Bukankah ini seperti sebuah film.

Dimana kita yang menjadi peran utamanya yang sama-sama sedang jatuh cinta.

Aku jatuh padamu.

Dan kau jatuh padanya.

Bisakah kau kembali padaku?

Seperti pada akhir sebuah film?

.

.

.

Sang surya mulai Nampak dari sudut Timur, mencoba menyadarkan insan-insan yang masih terlelap dalam buaian mimpi dengan sinarnya yang menyilaukan. Sinar-sinar itu menyebar, menembus setiap yang bisa ditembusnya. Mengubah hitamnya kelam menjadi beraneka warna. Menghangatkan setiap insan yang selamalaman diselimuti hawa dingin. Tapi tidak dengan pemuda yang masih meringkuk malas dalam selimut cokelatnya. Sinar matahari yang mengintip masuk lewat cela horden kamarnya pun tak membuat ia bergeming sedikit pun dari singgahsananya. Rambut sebahunya yang biasa diikat naik ke atas kini tergerai lemah. Dan lihat saja bantalnya, ada banyak pulau-pulau abstrak yang berjejer tak beraturan.

Iphone silvernya sedari tadi bergetar, membuat si benda mati itu bergerak entah itu ke kiri atau ke kanan. Layar utama menunjukkan ada sebuah panggilan masuk dari seseorang. Entah seorang perempuan ataukah lelaki, entah itu masih belia atau sudah menimang cucu. Kelopak mata pemuda dengan julukan si raja tidur ini mulai bergerak-gerak kecil, seolah ingin membuka tetapi masih terhalang oleh si empunya yang masih menjelajahi alam mimpi. Masih dengan terkantuk, tangannya terulur, meraba-raba ponsel yang getarannya kian lama kian mengganggu rutinitas paginya, menekan sembarang tombol di layar datar Iphonenya sampai akhirnya benda itu mengeluarkan suara. Tepatnya menghubungkan orang yang berada entah dimana dengan pemiliknya.

"Halo!" Tanpa perlu melihat ID yang tertera di layar Iphonenya Shikamaru sudah dapat menebak siapa yang menghubunginya sepagi ini dengan frekuensi suara di atas rata-rata sehingga ia perlu menjauhkan sedikit Iphone itu dari telinganya. Sahabatnya, Sabaku Temari. Seorang gadis bersurai pirang gelap yang sudah bertahun-tahun ini menjadi teman sepermainannya. Seorang gadis yang mempunyai hak khusus di antara teman-temannya yang lain karena hanya dia yang boleh menggangu waktu istirhat si raja tidur ini. Walaupun kantuk yang menyerangnya teramat sangat tetapi jika berhubungan dengan si sulung pasangan Sabaku ini, ia selalu bisa bertahan melawan rasa kantuk yang semakin lama membuat kedua matanya semakin terasa berat..

"Hmm." Gumaman singkat Shikamaru cukup membuat Temari di seberang sana terseyum puas, memang hanya gumaman kecil, tetapi kata yang tak terdapat di dalam kamus mana pun itu adalah pertanda bahwa Shikamaru sudah berada di alam sadarnya setelah ia susah payah menghubungi nomor ponsel Shikamaru sejak setengah jam yang lalu.

Temari menarik kedua ujung bibirnya, bersiap-siap memberitahukan alasan nekatnya menelepon Shikamaru sepagi ini. "Aku punya kabar kembira."

"Hmm…."

"Tadi malam aku dan Itachi-senpai menjadi sepasang kekasih." Iris kelam itu langsung terbuka spontan. Badan yang tadinya masih terlungkup nyaman dalam selimut itu langsung menjadi duduk tegap, selimut cokelatnya tersingkap dan begulung ke lantai marmer yang dingin. Matanya melotot dengan mulut yang terbuka membentuk huruf O sempurna. Keadaan yang sangat kontras dengan gaya Shikamaru yang biasanya terlihat menahan kantuk dan malas-malasan

"Shikamaru, kau masih disana? Hellooo?" Shikamaru tak mampu berkata-kata. Mulutnya kelu, sedari tadi bibirnya terbuka untuk mengatakan sesuatu yang mungkin bisa membuat sahabatnya mengulum senyum bahagia. Tetapi tak ada satu huruf pun yang mampu meluncur dari tenggorokannya yang tercekat. Dadanya pun terasa sesak, seolah oksigen yang ia hidup beberapa saat lalu telah menguap entah kemana. Sebuah Kristal bening meluncur dari pelipisnya. Mimpinya tadi malam ternyata tak hanya sekedar bunga tidur semata, mimpi buruk yang terjadi dalam tiga hari berturut-turut itu benar-benar menjadi nyata. Walaupun menjadi kenyataan yang pedih baginya.

