True Love(s)
Saat kau terlalu sibuk memperhatikan orang yang kau cintai, dan ada seseorang yang lebih mencintaimu.
Kau hanya diam bagai tak peduli. Anggapanmu akan perkataannya hanyalah main-main.
Percayalah, kau akan kehilangan semuanya.
.
Hari yang cerah dengan segerombolan awan awan putih diatas sana. Sinar matahari tak segan segan membuat seluruh penghuni kota Seoul merasakan kehangatannya.
Disebuah gereja di pusat kota, keramaian terjadi. Banyak orang datang ke dalam gedung yang kini telah terhiasi oleh banyak bunga juga pita. Iringan music orgen mengiringi seorang pria cantik yang kini berjalan perlahan di altar. Senyum tak henti hentinya terpampang pada wajah pucatnya.
Sedangkan didepan sana, seorang pria tampan tengah bersabar menunggu sang pria cantik. Juga dengan senyuman yang membuat para gadis terpesona. Ahh.. sayang sekali dia akan menikah dan itu artinya ia tak memerlukan orang lain lagi.
"Kau sangat cantik." Bisik sang pria tampan saat pria cantik berada dalam jangkauannya.
"Kau juga sangat tampan."
Upacara sakral dimulai. Berlangsung hikmat tanpa ada gangguan apapun. Dengan hati berbunga-bunga sepasang sejoli itu berciuman untuk yang pertama kalinya sebagai sepasang suami istri.
Semua bahagia. Ya mungkin semua karna seseorang tengah berusaha menahan tangis di pojok sana.
*** KAISOO***
"Yeobo kau lihat dasiku?" teriak seorang namja tampan yang kini mengacak acak kamarnya-bersama sang istri-
"Disini." Namja tampan itu sontak berbalik kearah pintu. Dan mendapati seorang namja cantik dengan dasi ditanggannya. "Huft.. kenapa kau harus mengacak kamar lagi, Kai?"
"Mianhae. Aku sudah terlambat. Kau tahu sendiri Baek, jadwalku padat akhir-akhir ini." Baekhyun –namja cantik- memasangkan dasi ke leher Kai. Tampak sekali raut kecewa diwajahnya.
"Kapan kau ada waktu untukku?"
"Secepatnya Baek. Secepatnya." Kai mendekap erat tubuh pasangan hidupnya itu. Tak sadar bahwa air mata mulai menggenang di pelupuk mata Baekhyun.
"Aku akan mati Kai. Tak bisakah kau sempatkan waktumu untuk orang yang sekarat ini?"
"Ssst.. jangan bilang begitu sayang. Sunggu aku yakin kau akan hidup bersamaku. Terus menjalani hidup bersama dengan anak-anak kita nanti. Percayalah."
Kai dan Baekhyun. Pasangan suami istri yang telah menikmati pahit manis pernikahan selama 3 bulan. Waktu yang cukup panjang mengingat perjuangan mereka untuk tetap bersama. Bukan karna tak direstui, tapi karna sebuah penyakit sialan –menurut Kai- yang membayangi Baekhyun.
"Tinggal 2 bulan."
"Aku tahu. Aku akan berusaha untukmu." Dan kecuman manis berhasil Baekhyun dapatkan pagi itu.
.
"Tuan ada kiriman untuk anda pagi ini." Sekretaris Kai masuk kedalam ruangan dengan sebuket bunga mawar berwarna merah gelap lengkap dengan baby's breath.
"Lagi?" Sekretaris cantik itu mengangguk sebelum pergi meninggalkan ruangan.
'semangat untuk hari ini. Aku tahu kau yang terbaik.'
Setiap hari selalu seperti ini. Seseorang mengiriminya bunga dengan jenis yang berbeda setiap harinya. Dengan kalimat kalimat penyemangat tanpa tahu pasti siapa pengirimnya.
Kai tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali berkutat dengan pekerjaannya. Bunga itu, selalu berakhir di tangan Baekhyun di sore hari.
.
Kai mengurut pelipisnya yang sakit. Memikirkan nasib istrinya yang mungkin tak akan bertahan lama disampingnya. Ingin sekali ia mengutuk dokter yang seenak jidat memfonis istrinya tak akan hidup lebih lama lagi. Dia pikir dia Tuhan?
"Permisi tuan. Ini ada titipan kopi untuk anda." Ya, Kai memang sedang ada di café dekat rumah sakit sekarang.
"Dari siapa?"
"Maaf orangnya sudah pergi." Waitress itu lalu pergi setelah sebelumnya melemparkan senyum.
Kai menyesap kopinya perlahan. Dia tak akan ragu lagi untuk meminum kopi itu walau pemberinya pun tak tau siapa. Karna dia percaya dengan orang itu. Orang yang diam diam selalu memperhatikannya.
Kai tersenyum merasakan hatinya yang tiba-tiba merasa tenang.
"Tak cukup baik kau murung."
.
Baekhyun tengah duduk bermalas-malasan di sofa sembari menunggu Kai pulang. Hatinya tengah gundah dengan apa yang akan dia dengar dari mulut Kai setelah ini.
Suara derit pintu langsung mengalihkan pikirannya. Kai tengah berjalan kearahnya dengan sebuket bunga di tangannya. Senyuman yang terkesan dipaksakan terlihat kental.
"Untukmu." Baekhyun menerima bunga itu dengan senang hati. Dia menghirup wangi bunga yang sebenarnya sudah pudar itu.
"Kabar buruk?" tanya Baekhyun.
"Mungkin, kita harus menunggu lebih lama lagi. Maaf."
"Asal kau disampingku. Itu sudah cukup untukku puas di akhir nanti."
"Baek!"
"Aku akan berusaha Kai. Tapi aku tidak janji bisa bertahan."
Dan setelah itu, setetes darah segar menetes menimpa baby's breath yang ada dalam genggaman Baekhyun.
Dengan panik Kai meraih tissue yang ada diatas meja lalu mengusap darah yang keluar dari hidung Baekhyun.
"Kau sudah meminum obatnya?" Bakehyun mengangguk sambil tersenyum. Ia menggenggam tangan Kai erat.
"Teruslah bersamaku." Ucap Baekhyun lemah.
"Pasti. Selalu sayang."
Sebuah kecupan sayang terbuat diantara mereka. Biarkanlah untuk kali ini mereka bahagia.
.
Pip… pip…
Getaran ponsel itu membuat sang pemilik yang tadinya masih terlelap kini membuka matanya. Tangannya meraba-raba meja nakas. Tempat dimana dia menyimpan ponselnya.
"Yeoboseo…"
"…"
"Ne Kai disini."
"…"
"MWO?!" Baekhyun yang tidur disamping Kai pun langsung terbangun saat namja berkulit gelap itu berteriak keras. Matanya menatap heran Kai yang kini tersenyum senang melihatnya.
Setelah menutup panggilannya, Kai langsung memeluk Baekhyun yang masih terheran-heran.
"Kita akan bersama lebih lama lagi Baek."
*** KAISOO ***
Kai berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit. Sedikit tak sabar bertemu dengan seseorang yang akan menyelamatkan istrinya dari Leukimia. Dalam hati dia benar-benar memanjatkan syukurnya pada Tuhan yang masih berlaku adil terhadapnya.
"Permisi." Kai membuka pintu putih itu dengan tak sabaran. Matanya langsung menyusuri sudut demi sudut ruang itu.
