Author Note:
Halo semuanya!
~Selamat liburan!~
Ya, dari judulnya sudah kita ketahui..
Ini adalah cerita dengan latar 17 tahun setelah kisah Harta Berharga sebelumnya. Tapi tokoh utama di cerita kali ini bukan lagi Jack dan Claire. Hohohoho.. (?)
Yak, langsung saja! Selamat membaca! Semoga menghibur, maaf kalau gaje!
Mohon Kritik dan sarannya! Terima kasih! ^^
-Lutanima-
Di suatu pagi hari yang cerah, di suatu pelosok desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga sepasang suami istri bahagia, yang dikaruniai seorang anak lelaki. Saat ini, anak lelaki mereka sudah menginjak usia remajanya.
Dan... seperti yang kita semua ketahui, di belahan dunia mana pun, "remaja" merupakan masa dimana penuh dengan pemberontakan dan pencarian jati diri. Karena itulah...
Kejadian ini terjadi.
.
.
.
.
Untuk ayah dan ibu.
Maaf, karena aku pergi tidak bilang-bilang. Kuharap ayah dan ibu bisa mengerti. Aku ingin pergi berkelana untuk beberapa waktu. Yah.. Bukan berarti aku meninggalkan tugasku di rumah ya. Aku tau kita sedang dalam musim panen tapi.. Aku benar-benar sudah mematangkan niatku untuk pergi berkelana ke luar desa! Jadi, doakan aku! Aku akan memberi kabar lagi!
Ps: Sora kubawa ya! Tenang, dia akan kujaga!
Mark
BYUUUURR!
"Guk guk!"
"Hei! Tenang Sora! Itu hanya ombak!"
Mark segera menarik dan menggendong anjing kecilnya itu. Mencegahnya untuk melompat keluar dari kapal. Kemudian, pemuda berambut pirang itu menarik nafasnya dalam-dalam. Dia mulai mengenakan topi biru bebuyutannya itu dengan terbalik. Pemuda itu pun memejamkan matanya. Bau laut. Bau laut! Yap, saat ini dia ada di atas sebuah kapal. Saat subuh tiba, dia sudah pergi diam-diam untuk naik ke kapal ini dan pergi ke suatu tempat. Kenapa? Jawabannya sebenarnya hanya satu.
Dia...
...
Ingin mencari belahan jiwanya.
Oke.
Konyol memang.
Tapi, memang itulah yang dia alami. Mengapa?
Sehari-harinya dia bekerja sebagai petani, membantu ayah dan ibunya di ladang. Desa tempat tinggalnya, merupakan desa yang bisa dibilang sangat indah, sejuk, dan hampir sempurna. Hanya ada satu kekurangan di desa itu bagi Mark. Di desanya, sama sekali tidak ada anak yang seumuran dengannya. Kebanyakan para warga disana lebih tua darinya. Bahkan, ada yang sudah menginjak tingkatan sepuh sekalipun.
Karena itulah, dia ingin berkelana keluar desa untuk mengganti suasana sekaligus.. Ehm! Mencari nasib baik di luar desanya. Lagipula umurnya sudah menginjak 16 tahun bulan lalu. Dia tidak pantas disebut anak kecil lagi kan?
PLAK!
"Yo! Mark! Bagaimana? Sudah menentukan akan pergi kemana?"
Tiba-tiba dari belakang, pria setengah baya, dengan tubuh kekar dan penuh bekas brewok habis dicukur di wajahnya itu, menepuk bahunya dengan keras. Ya, pria inilah yang membantunya kabur dari desa. Mark berhutang budi padanya.
"Belum, Zack. Lagipula.. Aku rasa aku tidak akan pergi begitu lama. Ibu mungkin khawatir.." Ujar Mark sambil menggaruk-garuk kepalanya. Zack yang mendengar hal ini pun tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha! Rupanya biar bagaimana pun kau ini tetap anak mami ya!" Mark bergidik mendengarnya. Baiklah, untuk saat ini dia terima. Dia memang anak paling kecil di desanya. Wajar kalau mereka masih memanjakannya.
"Berisik! Karena itulah akan kubuktikan kepada kalian semua, bahwa aku bisa berkelana!" Teriak Mark. Zack yang mendengarnya, hanya mengangguk-angguk saja.
"Ya, kau benar! Kau harus membuktikan pada penduduk desa, bahwa kau anak lelaki sejati! Biarpun wajahmu mirip perempuan begini.." Zack berhenti berbicara setelah Mark memelototinya tajam. Memang banyak orang mengatakan wajahnya manis karena dia lebih mirip dengan ibunya. Tapi dia tidak suka itu!
