Don't fall in love

Disclaimer: Kishimoto Sensei

Warning : OOC

By Karayukii

NaruSasu

.

.


Sasuke berdiri terpaku dua blok dari kediamannya. Mata onyxnya menyipit menatap sebuah mobil limosin mewah yang kini terparkir tepat di depan rumahnya. Sungguh pemandangan yang ganjil melihat mobil seharga jutaan dolar itu berada di daerah sini. Daerah pinggiran yang diisi oleh keluarga dengan penghasilan dibawah rata-rata.

Sasuke makin terkejut ketika melihat dua pria berjas rapi keluar dari pintu rumahnya dan kakaknya, Uchiha Naori, dengan senyum sumringah mengantar kedua tamu asing itu kembali ke mobilnya. Mereka terlihat berbicara serius dengan kakaknya selama beberapa menit sebelum dua orang itu masuk ke dalam mobil dan berlalu.

Sasuke menunggu mobil itu berbelok di tikungan kompleks, kemudian segera berlari masuk ke rumahnya. Jantungnya bertalu dengan cepat. Perasaan was-was menguasainya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak curiga, sepertinya kakak perempuannya yang cantik itu telah membuat masalah baru lagi.

Sasuke menghambur ke dalam rumahnya dengan wajah super khawatir. Rumahnya hanyalah rumah biasa yang diisi dengan barang-barang seperlunya. Pintu depan langsung berhadapan dengan meja makan dan dapur yang terhubung dengan lorong kecil yang langsung mengantarkannya ke dua pintu. Pintu kamar Sasuke dan pintu kamar Naori.

Saat berdiri di muka pintu, Sasuke menemukan Naori sedang duduk di meja makan, memandangi sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas karton coklat. Ia terkesiap saat melihat Sasuke melangkah masuk dengan wajah galak.

"Sa-Sasuke?" Ekspresi Naori seperti maling yang telah tertangkap basah. Ekspresi yang membuat Sasuke makin curiga.

"Apa ada yang ingin kau jelaskan padaku?" Sasuke mencoba untuk tetap tenang.

Tapi Naori hanya menatapnya sejenak, dan saat Sasuke melihat ia menggelengkan kepala hendak berbohong, Sasuke langsung naik pitam.

"Jangan berbohong padaku Naori, aku tahu apa yang kau lakukan!" Bentak Sasuke keras. "Siapa orang-orang itu? Kenapa mereka datang kemari? Kali ini apa yang kau lakukan? Kau bikin masalah lagi kan? Berapa banyak uang yang kau ambil? Apa yang kemarin kau masih belum kapok juga? Mereka bukan Yakuza kan? Aku tahu mereka pasti Yakuza! Apa yang kau lakukan dengan Yakuza it-"

"Tutup mulutmu, dasar adik kurang ajar!" Naori menutup mulut Sasuke dengan telapak tangannya. Mata obsidiannya mendelik pada Sasuke dengan tersinggung, "Mereka bukan Yakuza! Sekarang tenanglah!"

Sasuke menyingkirkan tangan Naori dengan kasar, "kau menyuruhku tenang?" Katanya dengan tawa meledek, "aku tidak akan tenang sampai kau menjelaskan apa yang dilakukan pria-pria kaya itu disini!"

Naori mendelik pada Sasuke. "Mereka adalah orang-orang yang dikirim oleh Namikaze." Jelas Naori perlahan.

Sasuke mengernyit. Namikaze adalah nama keluarga yang sangat terkenal di Jepang. Keluarganya memiliki bisnis mobil terbesar. Salah satu konglomerat yang terpandang dan terhormat. Konon keluarga Namikaze dipercaya merupakan keturunan bangsawan dari keluarga samurai tokugawa yang berkuasa pada zaman bakufu dulu. Tidak heran nama Namikaze selalu disebut-sebut minimal seminggu sekali di TV. Entah membicarakan bisnis atau hanya untuk mengumumkan kehidupan sehari-hari mereka yang membosankan. Segala tetek bengek yang berhubungan dengan kata uang dan pamer.

Sasuke mencoba untuk menenangkan dirinya, tapi berakhir dengan kegagalan. Ia terlalu takut mendengar penjelasan selanjutnya. "Dan apa hubungan mereka denganmu?" Tanyanya hati-hati.

Naori menghela napas panjang sebelum menjawab. "Mereka ingin aku menikah dengan sang pewaris."

