"Wonwoo-ya? Kalian tidak di jemput? Tumben sekali" Itu Jihoon -satu dari empat siswa SMA yang berjalan berenteng di pinggir jalan- yang bertanya dari sisi paling kanan.

"Aku memang menyuruhnya tidak menjemput kami hyung" Jungkook lah yang menjawabnya, dengan pipi kanan yang sedikit menggembung karena permen karet yang baru ia masukan.

"Habis pulang sekolah tadi. Jungkook memang langsung mengajak kalian ke restoran bibi Lee, tidak ingin pulang dulu. lagi pula dia sibuk" ucap Wonwoo menyambungkan apa yang adiknya katakan tadi.

"Ya itu benar"

"Jungkook, kalau kau sampai dirumah. Bilang padanya kalau tidak usah menjemput kalian lagi. Naikan saja uang jajanmu, supaya kau bisa mentraktirku setiap hari..oke?" ketika Seungkwan yang berucap dengan sendawa kekenyangan khas-nya, Jihoon memukul kepalanya.

"Bodoh. Badanmu sudah seperi babi tidak usah pikir makanan lagi. Bahkan babi saja kadang tidak serakus dirimu" Seungkwan masih meringis menatap Jihoon tidak suka.

"Tidak usah mengataiku pendek, kalau kau tidur saja seperti babi. Kau mengganggu pembicaraan kami saja, dasar tuyul. Sana sana~" Seungkwan mengejek Jihoon, lalu mendorongnya menjauh. Jihoon hanya terus memukul Seungkwan yang mendorongnya. Wonwoo dan Jungkook terkekeh menggeleng. Dua teman serumah itu memang sering saling menjatuhkan. Tapi anehnya tidak pernah sampai bertengkar dengan Jihoon yang tidak akan berbicara pada Seungkwan satu minggu penuh atau sebaliknya. Atau pun hal ceroboh lainnya dengan saling mengunci pintu kamar, hal konyol yang Wonwoo dan Jungkook lakukan ketika bertengkar.

"Aku tidak mentraktir kalian. Bagaimana pun kalau kalian berulang tahun. Kalian harus mentraktirku...hahaha" langkah Wonwoo dan Jungkook, mendahului Seungkwan dan Jihoon yang sedang beradu fisik dibelakang sana. "Ambil kau!"

Seungkwan kembali menyusul langkah Wonwoo dan Jungkook setelah ia menjitak kepala Jihoon dengan tangannya. "Aku akan mengundang kalian ke restoran mahal. Dan saat kalian menanyaiku tentang apa yang aku inginkan di hari ulang tahunku, akan kujawab aku ingin kalian yang membayar tagihannya... Hahaha"

"Aku dan Jungkook berjanji tidak akan datang" Wonwoo memutar bola matanya dengan tawa kecil.

"Apa yang kau harapkan dari seekor babi? Aku yakin dia yang akan menghabiskan makanannya sendiri" Jihoon berucap saat ia kembali menyusul "Kalian datanglah kerumah saat ulang tahunku. Aku akan mentraktir kalian DD chickhen" sambungnya kembali.

"Kau tidak usah mentraktir orang kalau celana dalam saja masih meminjam padaku pendek" Seungkwan benar benar ingin Jihoon hajar.

"Kapan aku meminjamnya! Aku tidak pernah!" ucapan Jihoon menekan pada Seungkwan. Seungkwan memutar pandangannya malas.

"Kau iya. Kau meminjamnya tanpa bilang padaku" Seungkwan berucap teguh, bibirnya begerak mengejek. Dan dahi Jihoon mengerut kuat akan ucapatan tidak nyata Seungkwan.

"Aku tidak pernah!" Wonwoo berdecih pelan. Mereka mulai menggila, setidaknya Seungkwan yang berulah. Bagaimana mungkin Jihoon memakai celana dalam Seungkwan yang mungkin terlalu besar untuk ukuran Jihoon. Jungkook di sisi kanan Wonwoo hanya menatap dengan tawanya sambil melanjutkan langkahnya.

"Ah-iya... Aku hampir lupa. Jihoon-ah, kau membawa kunci rumah?" itu Seungkwan yang bertanya pada sosok mungil di samping kanannya.