"Memang sih, di desa kita sudah tidak ada tantangannya lagi. Aku setuju kalau kau ingin keluar dari desa. Aku juga bertemu dengan istriku di luar desa!" Zack menyipitkan mata ke arah Mark. Mark langsung membuang mukanya. Ck... Terbacalah niat terselubungnya.
Namun, kini mata Mark terfokus kepada sebuah awan hitam kelam, yang berada di depan mereka saat ini.
"... Zack..? Lihat!"
"Hmmm?"
Zack melihat ke arah tatapan Mark. Kini awan gelap itu telah berada di atas mereka. Dia pun terdiam, lalu tiba-tiba langsung berteriak.
"Mark! Masuk ke dalam kabin! Semuanya! Bersiap menghadapi badai!"
"Baikk!" Jawab seluruh awak kapal. Sementara Mark, heboh dan panik tidak tau harus berbuat apa.
"A-apaa!? B-badai!? Aku harus sembunyi dimanaa?!"
"Kabin! Kubilang kabin!"
CTAAAARRRRRR!
Petir mulai menyambar. Suara Zack tidak terdengar dengan jelas di kuping Mark.
"Guk! Guk!" Sora, di tangan Mark, ikutan panik.
"Dimaanaa?!"
"KABIN! KABIN!"
DRRUKKKKKK!
Ombak besar menghantam kapal mereka. Malangnya, Mark yang saat ini tidak berpegangan pada apapun, terlontar ke ujung kapal bersama Sora. Beruntung, dia berhasil memegang salah tali jangkar yang ada di kapal untuk berpegangan. Dia juga memegang Sora erat-erat.
DRUUUUKK! CTAAARR! CTAARRRRR!
"Woaahhh! Woaaahh! Howwaaaa!" Oke. Mark sudah syok. Dia tidak tau harus berbuat apa. Yang ada di pikirannya saat ini hanya, 'aku bisa mati! Aku bisa mati!'
"Mark! Terus berpegangan disana!"
DRRUUUKKKK!
Ombak mulai menabrak kapal lagi. Dan sialnya, hujan mulai turun. Langit menggelap. Hal ini membuat Zack semakin sulit untuk menghadapi lawannya. Sementara Mark, jadi tidak bisa melihat apa-apa.
"Zack? Zack? Kau disana?!" Masih berpegangan, Mark menoleh ke kanan dan kiri kayak orang stress. Dia ngomong sendiri. Zack dan awak kapalnya sedang bertarung dengan badai di sisi depan kapal, sementara Mark, sedang berpelukan mesra dengan tali jangkar di pojok belakang kapal. Wajar, kalau mereka sudah tidak bisa melihat satu sama lain.
Di tengah ketakutan dan usaha 'menahan pipis' nya itu, barulah Mark menyadari, bahwa Sora, sudah terlepas dari tangannya. Dengan penuh penyesalan dan umpatan kepada dirinya, Mark pun melepaskan tangannya dari tali jangkar, dan mulai bergerak mencari Sora, di tengah badai, di atas kapal.
"Soraa! Soo..."
DRAAKKKK!
Baru satu langkah berjalan, dia sudah kalah dengan hantaman ombak. Mark terguling ke belakang, hingga menabrak sisi belakang kapal. Tapi dia bersyukur. Untung ada sisi belakang kapal, kalau tidak dia sudah berakhir di bawah sana.
CTAAARRRR!
Sreesshhh!
Dan hujan pun mulai bertambah deras.
Mark terdiam sebentar, kemudian dia pun mencoba sekali lagi. Kalau dengan berjalan dia kalah, kali ini... Dia akan berlari!
Dengan memejamkan matanya dengan alasan, 'kan hujan deres! Jadi perih kalau melek! Kemasukan air nanti matanya!', yang tentunya itu tindakan bodoh yang hanya membuatnya akan kehilangan arah, dia berlari sambil berteriak mencari Sora.
"SORA! SORAA!"
DRUUAAAKKKKKK!
Ombak kali ini menghantam kapal lebih keras. Begitu pula dengan apa yang terjadi pada Mark. Dia terguling-guling lagi, dan parahnya, kali ini dia sampai masuk ke dalam kendi bir Zack. Harus dia akui, pantatnya mulai sakit karena terus berguling-guling sejak tadi. Tapi dia bersyukur. Setidaknya, kendi birnya sudah kosong.
"Guk!"
Masih dalam keadaan gelap, dan terjebak di dalam kendi, Mark bisa merasakan sosok kecil, berada di perutnya saat ini.
"SORA!" Mark segera memeluk anjing kecilnya itu erat-erat.
"Kau ini kemana saja.. Aku khawatir. Yah, tapi aku bisa lega sekarang. Setidaknya di dalam kendi ini, kita aman."