Sasuke hampir jatuh dari kursinya saat mendengar hal itu. Ia menatap kakaknya lekat-lekat, mungkin kakaknya sekarang sudah gila. Semenjak dia ditipu dengan mantan kekasihnya yang membawa lari seluruh uang warisan orang tuanya, Naori mengalami keguncangan batin yang tidak main-main. Ia harus tinggal di rumah sakit selama beberapa hari untuk menenangkan diri. Dokter menduga ia kena struk karena shock parah, tetapi lewat keajaiban ia pulih dengan cepat. Ketika Sasuke mengatakan bahwa ia sudah tidak punya uang lagi untuk membayar biaya nginapnya di rumah sakit, ia langsung sehat kembali.

"Kau pikir aku percaya?" Sasuke tidak bisa mempercayai hal itu. Ini bukan dunia dongeng. Mana mungkin konglomerat seperti Namikaze mau menikahkan pewarisnya dengan Naori.

"Aku serius." Kata Naori sungguh-sungguh. "Mereka datang membawakanku ini." Ia mengedikkan bahunya ke kotak diatas meja. Dengan wajah ceria Naori membuka penutupnya dan Sasuke langsung berdiri dari kursinya.

"Apa itu?" Tanya Sasuke tidak yakin.

"Ini gaun pengantin." Naori mengambilnya dari dalam kotak lalu berdiri membuat gaun itu terlihat secara keseluruhan. Gaun itu berwarna putih dengan renda-renda membentuk bunga pada bagian tangannya yang panjang. Bagian perutnya penuh dengan manik-manik putih yang membentuk seperti ikat pinggang. Gaun begitu panjang hingga bagian bawahnya menyentuh lantai, dan bagian atasnya memanjang sampai menutupi leher dengan kerah lebar seperti kelopak bunga.

Sasuke memandang kain itu dengan takjub sedangkan Naori menerangkannya dengan antusias.

"Ini di buat oleh perancang terbaik di Eropa. Kau lihat ini, ini mutiara... dan manik-manik kuning ini adalah emas. Stokingnya juga di taburi berlian putih. Cantikkan?"

"Luar biasa." Gumam Sasuke tanpa daya. "Kira-kira berapa harganya?" Naluri miskinnya kambuh. Harganya pasti tidak bisa dijangkau Sasuke yang hanya kerja sebagai pelayan restoran.

"Entahlah, mereka tidak mau memberitahuku, tapi tenang saja ini tidak masuk dalam hitungan bayaran. Mungkin ini hanya bonus saja."

Sasuke menarik dirinya dari kilauan permata yang dirangkai di ujung kerah gaun. Kedua alisnya mengerut, mendadak ia ditarik lagi dari dunia dongengnya. "Bayaran?" Ia menatap Naori dengan curiga. Dia merasa ada sesuatu yang penting yang masih belum dikatakan padanya.

Naori nyengir pada Sasuke dengan takut-takut. Ia berdeham sekali untuk mengeringkan tenggorokannya sebelum menjelaskan. "Begini, kau pasti tidak berpikir aku benar-benar akan menikah dengan sang pewaris kan?"

Sasuke mengangguk dengan cepat. Siapa yang akan mempercayai itu?

"Sebenarnya aku dibayar untuk menikah dengannya. Maksudku aku hanya akan berjalan dengannya di altar lalu setelah itu kami akan kembali pada rutinitas masing-masing."

Sasuke bingung. "Aku tidak me-"

"Aku dibayar untuk berakting seolah-olah menikah dengannya."

Sasuke masih tidak mengerti "Pura-pura menikah?"

"Ya." Naori mengangguk. "Tugasku hanya berada disisinya sampai pesta pernikahan selesai."

Sasuke termenung mencerna apa yang dikatakan Naori. Seorang konglomerat membayar kakaknya untuk menemaninya berjalan di gereja, bertingkah seolah-olah mereka sedang melakukan ritual suci pernikahan, begitukah? Sasuke merasa ada yang tidak pas dengan apa yang dikatakan Naori dengan apa yang dipahaminya.

"Kalian hanya akan pura-pura menikah atau sedang mempermainkan ikatan pernikahan?" Tanya Sasuke dengan nada lebih ke menyindir.

Naori kelihatan bingung. Ia memiringkan kepalanya sedikit. "Uhm sepertinya dua-duanya benar." Jawabnya enteng.

Sasuke menatap Naori dengan terpukul. Biasanya hal yang diimpikan seorang wanita adalah menikah dengan orang yang dicintainya, berjalan dialtar bersama dan berjanji untuk saling mencintai sampai kematian menjemput mereka. Tapi kakaknya ini malah tidak perduli dengan hal-hal seperti itu. Otaknya hanya dipenuhi dengan uang.

