A/N: Well, saya kembali membawa penpic dari Free! *digebuk readers fandom Naruto karena lama update*

Plis mohon ampuni kekhilafan saya. Saya sekali khilaf, susah sembuh masalahnya *hah*

Btw ini fic yang bakal hurt/comfort dan (doakan saja) bakal membuat galau-galau sedikit dan ceritanya juga bakal agak mainstream dan ini cinta segitiga loh XD *terus*

Ya gitu aja dulu peringatannya. Peringatan tambahan menyusul *plak*

Happy reading minna-san!

Disclaimer: Free! Not own by me. If I owned Free, I will die /dor

Author: Taiyou no Akashi

Pairing: RinHaru, MakoHaru *grins*

Rating: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Warning: BL, Shounen-ai, Yaoi, semi OOC

NGGAK TAHAN DAN NGGAK SUKA BOLEH MENINGGALKAN TEMPAT INI SECARA TERATUR!

"For My Dolphin, Haru…"

Chapter 1. Promise

-Musim Semi, 7 tahun yang lalu-

"Haru-chan~ Haru-chan~" panggil seorang bocah berambut ungu, berumur 10 tahun, kepada seorang bocah berambut hitam yang sebaya dengannya namun tengah asik membaca buku, dengan nada riang. Membuat bocah berambut hitam itu langsung mengabaikan bukunya dan mengerutkan keningnya dalam ketika melihat bocah berambut ungu itu.

"Berhentilah memanggilku dengan sebutan 'chan', Rin," ujar bocah yang dipanggil Haru itu dengan nada kesal. Membuat bocah bernama Rin itu terkekeh pelan.

"Tapi kau cocok dengan sebutan 'chan', Haru-chan~" balas Rin dengan nada menggoda. Membuat Haru melemparkan sebuah buku kearah Rin, yang untungnya berhasil dihindari olehnya.

"Haru-chan jahat!" goda Rin lalu tertawa lagi. Membuat wajah Haru cemberut.

"Kenapa sih kau mengangguku?" gerutu Haru lalu ia pun berdiri dan mengambil buku yang tadi dilemparkannya.

"Kejamnya~ jadi selama ini Haru-chan menganggapku penganggu?" goda Rin terus. Membuat buku Haru melayang untuk yang kedua kalinya kearah Rin.

"Bercanda! Aku bawa hadiah nih!" seru Rin ketika menyadari bahwa aura Haru telah berubah menjadi aura membunuh yang super kuat.

"Hn? Hadiah apa?" tanya Haru datar. Satu alisnya naik ketika ia melemparkan pertanyaan itu pada Rin.

"Ini!" kata Rin seraya menyerahkan sebuah cincin berbentuk lumba-lumba yang sukses membuat kening Haru berkerut ketika melihatnya.

"Bagaimana menurutmu? Keren kan? Susah loh mendapatkannya," pamer Rin dengan nada bangga. Berharap Haru memberikan pujian yang luar biasa untuknya. Namun, pada akhirnya Haru hanya menatap Rin dengan wajah datar seperti biasanya.

"Cincin? Untuk apa cincin ini?" tanya Haru yang membuat Rin ber-sweatdrop ria.

"Masa kau tidak mengerti sih?" gerutu Rin seraya menatap dalam mata biru Haru dengan mata ruby-nya. Sementara Haru hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Tidak," jawab Haru singkat dan padat. Membuat Rin kembali ber-sweatdrop ria.

"Yare-yare…" gumam Rin lelah sembari menatap Haru lelah. Membuat Haru makin tidak mengerti dengan maksud Rin.

"Ada apa sih?"

"Ini... Cincin ini simbol perasaanku padamu, Haru," jawab Rin lantang sembari menatap Haru dengan wajah serius. Seketika wajah Haru memerah ketika mendengar pernyataan Rin.

"E-eh?"

"Suatu hari nanti, maukah kau jadi milikku, Haru?" tanya Rin dengan nada bersungguh-sungguh. Membuat Haru makin salah tingkah.