DRUAAAAKKKK! BRAAAKKKK!
Oke, mungkin kata-kata 'aman' bisa ditarik kembali. Setidaknya dengan bersembunyi di dalam kendi ini, Mark bisa merasa tenang. Namun, sialnya, tiba-tiba kendi yang dia tumpangi itu berputar-putar tanpa arah. Mark bisa merasakan kendi itu menabrak salah satu sisi kapal dan sedikit terpental. Dan saat ini, dari dalam kendi, Mark bisa melihat ekspresi mangap Zack, dan entah kenapa semakin lama, dia merasa pemandangannya yang dia lihat dari dalam kendi semakin turun?
"MARK! MARKKK!" Zack berteriak dari atas kapal.
BYURRR!
blububububublubub
...
...
Ah. Begitu rupanya.
Aku tenggelam.
Aku tidak menyangka akan mati disini begitu saja.
...
Entah kenapa suara badai yang sangat kencang itu tidak terdengar lagi..
Apa aku...
...
Sudah mati?
...
...
Ayah.. Ibu...
Maafkan aku.
Ini salahku, seenaknya pergi tanpa alasan logis.
Kini aku akan menanggungnya.
Selamat...
tinggal...
.
.
.
.
Heh? Mati?
Tunggu.
Aku masih 16 tahun.
Masih belum punya pekerjaan tetap.
Belum merasakan indahnya menjadi orang kaya.
Belum punya anak.
Belum nikah.
Dan parahnya sampai saat ini belum nemu jodoh.
...
Masa aku mati sih?
.
.
.
.
"AKU BELUM MAU MATI!"
Plop!
Mark akhirnya membuka matanya. Saat ini yang dilihatnya, adalah tangannya yang sedang terangkat ke atas, dengan langit biru sebagai latar belakangnya. Barulah Sora tiba-tiba muncul dan menjilati wajahnya.
"Guk! Guk!"
Mark sontak terbangun. Dia langsung memeluk anjing kesayangannya itu tanpa pikir panjang. Dia langsung tertawa sambil berteriak.
"Hahaha! Ternyata itu semua hanya mimpi! Hanya mimpi!" Mark mulai membuka matanya. Yang ada di depannya saat ini, sebuah pantai dengan lautan luas yang entah sampai mana ujungnya itu, dan sebuah hutan belantara di sebelahnya.
"... Hanya mimpi... kan?"
Syuuu
Sresshhh
Saat ini yang dia dengar hanyalah suara ombak. Normalnya, ketika pagi hari saat dia terbangun dari tidurnya, suara pertama yang dia dengar adalah suara ayam jantan buas milik ayahnya itu, yang gak akan berhenti berkokok sebelum dilemparin 5 jagung utuh untuk dia gerogotin saat itu juga. Maklum, bangun tidur bikin laper. Jadinya gitu deh.
Tapi kali ini... Baru kali ini.. Hal terjadi tidak seperti biasanya.
Mark mengedip-ngedipkan matanya berulang-ulang. Dengan cepat. Sora sampai menjauh saking takutnya. Bahkan sampai bulu matanya rontok semua pun, pemandangan yang dilihat Mark saat ini tidak akan pernah berubah. Gak. Akan. Menyadari nasib naas yang telah menimpanya itu, Mark mulai meremas-remas pasir di sekitarnya.
"Sial..." dia bergumam. Sora yang khawatir pun mendekatinya.
"..laan, sialaaaannn! Gak tahan lagiiii!"
Buk!
Mark yang tidak sadar telah menendang Sora itu pun langsung berlari mencari pohon yang pas. Rupanya, ada sebuah ritual alam yang perlu dia lakukan terlebih dahulu sebelum berpanik ria.
-oOo-
"Hahh.. Lega..."
Setelah berkeliling-liling mencari pohon yang 'pas', Mark bisa melakukan ritual alam di pagi harinya dengan sukses. Selamat Mark!
Namun, ada satu masalah besar yang lebih penting dari itu.
"Gawat.. Menurutmu ini dimana ya, Sora?"
"... grr..."
Sora masih ngambek, dan membelakangi Mark. Punggungnya masih sakit karena ditendang Mark tadi. Mark pun langsung nyengir kuda.
"Maaf ya, Sora! Aku ga sengaja tadi.. Sungguh! Habis udah di ujung kendali sih..." Sora masih gak mau berkutik. Mark menghela nafasnya. Setelah ini, dia harus cari makanan buat Sora dulu. Baru ngambeknya ilang.
Masih sambil melakukan 'ritual' nya yang belum selesai 100% , Mark melihat sekeliling. Hutan. Hutan. Hutan. Hutan. Oke, dia dikelilingi hutan. Ada berpuluh-puluh pertanyaan yang muncul di kepalanya.
