar melelahkan. Tapi tak apa, setidaknya aku berhasil menguasai beberapa jurus yang terkenal sulit. Aku mengalihkan pandanganku ke arah pohon besar beberapa meter di depanku lantas aku mengernyit ngeri melihat pemandangan di depanku.

Hinata POV End

.

.

.

Author POV

Seorang perempuan bercepol dua terlihat mencoba memanjat sebuah pohon yang cukup tinggi. "Ya ampun susah sekali sih." Berkali-kali dirinya menggerutu memaki dirinya yang selalu payah dalam urusan memanjat pohon. "Sedang apa kau Tenten mencoba memanjat pohon?" Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya membuat wanita bercepol yang bernama Tenten itu sedikit kaget lantas membalikkan badannya. "Neji?" Wanita itu sedikit terkejut mendapati seorang pria berambut coklat bermata lavender yang menatapnya heran. "Ahh itu aku ingin menolong seekor kucing yang sepertinya terjebak diatas sana." Tenten menunjuk sebuah kucing berwarna orange yang terjebak di dahan yang lumayan tinggi.

"Biar, aku saja yang menyelamatkannya." Sahut Neji dengan sikap coolnya, lantas memulai memanjat pohon itu. Dengan susah payah Neji akhirnya berhasil sampai ditempat kucing malang itu berada. Lelaki itu menjulurkan tangannya "Ayo, kemarilah." Kucing itu terlihat ragu lalu melangkah dengan pelan ke arah Neji dan hap kucing itu berhasil di genggam Neji. Neji meletakkan kucing itu di pundaknya, lantas segera turun dari sana. Di tengah perjalanan tiba-tiba kakinya tergelincir batang pohon yang sedikit licin. Neji yang saat itu tengah dalam keadaan tidak siap tergelincir jatuh ke bawah.

'gedebukkk'

Terjadi suara benturan yang cukup keras yang berasal dari tubuh Neji yang bertubrukan dengan tanah. "Astaga, Neji!" Tenten berteriak panic lalu mendekati Neji yang meringis kesakitan. Terlihat kucing yang berada di lengannya baik-baik saja karena Neji melindunginya dengan tangannya. "Neji-nii, Ya tuhan kau tak apa?" Jeritan histeris Hinata menghampiri mereka melihat nasib kakaknya. "Tidak baik, sepertinya tulang kaki ku ada yang retak atau mungkin patah." Pria itu meringis menahan sakit di bagian kakinya. "Kita harus segera membawanya ke ruang kesehatan, ayo Hinata bantu aku memapahnya." Seru Tenten, Hinata menganggukkan kepalanya lalu segera beranjak membantu Tenten yang hendak memapah Neji. Neji dibaringkan di tempat tidur di ruang kesehatan yang berada di sana. "Aku akan memanggil Kakashi-sensei sebentar." Tenten pamit lalu beranjak pergi.

Hinata melihat kaki samping Neji yang terlihat membiru "Kau bodoh sekali hingga terjatuh dari atas pohon. Di depan Tenten lagi." Hinata bersidekap menatap Neji. "Bodoh jangan mengataiku bodoh kau mengerti!" Sinis Neji pada adik perempuannya itu. "Whatever, berdoa saja supaya kakimu tak bermasalah mengingat kau sudah ditawari pekerjaan oleh Kakashi-sensei." Neji mendengus mengingat hal itu. Dirinya memanglah ingin hidup mandiri dengan tidak meminta uang pada Ayahnya sehingga Neji harus bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan juga untuk sesuatu yang direncanakannya. Kemarin baru saja Neji keluar dari pekerjaannya sebagai pelayan restoran demi pekerjaan yang ditawarkan Kakashi-sensei dengan gaji yang lumayan besar, Neji tentu tak akan menyia-nyiakannya. Dan karena insiden ini, sekarang ini Neji hanya bisa berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan kakinya.

.

.

