Kring~
Slaps~
Braak~
"Selamat pagi dunia. Aku siap, aku siap ^^"
"Hey orang gila! Apanya yang siap? Aku bahkan masih bisa melihat liur di sudut bibirmu."
Buru-buru Yixing mengusap sudut bibirnya kemudian mendelik ke arah laki-laki yang terlihat serius berkutat dengan pekerjaannya di halaman seberang apartemennya saat tak menemukan barang setetes pun liur di wajahnya.
"Heh, Kris gege bodoh! Kurasa kau harus membawa lop atau teleskop bintang jika perlu. Matamu sedikit—KYAAA~!"
Braak~
Secepat kilat Yixing menutup kembali jendela kamarnya saat Kris mengarahkan selang air yang ia pegang untuk menyiram tanaman ke arahnya.
"Huh! Tua bangka."
Puas menghardik dan mengintip Kris yang masih melirik tajam ke arah kamarnya, Yixing mengalihkan pandangan ke meja nakas kemudian tersenyum sembari meraih sebuah kalender dengan bundaran spidol merah di sekitar tanggal 4 Februari. Hari ini.
"Hari pertamaku mengajar. Semangat!"
Mengangguk mantap dengan tangan terkepal. Ia melanjutkan menyambar handuk setelah meletakkan kembali kalender mungilnya ke tempat semula. Bersenandung riang sebelum pada akhirnya terdengar suara gedubrak yang cukup nyaring tepat saat Yixing melangkahkan kaki masuk kamar mandi.
"Aduuuh~ bokongku~!"
.
xxxsxlxyxxx
.
My Fiancé
This fict obviously is mine. Not for the cast.
OOC/AU/BoyxBoy
Romance Comedy
Kim Junmyeon – Zhang Yixing
; and other EXO's member
.
xxxsxlxyxxx
.
Tap..tap..tap..tap
Sepatu pantofel coklat mengkilap itu terus mengetuk lantai peron stasiun. Sudah sepuluh kali lebih Yixing melirik pergerakan jarum di arlojinya. Kemudian mendesah panjang saat merasakan hasilnya tak memuaskan.
"Eum.. permisi. Kereta menuju Daegu kapan datang, ya?"
"Hah? Daegu? Bung, kurasa kau harus menggunakan teleskop bintang di matamu. Ini masih pukul berapa?"
Bibir Yixing mengerucut. Satu hal yang membuatnya berjengit, ucapan petugas stasiun barusan, mirip dengan apa yang ia ucapkan kepada Kris.
"Memangnya pukul berapa?" tanya Yixing.
Petugas itu berdecak. Mendekati Yixing dan menepuk pundaknya, "..aku melihatmu beberapa kali mengintip arlojimu. Apakah benda itu tak berfungsi? Ini masih pukul lima pagi, bung."
"HAH? APWAH?"
"Santai, bung." Sahut petugas stasiun sembari mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya kemudian mengusap wajahnya yang tersembur beberapa tetes dari Yixing.
"Jadi ini masih pagi? Kukira mendung. Sampai aku membawa payung lipat ._. "
Petugas stasiun itu sudah menjauh. Mungkin di benaknya ia tak ingin lagi bertemu dengan orang macam Yixing. Well, tampang memang oke tapi sikapnya sungguh mengundang decak kagum. Lihat sekarang apa yang dia lakukan!
"Kris gege~! Aku kualat akan ucapanku padamu~!"
Dengan kepala menengadah ia mencakar pilar sambil terisak.
Oh ternyata Yixing sudah sadar kembali dengan ucapan petugas stasiun tadi.
Pluk.
Yixing terjaga. Mengucek matanya hingga tersadar ia tertidur di ruang tunggu. Bukan suara bising stasiun yang mulai ramai penumpang yang membuatnya harus rela meninggalkan lautan mimpi indahnya, melainkan sebuah sweater merah yang tersampir di kepala dan menutupi wajahnya.
"Ya! Kau! Jangan sembarang meletakkan barangmu, bung. Tak lihat di sini ada orang, eoh?!"