"Tidak-" Jihoon masih dalam raut kesalnya, untuk balasan rasa protes apa yang dilakukan Seungkwan padanya.

"Baiklah, kalau begitu pulanglah dan tunggu aku di di depan pagar rumah sampai aku pulang" raut Jihoon bertambah kesal. Sedangkan raut Seungkwan bertambah tak berdosa.

"Apa?!"

"Aku mau mampir ke minimarket sebentar. Mau beli ramyun untuk besok"

"Setidaknya berikan aku kunci rumah dulu. Aku pulang dan kau ke mini market" Jihoon mengusul apa yang mungkin tidak Seungkwan pikirkan.

"Tidak. Pilihannya hanya ada dua. Kau pulang dan menungguku di pagar, atau kau ikut denganku ke minimarket" bibir Seungkwan berucap sementara Jihoon hanya bergedik kesal ketika bibir itu semakin berucap.

"Bilang saja kau mau ku temani berbelanja"

"Jadi bagaimana? Kau mau pulang? Semoga saja pagar rumah bibi jung disebelah tidak terbuka, supaya anjing galaknya tidak akan menggonggongmu" bibir itu kembali berucap tanpa dosa. Seungkwan memang begini, suka mengancam Jihoon untuk melakukan sesuatu. Mengancam sudah mendarah daging dalam tubuhnya. Dan Jihoon memang yang paling sering mengalah.

"Tau begini aku akan membawa kunci duplikat" Jihoon berdehem malas ketika berucap. Dan Seungkwan di sebelahnya masih menunggu jawaban. Bukan tanpa alasan, Jihoon paling tidak suka menemani Seungkwan belanja. Sumpah, jika kalian tahu, dia berbelanja sangat lama. Biarpun itu hanya membeli sebuah ramyun. Lihat saja nanti, Seungkwan hanya akan menghabiskan waktu lama hanya untuk memilih ramyun, terkadang dia dilema mau membeli ramyun rasa apa. Terkadang juga ia menyesal ketika sampai dirumah kenapa ia membeli ramyun rasa ini. Pernah suatu ketika, ia sampai dimarahi oleh sang kasir minimarket karena ia lama sekali. Ceritanya tidak sampai di situ, pernah ia meminta Jihoon membayar ramyunnya karena uang yang dia bawa tidak cukup, dan itu menjadi alasan kedua kenapa Jihoon tidak mau menemani Seungkwan yang berbelanja.

"Jadi bagaim_"

"Baiklah baiklah" kemenangan Seungkwan diselebrasikan dengan sebuah senyuman ketika Jihoon berucap dulu sebelum Seungkwan menyelesaikan ucapannya. Semua resiko menemani Seungkwan masih lebih baik ketimbang harus menunggu sangat lama -karena Seungkwan yang berbelanja- di depan pagar rumah dengan anjing tetangga yang menggonggonginya. Karena dirinya takut anjing.

"Ah, besok kalian ikut wisata sekolah tidak?" tanya Jihoon dari sisi paling kanan pada dua orang di sisi kiri.

"Aku ikut kalau Wonwoo hyung ikut" Jungkook menimpalinya, lalu menatap sosok di sebelahnya.

"Aku ikut kalau besok tidak bangun terlambat" seseorang di paling kiri menjawab, Wonwoo.

"Ahh pasti sangat menyenangkan. Kalian ikutlah. Aku akan membeli ramyun yang banyak" Seungkwan berujar membuat ketiga orang disampingnya mengarahkan pandangan yang sama, ke dirinya.

"Untuk kita?"

"Tidak itu untukku. Aku tidak bilang untuk kalian. Aku hanya memberitahu kalian. Kalau kalian mau belilah sendiri"

"Kau benar benar" ketiga pandangan milik orang orang disamping Seungkwan kini beranjak kembali ketempatnya. Seseorang bermarga Boo yang satu ini memang sangat pelit. Bahkan untuk teman dan sahabatnya sendiri.

Selanjutnya mereka hanya melanjutkan langkahnya tanpa percakapan apapun, sebelum akhirnya Seungkwan yang berucap lagi, menceritakan apa yang akan ia bawa untuk wisata sekolah besok. Mulai dari ramyun, selimut, softdrink, alat pancing dan beberapa barang tak masuk akal. Wonwoo Jungkook, dan Jihoon hanya menjadi pendengar sampai akhirnya mereka berpisah di mata jalan, Seungkwan dan Jihoon ke arah kiri untuk ke mini market sedangkan Wonwoo dan Jungkook ke arah kanan ke halte bus.

