The Unexpected Trip

Disclaimer : Percy Jackson dan Harry Potter selalu dan selamanya menjadi milik Uncle Rick Riordan dan Bunda JK Rowling

Timeline : Setelah Gaea terkalahkan, sementara Harry dkk berada di tahun keenam

Warning : Ceritanya klise, tapi semoga menghibur

Happy Reading!


Kupikir, setelah Kronos berhasil dikalahkan beberapa bulan yang lalu, hidupku bisa lebih tenang. Harusnya aku bisa bersantai dan meluruskan kaki setelah semua ketegangan ini. Tapi nasib berkata lain. Ada hal yang lebih buruk yang harus kami hadapi. Hal yang jauh lebih menakutkan daripada Kronos itu sendiri.


Awal cerita ini dimulai saat aku dan Annabeth sedang berkencan di tepi danau kano setelah makan malam. Aku pikir ini kesempatan bagus. Sudah lama kami tidak bersantai seperti ini. Kami duduk di atas selimut piknik. Di sebelah Annabeth ada sekeranjang coke dan biskuit keju. Bulan menggantung penuh di langit. Malam itu udara lembap dan panas. Air laut terasa hangat di kakiku.

Namun suasana kencan kami yang sangat romantis itu diganggu oleh kehadiran Nico, Sang Putra Hades yang muncul dari sebatang pohon dekat kami begitu saja. Sepertinya ia baru saja menempuh perjalanan bayangan. Ia tampak heran dan linglung.

"Annabeth, Percy, apa kalian yang menarikku kemari menggunakan perjalanan bayangan?" tanyanya.

"Kami sedang asyik berkencan di sini kalau saja kau tidak mengganggu." tudingku agak kesal. "Ngapain kami memanggilmu?"

''Lalu, mengapa aku ada di sini? Kau tahu tidak, aku sedang dihukum Persephone membersihkan tamannya karena aku menumpahkan sereal sarapan ke gaunnya." Nico menggeram, "Dan kalau dia melihat aku gak ada di tamannya... dia akan mencincangku habis jadi bubur. Pertanggungjawabkan ini semua!"

"Mana aku ta-" perkataan Annabeth terpotong ketika ia melihat siluet sesosok gadis berayun dari dahan pohon di belakangku dan mendarat tepat di depan Nico. Gadis itu berambut hitam pekat panjang tak rata dan bermata biru elektrik. Wajahnya secantik dewi. Ia memegang busur dalam posisi siap. Sedetik kemudian ia menurunkan busurnya. Dia Thalia, putri Zeus sekaligus Letnan Artemis.

"Percy, Annabeth!" ia memekik senang. "Lama tak jumpa. Omong-omong, kau idiot seperti biasa, Percy. Dan Annabethku, kau cantik, seperti biasanya." Aku mengangkat bahu, Thalia memang tak pernah bersikap ramah padaku, kecuali sesekali saja saat ia sedang dalam keadaan mood yang amat baik.

"Dan jangan lupakan adik kecil Bianca!" Thalia menoleh ke arah Nico. "Ngapain kau disini?" tanyanya heran.

"Memangnya untuk apa kau datang malam-malam kesini?" tanya Nico balik. Thalia terlihat bingung juga, "Kupikir, eh.. tadi aku sedang berburu di daerah sekitar Manhattan ketika kudengar ada suara terompet berburu. Kupikir Artemis membutuhkan bantuanku. Jadi ya, aku kemari dan... malah bertemu dengan kalian."

"Iya ya. Kebetulan sekali kita ketemu di sini." kataku. "Bisa dijadiin ajang reuni kecil-kecilan."

''Percy." kata Annabeth. Suaranya menjadi serius. "Ini pasti bukan suatu kebetulan. Nico dan Thalia datang kemari pasti ada alasannya. Maksudku, pasti ada yang memanggil mereka kemari."

"Demigod tidak mengenal kata kebetulan." gumam Thalia. "Tiga besar." ucapnya lagi.

"Apa?" ulangku. Di sebelahku Annabeth terkesiap.

"Tiga besar, Percy. Zeus, Poseidon, Hades. Ayah kalian. Dan kalian seolah dipertemukan disini. Dengar, apa menurutmu, Kronos-" Annabeth menghentikan dirinya sendiri. Mau tak mau aku ikut tegang juga.

"Tapi gak mungkin kan?" tanyaku memastikan. "Maksudku, ayolah ramalan besar itu sudah terwujud, dan Kronos baru dikalahkan beberapa bulan yang lalu, gak mungkin dia bangkit secepat itu-"

"Ternyata kalian sudah berkumpul." tiba-tiba saja Chiron sudah ada di belakang kami, memotong perkataanku. "Ikut aku ke rumah besar."


"Jadi kau yang mengirimku dalam perjalanan bayangan itu?" tanya Nico segera ketika kami semua sudah duduk manis di beranda bersama Chiron, guru favoritku. Chiron mengangguk.

"Dan membunyikan terompet pemburu?" tanya Thalia. Chiron mengangguk lagi.

"TAPI..." Thalia dan Nico menggerutu berbarengan.

"Aku sedang dihukum Persephone..."