Sasuke kembali menghempaskan pantatnya ke kursi. Ia menghela napas panjang seraya melipat kedua tangannya di dada. "Tolak saja." Katanya tegas.

"Apa? Menolak?"

"Iya, aku ingin kau menolaknya."

Naori tampak salah tingkah, "tidak bisa, uangnya sudah diberikan."

Mereka sudah memberikan ua-" Kata-kata Sasuke tercekat di tenggorokannya. Dia menatap Naori dengan kedua mata melebar. Butuh waktu bagi Sasuke untuk menenangkan dirinya kembali, perasaannya tidak enak, tapi dia mencoba untuk bersikap santai. "kalau begitu kembalikan saja uangnya."

Naori tersenyum, mata onyxnya menatap gaun putih yang kini dilipatnya dengan tenang. "Tidak bisa uangnya sudah berkurang banyak aku telah menggunakannya."

"Apa kau bilang!" Apa yang ditakutkan Sasuke akhirnya terjadi juga. Lelaki itu menghempaskan dirinya disanderan kursi dengan lemas. Jika saja Naori adalah adiknya, bukan kakaknya, Sasuke pasti sudah menyumpal mulutnya dengan gaun pengantin itu. Sungguh kakaknya ini selalu membuat masalah.

"Sudahlah Sasuke kau tidak perlu bingung, semuanya akan baik-baik saja." Kata Naori berusaha untuk menenangkan adiknya yang kini pucat pasi itu.

Tapi Sasuke seperti tidak mendengarkan, ia memijat-mijat keningnya yang mulai pening. "Berapa banyak yang kau gunakan?"

Naori menatap Sasuke dengan pandangan miris. Ia mengangkat bahunya sambil menggeleng pelan. Mata onyxnya menatap ke kotak dimana gaun pengantin itu diletakkan. "Banyak sekali. kau tidak akan sanggup." Jawabnya.

Sasuke menatap Naori dengan tidak percaya. Bagaimana mungkin Naori bisa bertingkah sewajar itu. apa dia tidak sadar dengan apa yang sedang diperbuatnya. Darah mengalir naik ke ubun-ubun Sasuke. ia menatap kakaknya dengan marah. "Apa kau sudah gila? kau kemanakan semua uangnya?" Suara Sasuke meninggi, dia tahu bahwa perkataannya ini sangat kasar tapi mau bagaimana lagi. Sasuke tidak bisa menahan dirinya lagi.

Naori menatap Sasuke dengan kaget. "Apa kau sedang menghinaku?" Tanyanya dengan bibir gematar menahan emosi. "Kau membilangiku gila? Hah! Jangan sok suci, kau sendiri juga suka melakukan hal-hal gila dulu!" Bentaknya keras. "Dengar, aku menggunakan uangnya untuk membayar semua hutang-hutang kita! Apa kau tidak capek setiap hari harus dikejar-kejar oleh para renternir? Ini kesempatan emas kita! Bagiku tidak ada alasan untuk menolaknya!"

Sasuke menggelengkan kepala, ini gila. Ia tetap tidak mau bermain-main dengan para konglomerat. Bagi Sasuke, mereka jauh lebih mengerikan daripada para rentenir.

"Aku tidak mau, pokoknya aku tidak akan menyetujuinya." Katanya tanpa bisa digugat lagi.

Naori menatap Sasuke dengan meremehkan. "Kau tidak punya hak untuk mengatur hidupku." Ucapnya sinis. "Sayangnya aku lebih tua darimu."

"Tapi tidak lebih dewasa dariku!" Sindir Sasuke.

Naori mendeath glare adik semata wayangnya itu, lalu membuang muka. "Terserah kau mau bilang apa! Tapi ku lakukan ini semua demi kebaikan kita." Ia berkata dengan nada kesal. "Aku sudah membayar setengah rumah kita yang disita dulu dan aku akan melunasinya nanti. Rumah itu adalah hak kita, apa kau tidak merindukannya. Rumah kita yang tenang, yang penuh dengan kenangan bersama ayah dan ibu."

Sasuke terdiam selama beberapa saat, kemudian menghela napas dan berkata dengan suara yang lebih lembut. "Tapi tetap saja, berurusan dengan orang-orang seperti itu bukanlah jalan keluar yang tepat."

"Dia tidak seperti yang kau pikirkan." Balas Naori cepat. "Dia salah satu pelanggan setiaku di bar. Aku mengenalnya sudah hampir dari dua tahun yang lalu. Aku cukup tahu beberapa sifatnya. Yah dia memang agak sedikit sinting, tapi sebenarnya dia adalah orang yang sangat baik."