Satu hal lagi, lain kali tolong katakan pada mereka jangan pernah berjalan berentengan seperti itu lagi, dengan Wonwoo di paling kiri, kemudian Jungkook, Seungkwan, dan Jihoon di paling kanan. Sungguh itu terlihat seperti tangga berjalan.

.

.

.

Wonwoo menekan layar ponselnya berkali kali secara membabi buta. Dahinya terus mengerut, membuat raut wajahnya terlihat marah dan gelisah. Ia mengedarkan pandangan kekanan dan kekiri bergantian beberapa kali lalu mengarahkannya lagi kelayar ponsel pintarnya.

"Hei! Kau tidak naik? Lima menit lagi kita berangkat" tanya seseorang di sebelah pintu bis wiasata, ketika dia menyadari Wonwoo belum naik juga. Masih berdiam diri dengan tas gunung kecil, dan dua koper sedang disebelahnya. Itu guru Jang yang bertanya, wali kelasnya.

"Tunggu sebentar lagi ssaem! Aku masih menunggu Jihoon. Dia sedang di kamar mandi" Wonwoo menjawabnya, nadanya terdengar lembut tapi gelisah.

Guru Jang mendesah, lalu kembali berucap "lebih baik kalian cepat"

Wonwoo kembali pada benda persegi panjang di tangannya. Lalu kembali menekan nekannya kasar, mengetik sesuatu di benda itu. Entah ini sudah pesan ke berapa, tapi Jihoon belum saja membalasnya. Wonwoo sudah meneleponnya tiga kali tapi tetap saja, seseorang dengan marga Lee itu tidak menjawab panggilannya.

'Ayolah Jihoon! Kau dimana!' Wonwoo kembali memencarkan pandangannya, matanya bergerak kesegala arah. Tapi manusia bertubuh mungil itu belum terlihat.

"Apa yang dia lakukan? Kenapa lama sekali. Kalau kita tidak cepat berangkat kita akan tertinggal rombongan" guru Jang kembali berseru dari tempat yang sama. Kali ini dengan suara yang cukup keras dan memaksa.

"Kalau begitu aku akan mencarinya ssaem. Mungkin saja dia ada masalah" Wonwoo mengusul, guru Jang melirik jam tangannya sebelum akhirnya menatap Wonwoo lagi. Dia mengangguk sekali setelahnya lalu berkata lagi "baiklah, kalau bisa cepatlah."

"Baiklah ssaem!"

Baru saja Wonwoo berbalik untuk mengambil langkah, seseorang di dalam bis keluar dengan kerutan dahi heran lalu bertanya pada guru Jang.

"Saem kenapa lama sekali?" suara itu terdengar mengeluh, tidak tahan harus berlama lama lagi.

"Sabarlah sebentar lagi Mingyu, Jihoon masih belum ada" ujar guru Jang menjelaskan. Lantas Mingyu mendecih malas, itu seperti terdengar decihan kekesalan.

Wonwoo belum melangkah, karena berbalik pada seseorang yang baru keluar dan berucap itu. Tidak ingin mengindahkannya lagi, Wonwoo berbalik lagi lalu melangkah. Tapi langkah Wonwoo kembali terhenti untuk kedua kalinya saat mendengar Mingyu berkata lagi pada guru Jang.

"Tinggalkan saja mereka ssaem. Lebih baik mereka yang tertinggal daripada kita yang tertinggal rombongan nanti. Rombongan yang lain sudah berangkat 10 menit yang lalu"

Wonwoo kembali berbalik pada dua orang dibelakangnya untuk sesi yang kedua. Wajah Mingyu nampak kesal. Dahinya terus mengernyit. Tatapannya sedikit menyipit sinis. Wonwoo tau dia begitu kesal, tapi Wonwoo sendiri juga kesal atas ucapannya.

Apa apaan meninggalkan dirinya dengan Jihoon. Andaikan dia yang ada di posisi Wonwoo dan Jihoon, dan Wonwoo yang berada di posisi Mingyu lalu berucap seenaknya untuk meninggalkannya, pastinya situasinya tetap akan sama, dan dia akan kesal juga. Wonwoo yakin itu.