"Ah! Kai-ssi kau datang tepat waktu. Duduklah dulu. Orang yang kau tunggu akan datang beberapa menit lagi."
"Ne. khamsahamnida ." Kai duduk dihadapan dokter ber tag name Kim Joonmyeon itu. Parasnya yang tampan membuat Kai terkadang lupa bahwa umur dokter itu menginjak 45 tahun.
"Bagaimana anda menemukan orang itu?" tanya Kai yang dirundung penasaran.
"Maaf aku tidak bisa memberi tahumu. Ini masalah pribadi antara kami."
"Wae? Aku hanya ingin berterima kasih padanya. Kau tahu, rasanya aku ingin memeluk dan menciumi seseorang yang akan menyelamatkan istriku."
"Hei! Anda sudah punya istri. Ingat itu!"
"Aku hanya bercanda. Jangan dianggap serius begitu."
Beberapa saat mereka berbincang hingga akhirnya pintu ruangan terbuka. Sontak Kai langsung menoleh berharap dia adalah seorang malaikat yang ditakdirkan untuk membahagiakan kehidupannya.
"Annyeonghaseo." Namja. Ya Namja itu membungkuk 90 derajat pada Kai juga Joonmyeon.
"Ah… kau sudah datang. Kemarilah." Namja itu langsung menuruti perkataan Joonmyeon.
"Nah Kai, ini orang yang kau tunggu tunggu. Kyungsoo ini Kai, Kai ini Kyungsoo." Ucap Joonmyeon menengahi.
"Annyeonghaseo senang berkenalan denganmu. Namaku Kim Jongin tapi kau cukup panggil aku Kai."
Kai mengulurkan tangannya pada Kyungsoo.
"Aku tahu. Kyungsoo. Kim Kyungsoo." Kyungsoo tersenyum simpul dengan membalas jabat tangan dari Kai.
"Kau terlihat sangat muda Kyungsoo-ssi." Dalam hati Kai merutuki dirinya sendiri yang sempat mengagumi paras namja didepannya itu.
"Tentu saja. Umurku baru 19 tahun ahjussi." Kyungsoo memamerkan senyuman khas anak kecil pada Kai.
"MWO?!" sesegera mungkin Kai langsung menarik tangan Joonmyeon lalu membawa dokter itu keluar ruangan.
"Apa anda gila? Umurnya masih terlalu muda bukan? Bagaimana masa depannya nanti? Bagaimana kalau dia sakit sakitan setelah ini?"
"Tidak apa-apa Kai-ssi. Lagi pula dia mau kan?"
"Tapi dia masih terlalu muda."
"Lalu aku harus apa? Aku lelah melihatmu yang setiap minggu menanyakan hal yang sama padaku. Kau tidak tahu bagaimana perasaan seorang dokter saat tidak bisa membantu pasiennya. Lagi pula ini juga keinginannya. Jadi tolong jangan sia siakan kesempatan ini. Demi istrimu." Joonmyeon berusaha meyakinkan. Walau dalam hati perih rasanya.
Kai berfikir dalam diam. Sungguh ia sangat ingin istrinya sembuh tapi di sisi lain ia tak ingin merusak hidup orang lain.
"Uisa, apa kalian sudah selesai?" tanya Kyungsoo yang tiba-tiba sudah ada di belakang Joonmyeon. Mata bulatnya menatap kedua orang yang penting dalam hidupnya bergantian.
"Ne. kalian berdua, lakukanlah pendekatan terlebih dahulu. Aku ada urusan lain." Ucap Joonmyeon lalu memberikan sedikit bungkukan pada Kai.
'appa menyayangimu, sayang.' Bisik Joonmyeon sebelum akhirnya berjalan melewati Kyungsoo yang hanya diam.
"Ayo ahjusshi kita ke taman belakang." Wajah riang itu, mengingatkan Kai pada seseorang.
***KAISOO***
"Umur ahjusshi berapa?"
"26,"
"Wah masih muda ya. Hanya selisih 7 tahun denganku. Kalau istri ahjusshi umurnya berapa?"
"27,"
"Kenapa lebih tua?"
"…"
"Em… kalau pekerjaan ahjusshi?" percakapan mereka dipenuhi dengan Kyungsoo yang bertanya riang dan Kai yang menjawab seadanya. Tak ada yang menarik –bagi Kai-
"Direktur di perusahan keluarga."
"AH… tidak asik. Kenapa banyak orang menyukai pekerjaan yang tidak ada usahanya seperti itu?"
"Wae? Hidup mapan itu lebih baik. Saat kau akan menikah nantinya, kau juga harus memilih orang yang sudah mapan." Percakapan mereka mulai menghangat. Dinding kasat mata antara mereka pun mulai mencair.
"Kalau begitu apa gunanya seorang pasangan jika pasangannya sudah hidup dengan baik. Memasak, mencuci, mengurus rumah hanya itu? saat seorang masih mempunyai pekerjaan tidak jelas, disitulah tugas pasangan untuk menyemangati. Membuat suaminya merasa lebih baik. Bagaimana menurutmu?"
Entah hanya perasaan Kai atau memang begitulah kenyataannya. Kyungsoo seperti ingin mengeruk perasaan masa lalunya. Perasaan yang dia korbankan untuk seorang Baekhyun.
"Pasti kau menyesal menikah dengan istrimu." Ucap Kyungsoo lirih yang masih bisa didengar oleh Kai. Namja berkulit gelap itu menatap Kyungsoo tajam. Ia sangat tidak suka cara bicara Kyungsoo yang terkesan tak sopan.
"Aku tidak pernah menyesal mencintai orang yang juga mencintaku." Ucap Kai yang tanpa ragu sedikit membentak.
"Aku juga berusaha untuk tidak menyesal mencintai orang yang meragukanku."
.
Hening menyergap kedua namja itu. angin sore yang membelai daunlah satu satunya suara diantara mereka. Dengan percakapan yang berakhir dengan perdebatan itu, keduanya memilih untuk diam.
"Jika tidak ada yang ingin kau bicarakan, lebih baik aku pergi." Kai bersiap meninggalkan Kyungsoo sebelum tangan lembut itu menahan lengannya.
"Aku punya satu syarat yang harus kau penuhi sebelum aku menyelamatkan nyawa istrimu."
"Katakan."
"Menikahlah denganku." Mata Kai melebar. Ia menatap namja muda didepannya tak percaya.
"Kau gila?! Aku mencari cari orang untuk menyelamatkan istriku, bukan untuk membunuhnya secara perlahan!" Kai menghempaskan tangan Kyungsoo kasar. Lalu melanjutkan jalannya dengan cepat. Wajahnya merah menahan marah.
Kai bisa mendengar suara derap langkah tergesa menghampirinya. Ia tahu Kyungsoolah yang mengejarnya. Tapi tak ada niatan sedikitpun untuk berhenti.
"Cukup 1 bulan lalu kau boleh menceraikanku! Kumohon." Kai tersentak. Kyungsoo sudah ada didepannya dengan wajah penuh harap.
Hari itu, hari terberat dalam hidup Kai. Dia harus memilih menyelamatkan istrinya atau menyakiti istrinya. Kedua pilihan yang sama-sama tak akan Kai pilih jika ada satu pilihan lagi. Sebuah kedewasaan membuatnya memilih satu diantaranya.