"Tetap saja—"

"Dia minta tolong padaku, makanya aku menolongnya." Sergah Naori. "Dengar ya, aku lakukan ini untuk kebaikan kita juga, makanya lebih baik kau terima saja."

Sasuke membuka mulutnya, masih ingin protes. Tapi melihat keteguhan dimata Naori, Sasuke yakin apapun yang dikatakannya tidak akan merubah apapun. Kakaknya adalah orang yang benar-benar keras kepala. Percuma membujuknya.

"Baiklah," kata Sasuke. Ia menarik napas lalu menghembuskannya. Benar-benar ia sangat emosional sekarang. "Kalau kau mau melakukannya lakukan saja. Tapi jangan anggap aku sebagai adikmu lagi. Hubungan persaudaraan kita putus!"

Ini jalan terkahir yang bisa dipikirkan Sasuke. Ia selalu tahu, kakaknya itu adalah trouble maker. Sejak orang tua mereka meninggal, ia selalu menimbulkan masalah. Entah ia berakhir berkelahi di bar, membawa kabur uang, mencuri pakaian di toko, bergaul dengan orang-orang aneh. Dan Sasukelah yang berakhir menyelesaikan semuanya dan dia sudah sangat muak dengan itu semua.

Begitu pula dengan kasusnya sekarang. Ia mau menikah dengan konglomerat terkenal? Sang pewaris? Sasuke punya firasat buruk tentang itu.

Sasuke sebenarnya merasa yakin Naori akan enggan ditinggal Sasuke. Kakaknya itu selalu bergantung padanya. tapi di luar dugaan wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu malah memasang tampang sok, seakan-akan Sasukelah yang akan menyesali perkataannya.

"Kalau begitu kau pergi saja." Kata Naori tanpa takut. "Aku tidak ingin hidup dalam penderitaan lagi."

Sasuke terbelalak, sama sekali tidak menyangka kakaknya akan mengatakan hal itu tapi kemudian dia menekuk wajahnya dan manatap Naori tajam. "Jangan panggil aku, jika kau butuh bantuan. Aku tidak akan mau menyelesaikan masalahmu lagi."

"Siapa yang akan melakukan itu!"

Naori berteriak dan Sasuke sudah berbalik badan, pergi meninggalkan rumah kecil kontrakan mereka.


Sudah hampir tiga bulan, Sasuke tidak mendengar kabar apapun dari Naori. Kakaknya itu sepertinya benar-benar serius untuk tidak menghubunginya. Mau tidak mau Sasuke jadi khawatir juga. Naori sebenarnya bukanlah orang yang mandiri. Semenjak kematian orang tuanya, Sasuke lah yang bertanggung jawab atas segala hal. Dia terpaksa meninggalkan sekolahnya dan bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan sehari-hari mereka. Awalnya semua baik-baik saja, sampai ketika Naori di tipu oleh kekasihnya sendiri yang membawa lari seluruh harta warisan peninggalan orang tuanya.

Saat itu adalah saat-saat yang paling berat dalam hidup Sasuke. Naori langsung shock berat dan masuk rumah sakit, sedangkan Sasuke kelabakan mencari pinjaman ke rentenir dan bahkan mereka diusir dari rumah mereka sendiri. Dan sekarang Sasuke ragu, Naori bisa menangani semuanya dengan baik. Apalagi mendengar ide gilanya untuk menikah dengan anak konglomerat. Pria itu pasti jatuh cinta dengan wajah Naori, kakaknya itu memang cantik dan pandai menggoda pria.

"Apa kau mengkhawatirkannya?" Seorang gadis beramut pink muncul dari dalam kamar mandi. Ia hanya mengenakan handuk mandinya yang sepaha, membuat paha mulusnya terespos sempurna. Sasuke melirik pemandangan indah itu sebelum melemparkan ponselnya ke atas ranjang.

"Siapa yang perduli dengannya." Balas Sasuke.

Selama ia meninggalkan rumahnya, Sasuke terus berpindah-pindah ke tempat manapun yang mau menampungnya. Sasuke tidak punya teman, jadi yang mau memungutnya hanyalah para wanita yang sebenarnya menyukainya. Sasuke tidak menyukai mereka, hanya saja karena dia butuh jadi dia tidak punya pilihan lain selain tinggal bersama salah satu gadis.

"Kau sudah selesai mandi, kalau begitu giliranku." Kata Sasuke, ia meraih handuknya dan bersiap berjalan ke kamar mandi.