Laki-laki lengkap dengan seragam SMA yang duduk di sebelah Yixing hanya menoleh sekilas dan kembali berkutat pada PSPnya.
"Hey, nak! Tak diajarkan sopan santun oleh orangtuamu, eum?"
Melemparkan sweater ke arah remaja SMA tersebut dan mendarat tepat di kepalanya.
"Kau sudah tua, tetapi masih tak beda jauh dengan anak SMA."
Mata Yixing membulat penuh, "..ya! ya! Apa yang kau katakan barusan? Dasar. Aigooo~ kenapa anak muda sekarang berkurang moralnya? Apa karena pelajaran PMP(?) telah dihapus? Oh~ aku harus mengadu kepada pemerintah pendidikan—"
"Kau itu cerewet, ya?"
Hanya satu pertanyaan itu mampu membuat Yixing tutup mulut. Tidak. Lebih tepatnya bukan karena pertanyaan bocah SMA ini, melainkan apa yang dia lakukan pada Yixinglah yang membuat Yixing membatu.
"Kereta tujuan Daegu akan tiba limat menit lagi. Silahkan menunggu di peron tiga. Sekali lagi—"
"Oh! K,keretanya sudah sampai."
Yixing mendorong tubuh bocah SMA yang tadi mengunci pergerakannya hanya dengan sebuah senyum miring dan menghapus jarak antara wajah masing-masing hingga ujung hidung mereka saling besentuhan. Sungguh kelakuan yang tak wajar untuk ukuran orang yang baru bertemu.
Sepatu coklat itu mengetuk lantai peron lagi. Raut gelisah di wajah Yixing sangat jelas tergambar. Berulang kali ia mengecek arlojinya lalu melongok ke sana ke mari dengan cepat.
"Kenapa lama sekali?"
Terus berdecak sebal sepanjang sisa waktu menunggu kereta. Sebenarnya bukan masalah keretanya. Hanya lima menit. Lima menit menunggu bukanlah waktu yang cukup lama, bukan? Melainkan adanya bocah SMA tadi tepat di belakang Yixing. Berdiri santai dengan sweater yang tersampir di salah satu pundaknya.
"Hey! Tak bisakah kau menjauh sedikit? Perhatikan jarak, bung." Semprot Yixing.
Yang dituju hanya mengedikkan bahu. Acuh tak acuh namun tetap menuruti perkataan Yixing.
Sungguh Yixing merasa risih dengan kehadiran bocah ini di belakangnya. Berapa kali butt-nya terdorong—ekhem—milik sang bocah SMA akibat calon penumpang yang berdesakan dan berulang kali pula Yixing menahan rasa malunya dengan pipi yang bersemu merah.
'Huft untung saja dia di belakang. Jika tidak—aaagh aku tak ingin dia melihatku merona seperti ini.' batin Yixing. Menangkup kedua belah pipinya dengan telapak tangan dan menggeleng cepat layaknya seorang fangirl.
"Orang tua? Apakah kau sakit?"
Yixing mendelik dan sedikit berjengit kaget saat bocah SMA di belakangnya melongok melalui bahunya.
"Ya! Siapa yang kau maksud orang tua? Dan aku tidak sakit, bodoh. Menyingkir!"
"Hey! Kau kira tempat ini masih ada cukup ruang untuk kalian berdua? Lihat sekitar, oke? Banyak orang."
Yixing membungkuk dengan susah payah kepada seorang paman yang berkata barusan. Kemudian memberikan sebuah glare manis kepada bocah SMA tadi yang terus saja memasang tampang tanpa dosanya.
xxxsxlxyxxx
Glup~
Yixing mengeratkan dekapan tas dalam pelukannya. Sinar matanya memancarkan sebuah ketakjuban sekaligus gugup. Berulang kali jakun di lehernya bergerak naik turun seiring dengan ludah yang ia telan.
"Huft~" ia menghembuskan napas panjang dan mengepalkan tangan sebelum berseru, "..hwaiting!"