"Kau hanya anak kecil! Kita bahkan baru bertemu hari ini, apa kau gila hah?!"
"Ya! Dan ini adalah permintaan seumur hidupku padamu!"
"Perasaanmu tak akan bertahan lama nak. Itu hanyalah rasa kagum yang sebentar lagi akan hilang. Cukup kau donorkan sumsum tulang belakangmu, kau tidak akan mati. Jadi jangan buat persyaratan yang tidak tidak!"
Kai benar-benar meninggakan Kyungsoo setelah itu. tanpa menatap kebelakang dimana Kyungsoo menatapnya dengan sebuah senyum simpul.
"Songsaengnim…"
***KAISOO***
Kyungsoo berjalan gontai memasuki rumahnya. Ruang tengah masih gelap menandakan tak ada orang lain di rumah itu.
"Kyungsoo kau sudah pulang?" Salah. Ternyata ayahnya sudah menunggu di ruang tamu dengan sebuah laptop di hadapannya. Namja berumur itu mendekali Kyungsoo yang terlihat sedikit berantakan. "Kau baik-baik saja?"
"Ne appa. Gwenchana." Nada bicara Kyungsoo meyakinkan Joonmyeon bahwa anaknya itu dalam keadaan 'apa-apa'. Ia merengkut tubuh kecil Kyungsoo dalam kehangatan seorang ayah.
"Aku rela. Demi orang itu aku rela." Suaranya bergetar. Kyungsoo menangis untuk yang kesekian kalinya dalam pelukan sang ayah. Orang tua yang sangat sangat ia cintai.
"Apapun yang kau pilih. Aku hanya bisa mendukung."
Drrt.. Drrt..
Sebuah pesan masuk dalam ponsel Kyungsoo.
From : Kim Songsaengnim
Aku setuju. Kita bertemu lagi esok. Di café dekat rumah sakit jam 4.
Mata Kyungsoo membulat. Ia menatap ayahnya penuh selidik.
"Appa memberikan nomerku?" Joonmyeon hanya mengendikkan bahunya lalu berlalu meninggalkan Kyungsoo. Senyuman jahil terpampang pada wajahnya. Sungguh, jika bisa. Joonmyeon ingin melihat tatapan itu lebih lama lagi.
'dia belum ganti nomor ponsel sejak dulu?'
***KAISOO***
Kai Pov.
Kutatap kopi yang setengah dingin di hadapanku. Sudah terhitung setengah jam aku menunggu bocah yang akan menyelamatkan Baekhyunku. Jika saja bukan karna niat ehem.. baiknya, mungkin aku memilih untuk tinggal dirumah dan menghabiskan waktu bersama namja cantikku itu.
"Maaf aku terlambat. Ada urusan mendadak di kampus." Seenak jidat, Namja itu langsung duduk di depanku lalu meminum kopi yang tinggal setengah dalam cangkirku.
"Gwenchana. Aku tahu bagaimana rasanya kuliah." Yah.. walaupun harus kuakui kekesalanku tempo hari masih ada. Tapi melihat wajahnya yang sayu membuatku tak bisa marah sedikitpun kali ini
"Jadi ahjusshi benar-benar menyetujuinya?" tanyanya dengan pandangan ragu. Entah mengapa tatapan itu benar benar mengingatkanku pada seseorang. Ah tidak! Jangan pikirkan hal lain kali ini.
"Itu syarat kan? Akan kulakukan apapun asal Baekhyun tetap hidup bersamaku."
Dia diam. Ada pancaran keraguan dari matanya. Terlihat sekali.
"Kenapa ahjusshi tidak mencari orang lain saja?" Benar bukan. Anak kecil memang labil. Jangan bilang kau akan mundur dari kesepakatan kita Kim Kyungsoo!
"Tak ada waktu lagi. Hanya tinggal 2 bulan menurut prediksi Dokter Kim. Lalu kau mau apa? Mundur?"
"Tentu saja tidak! Kau pikir aku pengecut hah? Hanya saja kupikir kau akan sangat keberatan dengan syaratku. Tapi aku senang kau tidak menyia-nyiakannya, ahjussi." Senyuman manis yang menurutku sedikit dipaksakan mengembang di bibirnya.
"Jangan panggil aku ahjussi! Aku tak setua itu."
"Baiklah aku panggil oppa saja."
"Kau laki-laki bodoh!"
Dia mengerucutkan bibirnya. Manis sekali mirip Baekhyun yang sedang merajuk.
"Ah terserah! Langsung saja ke inti! Apa yang mau kau bicarakan?"
Apa ini akan menjadi perbincangan yang serius. Ah.. rasanya berbicara dengannya seperti bicara dengan keponakanku.
"Kita bicarakan tentang pernikahan kita. Bagaimana kalau hari minggu ini?"
"Mwo? Apa tidak terlalu cepat?" mata bulatnya semakin membulat.
"Semakin cepat kita menikah bukankah artinya semakin cepat kau menyelamatkan Baekhyun?"
Dia diam. Anggukan kepalanya sudah cukup jelas untukku bahwa dia setuju.
"Untuk urusan pernikahan aku yang urus. Dan aku punya beberapa syarat untuk pernikahan kita ini."
Kyungsoo diam bersiap menyimak syarat syarat yang ku ajukan padanya.
"Pernikahan hanya akan didatangi oleh 2 orang tamu selaku saksi. Dokter Kim dan juga ayahmu."
"Tidak usah! Cukup Dokter Kim saja." Aku ingin bertanya lebih lanjut tentang ayahnya, tapi sepertinya ini bukan saat yang tepat. "Hanya itu kan?"
"Tidak. Kedua, pernikahan kita hanya resmi dalam kepercayaan. Aku malas mengurus surat surat nikah denganmu. Dan yang terakhir, setelah kita menikah, jangan pernah bicara pada siapapun tentang status kita. Cukup aku, kau, pastor, dokter Kim juga Tuhan yang tau."
Sinar matanya meredup. Aku tahu mungkin syarat syaratku ini terlalu menyakitkan untuknya. Tapi ini demi Baekhyun. Aku tidak ingin malaikatku itu tersakiti lebih banyak lagi.
"Bagaimana?" tanyaku.
Dia mengangguk kecil. "Tidak apa-apa."
Kusodorkan secarik kertas padanya. Berisikan alamat gereja yang akan menjadi tempat pernikahan kami. Gereja tua yang ada di pinggir kota.
"Hanya itu yang ingin kusampaikan. Hari minggu jam 8 pagi. Datanglah dengan menggunakan tuxedo terbaikmu. Yeobo."
Kai pov end.
.
Author Pov.
Kyungsoo hanya diam saat Kai pergi meninggalkannya begitu saja. Dia meremas kertas yang ada didepannya dengan keras. Ingin sekali namja itu mengangis tapi tidak. Ini belum seberada dibandingkan apa yang dia rasakan selama ini.
Ia mengeluarkan uang lalu meletakkannya di atas meja. Dengan mengusap sedikit air mata, Kyungsoo beranjak dari duduknya. Tak memperhatikan bahwa ada orang lain didepannya.
"Akh!" Kyungsoo merintih kecil saat pantatnya dengan mulus menyentuh lantai. Umpatan umpatan siap ia luncurkan pada seseorang yang menabrak –ditabak- nya.