Tapi baru separuh jalan Sakura tiba-tiba meraih tangannya. "Jeeez, Sasuke-kun apa kau sudah mau pergi? Tinggallah lebih lama sedikit." Rengek Sakura.

"Aku harus berkerja Sakura." Tolak Sasuke, sambil melepaskan tangan Sakura dan kembali berjalan menuju kamar mandi.

"Tidak masalah, kita masih punya waktu satu jam sebelum kau berangkat kerja." Kata Sakura santai, seraya menempelkan tubuhnya ke tubuh Sasuke dengan manja.

Sasuke berdecak kesal. ia menyingkirkan tangan Sakura dari tubuhnya lalu berjalan menjauh. "Aku harus segera bersiap-siap." Sahut Sasuke. Ia menatap gadis berambut pink di hadapannya, yang handuknya hanya menggantung di sekitar tubuhnya. Sebenarnya itu terlihat sangat seksi, tapi Sasuke sama sekali tidak tertarik. "Pakai bajulah, nanti kau bisa masuk angin."

Sakura tersenyum masam mendengar perkataan Sasuke. Sudah tiga hari ini Sasuke tinggal ditempatnya, tapi dia heran kenapa pria itu tidak kunjung menyentuhnya. Sasuke bahkan tidak suka disentuh. Sebenarnya ada gossip yang mengatakan bahwa Sasuke itu aseksual, tapi Sakura begitu penasaran hingga ingin mematahkan gossip itu. "Sasuke-kun apa kau tidak ingin bersenang-senang denganku dulu?" Ia menekuk kakinya, membuat handuknya tertarik ke atas, dan makin memamerkan pahanya yang mulus.

"Aku tidak tertarik." Tolak Sasuke dengan tampang datar.

Sakura berdecak, susah juga kalau begini. "Kenapa sih kau tidak menyentuhku Sasuke-kun?" Kata Sakura dengan sedikit jengkel. Bagaimana mungkin dia tidak tertarik dengan wanita secantik dirinya. banyak sekali pria-pria yang jadi gila karena Sakura, tapi kenapa hal itu tidak bekerja pada Sasuke."Apa aku bukan tipemu? Atau jangan-jangan kau itu Gay?"

Sasuke melirik Sakura dengan tersinggung. Ia menghentakkan tangannya dari genggaman Sakura, lalu berdiri menghadap wanita berambut pink itu. "Aku tidak tertarik pada wanita yang bahkan tidak bisa menghargai tubuhnya sendiri."

"A-apa maksudmu?" Sakura kebingungan ketika melihat perubahan mood Sasuke yang jadi terlihat marah. ia meraih tangan pria itu itu lalu menggenggamnya dengan lembut. "Apa yang kau katakan Sasuke-kun tentu aku menghargai tubuhku sendiri."

Sakura berusaha tersenyum semanis mungkin, bermaksud meluluhkan hati Sasuke. tapi yang terjadi malah sebaliknya. Sasuke malah menatapnya dengan jijik.

"Kau seperti wanita murahan saja." Sinisnya, jujur saja melihat Sakura membuatnya teringat dengan Naori. Seorang wanita harusnya tidak menjual tubuhnya dengan mudah kepada para pria.

"Murahan! Ka-kau bilang aku—" Sakura nampak tersinggung. Ia menatap Sasuke dengan berang. Saking marahnya bahkan tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.

Plak!

"Keluar dari rumahku, kau pria kurang ajar!" Sengit Sakura seraya melempar Sakura begitu saja dari rumahnya.


Wanita memang aneh. Pikir Sasuke dalam hati. Sekarang ia tengah berjalan di trotoar jalan tanpa alas kaki. Sakura langsung menutup pintunya begitu saja dan menolak memberikan barang-barang Sasuke kembali. Alhasil sekarang ia berjalan seperti gelandangan dengan piyama lusuh dan tampang kusut.

Dia tidak punya baju bahkan sepatu, dan setengah jam lagi, ia harus kembali bekerja. Jika sudah begini, ia tidak punya pilihan lain untuk kembali pulang ke rumahnya. Yah, mungkin Naori akan menertawainya jika melihatnya pulang dalam keadaan seperti ini, tapi lebih baik dia menghadapi Naori daripada meminta maaf kepada Sakura. Sasuke merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Dan ngomong-ngomong tentang itu, Sasuke sebenarnya cukup penasaran dengan keadaan Naori sekarang. Apa wanita itu sudah benar-benar menikah?

Berjalan sepanjang terotoar dengan mengenakan piyama dan tanpa alas kaki, sepertinya memang terlihat sangat aneh. Sasuke mulai merasakan pandangan orang-orang padanya. Mungkin sekarang ia terlihat seperti orang gila di mata mereka.