"A-apa? Tulang kakiku retak?" Neji membelalakkan matanya tidak percaya. "Ya, dan untuk memulihkannya kau harus beristirahat selama beberapa bulan kedepan." Jawaban Kakashi-sensei bagaikan suara petir ditelinga Neji. "Tapi bukankah aku harus mulai bekerja lusa." Kakashi menatap Neji "Sepertinya kau tidak bisa melakukannya. Aku akan memberitahukan pada mereka nanti." Neji menatap lantai ruangan itu nanar, pupus sudah harapannya. Hinata memandang kakaknya kasihan, Hinata tahu betul Neji sedang dalam masa menabung uang untuk masa depannya dan mengingat berapa besar gaji yang akan diperoleh Neji dari pekerjaan itu, itu bukanlah jumlah yang kecil dan akan sangat sayang sekali jika harus terlewat begitu saja.

"Aku yang akan menggantikan pekerjaan Neji-nii." Kakashi dan Neji menoleh kaget ke arah gadis indigo itu. "Tentu saja aku tak akan mengijinkanmu Hinata. Pekerjaan ini berbahaya untukmu." Neji menatap Hinata tegas penuh penolakkan. "Tapi Neji-nii, aku bisa melakukannya. Hanya menjadi bodyguard seorang anak apa susahnya? Lagipula kemampuan bela diri ku tidak terlalu jauh darimu. Ayolah kali ini saja biarkan aku membantumu, sekaligus sebagai balas budiku kepadamu." Hinata memandang Neji penuh permohonan. "Aku bisa saja mengijinkanmu tetapi bodyguard yang dicari adalah seorang laki-laki bukan perempuan." Sahut Neji menjelaskan. "Tentu saja aku tak akan jadi perempuan. Aku akan jadi sepertimu. Kita kan sedikit mirip." Hinata mengeluarkan senyum miringnya.

.

.

.

"Apa kau yakin akan melakukannya Hinata?" Seorang pria yang memakai masker sedikit ragu untuk menggunting surai indigo panjang itu. "Kakashi-sensei tinggal lakukan saja. Aku sudah sangat yakin." Kakashi menghela nafasnya lalu mulai menggunting surai panjang gadis lavender itu memangkasnya hingga sangat pendek, membuat lantai itu dipenuhi oleh surai berwarna indigo.

"Sudah selesai." Hinata membuka matanya lantas melihat dirinya dipantulan cermin "Wow aku terlihat keren" Hinata berdecak kagum melihat dirinya, dengan rambut pendek model hairflip. Rambutnya terjatuh sempurna menutupi dahinya. Hinata beralih menatap Kakashi "Terima kasih atas bantuannya Kakashi-sensei, kau pemangkas rambut yang hebat" Hinata tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Ya, sama-sama senang bisa membantu."

"Lihat, bahkan aku terlihat lebih keren daripada kau." Hinata tersenyum kearah Neji yang duduk di kasurnya lantas beranjak ke cermin melihat rambut laki-lakinya dengan model hairflip. Hinata sangat menyukainya. "Kau akan segera ketahuan jika kau menggunakan suara perempuanmu yang mirip kucing kejepit pintu itu." Neji menyahut datar. "Lihat, sepertinya dia iri karena kau terlihat lebih keren Hinata." Lee teman Neji yang sedang menjenguk Neji menyahut semangat.

Hinata melangkah mendekati mereka dengan langkah khas pria cool "Bagaimana yang tadi?" Hinata bertanya setelah duduk di kasur Neji. "Hampir. Kau kurang sedikit rileks." Lee mengomentari. "Seiring berjalannya waktu aku pasti bisa melakukannya dengan baik." Hinata tersenyum "Emm sepertinya aku akan membutuhkan beberapa baju mu." Gadis itu beralih pada Neji. "Yah itu tak akan pernah terjadi." Neji tersenyum sarkastik. Hinata menarik alisnya lantas melirik Lee "Lee, apakah aku boleh meminta nomor ponsel Tenten?"