"Aku sedang bertugas mengawasi kota..."

Chiron berdeham. "Soal itu, sudah kuurus semuanya. Nico, Persephone menangguhkan hukumanmu sampai kau pulang dan Thalia, Artemis memberikanmu izin untuk cuti dari perburuan hingga ini selesai."

Serentak kami terlongong-longong. "Pak, apakah ini ada hubungannya dengan-" Chiron mengangkat tangannya, menyuruhku diam.

"Ini semua memang ada hubungannya dengan perang beberapa bulan yang lalu, Percy. Aku membutuhkan kalian, anak Tiga Besar plus anak Athena yang paling istimewa untuk mengemban misi penting ini." kulihat Annabeth merona di sebelahku, namun aku agak mengabaikannya.

"Misi apa?" tanyaku agak keras.

"Sssst!" Chiron mengingatkan, lalu merendahkan nada suaranya. "Misi ini sangat rahasia. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali aku, Pak D dan kalian. "

Darahku terpompa menuju jantung, memicu adrenalinku. Jika Chiron mengumpulkan kami susah-susah pada malam hari seperti ini dan membicarakan sebuah misi rahasia, kubayangkan ini pasti bakalan asyik.

"Tahukah kalian mengapa aku memanggil kalian kesini?" tanya Chiron. Tentu kami menggeleng.

"Teman lamaku di Inggris, kepala sekolah sihir-"

"Sekolah sihir?" potongku.

"Jangan memotongku dulu, Perseus."

"Maaf Pak." kataku. Di sebelahku, Thalia memberiku tatapan death glare gratisnya.

"Jadi begini, Teman lamaku di Inggris, Kepala Sekolah Sihir Hogwarts, Dumbledore memintaku untuk mengirimkan bantuan. Dunia mereka sedang dilanda masalah. Seorang penyihir yang sangat keji bernama Lord Voldemort sedang bangkit kembali setelah sebelumnya dikalahkan oleh seorang anak bernama Harry Potter. Voldemort jauh lebih keji dari Kronos. Dan ternyata, sebelum Kronos dikalahkan, ia juga sempat membuat persekutuan dengan Voldemort. Aku khawatir jika Voldemort mencoba membangkitkan Kronos lebih cepat. Voldemort diramalkan hanya bisa kalah oleh Harry Potter. Maka dari itu, kalian aku utus sebagi perwakilan dari Mitologi Yunani untuk membantu Harry Potter mengalahkan Voldemort ke Inggris."

Hening sejenak. Semua terlalu takut untuk berbicara. Bagian otak GPPHku mengeluhkan sesuatu yang kedengarannya seperti 'tak bisa hidup dengan tenang.'

"Oke." Thalia akhirnya angkat bicara. "Berapa lama kita di sana?"

"Setahun kurang lebih." jawab Chiron. Kami semua berjengit.

"Tenang saja. Kalian hanya harus berpura-pura menjadi murid pindahan di sekolah itu. Semuanya sudah kuurus, kok. Kalian hanya perlu menjaga mulut kalian dari kemungkinan membocorkan rahasia tentang siapa kalian sebenarnya kepada murid-murid lain. Ah, terkecuali Harry dan kedua sahabatnya. Kalian diharapkan dapat bekerjasama dengan mereka. Semua yang perlu kalian ketahui tentang Hogwarts ada di sini." ia melambaikan tangan pada sebuah koper di bawah meja.

"O..ke.." Thalia mencoba memahami semua fakta yang tak masuk akal ini. "Jadi, kapan kami pergi?"

"Tepatnya berapa menit lagi. 15 menit lagi kalian berangkat. Jadi, berkemaslah. Waktunya tidak banyak." serentak kami berjengit lagi. Aku benar-benar berharap ini semua hanya lelucon, tapi mata Chiron yang berumur seribu tahun menatapku tajam, dan aku tahu ia tak main-main.

Maka dengan langkah gontai aku menuju Kabin Poseidon dan mulai membereskan barang-barangku dalam waktu kurang dari sepuluh menit.


15 menit kemudian, kami telah berada di dalam mobil van milik perkebunan stroberi. Rencananya Argus akan mengantarkan kami menuju bandara dan setelah itu kami akan naik pesawat menuju Inggris. Tentu saja sebelumnya Chiron sudah meminta izin pada Zeus agar ia mengizinkanku naik pesawat sekali ini saja. Tapi aku tidak yakin aku masih bisa turun dalam keadaan hidup-hidup.

"Oh, ini sungguh tak masuk akal!" Annabeth membanting buku yang sedari tadi ia baca. Sepertinya itu salah satu buku yang Chiron bawakan agar kami mengetahui sesuatu tentang Hogwarts. Ternyata, bahasanya sudah ditranslate ke dalam bahasa Yunani Kuno. Jadi, kami dan seharusnya aku juga dapat membacanya tanpa terganggu oleh disleksia kami.

"Penyihir..., muggle..., sekolah sihir.., coklat kodok.. Ini semua gak masuk akal!"

"Apa kau pikir hidup kita juga masuk akal?" tanya Thalia yang sedari tadi diam saja. Langsung saja muka Annabeth memerah.