"Mianhae. Kau tak papa?" uluran tangan itu tepat berada di depan wajah Kyungsoo. Sedangkan namja bermata bulat itu hanya diam. Memandang wajah orang didepannya dengan pandangan tak percaya. Wajah tampan, rambut pirang, juga bau tubuh maskulin menguar bebas dari tubuhnya.
"Kris songsaengnim." Gumam Kyungsoo spontan.
"Nde? Apa aku mengenalmu?" tanya orang itu heran.
Dengan segera Kyungsoo langsung bangkit dari jatuhnya. Ia memandang kagum Kris yang jauh lebih tinggi darinya.
"Benar kau Kris songsangnim. Guru bahasa inggris. Annyeonghaseo songsaengnim. Senang bertemu denganmu lagi." Bagai semudah membalikkan telapak tangan, Kyungsoo kembali ceria dalam sekejap. Sementara itu Kris berusaha mengingat ingat dimana dia bertemu Kyungsoo sebelumnya.
"Apa songsangnim lupa padaku? Aku muridmu saat kau magang dulu. Kelas X – 4."
"AH! Jiunju High School kah? Kelas termalas itu?" Wajah Kris langsung berubah ceria kala mengingat masa lalunya sebagai guru baru. Yah, perjuangan awalnya untuk menjadi seorang guru profesional (?) seperti sekarang.
"Kenapa yang buruk yang kau ingat. Menyebalkan!"
"Maaf. Habis hanya itu yang kuingat dari kelasmu. Dan kau…"
"Kyungsoo. Kim Kyungsoo." Kris mencoba mengingat lagi dan lagi.
"Yang kutahu Kyungsoo itu…"
"Sekarang aku sudah berubah. Songsaengnim sedang apa disini?" Kyungsoo melihat lihat ke sekitar tubuh mantan gurunya itu. tak ada orang dan itu berarti Kris datang sendirian.
"Hanya ingin bersantai. Mau menemaniku?"
Seketika, Kyungsoo mengangguk. Dengan senyuman termanisnya di hari ini, ia menemani Kris melewati satu hari menyebalkannya.
***KAISOO***
"Dari mana saja?" pertanyaan yang langsung keinti menyambut kepulangan Kai. Baekhyun tengah memandanginya dengan tatapan penuh selidik. Pasalnya sangat tak biasa suaminya pulang diatas jam 7 malam.
"Ada pekerjaan mendadak." Ucap Kai yang benar-benar lelah. Ia tak ingin menanggapi pertanyaan Baekhyun yang dikiranya akan menimbulkan perdebatan panjang.
"Pekerjaan katamu? Aku menelfon sekertarismu dan dia bilang kau sudah pulang pukul 3 sore!"
"Baek kumohon. Aku juga punya privasi. Tidka bisakah kau mengerti itu?" lelah juga pikiran yang tak menuntu membuat amarah Kai tersulut dengan mudah. Ia menatap Baekhyun yang menurutnya sangat manja akhir-akhir ini.
"Kita sudah berjanji untuk tidak menyimpan rahasia Kai! Katakan dari mana!" Wajah Baekhyun memerah hingga telinga menahan amarahnya.
"Ini berbeda. Kumohon jangan terlalu mengekangku." Ucap Kai melunak sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi kekamarnya.
Baekhyun menghela nafasnya. Beban dalam batinnya semakin bertambah dengan perilaku Kai yang kian berubah. Ketakutan akan kehilangan namja itu semakin besar. Sebut Baekhyun egois karna tak akan pernah membuatkan seorangpun memiliki Kai selain dirinya. Walau dia mati sekalipun.
***KAISOO***
Jalanan terasa lebih menarik ketimbang nasihat nasihat Joonmyeon yang menurutnya tak ada gunanya sama sekali.
"Ya! Sesekali dengarkanlah perkataan appamu ini. Sebentar lagi aku harus melepaskanmu, jadi buat aku senang!"
Kyungsoo menoleh dan sedikit terkikik karna melihat wajah ayahnya yang cemberut. Kekanakan sekali. Yah setidaknya Kyungsoo bisa maklum dengan hal itu. Mengingat dirinya yang merupakan satu satunya keluarga Joonmyeon sekarang.
"Arraseo. Sekarang aku mendengarkan."
"Sudah terlambat. Kita sudah sampai. Ayo keluar!" Joonmyeon keluar dari mobilnya terlebih dahulu. Didepannya, sebuah gereja tua dengan kesan klasik terlihat anggun meski telah termakan usia.
"Appa, kau marah?" Kyungsoo mengejar Appanya yang tengah berdiri sambil menatap gereja itu dengan senyuman manis di bibir.
"Tidak ada waktu untuk marah. Ayo kau tidak boleh terlambat di pemberkatan pernikahanmu." Joonmyeon mengaitkan tangan Kyungsoo pada lengannya. Seperti seorang ayah pada umumnya. Mengantarkan sang anak gadis berjalan di altar dan bersiap untuk kehilangan permata yang selama ini ia gosok dengan sepenuh hati.
Sepasang ayah dan anak itu berjalan masuk ke dalam gereja. Menghirup segarnya udara di dalam walau tak ada pendingin sedikitpun dalam ruangan itu.
"Kau terlambat! Ayo cepat kita selesaikan ini lalu pergi." Tiba-tiba tangan kiri Kyungsoo ditarik oleh seseorang. Kai. Ya, dia nampak tidak sabar menikah dengan Kyungsoo. Bukan dalam arti kata bahagia, hanya saja urusannya bukan hanya dengan Kyungsoo saja hari ini.
"Tapi apa tidak berjalan perlahan dahulu di altar? Lagi pula ada dokter Kim yang akan menggandengku." Kyungsoo berusaha tak melepaskan kaitan tangannya dengan Joonmyeon.
"Tidak usah. Lagi pula hanya ada kita disini. Tidak perlu acara yang macam-macam!" Kai langsung menarik tangan Kyungsoo dengan kasar hingga kedepan sana. Ke hadapan sang pastor yang akan menikahkan mereka.
Sementara Joonmyeon hanya tersenyum kecut lalu duduk di kursi depan. Kursi yang biasanya di duduki oleh orang tua pengantin.
Dia tersenyum kala Kyungsoo secara curi curi tersenyum padanya di sela pemberkatan.
Jika saja kau ada disini sekarang, apakah perasaanmu sama denganku? Senang rasanya dia mendapatkan apa yang dia sukai. Tapi berat sekali harus kehilangannya. Aku yang membesarkannya, mendidiknya, dan tertawa bersamanya. Apakah tugasku kini telah selesai? Apa setelah ini aku masih diperlukan? Seandainya kau ada disini Xing, apa kau akan memelukku dan meyakinkanku bahwa dia akan baik baik saja?
Joonmyeon menyeka air matanya saat kekhawatirannya terhadap Kyungsoo meluap luap. Mungkin Kyungsoo memang tersenyum sekarang, tapi apakah nanti dia juga akan tersenyum?
Permberkatan selesai, Dan Kai hanya mencium kening Kyungsoo singkat. Joonmyeon bertepuk tangan sementara sang pastor tersenyum melihat kedua orang yang baru saja dia nikahkan.
Xing, aku belum siap kehilangannya.
***KAISOO***
"Kau tinggal di sini mulai sekarang." Kyungsoo menerima kunci yang diberikan Kai.
Sebuah flat kecil yang hanya memiliki satu kamar tidur, dapur yang menjadi satu dengan ruang tengah, juga sebuah kamar mandi di pojok sana.