"Selamat." Setelah jeda panjang yang menyelimuti mereka berdua hanya sebuah kata itu yang dapat lolos dari kerongkongannya. Ia pun mengucapkannya dengan nada yang bukan menujukkan rasa suka cita, melainkan nada yang terkesan ketus. Ia tak mampu menyembunyikan rasa bencinya pada senior yang menjadi pujaan hati sahabatnya tersebut. Seorang lelaki berdarah Uchiha yang memiliki karisma yang membuat semua kaum hawa merasa ingin pingsan sejak pertama kali beradu pandang dengan manik onyxnya, ya kira-kira seperti itulah yang selalu dikatakan Temari padanya. Ia menekan tombol datar dalam ponselnya untuk mengakhiri pembicaraan yang membuat dadanya terasa sesak tak tertahan, kemudian menghempaskan dirinya pada bed favoritnya.

Si jenius dengan IQ di atas rata-rata ini hanya diam, seluruh tubuhnya kini serasa beku. Lebih dingin daripada Konoha yang sedang hujan salju di luar sana. Benda bulat yang terpajang di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 12 tepat, tetapi si raja tidur ini masih dalam posisi awalnya, hanya memejamkan mata tanpa kehilangan kesadarannya.


Temari menatap handphone flip merahnya dengan alis saling bertautan. Bagaimana tidak? Setelah nekat menghubungi Shikamaru di jam tidurnya agar mendapatkan ucapan selamat yang ia harapkan ternyata tak membuahkan hasil yang manis. Ia hanya menginginkan Shikamaru mendoakan hubungannya dengan si sulung Uchiha agar berjalan dengan baik, karena si Jenius itulah saksi bisu cinta diam-diamnya terhadap Itachi yang terkubur bertahun-tahun lamanya. Tapi yang ia dengar ternyata sangat amat terbalik dari yang ia harapkan. Shikamaru hanya berucap satu kata, hanya satu kata yang diucapkannya dengan nada yang terkesan begitu dingin. Melebihi dinginnya es di kutub utara sana.

Ia melangkahkan kakinya ke arah balkon kamarnya, mengamati butir-butir kapas putih yang jatuh secara bersama-sama dalam diam. Sebelah tangannya terjulur untuk meraih beberapa titik es yang masih saja terus berjatuhan. "Ah, mungkin saja ia baru bangun tidur," ia bergumam.

Suara klakson membuyarkan lamunan sesaatnya. Temari menatap Mercedez hitam keluaran terbaru itu dengan mata menyipit. Tak butuh waktu lama untuk ia menyadari bahwa itu adalah mobil lelaki yang baru tadi malam resmi menjadi kekasih hatinya. Itachi Uchiha.

Temari langsung terseyum sumringah, melupakan bahwa beberapa menit yang lalu pikirannya masih bergelut tentang pemuda Nara yang sepertinya kurang setuju dengan hubungannya dengan sang direktur utama itu.

Itachi keluar dari mobilnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku mantelnya.

Sebuah nada panggilan terdengar dalam handphonenya. Buru-buru ia menyambar telepon genggam yang terkulai lemah d atas meja riasnya. Dan kembali ke balkon.

"Halo." Suara baritone yang disukainya terdengar dari seberang sana langsung membuatnya serasa melambung tinggi. Walaupun sudah berkali-kali mendengarnya tapi Temari tak pernah merasa terbiasa dengan suara itu. suara yang selalu membuat jantungnya berdetak beberapa kali lebih kencang dari biasanya.