Sasuke menyisir rambut ravennya, berusaha membuat dirinya terlihat lebih manusiawi. Orang-orang yang berpapasan dengannya terus berbisik-bisik membicarainya. Mungkin dia benar-benar mirip gelandangan sekrang. Sasuke meringis dalam hati, rusak sudah imagenya, padahal biasanya ia selalu dipandang dengan penuh hormat. Semuanya gara-gara Sakura. Wanita itu benar-benar—

Langkah Sasuke berhenti, sekejap pikirannya di tarik secara paksa ke dunia nyata. Ada seorang pria berjas hitam, berkaca mata hitam, sepatu hitam, kemeja hitam, pokoknya serba hitam, berdiri menghalang jalannya. Sasuke mengerutkan alisnya, menatap pria itu, yang sepertinya sedang fokus mencocokkan wajah Sasuke dengan selembar foto yang berada di tangannya.

"Ada apa ini?" Tanya Sasuke tidak mengerti.

"Uchiha Sasuke, anda harus ikut dengan saya."

Sasuke makin mengerutkan alisnya. "Kau siapa?"

"Saya akan jelaskan nanti." Dan pria itu tiba-tiba menundukkan kepalanya begitu rendah kepada Sasuke, tangannya terangkat mempersilahkan Sasuke untuk masuk ke sebuah mobil limosin hitam dengan pintu yang telah terbuka.

Sasuke cukup tersanjung dengan perlakuan hormat pria itu. Tapi rasanya aneh juga jika ia memilih masuk ke dalam mobil begitu saja.

"Kenapa aku harus ikut denganmu?" Tanyanya lagi.

"Ini berhubungan dengan saudara anda Uchiha Naori." Jelas pria itu, kali ini telah mengangkat kepalanya, tapi tangannya masih terangkat mempersilahkan Sasuke masuk.

Sasuke tiba-tiba merasa jengkel ketika nama Naori disebutkan. Masalah apalagi yang diperbuat oleh kakaknya itu. Tapi melihat penampilan pria dihadapannya ini, ia jadi diingatkan kembali dengan orang-orang yang pernah datang ke rumahnya dulu.

Sasuke menghela napas, ia berdecak lalu akhirnya melangkah masuk ke dalam mobil. Dia akan benar-benar menghajar Naori nanti. Persetan walau dia perempuan sekalipun.


Sasuke mengira ia akan di bawah ke suatu tempat yang terpencil, seperti gedung-gedung tua, lapangan kosong yang jauh dari pemukiman penduduk. Jenis tempat-tempat dimana biasanya orang-orang melakukan transaksi gelap. Tapi Sasuke salah besar, karena mobil ternyata berhenti di restoran Jepang yang kelihatannya sangat elit.

"Kita sudah sampai tuan." Pria berjas hitam tadi berkata, seraya membukakan pintu untuk Sasuke.

Sasuke melongokkan kepalanya, memandang ke sekitar dengan was-was. Seorang pelayan penjemput tamu berdiri tidak jauh dari dekat pintu restoran yang terbuka tutup secara otomatis. Pelayan lelaki itu tersenyum padanya, melambaikan tangan mempersilahkannya masuk. Sasuke berdeham, dalam hati makin menyesali penampilannya yang begitu berantakan. Damn it, dia bahkan tidak pakai alas kaki.

Tidak punya pilihan lain, Sasuke melangkah turun. Ia bersyukur dianugrahi kaki yang panjang, ia bisa mengambil langkah selebar mungkin dan menghindari tatapan mencela dari orang-orang yang sedang menyantap sarapannya di restoran itu.

Mereka berjalan ke ruangan yang lebih privat, kemudian berhenti di sebuah pintu geser dengan dua orang pelayan wanita tengah berdiri dikanan kirinya. Sasuke meliriknya sebentar. Biasanya jika melihat Sasuke, para wanita akan bersikap malu-malu kucing dan tebar pesona tapi kali ini kedua pelayan wanita itu hanya menatap Sasuke sambil menyembunyikan kikikannya di balik tangan. Sasuke berdeham mengacuhkan kedua wanita itu.

Pintu digeser terbuka, Sasuke masuk ke dalam dan langsung berhenti ketika melihat seseorang duduk di depan meja tatami. Orang itu langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis pada Sasuke.

"Uchiha Sasuke?" Dia berkata. "Aku Namikaze Naruto, senang bertemu denganmu."

Sasuke hanya diam sambil mengamati orang dihadapannya itu.