"Kenapa aku tinggal di sini?" Kyungsoo mengerucutkan bibirnya kesal. Ia menyentuh sedikit lantai kayu yang bahkan sudah sangat berdebu.
"Kau bermimpi jika mau tinggal bersama denganku dan Baekhyun. Rumah itu hanya milik kami. Dan tak akan ada satu orangpun yang akan menambah daftar penghuni disana."
"Tapi ini…"
"Jangan banyak mengeluh. Kau ini harusnya sudah bersyukur mau ku nikahi! Aku ada urusan lain. Sampai jumpa."
Kyungsoo menatap kepergian ehem.. suaminya dengan sedih. Baru beberapa jam yang lalu mereka menikah, dan kini ia ditinggalkan begitu saja? Apa dia pikir menikah yang Kyungsoo harapkan hanya sebuah status?
"Aku ragu kau akan menangis kali ini songsaengnim."
.
Kai tergesa masuk ke dalam kantornya. Ada beberapa berkas yang tak sengaja tertinggal di dalam ruangannya. Jika saja berkas berkas itu tak penting, mungkin Kai akan memilih tidur dalam dekapan sang istri malam-malam begini.
Kai mengambil setumpuk berkas di atas meja tanpa menyalakan lampu terlebih dahulu. Cukup cahaya dari luar pikirnya.
Dengan sedikit kesusahan, Kai membawa seluruh berkas itu ke mobilnya di lantai dasar. Tak memperhatikan setangkai bunga daffodil yang ia injak.
***KAISOO***
Baekhyun melempar buket bunga itu kelantai. Ia menatap Kai kesal.
Kai tampak terkejut atas kelakuan Baekhyun. Setahunya, Baekhyun menyukai segala jenis bunga. Tapi apa yang ia lihat sekarang? Bunga yang biasanya memang ia berikan pada namja bermata sipit itu kita hancur berserakan dilantai. Sebuket bunga Azalea yang bahkan lebih segar dari biasanya. Ya, karna Kai baru mendapatkannya tadi sore dari sang 'pengirim' rahasia.
Baekhyun berbalik manjauhi Kai. Berniat untuk masuk ke kamar sebelum Kai mencekal tangannya.
"Wae?"
"Kau pikir aku orang yang mudah dibodohi hah?! Kau pikir kau bisa berselingkuh di belakangku?" Nada tinggi Baekhyun main andil dalam perkataannya. Wajah yang biasanya pucat kini memerah karna darah yang dipompa berlebihan.
"Apa maksudmu?"
"Aku memang penyakitan, tapi aku tidak selemah itu! kau pikir aku tidak tahu dari mana kau dapatkan bunga bunga itu? dari kekasihmu diluar sana kan?!"
"Aku tidak punya kekasih dibelakangmu! Kenapa kau jadi seperti ini Baek?" Kai merasa menghianati Baekhyun. Mungkin ia memang tak punya kekasih, tapi jika istri mungkin beda cerita.
"Kau akan meninggalkanku demi orang itu kan? Tentu saja! Dia akan hidup lebih lama bersamamu!" Mata Baekhyun berkaca kaca. Air mata itu siap tumpah kapanpun dia siap.
Kai. Adalah seseorang yang sangat sangat tidak menyukai air mata. Jika ia melihat seseorang menangis, ia lebih memilih pergi tanpa menoleh kebelakang sama sekali. Tapi kali ini yang menangis adalah Baekhyun. Seseorang yang amat dicintainya. Sangat tak mungkin meninggalkannya menangis sementara dirinya sendirilah penyebabnya.
"Mianhae. Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Baek. Kau salah paham," Kai berusaha meraih tubuh kecil itu walau dia memberontak.
"Lepas!" Baekhyun berusaha melepaskan pelukan Kai yang terlampau keras pada tubuhnya.
"Tidak sebelum kau memafkanku. Aku tidak tahu siapa pengirim bunga itu. semuanya sudah berjalan sejak lama Baek. 2 tahun yang lalu,"
"Dan kau tidak memberitahukan itu padaku?"
"Untuk apa jika pada akhirnya bunga itu berakhir ditanganmu?"
"Kau tidak memikirkan perasaan orang itu? yang memberikan bunga-bunga itu untukmu tanpa tahu dikemanakan pemberiannya selama ini?"
"Aku tidak peduli. Asal kau senang, aku tidak akan peduli dengan yang lainnya."
***KAISOO***
Udara bulan Desember mulai mendingin. Sebagian orang memilih untuk berdiam diri dirumah dengan selimut tebal membungkus diri mereka. Tapi tidak begitu dengan Kyungsoo. Namja berpipi chuby itu sudah terlalu sering berada di dalam rumah. Ya terhitung 7 hari setelah Kai meninggalkannya dan tak kembali lagi. Seperempat bulan dia habiskan sendirian.
"Kalau begitu caranya. Apa gunanya menikah. Dasar bodoh!" Kaleng bekas minuman berhasil melayang jauh akibat tendangan Kyungsoo. Yah paling tidak Kyungsoo berharap kepala seseorang terkena kaleng itu.
"Hei, dilarang biang sampah sembarangan." Kyungsoo berbalik saat mendengar suara berat itu.
"Kris songsaengnim!"
"Hah… sudah berapa kali kubilang. Jangan panggil 'songsaengnim'! aku bukan gurumu lagi." Kris menyerahkan kaleng itu kembali ke Kyungsoo yang masih tak bergeming. "Ya! Cepat buang kalengnya. huh, lagipula apa untungnya buang sampah sembarang." Kris meninggalkan Kyungsoo yang masih dan masih saja diam.
"Songsangnim tunggu aku!"
***KAISOO***
"Hahaha! Jadi Songsangnim masih single sampai sekarang? Apa songsaengnim tidak laku?" Kyungsoo tertawa keras. Tawa pertamanya minggu ini.
"Kau berniat mengejekku? Hah! Aku menyesal bercerita denganmu."
Mereka berdua tengah berjalan beriringan di sepanjang sungai Han. Saling berbagi cerita tentang hal hal yang mereka alami selama beberapa tahun kebelakang. Sekedar saling mengakrabkan kembali hubungan yang sempat terputus antara guru dan murid.
Kris, guru Bahasa Inggris yang sempat mengajar di Jiunju High School selama 2 bulan. Sekolah dimana Kyungsoo menghabiskan masa SMA nya. Dalam waktu yang singkat itu, keduanya memiliki hubungan yang lumayan dekat. Sebenernya bukan hanya mereka berdua, tetapi juga kelas yang 'dihuni' oleh Kyungsoo saat itu.
5 tahun berlalu, dan Kyungsoo masih belum bisa melupakan Kris. Bukan dalam artian Kyungsoo tertarik dengan namja blasteran itu, tetapi kenangan kenangan kecil yang mereka lewati bersama.
"Aku pernah bilang kan? Songsaengnim akan susah jodoh kalau terlalu tertutup. Mentang mentang aku anak kecil kau jadi meremehkan ucapanku."
"Ne, lalu apa lagi? Jelek atau tiang listrik? Aku bahkan masih ingat perkataan pedasmu padaku. Dasar anak tidak sopan." Kris menyentlik dahi Kyungsoo keras. Sontak saja membuat namja yang lebih muda itu mengerang kesakitan. Ia menatap sang songsangnim dengan kesal. "Apa? Kau mau membalas? Kubunuh kau kalau berani!"