Neji buru-buru menyela sebelum Lee menjawab "Oke, kau mendapatkannya." Hinata dan Lee saling melemparkan senyum. "Tatanan rambut yang payah, tubuh yang kecil. Kau tidak akan sama denganku." Neji menukas dingin. "Kau tidak akan sama denganku." Hinata mengulang kembali perkataan Neji dengan suara lelaki yang dibuat-buat. "Tidak seperti itu, kurang dingin." Komentar Lee. "Kau tidak sama denganku." Hinata mengulangnya kembali kali ini lebih terkesan dingin. "That's perfect." Lee mengacungkan jempolnya ke arah Hinata. "Kalian berdua menyedihkan." Seru Neji jengah. "Kalian berdua menyedihkan." Hinata mengulangi lagi perkataan Neji dengan aksen laki-lakinya, lalu memberikan tatapan menantang pada Neji. Neji memutar matanya malas.

.

.

.

Hari ini adalah hari keberangkatan Hinata untuk memulai pekerjaannya sebagai seorang bodyguard menggantikan Neji. Hinata keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya. Hinata mengambil stelan pria yang akan dikenakannya, kaos putih polos model V-neck dengan jaket kulit hitam juga celana jins. Hinata memakai korset di dadanya untuk menyembunyikan dadanya yang menyembul, lalu segera memakai pakaiannya.

Hinata melangkah turun di tangga, dilihatnya Neji tengah duduk di sofa bersama Kakashi-sensei. "Pagi, semuanya." Hinata menyisir rambut pendeknya. "Kau keren sekali Hinata. Pasti banyak yang tak menyangka kalau kau adalah seorang perempuan." Hinata tersenyum tipis mendengar pujian senseinya itu. Sikapnya benar-benar sudah seperti lelaki, secepat itukah Hinata belajar?

"Kau tahu Hinata. Apapun yang ingin aku ucapkan pertama kali adalah jaga dirimu baik-baik." Sahut Neji menatap serius Hinata "Dan jangan membuat malu nama Neji Hyuuga, karena kau memakai namaku, mengerti" Lanjut Neji sedikit khawatir. Hinata menatap Neji malas "Sebenarnya kau mengkhawatirkanku atau harga dirimu itu?" "Tentu saja dua-duanya." Sahut Neji.

"Baiklah sebaiknya kita segera berangkat." Kakashi menginterupsi. "Ahh, baiklah Kakashi-sensei. Neji-nii aku pamit pergi." Pamit Hinata. "Berhati-hatilah Hinata." Hinata hanya mengangguk. Hinata menyeret kopernya lalu melangkah memasuki sebuah taxi bersama Kakashi. Taxi itu segera berangkat meninggalkan kawasan rumah keluarga Hyuuga.

Author POV End

.

.

.

Hinata POV

Taxi yang ku naiki berhenti di sebuah halaman rumah mewah yang cukup luas. Aku segera turun dari taxi bersama Kakashi-sensei yang mengambilkan koperku di bagasi. "Jadi, ini rumahnya Kakashi-sensei?" Aku bertanya dengan suara laki-lakiku. Aku cukup tahu dimana dirinya berada sekarang, jadi mulai saat ini aku harus mulai membiasakan diri seperti laki-laki. "Ya, ayo masuk pasti mereka sudah menunggu di dalam." Balas Kakashi-sensei. Aku mengikuti langkah Kakashi-sensei memasuki rumah itu. Ternyata di dalamnya tidak kalah mewah dari penampilan luarnya. Ini seperti sebuah istana.

"Selamat pagi Minato-sama." Kakashi-sensei menyapa seorang pria berambut kuning sedikit panjang bersama seorang perempuan berambut merah, yang kuyakini adalah majikanku. "Akhirnya anda datang juga Kakashi-san." Balas seseorang yang dipanggil Minato itu ramah. "Apakah pemuda ini yang akan bekerja disini Kakashi-san?" Wanita cantik itu menyadari kehadiranku dibelakang Kakashi-sensei, sepertinya penyamaranku berhasil dengan baik.