Apa yang terjadi malam itu?
Kenapa hanya dia dan Sora yang bisa terdampar di sini?
Dimanakah sebenarnya mereka berada sekarang?
Kenapa diantara banyak pohon, dia memilih pohon ini untuk berbagi penderitaannya?
...
Oke. Lupakan pertanyaan terakhir.
Merasa telah selesai melakukan ritual, Mark bersiap untuk pergi, melanjutkan perjalanannya.
"Tapi... Mungkin gak ya di tempat ini ada orang lain?"
SRAK!
Kini, yang dilihat Mark di depan matanya, adalah seorang gadis, dengan bandana di kepalanya yang menutupi rambut cokelat sedangnya. Mereka bertatapan mata. Dan bodohnya, karena sudah kaget tingkat dewa, tangan Mark mulai lemas.
Syuttt
Alhasil, celana turunan ayahnya yang karetnya sudah longgar dan harus diberi ikat pinggang agar tidak melorot itu pun, mendarat dengan mulus ke tanah. Mata gadis di depannya itu pun langsung terbuka lebar.
"GYAAAA!"
Sadar dengan apa yang telah terjadi, Mark langsung panik. Sayang, kepanikannya membuat otaknya tidak berjalan dengan baik. Bukannya menarik celananya ke atas, Mark malah mengambil Sora dan menggunakannya untuk menutupi benda keramatnya itu. Mata Sora terbuka dengan sangat lebar.
"TIDAK! JANGAN LIHATT! NOOO!" Mark panik. Sangat panik. Mukanya pucat, matanya merah, keringat mulai keluar dari tubuhnya, kakinya mulai gemetar tidak berarah, giginya.. Ehm! Oke. Intinya dia panik kawan-kawan.
"GUK GUK GUK GUK!" Sora meronta-ronta, berusaha kabur dari hal miris yang dideritanya itu. Melihatnya hal yang sangat tidak berperi-kehewanan ini, sebagai masyarakat yang berbudi luhur, gadis di depan Mark ini dengan cepatnya segera menyelamatkan Sora.
"TIDAKKK! JANGAN LAKUKAN ITU!" Gadis itu dengan gesit mengambil Sora dari tangan Mark. Sadar tindakan itu memperparah keadaan, gadis itu segera menoleh ke belakang. Mark makin panik. Dia sibuk mencari benda lain untuk menggantikan Sora.
"AAAHH! ITU KATA-KATAKU TAAUUU!" Teriak Mark, sambil sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri.
"AH! AH! HARUS PAKAI APA NUTUPINNYA?!" Mark benar-benar kehilangan akal sehat. Gadis itu, walau panik tetap berusaha berpikir jernih. Dia pun berteriak.
"Celana! Celanamu kemana?!" Sadar dan ingat akan teknologi yang sudah ada sejak jaman purba yang disebut sebagai 'celana', Mark pun menoleh ke bawah.
"Ada! Ada! Di bawah kakiku!" Ujar Mark senang. Dengan bodohnya.
"YA UDAH CEPETAN PAKE!" Gadis ini mulai emosi. Sementara Sora, di tangannya masih lemas dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
Tak lama, Mark akhirnya sukses memakai celananya dengan sempurna. Dia pun melirik ke arah gadis yang masih membelakanginya ini. Dengan malu-malu, dia pun mulai berbicara.
"E-ehm!"
"Sudah selesai?" Tanya gadis itu, memastikan, sebelum menoleh ke belakang.
"S-sudah..." Ujar Mark gugup. Entah grogi, malu, takut, atau bercampur aduk.
Gadis itu menolehkan wajahnya. Barulah Mark bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia tampak masih muda. Bahkan seumuran dengannya. Kalau pun berbeda usia, mungkin hanya berkisar sekitar 1-2 tahun.
Merasa diperhatikan, gadis itu mengkerutkan alisnya.
"APA?!" Mark terhentak. Buset. Ini orang, galak juga.
"E-enggak.. Terima kasih.. Telah.. Itu.. Menyelamatkan Sora.." Mark menunjuk ke arah Sora, dan langsung dibalas tatapan tajam oleh anjing kesayangannya itu. Hei, ingatlah! Siapa yang sejak dulu memberimu makan setiap hari? Em.. Tentu saja ibu yang melakukannya.
Setelah beberapa menit tidak ada yang berbicara, gadis itu mulai bersuara.
"Apakah.. Kau penghuni pulau ini?"
Mark mengedip-ngedipkan matanya. Dia bilang apa? Pulau?
"P-pulau katamu?" Gadis itu menghela nafasnya. Dia bisa menebak dari ekspresi naas Mark, kalau nasib yang dialaminya, serupa dengan nasib Mark.