Orang itu mengenakan sebuah kemeja putih santai dengan dua kancing atas yang dibiarkan terbuka, sedikit mempertontonkan dada maskulinnya yang pasti di dapatkannya dengan latihan ekstra keras. Rambut blondenya dibiarkan berantakan, tapi tetap terkesan stylish. Dan yang paling membuat wajahnya menarik adalah dua iris safirnya yang jernih dan dalam, yang mampu memikat siapa saja yang bahkan yang tidak pernah perduli pada penampilan orang lain, tidak berani mengedipkan matanya dari pemuda blonde itu.

Apa dia orang yang akan menikah dengan Naori?

Dia tidak terlalu… buruk.

"Uchiha-san?" Naruto mengetes Sasuke, satu alisnya terangkat naik.

"Ehem, ehem." Pria di samping Sasuke berdeham keras.

Sasuke cepat-cepat mengerjapkan matanya dan menegakkan bahunya.

"Kenapa kau membawaku kemari?" Tanya Sasuke langsung tanpa basa basi.

"Ada masalah antara aku dan Naori." Naruto berkata menatap Sasuke dengan tersenyum misterius.

Sasuke mengerutkan alisnya, "Naori? Ada ada dengannya?"

"Dia mengingkari kesepakatan kami dan melarikan dengan membawa uangku, makanya kau berada di sini sekarang."

Ekspresi Sasuke langsung berganti menjadi horror. "Dia menipumu?"

Naruto menatap Sasuke sejenak, kemudian mengangguk. Sasuke hanya bisa ternganga. Sialan kau Naori! Sasuke mengumpat dalam hati. Lagi-lagi ia berada dalam masalah karenanya. Sasuke langsung menoleh ke belakang, pria yang sedari tadi bersamanya masih berdiri di depan pintu dengan setia. Sasuke menatap ke Naruto lagi dan meneguk ludah.

"Memangnya berapa banyak yang dia bawa lari?" Tanya Sasuke takut-takut. Di dalam hati ia bersumpah akan mencincang-cincang Naori jika bertemu dengannya nanti.

"Kau tidak akan sanggup membayarnya." Kata Naruto santai, ia mengeluarkan sebuah map, lalu meletakkannya di atas meja. Pandangan Sasuke langsung terfokus pada map itu. Saat Naruto membukanya, Sasuke melihat foto dirinya dengan biodata lengkapnya.

"Uchiha Sasuke, umur dua puluh lima tahun. Bekerja sebagai pelayan di restoran kecil di pinggir jalan." Naruto menengadahkan kepalanya dan menatap Sasuke lagi. "Kau tidak akan mampu melunasinya bahkan jika kau bekerja di sana sampai umurmu lima puluh tahun sekalipun."

"Da-dari mana kau bisa mendapatkan—"

"Aku sudah tahu segala hal tentangmu." Sebuah seringai tipis muncul di wajah Naruto. Mata safirnya menatap Sasuke dengan penuh perhitungan. "Terima kasih pada kakakmu Naori, aku jadi lebih berhati-hati sekarang."

Sasuke lagi-lagi menemukan dirinya mengutuk Naori dalam hati. Kenapa selalu dia yang harus menanggung kesialan atas ulahnya. "Begini, sebenarnya aku dan Naori sudah memutuskan hubungan. Aku sudah tidak menganggapnya sebagai saudaraku lagi. Jadi ku harap kau tidak melibatkanku dalam masalah—"

"Jika kau melakukan sesuatu untukku, kau tidak perlu mengembalikan uangku." Potong Naruto, sama sekali tidak tertarik mendengarkan alasan Sasuke.

Sasuke yang seakan sudah terpojok, hanya bisa menelan kata-katanya kembali dan memasrahkan diri. Rasanya apapun yang ia katakan, tidak akan berguna. "Memangnya apa yang kau inginkan dariku?" Tanyanya. Demi kami-sama, dia tidak akan memintanya untuk jadi mata-mata di perusahaan saingannya kan? Atau semacam pembunuh bayaran? Sama seperti salah satu movie western yang pernah Sasuke tonton di bioskop bersama Sakura.

Naruto menangkupkan tangannya di atas meja. Ia tidak terlihat seperti orang yang suka basa-basi. "Aku ingin kau menggantikan Naori dan menikah denganku."

Sasuke melongo, menatap Naruto dengan tampang bodoh. Dia bahkan lupa menjaga image Uchiha karena perkataan Naruto. "Kau bilang apa tadi?"

"Aku ingin kau menikah denganku. Jika kau menikah denganku, aku akan menganggap hutangmu lunas."