"Ya, inilah orangnya Kushina-sama. Dia adalah Neji Hyuuga." Kakashi-sensei menjelaskan. "Tapi ternyata kau sedikit lebih kecil dari perkiraanku." Pria dewasa berambut kuning itu sedikit menilaiku. "Jangan melihat dari covernya saja Minato-sama. Anda boleh mencoba kemampuanku." Aku sedikit membela diri, itu benar jangan melihat dari luarnya saja. "Ahh tidak perlu. Kalau soal kemampuanmu aku sudah yakin itu. Semua murid dari Kakashi-san adalah yang terbaik." Minato-sama tersenyum. "Anda bisa saja Minato-sama" Kakashi-sensei sepertinya tersipu. "Ahh aku tidak bisa berlama-lama disini. Neji tak apa kan ku tinggalkan sekarang?" Aku sedikit kikuk mendengar Kakashi-sensei memanggilku Neji. Oh baiklah Hinata kau harus terbiasa. "Ya, aku tak apa Kakashi-sensei." Aku menjawab. "Baiklah kalau begitu, Minato-sama, Kushina-sama aku pamit dulu dan titip salamku untuk Naruto." Kakashi sensei pamit pada dua orang yang akan menjadi majikanku. "Ya, sekali lagi terima kasih Kakashi-san." Sahut Minato-sama.

Kushina-sama beralih padaku lalu tersenyum ramah "Nah, Neji sebelumnya selamat datang di rumah keluarga Namikaze, anggap saja rumah sendiri jangan sungkan." Aku mengangguk "Baik Kushina-sama."

"Dan jangan panggil kami dengan embel-embel seperti itu. Panggil kami Jii-san dan Baa-san!" Sambung Minato-sama. "Ehh. Ba-Baik Jii-san." Aku tersenyum kikuk. "Neji-kun, bolehkah kami memanggilmu seperti itu?" Kushina Baa-san bertanya. "Tentu saja Baa-san." Aku tersenyum. "Baiklah, Neji-kun sebelumnya apakah kau sudah mengetahui pekerjaanmu?" Minato Jii-san kali ini bertanya.

"Ya. Aku akan menjadi bodyguard anak Jii-san." Aku menjawab dengan yakin karena aku memang sudah tahu. Minato Jii-san mengangguk-angguk mendengar jawabanku. "Sebaiknya kami memperkenalkanmu dulu dengannya." Kushina Baa-san bergumam sebelum beranjak menaiki tangga menuju lantai dua. Lalu beberapa detik kemudian terdengar suara menggelegar mengalahkan petir. Disusul dengan erangan seseorang "NARUUUTOOOOO AYO BANGUUUUNNNN!" "Ahh Kaa-san jangan berteriak di telingaku!." Aku hanya bisa sweatdrop mendengarnya. Minato Jii-san sedikit meringis "Mohon maklum ya Neji." Aku hanya menyunggingkan senyum. Ya setelah insiden ini telah ku kusimpulkan bahwa anak yang akan ku jaga ini pemalas, masa matahari sudah tinggi begini dia belum bangun?

Tidak berapa lama terdengar derap langkah seseorang menuruni tangga. Terlihat seorang pria yang mirip dengan lelaki dewasa disampingku namun lebih muda, rambut kuningnya terlihat acak-acakkan hanya memakai kaos oblong dan boxer serta raut wajahnya khas orang baru bangun tidur. Di susul Kushina Baa-san dibelakangnya. Saat sudah dekat dapat kulihat dengan jelas wajahnya yang tampan itu dengan mata biru sapphire nya.

"Nah Neji ini dia anak Jii-san yang akan kau jaga ini, namanya Naruto Namikaze." Seru Minato Jii-san. Aku menjulurkan tanganku ke arahnya "Hai, namaku Neji Hyuuga. Salam kenal." Anak itu melirik tanganku dengan tidak penuh minat untuk membalasnya. "Naru-kun jangan bersikap tidak sopan begitu." Kushina Baa-san menjewer telinga anak itu "Aduhh Kaa-san, bisa tidak jangan mempermalukanku sehari saja." Gerutunya kesal, lalu membalas jabatan tanganku dengan malas. "Naruto Namikaze." Balasnya cuek. Isshhh pria ini menyebalkan sekali, kutarik kata-kataku yang mengatakan dia tampan. Dia sama sekali tidak tampan dengan sikap menyebalkannya itu.