Setelah dirasanya mampu mengendalikan detak jantungnya barulah ia mampu membalas perkataan Si sulung Uchiha itu, "halo."

"Aku ada di depan rumahmu," ucapnya lagi sambil melambaikan tangan ke arah Temari yang dibalas dengan lambaian yang lebih keras.

"Aku tahu, kau merindukanku?" Temari menutup mulutnya cepat. Entahlah ia tak tahu mengapa ia mengatakan itu, bibirnya seolah bergerak sendiri untuk mengatakan dua kata barusan.

Terdengar suara kekehan kecil dari seberang sana. Seorang Itachi Uchiha tertawa kecil mendengar pernyataan kekasih barunya itu. Mungkin jika ada salah satu kolega bisnisnya yang melihat bisa-bisa harga dirinya terjun bebas sebagai pemegang kekuasaan perusahaan terbesar di Jepang yang terkenal amat-sangat dingin dan mahal senyum.

"Ya, aku merindukanmu. Kau puas? Sekarang bersiaplah. Aku akan mengenalkanmu pada teman-temanku," ucap Itachi sambil mencoba menghentikan tawanya yang tergantikan dengan seyuman tipis yang membingkai parasnya yang hampir mendekati sempurna. Ingat, di dunia ini tak ada yang sempurna, bukan?

"Ayay! 5 menit lagi aku akan segera turun," balas Temari sembari menghilang di balik pintu yang bedebum cukup keras.


"Shikamaru!" Shikamaru menoleh, mendapati seorang gadis dengan rambut pirang yang dicepol empat sedang melambai ke arahya. Setelah menoleh sebentar sebelum berbalik dan berjalan kembali. Berjalan seolah tak ada yang memanggil namanya. Meninggalkan si gadis yang barulang kali berteriak memanggil namanya dengan volume yang cukup keras.

Shikamaru duduk di salah satu bangku taman, mengeluarkan sebuah buku dan sebuah Ipod. Ia berencana akan membaca buku yang cukup tebal itu sambil mendengarkan beberapa buah lagu. Tapi sebuah tepukan cukup keras di pundaknya mengurungkan niatnya membaca buku bersampul hitam dengan judul yang tercetak cukup besar dengan warna merah terang 'Stop Galau kurang dari 2 jam' karangan salah satu motivator terkenal, Kakashi Hatake.

"Yo!" kata Temari yang mulai mengambil tempat di sebelahnya. Laki-laki pemalas itu hanya menguap sebagai balasan.

"Sejak kapan kau suka membaca buku mendayu seperti itu? ahhh… jangan-jangan karena Ino baru saja pacaran dengang Sai, kan?" tebak Temari asal saat mengamati sampul buku yang sedang di pegang oleh Shikamaru.

"Tidak, dan kau tahu aku sudah berhenti mengejar Ino sejak lulus SMP, Temari," jawab Shikamaru acuh. Buku itu sebenarnya hadiah dari Chouji yang melihatnya mengurung diri dibalik selimutnya sehari penuh karena baru merasakan perihnya patah hati.

Shikamaru mulai membuka halaman pertama buku bersampul hitam itu, merekam segala kata demi kata yang tercetak disana. Berharap sebuah buku itu mungkin dapat sedikit meringankan beban pikirannya..

"Hei, kau tahu kemarin Itachi-kun membawaku ke sebuah restoran temannya dan memperkenalkanku sebagai kekasihnya," ujar Temari memulai sesi curhatnya. Sedangkan pemuda di sebelahnya mulai memasang headset putih ke telinganya, mencoba mengabaikan sahabat pirangnya yang akan berhenti bercerita sekitar tiga jam kemudian.

"Aku baru tahu kalau ia punya sebuah geng."

"Tapi didalam gengnya ada seorang perempuan, dan kelihatannya ia cukup dekat dengan Ita-kun."

"Salah satu dari mereka juga ada yang mengenakan cadar. Kalau tidak salah namanya Yakuzu, Bakuzu, Ah… Kakuzu."

"Dan kau tahu apa yang paling hebat? Ia memanggilku sayang di hadapan teman-temannya," ucap Temari berbunga-bunga.