"Hei~ maafkan aku~" seseorang berteriak, itu terdengar pelan. Saat ketiga pasang mata bergerak ke satu posisi yang sama. Mereka menemukan tubuh kecil Jihoon yang berlari dari kejauhan. Pria mungil itu berlari sambil melambaikan tangan. Terus berteriak yang setiap detiknya semakin mengeras. Jihoon tau, bis wisata akan berangkat sebentar lagi, dan ia harus meminta maaf setelah ini.

"Hahhh. Hahh... Maaf maaf. Maafkan aku. Perutku benar benar sakit tadi" Jihoon bersuara dengan susah payah dengan napas yang terengah engah. Wajahnya nampak berkeringat.

"Baiklah cepat kalian naik kedalam bis. Kita akan berangkat. Cepat~cepat" guru Jang buru buru memberitahu mereka. Dia tidak ingin mengambil resiko tertinggal rombongan.

"Menyusahkan saja" Mingyu kembali kedalam bis setelah berucap.

Wonwoo mendengarnya, tapi dia tidak terlalu mengindahkannya. Mengangkat barangnya lalu naik kedalam bis masih lebih penting ketimbang harus meladeni pria mercusuar itu.

"Terimakasih Wonwoo-ya sudah menjaga barangku. Ini semua karena ramyun Seungkwan semalam. Apa apaan dia menantangku memakan ranyum dengan tiga sendok makan bubuk cabai" Jihoon menggeret kopernya sembari menjelaskan penyebab sakit perutnya pada Wonwoo.

"Sudahlah cepat cepat. Kau berhutang ice cream padaku"

Wonwoo melangkah masuk dengan Jihoon dibelakangnya, bis itu sudah penuh. Hanya dua tempat duduk paling belakang di sisi sebelah kanan yang masih kosong, dan itu sempurna untuk orang pendiam seperti Wonwoo.

Wonwoo melangkah dengan tas yang tidak terlalu besar di punggungnya, pandangannya terus menengadah kedepan dimana tempat duduk kosong itu berada. Beberapa langkah panjang sudah diambilnya, hanya beberapa langkah lagi dia dan Jihoon bisa menjatuhkan bokongnya pada tempat duduk di belakang situ, tapi satu langkah setelahnya dia hampir terjatuh kalau saja dia tidak berpegangan pada tempat duduk di sisi kanan dan kirinya. Sesuatu seperti menabrak kakinya.

Dan benar saja, seseorang sengaja menaruh kaki seenaknya di tengah tengah bis yang seharusnya untuk penumpang lewat. Wonwoo menatap kaki itu lalu mengarahkan pandangannya cepat kemana otaknya pikirkan. Kim Mingyu.

Mata Wonwoo menyipit sangat geram. Ada apa dengan orang ini? Kenapa sangat tidak menyukainya. Entah orang itu sengaja atau tidak tapi Wonwoo lagi lagi tidak mau ambil pusing. Mungkin Mingyu masih kesal karena Wonwoo telah membuatnya menunggu, mungkin bukan hanya Mingyu, tapi semua orang yang ada di dalam bis ini. Baiklah Wonwoo menyadarinya jika dia salah, meskipun yang harus disalahkan adalah pria pendek di belakangnya. Wonwoo bangkit lalu beranjak dengan segera.

.

.

Sudah hampir satu jam berlalu dari waktu keberangkatan mereka, tapi bis belum juga menunjukan tanda tanda untuk berhenti. Wonwoo menyandarkan pipi kanannya sambil menatap keluar jendela. Dari tadi hanya pohon pohon hijau dan beberapa rumah yang terlihat di balik jendela itu. Dia bosan, dia mengantuk. Tapi apa alasannya Wonwoo juga tidak tahu kenapa dia tidak bisa tidur, mungkin saja karena posisinya. Jihoon disebelahnya saja sudah terlelap dari tadi.

Wonwoo membuka ponselnya, lalu mengetik pesan pada Jungkook, adiknya.

Wonwoo :

Kookie, kau sedang apa? Aku bosan.