Hinata POV End

.

.

.

Author POV

Hinata menarik kopernya mengikuti langkah tuan muda nya yang terkesan mala situ. "Ini kamarmu." Sahut Naruto dingin. "Terima kasih." Balas Hinata yang berwujud pria itu. "Ya, dan kuharap setelah ini kau tidak menggangguku lagi." Naruto memandang Hinata dingin. Hinata membalas tatapan Naruto tak kalah dingin. Sepertinya perang dingin sedang terjadi diantara keduanya, perang itu mungkin saja akan berlanjut kalau saja Kushina tidak datang. "Naru-kun setelah ini kau jangan tidur lagi. Bantu Tou-chan mu membersihkan gudang". Naruto memandang Kushina heran "Untuk apa Kaa-chan repot-repot mendatangkan dia jika tidak dipergunakan?" Seru Naruto cuek sembari menunjuk ke arah Hinata. Kushina memandang Naruto sedikit geram "Neji-kun itu tugasnya hanya untuk menjagamu. Jadi jangan pernah menyuruh Neji-kun melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Kau mengerti?"

"Kaa-chan aku bukanlah anak kecil yang harus dijaga. Umurku sudah 20 tahun! Apa kata teman-temanku nanti, Kaa-chan." Naruto mengerang frustasi. "Umurmu memang sudah dikategorikan dewasa, tetapi sikapmu itu tidak menunjukkan usiamu. Kau masih seperti remaja labil yang butuh pengawasan. Dan satu lagi Naru-kun, mulai besok kau akan homeschool."

"A-Apa? Homeschool? Kaa-chan apa-apaan, kuliah saja harus di rumah?" Naruto menatap Kushina frustasi. "Ya, jadi dosen-dosen itu yang akan pergi ke rumah." Naruto menatap Kushina tidak percaya. "Kaa-chan berniat mengurungku? Benar-benar keterlaluan." Naruto menggebrak pintu lantas segera meninggalkan tempat itu.

Kushina menghela nafasnya melihat kelakuan anak semata wayangnya itu "Maafkan kelakuan anak Baa-san ya Neji-kun." Hinata memberikan senyum maklumnya "Tidak apa-apa Baa-san."

Kushina Baa-san memandang Hinata intens, Hinata yang dilihat seperti itu sedikit kikuk "Baa-san ada apa memandangku seperti itu?" Kushina tersadar dari lamunannya lantas tersenyum menatap Hinata yang melihatnya bingung "Ahh tidak apa-apa Neji-kun. Hanya kalau dilihat-lihat Neji-kun manis ya untuk ukuran seorang laki-laki kalau seandainya Neji-kun jadi perempuan pasti terlihat cantik." Hinata tercengang mendengar penuturan Kushina "A-Ah Baa-san bisa saja. Kita sebagai manusia tidak boleh mengubah kodrat kita bukan itu sudah takdir yang di atas." Hinata menjawab gugup. "Iya Neji-kun benar. Oh iya semoga Neji-kun betah ya menjadi bodyguard nya Naruto. Soalnya Naruto sudah sering ganti-ganti bodyguard" Kushina menyahut muram tidak menyadari perubahan raut wajah Hinata.

'Semoga aku bisa melaluinya dengan baik, Kami-sama' batinnya khawatir

.

.

.

To Be Continue

.

.

Halooo ini iseng ngetik lohhh gak ada perencanaan apa-apa. Maaf kalo gaje banget. Kalo banyak yang review aku lanjut nih, kalo nggaa ya Lo Gue End. Hehehe 'devil laugh.

Mind To Review?