"Ya! Sifat psycomu belum hilang? Aku menyesal bertemu denganmu lagi kalau begini caranya."
"Jadi sifat penakutmu juga belum hilang eum, Baby Soo?" Kris mentap Kyungsoo dengan tatapan menggoda. Alis tebalnya naik turun. Persis seperti pria hidung belang, pikir Kyungsoo.
"Si- AKH!" belum sempat Kyungsoo mengelak, seekor ular berukuran kecil telah menggantung tepat didepan matanya. Tanpa diperintah, mata bulat Kyungsoo kini terlihat semakin bulat. Jangan lupakan bulu romannya yang meremang. Tubuh kecil itu langsung mundur beberapa langkah menjauhi sang guru yang tertawa mengejek.
"S-Songsaengnim, d-dari mana itu?" Kyungsoo masih tak bisa melepaskan pandangan dari ular yang dengan santainya bertengger di tangan Kris. Kyungsoo sangat yakin kalau ular itu asli. Terbukti dengan tubuhnya yang bergerak gerak juga lidah yang menjulur.
"Dari dulu aku selalu membawanya di dalam tas. Tao, kenalkan itu Kyungsoo. Kyungsoo ini Tao. Salam kenal." Rahang Kyungsoo serasa jatuh saat melihat Kris memperlakukan ular itu layaknya boneka. Sekarang dia tahu mengapa Kris masih saja jomblo. Dia menyimpang, penyuka binatang, pikir Kyungsoo.
.
Kyungsoo menatap paras bak dewa itu. dengan terpaan sinar matahari sore, wajahnya yang nyaris sempurna seakan bercahaya. Belum lagi dengan senyuman yang bisa meluluhkan hati siapa saja. Ya semua terlihat keren sebelum akhirnya dia mencium sesuatu. Mencium sebuah benda panjang yang sedari tadi ada di tangannya.
"YA! Kau menciumnya!" Kyungsoo memekik tertahan. Dia menunjuk nunjuk Tao-ular- yang baru saja Kris cium. Tatapannya masih saja ngeri pada Tao, padahal jarak duduk Kris dengan Kyungsoo mencapai 5 meter.
"Kau berlebihan. Tao saja terlihat bahagia. Iya kan Tao?"
Sudah 2 jam mereka habiskan waktu sendiri sendiri. Kris yang sibuk dengan Tao, dan Kyungsoo yang termenung menatap air sungai.
"Hei, sedang memikirkan apa? Anak kecil tidak boleh melamun, waktumu terlalu berharga untuk itu." Kyungsoo menatap sekilas Kris yang kini telah duduk disampingnya. Ia melemparkan pandangannya kembali ke air sungai yang berarus tenang.
"Songsaengnim ingat Kim Songsaengnim?" tanya Kyungsoo tanpa menoleh. Kris tengah berusaha mengingat dan sepersekian detik kemudian matanya melebar menatap Kyungsoo.
"Kau belum move on ya?" Kyungsoo langsung mendeathglare Kris yang kini menelan ludahnya kasar. Masih jelas dalam ingatannya, saat dia membuat Kyungsoo marah karna tugas yang dia berikan terlalu banyak. Seminggu penuh Kyungsoo mendiamkannya dan itu membuat Kris seakan tak berguna sebagai seorang guru.
"Padahal kukira kau hanya main main saat itu. Jadi, kau serius ya dengannya?" tanya Kris lagi. Sinar mata Kyungsoo berangsur angsur meredup. Ia menyandarkan dagunya di lututnya sendiri.
"Tentu saja! Lagi lagi kau meremahkanku! Apa kau meremehkan semua perkataan anak kecil hah?! Walaupun aku tumbuh dewasa setiap waktu, tapi semua orang di sekitarku selalu lebih dewasa. Dan selalu saja aku dianggap anak kecil."
"Aku tidak menganggapmu anak kecil." Kris mengusap rambut hitam Kyungsoo dengan lembut.
"Kau menatapku seperti anak berumur 10 tahun yang baru saja jatuh dari sepeda, bodoh!" Kyungsoo menampik tangan Kris yang menurutnya tidak sopan. Kai saja tidak pernah mengelus rambutnya.
"Kau sendiri yang berfikiran begitu. Saat kau berfikir kau anak kecil, semua yang ada disekitarmu juga akan berfikir begitu. Huh, kau bahkan lebih sulit dimengerti daripadaku. Kau benar benar seperti anak kecil. Orang harus benar benar mengenalmu sebelum menentukan salah benar dari semua yang kau katakan."
"Maksud songsaengnim apa? Mau mengejek atau memujiku?"
"Tidak tahu. Yang pasti, seorang anak kecil yang berusaha menjadi dewasa sebelum waktunya, adalah orang yang hebat. Mencoba memendam sifat kekanakannya walau itu sangat sulit. Memendam rasa sakit yang seharusnya belum dirasakan anak anak seusianya. Kau istimewa." Dan kembali Kris mengusak surai hitam Kyungsoo.
Kris mengingat sesuatu. Ia kembali mengeluarkan Tao dari dalam tas kecilnya.
"Pegang." Kyungsoo menatap ngeri Kris yang menyodorkan Tao padanya. "Tidak apa-apa, dia tidak akan mengigitmu." Kris membawa tangan Kyungsoo untuk mengelus kepala ular berwarna hitam itu.
"Kau gila?! Aku fobia ular!" Kyungsoo berusaha menarik kembali tangannya.
"Kau akan baik-baik saja! Percayalah pada gurumu!" Kris menatap Kyungsoo penuh percaya. Dengan lembut, ia membawa tangan kecil itu mengelus Tao secara perlahan. Membiarkan tangan itu sedikit beradaptasi dengan sisik sisik ular yang tiba tiba membuatnya tersenyum.
Kris tersenyum kecil saat akhirnya melihat Kyungsoo semakin berani untuk mengangkat Tao. Ia melepaskan pegangannya pada tangan putih itu.
"Dia tidak terlalu buruk." Ucap Kyungsoo saat merasakan Tao merayap melalui lengannya.
"Siapa yang pernah bilang Tao buruk? Hei, kau terlihat lelah. Mau bersandar?" Kris menepuk bahunya pelan. Mengisyaratkan Kyungsoo untuk beristirahat disana. Tanpa penawaran kedua, Kyungsoo langsung menyamankan dirinya di bahu lebar itu. Tanpa menggalihkan pandangan dari Tao tentu saja.
"Kau terlihat sangat senang saat bisa melawan fobiamu." Bisik Kris.
"Tentu, siapa yang tidak senang saat dapat menaklukan ketakutannya sendiri?" Kyungsoo mencium Tao sekilas sebelum akhirnya mengelus tubuh panjang itu lagi.
"Mulai sekarang, anggap semua masalahmu sebagai ular. Anggap mereka adalah binatang liar yang bisa kau jinakkan dengan perasaan. Dan ingatlah bagaimana kau tersenyum setelah sanggup mengalahkan rasa takutmu itu. Tidak ada satupun masalah yang tidak dapat kau selesaikan. Yang terpenting adalah, mengingat bahwa semua hal di dunia ini tak ada yang sia-sia."
"Kau semakin bijaksana songsaengnim. Itu sebabnya aku ingin menikah dengan seorang guru. Ahh… sayangnya Kim Sangsaengnim sudah berhenti sekarang."