Wonwoo menatap sekitar, sunyi sekali. Kebanyakan dari mereka banyak yang tertidur, ada juga yang mendengarkan music dengan headphone ataupun hanya sekedar bersandar dengan neck pillow. Wonwoo kembali pada ponselnya ketika benda itu bergetar. Dan Wonwoo mendapati ada satu pesan masuk di ponselnya.

Jungkook :

Aku sedang bersenang senang hyung, kami sedang bernyanyi bersama bahkan.

Wonwoo :

Disini sepi sekali. Tidak ada yang menyenangkan. Semuanya tidur (emot menangis)

Jungkook :

Hahaha. Disini sangat ramai hyung. Seungkwan sedang menari. Kau tahu hyung, tariannya terlihat seperti ulat bulu menjijikan.

Wonwoo segera mengunci layar ponselnya. Membaca sms adiknya hanya akan membuatnya merasa iri. Setiap bis disesuaikan oleh kelas, itulah mengapa Wonwoo tidak se-Bis dengan Jungkook. Dan dia menyesal akan hal itu.

Untuk saat ini, Wonwoo hanya ingin tidur.

.

.

Bis wisata yang Wonwoo naiki sudah sampai lima belas menit yang lalu. Dan Wonwoo masih saja menatap sekitar, tidak mengindahkan guru Jang yang berucap di depan barisan sana.

Ada banyak sekali pepohonan dengan jenis yang berbeda di sekitar sini, mata Wonwoo memencar menikmati ledakan warna hijau di pandangannya. Di ujung sana juga ada banyak sekali bunga. Dan itu indah. Tidak jauh dari situ dia melihat sebuah kebun yang cukup luas. Dugaan sementara mungkin tanaman di kebun itu wortel, lobak, dan tomat. Itu anggapan Wonwoo.

Di sisi lainnya ada dua penginapan yang cukup besar, Wonwoo tahu itu penginapan karena tertulis di papan kayu di depan bangunan itu, yang satu untuk laki-laki dan satunya untuk perempuan, mungkin. Dia memencarkan pandangannya lagi lalu menemukan danau besar dengan beberapa perahu kanal disana. Wonwoo sangat menyukai suasana disini, dan dia mungkin akan betah untuk tiga hari kedepan.

Guru Jang menyuruh siswa dan siswinya untuk masuk kedalam penginapan untuk mencari kamar yang sudah di persiapkan. Satu kamar hanya ditempati oleh dua orang, dan untuk pasangan sekamar guru jang yang menentukannya. Yang dia katakan, penentuan teman sekamar itu bertujuan untuk membuat masing masing siswa agar saling mengenal dan tidak mendeskriminasi dalam memilih teman. Dan itulah mengapa sembilan puluh persen wajah siswa terlihat tidak begitu bersemangat. Tidak terkecuali Wonwoo, jauh jauh hari dia sudah memikirkan jika Jihoon haruslah yang menjadi teman sekamarnya, tapi pikiran itu hilang hanya dengan ucapan guru Jang tadi. Bagi tipe orang introvet seperti Wonwoo, peraturan seperti ini merupakan hal yang paling tidak disukai. Wonwoo susah dan lambat dalam bergaul dan itulah alasannya.

Tapi bagaimana pun, dia harus mencoba bersikap lebih terbuka pada siapa yang akan menjadi teman sekamarnya nanti. Lihat saja.

Wonwoo melangkah dengan perlahan, matanya fokus memerhatikan masing masing pintu kamar di sisi kanan dan kiri yang ia lewati. Daritadi dia tidak menemukan namanya di pintu tersebut, lain hal dengan Jihoon yang dari tadi sudah menemukan kamarnya.

Beberapa pintu sudah terlewatkan lagi, hingga Wonwoo berhenti di depan salah satu pintu. Disitu tertulis 'Jeon Wonwoo' dan itu memang benar. Dia sudah mendapatkan kamarnya. Wonwoo melangkah mendekati pintu itu, tangannya bergerak untuk meraih knop pintu lalu ingin segera membukanya. Dia benar benar ingin beristirahat.

Tapi tangannya tiba tiba saja berhenti saat dia sudah membuka pintu kamarnya sedikit. Matanya membelalak besar menatap pintu itu. Salahkan matanya kenapa ia hanya terfokus pada tulisan Jeon Wonwoo, tidak pada tulisan di bawah itu.

"Apa?! Kim Mingyu?!"

.

.

.

TBC

lanjut?