Kemudian mulai melangkahkan kakinya masuk gerbang sekolah yang terlihat megah itu. Membungkuk kepada satpam yang menjaga. Saat ini Yixing lebih mirip seperti anak ayam yang kehilangan induk. Berjalan sendirian menuju gedung utama sekolah di tengah keramaian siswa SMA Kebangkitan Nasional yang hilir mudik seperti gerombolan ikan tuna.
"Kau Zhang Yixing?"
Mengusap dada pelan saat seseorang menepuk pundaknya dari arah belakang. Laki-laki berpakaian rapi dengan jas bername-tag Lu Han tersenyum ramah kepadanya. Buru-buru Yixing membungkuk dengan tasnya yang masih ia peluk ._.
"Ah, iya. Saya Zhang Yixing, senior."
"Jangan panggil saya senior. Aku masih belum seperti yang kau bayangkan. Panggil aku Luhan. Mari aku antar ke ruang guru, sekalian akan aku beritahu langsung kelas mana yang hari ini akan kau ajar."
Yixing hanya mengangguk dan mengikuti Luhan.
Sepanjang perjalanan yang dilakukan Yixing hanya terperangah, menoleh kanan-kiri, membenahi letak tasnya yang melorot, dan menghela napas berusaha menetralkan degup jantungnya. Juga tak jarang ia bergumam,"..hwaiting, Zhang! Ini kesempatanmu. Lakukan yang terbaik karena ini juga pilihanmu." Kemudian mengangguk mantap seperti yang ia lakukan tadi pagi.
"Nah sudah sampai. Maaf lama, ya. Aku baru sadar kalau sedari tadi kita berputar-putar, hehe. Maklum aku masih belum hafal tempat ini."
Dan Yixingpun kembali terperangah.
"Ini jadwalmu. Kelas yang akan kau masuki hari ini adalah XII IPA 3."
Meraih map yang diberikan Luhan seraya membungkukkan badan, "..oh terimakasih, ehmm, Luhan gege?"
Luhan tertawa renyah, "..boleh, kau boleh memanggilku gege. Sudah ya, aku harus ke ruang kepala sekolah. Kau bisa melihat peta diujung koridor sana jika tidak ingin tersesat saat mencari kelas."
Menepuk pundak Yixing beberapa kali kemudian melambai dan menghilang ditikungan. Yixing mendesah kecewa.
"Mungkin aku bisa seharian berputar-putar di gedung ini, ge. Huweee~ Kris ge~ aku tak akan mengataimu tua lagi ;;_;;."
Dan mulai berbicara sesuatu yang tidak koheren.
"XII IPA 1, XII IPA 2, aha! XII IPA 3. Oh akhirnya ini sudah waktuku untuk mengajar. Setelah sekian lama aku menunggu kesempatan ini dan akhirnya pak dosen Jung memberiku kelulusan u,u aku terharu, hikss~"
"Sedang apa dia?"
"Entah. Kurasa dia seorang guru."
"Guru baru?"
"Mungkin."
"Guru itu kenapa?"
"Dipecat kepala sekolah Min, ya?"
"Kasihan."
"Tampan sih, tapi aneh, xixixixixi ^^."
"Iya, fufufufu~"
Seluruh tubuh Yixing menegang. Membatu seketika saat mendengar ocehan-ocehan tak bertuan di sekitarnya. Baru menyadari saat ini ia berada di koridor utama jajaran kelas XII dan otomatis ini adalah tempat paling ramai. Oh lihat tokoh utama kita sedang merutuki kebodohannya. Lihat! Lihat! Dia sedang mengacak rambutnya frustasi dan menggaruk dinding luar kelas. Hina sekali dia.
"Oh baiklah. Sepertinya aku harus membangun imageku dari awal."
Bangkit dan berjalan gontai memasuki kelas tepat saat bel berbunyi. Mungkin semua guru yang baru pertama kali melakukan pengajaran merasakan hal yang Yixing rasakan saat ini. Gugup, man.