"Walaupun hatimu ada padanya, jika kau butuh sesuatu, katakan saja padaku. Bukankah aku ayahmu hem?" Kris menyentil hidung Kyungsoo pelan.
"Aku tidak pernah membayangkan bagaimana bisa dulu aku memanggilmu Abojie sementara Kim songsaengnim dengan Omonim. Aku gila."
"Kau memang gila. Tapi itu yang kusuka darimu. Dan kumohon perbanyaklah istirahat. Kau terlihat tidak baik."
Kyungsoo menatap Kris yang sedari tadi telah menatapnya dalam. Beberapa saat mereka terdiam dalam kontak mata yang mungkin hanya bisa dibaca oleh keduanya.
"Kau tahu?"
"Maaf."
.
Detikan jam terasa memiliki bunyi yang lebih keras dari biasanya. Satu satunya sumber suara yang menghidupkan suasana hening itu. Pukul 3 sore, biasanya waktu yang tepat untuk jalan jalan. Tapi tidak dengan Kyungsoo. Namja itu bergerak gelisah dalam pelukan hangat selembar selimut. Dia tidak mimpi buruk, hanya sedikit gelisah lebih tepatnya. 8 hari. Ya 8 hari semenjak pernikahan dan waktu itu terbuang percuma. Kyungsoo berusaha untuk menunggu Kai selama hari hari itu. ia sama sekali tidak menghubungi sang namja tampan hanya untuk mengukur tingkat tanggung jawabnya sebagai seorang suami.
Sampai akhirnya hari ini Kyungsoo benar benar merasa jenuh sendirian. Ia mengambil ponsel lalu berusaha menghubungi Kai.
Tak butuh waktu lama sampai seseorang di seberang sana mengangkat telfon. Bukan, ini bukan suara Kai. Ini suara seorang wanita. Hati Kyungsoo bergemuruh. Mungkinkah Kai tak hanya memilikinya dan Baekhyun? Apakah ia juga memiliki wanita lain di luar sana?
Semua itu terpecahkan kala sang wanita mengaku sebagai sekertaris dari Kim Jongin.
"tolong sampaikan pada Tuan Kim. Kim Kyungsoo menghubunginya sore ini."
Kyungsoo langsung menutup sambungan telefon. Ia menatap langit langit kamarnya dengan kosong. Ia membayangkan langit langit putih itu sebagai layar yang menampilkan semuanya. Tentang hidupnya, tentang Joonmyeon, tentang sekolahnya, juga tentang Kim Jong In.
Bagaimana bisa ia bertemu dengan Kim Jong In. Bagaimana ia mencintai Kim Jong In. Dan bagaimana ia hancur karna Kim Jong In.
.
Pintu abu abu itu terbuka hingga menimbulkan bunyi dentuman. Seorang namja berkulit gelap langsung duduk bersandar pada sofa kecil di ruang tamu.
Seorang namja lainnya tak tak lain adalah Kyungsoo langsung berlari kearah suara. Takut takut rumahnya kecurian.
"Kai ahjusshi." Kai melirik Kyungsoo sesaat sebelum kembali menutup matanya. Terlihat sekali ia merasa kelelahan.
"Aku tidak percaya ahjusshi kesini!"
"Kau tidak suka?"
"T-tidak juga." Kyungsoo mendekati Kai yang tetap diam sambil memejamkan mata. Namja bermata bulat itu bersimpuh dilantai lalu melepaskan sepatu yang masih Kai kenakan. Sementara Kai hanya bisa menahan keterkejutannya melihat Kyungsoo yang begitu lembut padanya.
"Wae? Ada yang salah denganku?" Tanya Kyungsoo yang menyadari tatapan Kai begitu asing padanya. Tangan kecilnya beralih pada dasi yang membelit erat leher Kai.
"Tidak. Hanya saja-"
"Baekhyun ahjusshi tidak pernah melakukannya? Nah selesai. Kau mau makan atau mandi dulu? Ah lebih baik kau mandi baru makan. Tubuhmu sangat bau ahjusshi."
Kyungsoo beranjak dari duduknya. Bergegas ke kamar mandi guna menyiapkan air untuk suaminya.
Kai masih diam. Ia menatap dasinya yang terlipat rapi di meja.
Entah berapa waktu yang terbuang hanya untuk menatap dasi itu dengan bodoh. Yang pasti malam semakin larut saat Kyungsoo memanggilnya untuk mandi.
Mandinya selesai dan kini di meja makan sudah ada Kyungsoo yang menunggunya dengan senyuman. Makanan di depannya terlihat begitu lezat walau tak semewah makanan yang dibuat pelayan rumahnya.
"Makanlah. Ahjusshi pasti lapar. Maaf hanya seperti ini."
Kai mendudukkan tubuhnya di kursi seberang Kyungsoo. Ia mengambil semangkuk kecil sup yang ada dihadapannya.
'Enak.'
"Kau membuatnya sendiri?" tanya Kai seakan acuh.
"Tentu. Apa enak?"
"Lumayan."
Kyungsoo tersenyum senang. Yah… mungkin hanya senyuman biasa untuk semua orang. Tapi tidak untuk Kai. Seseorang yang diam diam ikut tersenyum dalam hatinya.
.
Baekhyun bergerak gelisah dalam tidurnya. Sebenarnya tak bisa dibilang tidur karna pikirannya masih jauh pada Kim Jongin. Malam sudah semakin larut dan Kai tidak pulang. Walau, sebenarnya Kai sudah memberi tahu untuk tidak menunggu, tapi tetap saja Baekhyun resah. Kecurigaannya pada Kai semakin besar. Akhir akhir ini namja itu kurang memperhatikannya. Baiklah, sebut Baekhyun manja karna memang begitu kenyataannya. Tak pernah sekalipun Baekhyun merasa di abaikan seperti ini. Apa lagi oleh Kai yang telah berjanji akan terus memperhatikannya.
Apa aku tak cukup berpenyakitan agar kau tetap di sampingku?
.
Kyungsoo tersenyum kecil saat melihat Kai tidur tak beraturan di tempat tidurnya. Selelah itukah suaminya?
Kyungsoo mengambil selembar selimut paling tebal dalam lemari. Ia sadar Kai akan kedinginan malam ini. Lihat saja tubuhnya yang hanya dilindungi oleh boxernya juga baju milik Kyungsoo yang kekecilan.
Namja itu naik keatas kasur queen sizenya. Menyelimuti tubuh namja lainnya yang tertidur hingga memakan setengah ranjang lebih. Ia menyingkirkan anak-anak rambut yang jatuh di wajah tampan Kai.
"Apa yang kau pikirkan heum? Matamu terlihat sayu hari ini. Kau kurang tidur? Bagaimana dengan perusahaan? Baekhyun, apa dia makan dengan baik? Hah, tentu saja dia makan dengan baik. Kau kan suaminya. Kim Jong In tidak akan pernah membiarkan orang yang disayanginya sakit kan? Lalu apa kabar cita-citamu?" Kyungsoo terlihat seperti seorang ibu yang bertanya pada anaknya yang sudah tertidur lelap. Bisikan bisikkan kecilnya bahkan mungkin seperti lullaby untuk Kai.
"Selamat tidur."