"Rupanya, kita sama-sama terdampar disini ya.." Mendengar ucapan gadis di depannya ini, Mark langsung ingat akan kejadian semalam.
"Ah! IYA! Aku juga! Semalam aku terkena badai dan..." Mark terdiam setelah sebuah jari telunjuk menghentikannya bicara.
"Aku tau. Hal yang sama juga menimpaku." Ujar gadis itu dengan serius. Mark pun berpikir, sambil bertanya.
"Kau sudah mencoba mengelilingi pulau ini?" Gadis itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku baru sadar tadi. Saat aku mencoba mengelilingi tempat ini, malahan..." Alis gadis itu mengkerut. Mark yang sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut, langsung mengalihkan pembicaraan.
"Hahaha! Oh begitu! Aku juga belum kok! Aku baru sadar tadi!" Mark nyengir kuda. Gadis itu hanya menghela nafasnya. Lalu mulai berjalan masuk ke dalam hutan.
"Kalau begitu, aku akan mencoba mencari orang lain di pulau ini." Mark yang ada di belakang gadis itu pun langsung berlari mengikutinya,
"Tunggu! Aku ikut!"
-oOo-
"Sora.. Maafkan aku..."
"Guk! Guk!"
"Sora..."
"GUUUKKKK!"
Mark mundur perlahan dari anjing kesayangannya itu. Sial. Dia masih marah. Dan dia masih betah di dalam gendongan si gadis ganas ini. Gadis ganas? Oh iya. Mark belum tau siapa namanya sejak 1 jam mereka sudah berkeliling tanpa arah. Mmm.. Haruskah dia bertanya?
"Hei.. Emmm..."
SRAAKKK!
Tiba-tiba di depan mereka berdirilah seorang pemuda dari balik semak-semak. Rambutnya perak, dengab pakaian serupa cowboy-serba hitamnya. Siapa dia? Mau apa? Mark mulai menatapnya heran.
"Emmm.. Kau.."
"Hei! Apa kau penduduk disini?" Tanya gadis ganas itu, mendahului Mark. Pemuda cowboy itu hanya terdiam, kemudian menatap mereka satu persatu.
"Kalian terdampar juga? Ke arah sini. Orang-orang sudah berkumpul di tengah pulau."
Mendengar hal itu, muka gadis itu mencerah. Dia pun mulai tersenyum dan mendekati pemuda cowboy itu.
"Mmm.. namaku Chelsea! Namamu siapa?"
Mark melotot melihat kejadian di depan matanya. Hei. Ada orang lain disini yang sudah bersamamu sekitar 1 jam lebih, kau malah memperkenalkan diri dengan pemuda yang baru kau temui 3 menit terlebih dahulu? Benar kata ayah. Perempuan itu.. Sulit dimengerti.
"... Vaughn." Ujar pemuda itu singkat. Dia melihat ke arah Sora, yang memandangnya dengan tatapan puppy eyes.
"Ah? Anjing ini ya? Namanya.. Sora! Kalau tidak salah.." Ujar Chelsea, memperkenalkan Sora. Tidak terima, sang pemilik pun langsung mengambil tindakan.
"Heiii! Ini anjingkuu!" Teriak Mark sambil mengambil Sora dari tangan Chelsea. Namun, karena masih kesal dengan Mark, alhasil Sora malah pipis di dalam gendongan Mark. Mark pun langsung melempar Sora ke tanah. Lalu mengipas-ngipaskan baju putihnya yang sudah terkontaminasi oleh warna kuning itu.
"TIDAAKKK! SORAAA!"
"GUKGUKGUK!"
Vaughn yang melihat kejadian itu pun, menatap pilu Mark. Dia pun mulai berbicara.
"... Dia tidak suka padamu."
"Aku tau! Dia hanya ngambek kok!" Ujar Mark, sambil membuang mukanya kesal. Lalu dia ingat bahwa dia melupakan satu hal.
"Oh iya! Namaku... Mark..."
Sayangnya, mereka semua sudah berjalan meninggalkan Mark dibelakang. Dengan kesal, Mark pun menghela nafasnya, sambil berlari mengejar mereka.
... Sialan!
-oOo-
Tak butuh waktu hingga 5 menit mereka berjalan, mereka sudah sampai ke suatu tanah kosong di tengah-tengah pulau. Rupanya, sudah ada beberapa rumah yang terbangun disana. Dan mereka pun di sambut oleh beberapa penduduk disana. Dan yang pertama menyambut mereka adalah, seorang kakek tua dengan kepala klimisnya yang bercahaya itu.