"Tenang dan hadapi saja. Menurutku ini semua akan mengasyikkan!" serunya lagi. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dasar pemburu! Gerutuku dalam hati.


Argus mengawasi kami hingga kami memasuki garbarata. Aku berusaha untuk tak terlihat gugup, aku tak mau membuat yang lain jadi khawatir. Aku tak pernah suka naik pesawat. Kulirik Thalia, wajahnya sudah seputih kapur sekarang. Aku paham, dia juga tak suka naik pesawat. Meskipun Ayahnya Zeus, yang nggak mungkin meledakkan dia jadi sejuta keping di udara jika ia naik pesawat, tapi Thalia takut pada ketinggian, dan tiba-tiba saja aku merasa nasibku jauh lebih baik daripada Thalia.

Sialnya lagi, Thalia mendapat kursi tepat di sebelah jendela. Wajahnya menghijau. Ia mencengkram tanganku erat-erat saat kami lepas landas. Aku memutuskan untuk tidur setelah kami terbang dengan stabil. Pokoknya aku nggak mau bangun dulu sampai pesawat mendarat dengan aman di Inggris.

Tapi aku berpikir lagi, jika aku tidur pastinya aku bermimpi. Aku sedang tak ingin bermimpi. Jadilah aku memaksakan diri tetap sadar dan memutuskan untuk menggeledah isi koper yang Chiron bawakan. Di dalamnya ada setumpuk buku-buku yang mirip buku pelajaran, beberapa buku tebal lagi, buku lagi-oh aku mulai benci ini- dan sebuah alat perekam. Saat aku menyetelnya, suara Chiron terdengar menggelegar-aku berusaha mematikannya, takut penumpang lain terganggu, tapi sepertinya mereka tidak mendengar suara Chiron, dan alat ini nggak bisa dimatikan-.

"Percy, Thalia, Nico, Annabeth, selamat jalan. Berhati-hatilah selalu dan ingatlah untuk selalu menutup mulut kalian. Aku akan menjelaskan sedikit tentang Hogwarts yang penting sekali kalian ketahui.

Hogwarts School of Witchcraft and Wizardy atau secara sederhana Hogwarts, merupakan salah satu sekolah sihir terbaik dunia yang berada di Inggris. Sekolah ini berfungsi melatih anak-anak yang berumur mulai 11 hingga 18 tahun yang memiliki kemampuan sihir untuk menjadi para penyihir berkualitas. Hogwarts didirikan oleh empat penyihir hebat bernama Godric Gryffindor, Salazar Slytherin, Rowena Ravenclaw, dan Helga Hufflepuff sekitar tahun 1000 M. Nama-nama mereka kemudian dijadikan sebagai nama asrama murid—murid Hogwarts yang memiliki kepribadian sesuai dengan keempat pendiri tersebut. Semboyan Hogwarts adalah "draco domiens nunquam titillandus" yang artinya "jangan membangunkan naga yang sedang tidur."

"Apa?" aku tertawa. "Lucu sekali semboyannya." Annabeth melotot ke arahku dan kembali fokus mendengarkan penjelasan Chiron.

"Lokasi Hogwarts sangat dirahasiakan oleh dunia sihir, khususnya terhadap komunitas Muggle, komunitas orang-orang yang tidak memiliki kemampuan sihir, dalam dunia kita disebut manusia fana. Hogwarts terletak di daerah bergunung-gunung di salah satu daerah terpencil di Inggris. Di dekat sebuah desa bernama Hogsmeade, desa yang hanya dihuni oleh komunitas sihir. Hogwarts juga dilindungi dengan banyak sihir oleh setiap kepala sekolah yang sedang menjabat untuk melindunginya dari komunitas muggle maupun penyihir.

Penjelasan selanjutnya akan dijelaskan oleh salah satu sahabat Harry, sekaligus murid terpintar di Hogwarts, Hermione Granger saat kalian sudah tiba di Inggris. Ia akan menjelaskan semuanya sampai kalian mengerti. Pokoknya, setelah kalian mendarat, cari seorang wanita berambut pirang panjang dan bermata violet. Dia akan menunggu di luar bandara. Wanita itu akan mengantarkan kalian menuju rumah yang akan menampung kalian sementara waktu sampai liburan musim panas berakhir dan kalian bisa menuju Hogwarts. Nah, sampai ketemu tahun depan! Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, kirimi aku Pesan Iris."

Klik. Alat perekam mati. Kami semua bersandar dengan lelah ke bangku masing-masing. Semua ini terasa benar-benar tak masuk akal. Aku lelah dan merasa marah. Demigod benar-benar tak bisa bersantai sedikitpun, ya.

Aku benar-benar mengantuk. Masa bodoh jika Zeus tak menepati janjinya dan aku tak akan pernah melihat daratan lagi. Aku lelah. Dan aku memutuskan untuk tidur. Semoga saja aku tidak bermimpi.

A/N : Terimakasih untuk kalian semua yang mau meluangkan waktunya untuk membaca fanfic author yang jauh dari kata sempurna ini. Segala kritik dan saran diperlukan, dan yang terpenting... Reviewnya boleh?