"Hei, Shikamaru. Bagaimana pendapat… " Temari menoleh dan mendapatkan lelaki di sebelahnya sudah memasuki alam mimpi dengan headset berwarna putih yang tertempel di telinganya dan sebuah buku yang menutupi hampir seluruh permukaan wajahnya. Dengkuran pelan dan napas yang teratur menandakan temannya ini sudah tertidur pulas sejak tadi. Temari memandang Shikamaru geram. Bagaimana mungkin sedari tadi ia bercerita pada orang yang tidur. Temari menjitak kepala nanas itu sebelum akhirnya beranjak ke ruang kelas.

"Hoam." Mata lelaki itu perlahan terbuka. Menampilkan kedua iris kelam yang terlihat redup. Sebelah tangannya terjulur mengambil buku yang berada di depan wajahnya dan mencopot headset yang tak mengeluarkan suara apapun sedari tadi.

Sebenarnya sejak tadi ia tak pernah memasuki alam mimpi, ia mendengar setiap kata yang diucapkan Temari. Hanya saja ia tak tahu harus berkata apa jika sahabatnya itu meminta pendapatnya. Terlalu perih, bertahun-tahun memendam rasa pada sahabatnya sendiri tak pernah satu kali pun ia berani mengungkapkannya. Sedangkan pemuda Uchiha yang baru berkenalan dengan Temari selama sebulan belakang sekarang sudah resmi menjadi kekasih sahabatnya dan menebar kemesraan mereka dimana-mana. Shikamaru menengadah, menatap langit yang melahirkan butir-butir putih dingin, sedingin hatinya sambil terseyum getir.

Hei, Bodoh! Bagaimana mungkin kau menceritakan kekasihmu pada seseorang yang juga mencintaimu?


Seorang anak dengan surai pirang yang digerai sedang berjalan sendiri menuju rumahnya. Hari itu Kaa-sannya ada urusan mendadak hingga ia harus pulang sendiri. Biasanya ia selalu pulang bersama temannya, Shikamaru. Tetapi hari itu sahabatnya terserang flu akibat kemarin Shikamaru sibuk mencarinya di tengah hujan karena ia sedang merajuk karena Tou-sannya akan pergi dari rumah. Entah apa alasannya.

Saat tengah melewati kediaman Izunuka, Temari dikejutkan dengan rauman seorang anjing yang berjarak sekitar 3 meter di depannya. Seekor anjing Buldog berwarna putih itu terus menggonggong ke arahnya. Sedang Temari hanya mencengkram erat tali ranselnya, kedua kakinya pun seolah mati rasa untuk melangkah. Sejak dulu ia memang tak bernah menyukai hewan berliur itu.

Anjing itu berlari ke arahnya dengan cepat. Temari hanya berani menutup mata dengan kedua telapak tangan mungilnya. Ada suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Tetapi Temari yang masih ketakutan tak menggubrisnya sedikit pun. Beberapa lama suara anjing menghilang tanpa jejak. Temari mengintip keadaan sekitar melalui celah-celah jarinya dan mendapati anjing itu sedang menyantap seiris daging, ada anak lelaki berseragam serupa dengan yang ia kenakan tengah berjongkok di sebelah anjing itu dan membelai bulu-bulu kusam si anjing dengan sayang. Usia anak lelaki itu kira-kira 2 atau 3 tahun lebih dewasa darinya.

"Tak apa, kau jalan saja. Kiso anjing yang jinak kok," ucap anak lelaki itu seakan tahu Temari sedang ketakutan melihat anjing di hadapannya. Temari memandang senior itu sekilas dan melihat di name tagnya tertulis 'Itachi Uchiha'.

"Aligatou, Uchiha-senpai," balas Temari sambil terseyum sopan, ia memang sudah kelas tiga Sekolah Dasar tetapi masih belum fasih menyebutkan huruf R dengan benar.

Anak laki-laki itu bangkit. Matanya yang sipit menjadi garis horizontal jika ia sedang terseyum."Sama-sama."


Yosh! akhirnya jadi juga. Maaf kalo bahasanya amburadul :D

Yang terakhir itu flashback kenapa Temari bisa lope-lope ke suami saya :D #dirajam.

Akhir kata Cha pamit. Chu~~~