"Ohhh! Vaun... Kau kembali membawa teman-temanmu ya.. hoho.."
"... Vaughn." Ujar Vaughn berusaha memperbaiki. Namun tidak berguna.
"HOHOHO... Vaun, siapa teman-temanmu ini? Ayo kenalkan pada kami semua.." Ujar kakek itu sambil menepuk-nepuk pundak Vaughn dengan tongkatnya. Maklum, dia pendek. Jadi gak nyampe. Alhasil pake tongkat deh.
"Ah! Namaku Chelsea!" Ujar Chelsea riang. Setelah itu semua mata tertuju pada seorang pemuda berambut pirang yang berusaha meniup-niup dan menutupi baju bernodanya itu.
"Ah.. Haha.. Mark. Aku Mark." Ujar Mark sambil menundukkan kepalanya.
"Ohh... Celsi.. dan Marek ya..." Gini nih kalau kenalan sama sepuh. Paling gak, ada 2 huruf dari nama kita yang berubah.
"Namaku Taro. Ta-ro. Taro loh. Hoho.. Cucuku seumuran kalian. Tapi mereka masih sibuk mengurus rumah baru kami. Ah.. iya benar. Dimana ya rumah kalian? Vaughn juga belum dapat rumah kan..?"
Heh? Rumah baru?
Mark bergidik. Dia melihat sekeliling. Oh. Benar. Mereka sibuk membersihkan rumah-rumah yang tampaknya sudah ada dari sananya disini. Apa benar kita bisa seenaknya menempatinya?
"Ah.. Aku ingat! Ada satu rumah di atas sana.. Dengan ladang yang luas.. dan sebuah kandang.. Apa kalian tertarik berladang..?" Mendengar kata berladang, Mark langsung bersemangat. Jiwa bertaninya sudah tertanam pada dirinya sejak lahir.
"Aku!" Tapi bukan hanya suara Mark saja yang terdengar. Ada satu orang lagi yang bersuara dan saat ini menatap tajam Mark. Sang gadis, Chelsea.
"Wah.. Wah.. Kalian berdua suka berladang ya.. Bagus.. Bagus.. Em.. Lalu kandangnya?"
"... Aku suka hewan." Ujar Vaughn, dengan suara kecil. Tapi tampaknya kakek satu ini masih bisa mendengarnya.
"Ohh... Bagus.. Bagus.. Hohoho.. Dengan demikian kalian bisa tinggal bersama.."
Iya! Baguslah!
...
Tunggu. Apa tadi si sepuh botak ini bilang?
"Maaf.. Tadi kakek bilang apa?" Mark mendekat untuk mendengar ucapan sang kakek lebih baik. Tapi si kakek malah tertawa di depan kuping Mark. Sampai Mark sempat terhentak, lalu meniup-niup kupingnya agar tidak kehilangan pendengarannya. Taro pun berbicara lagi.
"Kalian akan tinggal bersama. Karena sudah tidak ada rumah lagi. Hohoho.." Ujarnya santai. Mereka bertiga saling bertatapan. Memelototi satu sama lain.
"Tunggu dulu! Aku kan cewek sendiri! Masa aku.. Tinggal.. Bersama dua pria sekaligus?!" Chelsea protes.
"Ho? Bukankah anak muda zaman sekarang senang dengan hal itu? Apa itu namanya? Ha.. Ha.. Haram?" Jawab Taro bingung. Chelsea memukul jidatnya. Oke. Dia tau yang dimaksud kakek ini "harem". Suatu keadaan dimana kita dikelilingi oleh banyak lawan jenis kita. Tapi memberitahunya juga percuma tampaknya.
Dengan pasrah, mereka pun mengikuti Taro hingga mencapai sebuah rumah kecil dengan ladang kotor luas, dan kandang kecil di sampingnya. Tak lupa, ada rumah anjing. Saking senangnya, Sora langsung melompat dan mencoba masuk ke dalamnya. Tapi dengan secepat kilat Sora langsung berlari ke pelukan Chelsea, setelah melihat benda-benda aneh yang bahkan harus disensor, yang terdapat di dalam rumah anjing tersebut.
"Yak, inilah rumah kalian. Mm.. Aku rasa rumahnya tidak terkunci sih.."
KROTAK! BRAAK!
Tiba-tiba pintu rumah mereka copot. Mereka bertiga pun berpucat ria, dan semua mata pun tertuju pada Taro.
"... Wah wah. Bahkan kalian tidak perlu kunci untuk membukanya. Coba kita lihat ada apa di dalam ya..."
Taro masuk ke dalam. Tak lama, dia keluar dengan jempol terangkat di tangan kanannya. Tapi dia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang ada di kepalanya saat dia keluar. Segumpalan debu beserta bonusnya.