Semua mata tertuju pada Yixing sejak ia menginjakkan kaki ke ruang kelas. Dapat yixing lihat beberapa siswi saling berbisik tanpa memutus pandangan mereka kepadanya. Entah mereka yang tidak tahu tata cara berbisik atau bagaimana, bahkan sampai ia di depan meja pun dapat mendengar suara mereka. Memang, ya. Jaman sekarang membicarakan orang di belakang sudah mainstreem. Ckckck.
"Ekhem~"
Yixing berdehem setelah meletakkan tasnya di atas meja. Menyapu pandangan ke seluruh penjuru kelas.
"Perkenalkan. Saya Zhang Yixing. Kalian bisa memanggil saya pak Yixing. Di sini saya akan mengajar Sastra Inggris. Mohon bantuannya."
Sepi.
Yixing semakin gugup dalam kondisi seperti ini. Lebih tepat dikatakan awkward. Sepertinya praktek mengajarnya selama sebulan beberapa waktu lalu tidak berhasil membangun rasa percaya diri Yixing. Wajarlah, ini kan kali pertama ia menjadi guru yang sebenarnya.
"Kita mulai. Sebelumnya untuk intermezzo saja, bagaimana dengan nilai toefl kalian?"
"Cukup buruk, pak."
"Poinku tidak memuaskan."
"Iya, padahal aku sudah merasa mampu."
Dan kelaspun mulai ricuh.
"Sssst~ tenang, tenang. Redamkan amarah kalian—hey! Kau! Turunkan bangku milik temanmu!"
Bukan membentak, hanya berseru saat melihat seorang siswa berperawakan tinggi bertelinga lebar mengangkat bangku teman sebangkunya dengan memasang wajah frustasi.
"Maaf, pak. Emosi jiwa."
Ini awal yang baik. Mereka kelihatannya penurut, batin Yixing riang gembira.
"Baiklah, lupakan tentang toefl karena saya tidak akan membahas itu sekarang karena—ehm, siapa siswa yang tidur di bangku belakang dekat jendela itu?"
Semua mata berlaih ke arah yang ditunjuk Yixing.
"Dia Kim Junmyeon, pak." Jawab seorang siswa bermata bulat.
Yixing meraih buku absensi di meja. Membuka beberapa lembar awal dan ujung bulpointnya bergerak ke atas ke bawah mencari nama yang di maksud.
"Kim Junmyeon, Kim Junmyeon, Kim—oh! Ya! Tuan—"
"Psst~ pak, lebih baik bapak abaikan dia kalau bapak masih ingin terhindar dari tekanan darah tinggi." Bisik seorang siswa bermata sipit di bangku depan dekat meja guru.
Kening Yixing berkerut meski tak dapat dilihat karena tertutup poni, hehe :p
"Maksud kalian, dia siswa bermasalah?"
Tidak ada jawaban. Hanya anggukan mantap dari siswanya. Yixing menghela napas, "..tetap saja ini tidak bisa dibiarkan."
Berjalan sok preman atau bisa dibilang gantleman mendekati bangku siswa nakalnya mengabaikan bisikan yang tak pantas disebut bisikan dari siswa-siswi lain.
"Ehem. Kim Junmyeon, bisakah kau tidak tidur di kelasku?"
Tidak ada respon. Kelas semakin ricuh dan Yixing kembali pucat pasi menjadi pusat objek.
Berdehem lagi setelah mengambil napas.
"Ya! Kim Junmyeon! Kau tak mendengar—"
Tidak ada lanjutan kalimat Yixing, yang terdengar justru pekikan-pekikan histeris siswa lain melihat adegan semi yaoi di depan mata mereka.
"Kau itu cerewet, ya?"
Blush~
Merah padam.
Déjà vu.
Seperti pernah mengalami ini.
Semakin merah menyadari ini di kelas, bukan stasiun.
Yixing membatu. Sedikit tak nyaman dengan posisinya sekarang, membungkuk karena dasinya ditarik dan semakin tak bergerak saat melihat wajah dari sang pemilik nama Kim Junmyeon.
"Ya! Kau kan yang di stasiun!"