"E-etto..." Haru terdiam lalu menundukkan kepalanya dalam. "Gomenasai..." lanjut Haru lirih. Membuat Rin tidak bisa mengatakan apapun. Membuat Rin berusaha menahan rasa sakit yang tiba-tiba datang menusuk hatinya ketika ia mendengar permintaan maaf dari Haru.

"Kau… tidak mau ya?" tanya Rin dengan nada terbata. Masih tidak percaya bahwa orang yang selama ini ia kira menyukainya ternyata tidak menyukainya

"Ini terlalu tiba-tiba..." gumam Haru pelan sembari tersenyum kecil ke arah Rin. "Tapi... Aku senang, kau memiliki perasaan yang sama denganku, Rin."

Mata Rin membesar ketika ia mendengar kalimat Haru. Dengan ekspresi yang terlihat bodoh, Rin menatap Haru dalam, "Eh?! Hontou?!"

Haru mengangguk pelan. Semburat merah menghiasi kedua pipi mungilya. Membuat Rin ingin sekali mencium Haru, namun ia berusaha menahan dirinya karena takut dianggap tidak sopan.

"Jadi aku tidak ditolak?!" tanya Rin memastikan yang langsung disambut oleh anggukan kepala Haru.

"Arigatou, Haru-chan!" ujar Rin bahagia sembari menarik Haru ke dalam pelukannya. Dengan cekatan, disematkannya cincin lumba-lumba yang sejak tadi dibawannya itu ke jari manis Haru. Membuat wajah Haru semakin memerah.

"Aku akan bersamamu selalu... Haru," janji Rin seraya mencium jari manis Haru. Sebuah senyum penuh kebahagian terlukis jelas di wajah keduanya.

xxx

-Musim Semi, 5 tahun yang lalu-

"Apa? Pindah?" tanya Haru mengulangi pertanyaannya untuk memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Rin hanya mengangguk lemah sebagai jawabannya.

"Kemana?" tanya Haru lirih. Rin hanya bisa menunduk ketika mendengar pertanyaan Haru.

"Australia..." jawab Rin pada akhirnya. Membuat Haru merasa frustasi.

"Jauh..." kata Haru pada akhirnya. Membuat Rin makin merasa bersalah pada Haru.

"Memang..." gumam Rin dengan nada pelan. "Gomenasai, Haru-chan."

"Itu bukan salahmu, Rin," jawab Haru lalu dengan lembut ia memeluk Rin. Berusaha menghibur orang yang sangat berarti baginya itu.

"Bukan salahmu jika orang tuamu harus dipindah kerjakan disana bukan?" lanjut Haru lagi dengan lembut. Membuat Rin hanya bisa membalas pelukan Haru dengan mata berkaca-kaca.

"Jaga dirimu baik-baik ya disana."

Perlahan, Rin menganggukkan kepalanya. Lalu ia pun memperat pelukannya pada Haru untuk menyembunyikan air mata serta isakannya dari Haru.

"Maaf tidak bisa menepati janjiku, Haru. Maaf..." ulang Rin dengan nada frustasi. Membuat Haru merasa sedih.

"Sudah kubilang itu bukan salahmu jadi… berhentilah meminta maaf, Rin," tegas Haru pada Rin, dan akhirnya berhasil membuat Rin terdiam

"Nanti jangan lupa mengirimiku email. Okay?" ujar Haru yang disambut oleh anggukan kepala Rin. Haru tersenyum lebar ketika melihat anggukan kepala Rin.

"Aku berjanji Haru... Aku berjanji, aku akan kembali dan kemudian kita akan bersama-sama lagi," kata Rin dengan nada serius. Matanya berkilat menunjukkan keseriusannya akan janji itu. Membuat hati Haru terasa hangat ketika mendengar perkataan Rin.

"Aku akan menunggumu, Rin…" balas Haru hangat pada Rin. Namun entah kenapa hatinya malah menjadi sangat gelisah setelah mengatakan itu.

'Rin… Aku benar-benar berharap kau tidak akan melupakan janji kita ini, Rin…'

TBC