"A-ah... Kotor ya.. Sudah pasti ya.." Chelsea menelan ludahnya. Dia mengintip ke dalam, lalu langsung berlari keluar. Melihat tindakan Chelsea, Mark ikutan menelan ludah. Tampaknya malam ini mereka belum bisa tidur di dalamnya.
"Nah.. Disana kan ada sungai.. Dan lihat.. Ada ember kan?" Taro menunjuk ke arah ember yang sudah berlubang-lubang itu.
"Iya. Ada ember... Ember." Bahkan Vaughn terdengar pasrah.
"Kalian bisa membersihkan rumah kalian. Nah. Aku harus membersihkan rumahku juga jadi.. Semangat! Hoho!" Taro langsung berlari menuju rumahnya. Hebat juga dia. Pasti malam ini dia akan encok di seluruh badan. Tapi Mark tidak peduli. Saat ini yang dia pedulikan, adalah nasibnya bersama kedua orang ini. Plus satu anjing. Tidak ada satu pun dari mereka yang sanggup berbicara. Mark memutuskan untuk mulai bicara.
"Ahh! Bagaimana kalau kita mulai membersihkan rumahnya dulu?"
"Ya.. Kurasa hanya itu pilihan kita sekarang. Baru kita akan berpikir lagi nanti." Ujar Chelsea.
Sementara itu, Vaughn, berjalan menuju kandang hewan kecil yang ada di dekat rumah mereka. Dengan ragu dia pun mencoba membuka kandang itu.
Sraaggh!
"..."
Sraaggghhh!
Vaughn langsung menutup pintu kandang itu. Dengan cepat kakinya bergoyang-goyang lemas tanpa arah. Tubuhnya pun langsung menyatu dengan tanah. Mark dan Chelsea yang melihatnya pun langsung mendekatinya.
"Vaughn! Kau tidak apa-apa?" Chelsra menepuk-nepuk wajah Vaughn yang sudah membiru. Mark yang penasaran dengan apa yang dilihat Vaughn pun mencoba mengintip kandang tersebut.
Sraaghh!
"..."
SRAAGGHH!
Chelsea menatap pucat wajah Mark yang ikut membiru setelah melihat ke dalam kandang. Kaki Mark bergetar hebat. Dia pun menatap Vaughn dengan tatapan aku-mengerti-perasaanmu. Sambil menghapus air matanya, Mark menepuk pundak Vaughn.
"Setelah membersihkan rumah, kita harus mengubur mereka semua ya." Vaughn hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Membuat Chelsea yang menjadi semakin bingung melihat tindakan mereka berdua.
-oOo-
Mereka bertiga pun mulai membagi tugas membersihkan rumah mereka. Saat ini alat-alat bebersih yang mereka punya adalah sikat, ember, sapu yang sudah tidak layak disebut sapu, dan sebuah kain butut yang bisa berguna untuk pel. Mereka sepakat untuk membersihkan rumah terlebih dahulu. Vaughn bagian menyikat-nyikat lantai, Chelsea mengepel, dan Mark bagian mengambil air. Dan.. Mereka pun mulai bekerja sama.
"Mark! Aku butuh air!" Chelsea berteriak dari dalam rumah.
"Sebentar!"
Blubub
Mark mencelup kan ember tersebut ke dalam sungai. Lalu dia mengangkat ember tersebut.
Sraaassshhh
Dalam sekejap mata, air di dalam ember itu sudah kosong. Mark menatap pucat ember polkadot di depannya ini. Kenapa polkadot? Karena penuh lubang dimana-mana. Memang mustahil menggunakan benda yang bahkan diragukan untuk disebut 'ember' ini.
Berpikir Mark. Berpikir.
"Mark! Airr!" Chelsea mulai murka.
"Iyaa! Iyaaa!"
Mark terdiam. Mungkin kalau dia berlari dengan cepat, dia masih sempat membawa air ke dalam rumahnya. Walau dengan ember polkadot sekalipun.
Blubub
Mark mencelupkan ember itu ke dalam sungai. Dia mulai mengambil posisi atletnya. Tenang Mark. Kau bisa. Saat festival anjing, kau menang kan? Ya. Kau berhasil menjadi juara 1 yang sampai duluan, walaupun anjingmu, Sora masih tertinggal jauh di belakang.
Oke. 1... 2...
Drap drap drap!
Mark berlari dengan kecepatan penuh. Walau antara sungai dan rumah hanya berjarak 10 meter tapi.. Ini benar-benar membutuhkan perjuangan! Keringat! Dan tenaga ekstra!
"Ini airnya!"
Tes
...
Ya Mark. Perjuanganmu hanya menghasilkan satu tetes air.