Menepis kasar tangan Junmyeon dari dasinya dan mundur beberapa langkah. Mengundang raut heran dari siswa lainnya. Desisan semakin memenuhi ruang kelas. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi antara pak guru dan teman mereka.
"Huh? Memang kita pernah bertemu?"
Menggeram pelan Yixing mendengar jawaban nyeleneh Junmyeon.
"Dasar pikun! Kau yang bersikap tak sopan di ruang tunggu dan kau yang—AAARGH!"
Pipinya kembali memerah mengingat buttnya yang menempel pada *ekhem* milik Junmyeon ketika menunggu kereta tadi pagi.
"Lupakan."
Kembali kalem setelah berusaha keras mengurangi kadar warna merah di wajahnya dan mengambil napas dalam-dalam. Sebisa mungkin berjalan tenang ke depan kelas.
"Anak-anak. Lupakan yang tadi. Itu bukan saya. Mengerti?"
"Mengerti bapak~"
Kembali ke pelajaran dan menghiraukan Junmyeon yang kembali tidur di bangkunya. Sungguh, jika Yixing bukan guru baru di sana, beberapa fasilitas kelas pasti sudah melayang ke arah belakang.
xxxsxlxyxxx
"Ya, mama? Halo?"
"Yixing! Kau sudah pulang?"
Masih berkutat dengan lembaran map yang diberikan Luhan tadi pagi, Yixing menjepit ponselnya dengan bahu, "..belum, Ma. Kenapa?"
"Anak teman mama akan menginap di apartemenmu. Barusan mama suruh langsung ke sana. Mama kira kau sudah pulang, Xing."
Alisnya terangkat sebelah, "..heh? Kenapa harus menginap bersamaku?"
"Dia masih sekolah, Xing. Mamanya masih belum berani melepasnya sendiri."
"Memangnya dia anak luar kota?"
"Ah kau cerewet! Sudah sana cepat pulang. Kasihan dia pasti menunggumu di depan pintu."
"Salah siapa?" jawab Yixing acuh tak acuh. Mengedikkan bahu dengan malas dan semakin memperlambat pekerjaannya.
"ZHANG YIXING CEPAT PULANG ATAU KUNIKAHKAN KAU DENGAN KRIS!"
Detik berikutnya Yixing mempercepat pekerjaannya. Meraih tas dan menutup pintu dan berlari secepat kilat hingga Luhan yang baru saja akan menyapanya harus berputar terkena angin yang mengiringi langkah seribu Yixing. Berlebihan. Dan entah kenapa mama Yixing bisa tahu soal Kris.
xxxsxlxyxxx
"Huh, mama selalu seperti itu. Sudah tahu mamanya tidak rela kenapa malah disuruh menginap di apartemenku? Merepotkan saja."
Terus menggerutu seraya mengobrak-abrik isi tasnya mencari kunci pintu apartemen.
"Yeah, semoga dia anak baik-baik. Tidak merepotkan dan tidak seperti—KIM JUNMYEON?!"
Laki-laki dengan balutan seragam SMA itu mendongakkan kepala. Sepertinya dia tertidur di depan pintu apartemen Yixing.
"Kenapa kau lama sekali?" tanyanya dengan suara parau.
Mata Yixing membulat, "..YA! Apa yang kau lakukan di sana?"
"Menunggumu. Mau apa lagi?"
"HAH?" kening Yixing berkerut tak percaya, "..tapi seharusnya yang ada di situ anak teman mamaku!"
"Kalau anak itu aku, lalu kau mau apa?"
Bangunkan Yixing setelah ini. Oke? Dia pingsan.
.
.
.
To Be Continue
Hohoho
Halo ^^
Saya semakin tidak konsisten. Kenapa justru bikin fanfic baru daripada meneruskan fanfic lama?
Jawabannya adalah; kemana ide sayaaaa~ ;;;_;;; ?!
Hina.
Okelah lupakan.
Saya coba untuk memperbaiki cara penulisan. Apakah sudah rapi dan menarik? Semoga saja. Mohon kritik yang membangun ;)
Terimakasih banyak
Daexoxo