Sasuke terbelalak. Orang ini tidak bercandakan? Tapi melihat keseriusan diwajah Naruto. Sasuke jadi meragukannya. Naruto seperti sungguh-sungguh mengatakannya. "Kau tahu aku pria kan?" Sasuke memberitahunya. Walau Sasuke masuk dalam kategori Flower boy, tapi dia sesungguhnya adalah cowok tulen. Yah lupakan kulitnya yang putih mulus, juga wajahnya yang tujuh puluh persen lebih mirip ibunya. Tapi dari segi perilaku dia tidak ada sisi feminimpun. Tapi mendengar perkataan Naruto, dia jadi bingung sendiri. Apa Naruto mengira dia adalah perempuan?

"Justru karena kau adalah laki-laki makanya aku memintamu untuk menikah denganku." Kata Naruto santai. Ia menuangkan teh ke gelas kosong dan mengopernya ke ujung meja tempat Sasuke berdiri. "Ku pikir ini adalah ide yang sangat brilian, menikah dengan laki-laki." Senyum kepuasan muncul diwajahnya dan Sasuke mulai menganggap bahwa Naruto adalah seorang psiko kelas berat. Sungguh ekspresinya sangat mengerikan. Sasuke sampai merinding.

"Kenapa menikah denganku adalah ide yang brilian?" Tanya Sasuke. ia duduk dihadapan sang Namikaze dengan canggung.

"Karena aku tahu kau adalah aseksual. Kau pasti tidak akan jatuh cinta padaku." Jelas Naruto, melipat tangannya di dada. Senyumannya masih belum menghilang.

"Jatuh cin—"

"Aku sudah mencari kesana-kemari. Orang yang tepat untuk menjadi pendampingku. Kebanyakan dari mereka malah berakhir jatuh cinta padaku, membuat rencanaku rusak seketika." Naruto mengulurkan tangannya, dan pria berjas hitam langsung mengambil langkah sigap dan meletakkan sebuah map lain ke tangan Naruto. "Lalu aku bertemu Naori, menjadi teman ngobrolnya selama beberapa bulan. Aku memperhitungkannya, dia sangat mencintai uang lebih dari apapun. Ku pikir aku aman jika mengajaknya menikah denganku. Tapi nyatanya ia malah kabur dengan uangku. Aku tidak tahu dia sebodoh itu."

Naruto meletakkan mapnya ke meja, membukanya dan membaliknya agar Sasuke bisa melihat isinya. "Dan akhirnya ku putuskan untuk memilihmu. Kau yang seorang aseksual." Naruto mengedikkan dagunya, dan pria berjas disamping Sasuke mengeluarkan sebuah penah dan menyerahkannya pada Sasuke. "Tanda tanganlah. Jika kau menandatangani map itu maka kita telah resmi menikah."

Sasuke melotot memandangi isi map itu. Pria Namikaze ini benar-benar serius. Pulpen ditangannya mulai gemetaran. Dia pasti sudah gila jika menandatangani kertas ini.

"Kau tidak punya pilihan Uchiha-san." Tegur Naruto, ujung bibirnya terangkat membentuk seringai. "tanda tanganlah."

Sasuke menegak ludah. Mata safir itu berkilat, seakan mengirimkan ancaman yang mengerikan padanya. 'Tanda tangan atau mati'.

Sasuke mulai keringat dingin. Tangannya mulai bergerak, akan menandatangani kertas itu, sampai ketika Naruto tiba-tiba menyahut lagi.

"Ada satu hal yang harus kau ingat, sebelum menandatanganinya." Ia berkata. "Jangan jatuh cinta padaku."


TBC


FF baru nih, hahaha

Aku mau balas review, tapi gak tau mau balas lewat mana lagi. (semoga aja orangnya baca) buat 'Sapa aja dah' aku minta maaf yang sebesar-besarnya bukan maksudnya mau ngacangin, aku emang nggak tau mau jawab apa. aku nggak bisa mastiin kapan tepatnya aku bisa update fanfic itu. kadang-kadang aku bingung sendiri, mau update ff ku yang mana dulu, (yah ffku yang satu itu emang aku anak tirikan) dan dengan publishnya ff baru ini aku pasti makin bingung hahaha

Yah sebagai gantinya aku bikin poll di profil akunku, kalian tinggal pilih fanfic mana yang ingin dilanjutkan lebih dulu. Yang votenya paling banyak itu yang ku lanjut terlebih dahulu.

Dan terkakhir adakah yang ingin ikutan event lomba nulis fanfic NaruSasu? Ada hadiahnya loh. Yang tertarik silahkan periksa profil akunku