Chelsea pun mulai murka.
"MARK!"
"Hei! Tunggu dulu! Jangan salahkan aku! Bagaimana caranya mengambil air dengan ember seperti ini?!" Mark mengangkat embernya, lalu menunjukkan motif indah pada ember itu. Tapi Chelsea tidak peduli. Emosinya sudah meluap sejak dia berhadapan dengan ribuan debu di dalam rumah ini.
"Gamau tau! Cepat Mark!"
Mark yang tidak punya pilihan segera berlari keluar. Sementara Vaughn, masih asik menyikat-nyikat lantai penuh lumut itu.
Mark terdiam di depan sungai. Mukanya mulai pucat lagi. Dia menatap ember polkadot itu. Sial. Apa yang harus dia lakukan? Berpikir Mark. Berpikir. Gunakan otak professormu. Walaupun kau seorang petani.
Ting!
Muncul bola lampu menyala di atas kepala Mark. Tapi langsung dia matikan karena masih siang. Kita harus menghemat listrik kan?
Blubub
Mark mencelupkan ember itu ke dalam sungai. Dia tersenyum. Dia yakin idenya kali ini berhasil. Dia bersiap mengerahkan tenaga di tangannya.
1... 2...
"HYAAAHHHH!"
"Mark kamu..."
BYUUUURRRRR!
...
...
Mark pucat. Sangat pucat. Dia tidak menyangka Chelsea akan menghampirinya. Ditatapnya gadis di depan matanya yang sudah basah kuyup ini. Awalnya dia bermaksud untuk melaksanakan rencana jeniusnya. Yaitu melempar ember berisi air ke dalam rumahnya. Tapi siapa sangka ternyata ada Chelsea yang menghalangi jalannya? Alhasil, sang ember pun mendarat di kepala Chelsea.
"He.. He..." Mark nyengir kuda. Sementara Chelsea sudah menatapnya tajam.
"Maaf tadi aku..."
BUAAAAKKKKKKKK!
-oOo-
Vaughn masih terus menyikat lantai. Sampai dia merasa bahwa dia butuh air untuk menyiram lumut-lumut ini. Dia pun berdiri, dan mendapati Chelsea sudah tidak ada di tempatnya. Tapi tidak peduli, Vaughn langsung keluar dan melihat Mark sedang sibuk mencelupkan ember ke dalam sungai. Tapi perhatian Vaughn tertuju pada kepala Mark. Ada benjol besar yang membuat topi Mark terangkat.
"Kepalamu.."
"Chelsea yang membuatnya begini!" Ujarnya kesal. Vaughn menghela nafasnya. Kemudian dia mengambil ember dari tangan Mark.
"Hei! Kau mau apa? Percuma kalau kau ingin menggunakan ember itu.. Ember itu.."
Mark berhenti berbicara setelah melihat Vaughn di sampingnya, mulai membuka bajunya. Mark mangap.. Dan pucat pasi. Dia pun mulai merangkak mundur menjauhi Vaughn.
"H-hoi.. K-kau mau apa?!"
Saat ini Vaughn sudah bertelanjang dada, tapi dia tidak mempedulikan Mark yang masih merangkak mundur sambil terus bertanya 'kau-mau-apa' tanpa henti. Dia pun mengikatkan bajunya pada ember itu. Setelah memastikan semua lubang telah tertutup, dia mencelupkan ember itu ke dalam sungai, lalu dengan mudahnya membawa ember penuh berisi air itu ke dalam rumah. Mark hanya membatu melihatnya.
"Ke-keren.."
Mata Mark tertuju pada sumber suara. Rupanya Chelsea telah kembali, dan telah membawa ember yang dia barusan pinjam pada Taro. Sadar Mark telah memperhatikannya, Chelsea langsung melempar ember pinjamannya itu ke arah Mark. Dia pun menatap rendahkan Mark.
"Tuh, contoh Vaughn." Sambil menjulurkan lidahnya, Chelsea masuk ke dalam rumah. Mark yang mulai murka pun segera mengambil air dan membawanya masuk ke dalam rumah. Di dalam, dia bisa melihat Vaughn yang masih serius menyikat lantai. Dan dia bisa melihat Chelsea terus mencuri-curi pandang ke arah Vaughn. Di sinilah dia bisa menyimpulkan satu hal. Tampaknya tinggal bersama mereka berdua dalam satu atap bukanlah ide bagus. Ini hanya akan membuatnya mengalami tekanan batin. Yep. Sama sekali tidak bagus.
Mark mengehela nafasnya.
Ayah.. Ibu...
Tampaknya, aku salah memilih keputusanku. Saat ini aku menyesal.
Aku ingin pulang secepatnya.
-(bersambung?)-