Kyungsoo mengecup pelan dahi Kai sebelum keluar dari ruangan kecil itu. Sangat tidak mungkin tidur bersama Kai yang bahkan memakai seluruh bagian tempat tidurnya saat ini.
.
Namja itu menggeliat pelas. Kelopak matanya begerak gerak sebelum akhirnya terbuka sempurna. Ia mengerjap sesaat sebelum akhirnya bangun dan duduk di sudut tempat tidur. Matanya menyusuri kamar yang gelap akibat lampu yang dimatikan.
Kaki namja itu menuntun pemiliknya untuk berjalan meninggalkan kamar. Yang dapat namja itu lihat pertama kali saat keluar adalah, seorang namja manis yang tidur di sofa dengan kaki yang menggantung karna ukuran sofa yang kecil. Tangannya seakan mencoba untuk menghangatkan dirinya sendiri dengan bibir yang memucat kedinginan.
Sesegera mungkin Kai mengambil selimut yang tadi ia pakai. Membawa benda lebar itu hingga menutupi seluruh tubuh Kyungsoo yang kedinginan. Namja berkulit gelap itu menatap kesekeliling flat. Ia melihat fentilasi udara yang terlampau besar di atas jendela. Pantas jika Kyungsoo kedinginan.
Tangan besarnya mengusap pelan rambut hitam legam yang membuat namja itu –entahlah- terlihat 'sedikit' cantik. Lantai yang dingin terasa menggiurkan untuk diduduki, dan Kai melakukannya. Ia menatap wajah Kyungsoo intens. Memainkan jari jari mungil sang namja ehem cantik dalam genggamannya.
Mungkin untuk sesaat Kai menyadari bahwa Kyungsoo cukup imut dan menggemaskan untuk dijadikan boneka peluk sebelum tidur. Yah, sebelum akhirnya namja itu terlelap dengan tangan yang mengganggam tangan seorang yang lebih kecil.
***KAISOO***
Kyungsoo menggoyangkan tubuh besar yang tertidur dalam duduk disampingnya. Mencoba membuat namja yang berstatus suaminya itu untuk bangun. Ia cukup tau diri dengan keberadaan Kai yang hanya menumpang istirahat di flatnya, atau mungkin flat Kai sendiri.
"Sudah jam 3. Ahjusshi tidak pulang?" tanya Kyungsoo saat Kai akhirnya membuka mata.
"Kenapa aku disini?" gumam Kai yang menyadari posisi tidurnya yang tak enak. Ia masih berusaha mengumpulkan setengah nyawanya yang masih melayang layang.
Sementara itu Kyungsoo sibuk mengambil baju Kai yang tadinya dipakai Kai saat datang.
"Cepat ganti bajumu." Kyungsoo menyerahkan baju baju itu bada Kai.
Kai meraih baju itu ogah ogahan lalu memakainya ditempat. Oh! Dia tidak memikirkan Kyungsoo yang wajahnya telah memerah di depan sana.
"Aku pulang dulu, Kyung." Pamit Kai yang telah selesai memakai baju serta sepatunya.
"Sering seringlah kesini."
"Jika ada waktu ok?"
.
Jalan Seoul terasa lengang. Tentu karna kini jam mobil menunjuk pukul 4 pagi. Jongin melajukan mobilnya dengan pelan, mencoba menikmati suasana malam yang dingin juga sepi itu sendirian.
Kyungsoo kembali hinggap dalam ingatannya. Merasakan hal sepi selalu mengingatkannya pada Kyungsoo. Seperti apakah masa lalu namja itu. kemana orang tua yang seharusnya ada di sampingnya saat pernikahan? Bagaimana dengan teman temannya? Selama bersama Kyungsoo, ia tak pernah sekalipun melihat Istrinya berjalan bersama teman temannya. Yah, sekedar bertemu di jalan pun Kai tidak pernah.
Tanpa sadar, kini Kai telah sampai di rumahnya. Ya, rumah yang sebenarnya.
Ia masuk kedalam dan menemukan Baekhyun tertidur di sofa ruang tamu. Ia berjalan mendekati orang yang dicintainya itu. orang yang membuatnya harus selalu mengalah. Tapi Kai bahagia, asal Baekhyun tersenyum untuknya itu sudah sangat cukup.
Tiba-tiba sekelebat senyuman seorang namja muncul di otaknya. Tidak, itu bukan Baekhyun bukan pula ayahnya. Ia merasa familiar dengan wajah itu, tetapi ia tak benar benar ingat.
"Kai,"
Kai langsung mencium bibir sang istri kala ia terbangun. Ciuman yang terkesan menuntut dan penuh hasrat.
"Aku ingin kamu."
.
Suara dentuman pintu mobil terasa lebih keras di daerah pemakaman itu. seorang namja berjas hitam berjalan kearah ratusan batu nisan itu dengan seikat bunga carnation dengan hiasan forget-me-not disekelilingnya.
Ia berjalan ke sebuah batu nisan yang cukup jauh dari tempatnya memarkirkan mobil. Saat sampai, ia menatap batu nisan itu dalam sebelum akhirnya menaruh buket bunga didepan nisan itu. lututnya telah menjadi tumpuan berdirinya saat ini, tangannya menangkup dan membacakan doa agar seseorang yang ia sayangi –yang sudah mati- itu tenang di alam lain.
Bulir air menetes keluar dari kedua ekor mata sang namja. Tangannya bergetar, begitu pula dengan dadanya yang kembang kempis menahan isakan. Sebut ia lemah karna begitulah kenyatannya. Bagaimana denganmu? Bagaimana seandainya seseorang yang sangat penting bagimu meninggalkanmu untuk selamanya?
Tangannya menyentuh baru nisan itu dengan lembut. Sebelum akhirnya ia berdiri dan meninggalkan tempat itu untuk melakukan aktifitasnya hari ini.
Angin yang biasanya tak ada di pagi hari membelai sang namja tampan. Membawa pesan suara dari surga sana.
'Jaga Kyungsoo ya. Joonmyeonnie.'
***TBC***
A/N : Eum,,, iya. Saya datang lagi dengan FF yang gak kalah GJ sama FF yang lainnya. Maaf gak nepatin janji buat berhenti. Sekali lagi maaf *bow*
Saya Cuma sadar, kalau FF dan FFn adalah hidup lain saya. Disaat saya gak bisa apa-apa didunia nyata, saya bisa mencurahkannya lewat FF dan berbagi lewat FFn. Curcol ini curcol
NAH! Harusnya FF ini Oneshot, tapi berhubung panjang, dan belum selesai sedangkan hati kecil saya (Cieileh bahasanya) berontak buat publish, yah begini lah hasilnya. Menurut perkiraan mungkin ini gak akan lebih dari 3 chapter.
FF ini Terinspirasi dari FF 10080. Ituloh yang bagian selingkuhnya. Walau jujur sebenernya saya gak pernah baca FF 10080 secara utuh. Cuma diceritain sama temen sinopsisnya :3
Terus untuk alur yang lainnya, itu dari EHEM kisah hidup SMA saya yang baru aja dimulai. Buat yang baca status status saya di Fb, pasti kalian udah tahu kan, kalau saya sekarang PEDOPHILE! Eh bukan sih… lebih tepatnya saya suka sama GURU saya sendiri. ITU KARMA! Adoh, saya tobat bikin FF pedo gini ceritanya.
Yah! Saya Curcol lagi. Yo wis lah.
Mind to Review? ^^
