Pernikah itu telah dilaksanakan, tepatnya satu hari setelah insiden pengakuan, pemukulan, dan peluk-pelukan yang dilakukan pasangan muda-mudi satu jenis kelamin yang disatukan oleh ikatan bernama cinta. Pernikahan itu tidak mewah, namun begitu meriah. Para teman-teman ninjanya, yang kenal dan tidak mereka kenal datang semua, guru-guru di akademi Iruka dan teman-temannya yang lain hadir berurai air mata, para Anbu tempat mereka bertugas lebih ramai membawa sake masing-masing, bahkan yang berjaga diperbatasan sampai meninggalkan posnya hanya untuk berpesta. Para chunin, Konohamaru dan teman-temannya yang berisik tidak mau kalah memeriahkan. Dan yang paling heboh adalah jounin teman seangkatan mereka, ada yang menangis terharu, menangis tidak percaya, menangis patah hati dan berteriak kegirangan. Sungguh pernikahan yang luar biasa meriah dengan begitu banyak orang memenuhi tempat pembacaan sumpah sehidup semati. Apa lagi makanan dan sake gratis dari warga untuk disantap bersama, mereka tidak perlu uang berlimpah untuk menikah, hanya tinggal meminta Tsunade menjadi saksi, maka hari berikutnya pernikahan dilaksanakan atas pengumuman dari Tsunade. Naruto dan Sasuke, entah mereka harus malu atau berbahagia.

Saksi dari pihak Sasuke adalah Kakashi dan saksi dari Naruto adalah Tsunade dan itu adalah pilihat terakhir mereka saat memilih dan memilah siapa gerangan yang pantas menjadi saksi mereka. Sakura terlalu berisik, Shikamaru terlalu merepotkan, Iruka terlalu terharu. Naruto bilang andai saja Jiraiya masih hidup Ia ingin Jiraiya yang menjadi saksinya, kalau perlu yang menikahkannya, tapi karena Jiraiya tidak ada Naruto jadi memilih paman Taichi pemilik kedai ramen karena menurut Naruto paman kedai ramen sudah berjasa besar terhadap kelangsungan hidupnya, dan Naruto telak mendapatkan bogem mentah dari Sasuke atas pilihannya. Akhirnya dengan penuh pertimbangan Kakashi dan Tsunadelah yang mendapat kehormatan menjadi saksi mereka. Dan untuk pendetanya, tidak lain dan tidak bukan adalah Yamato. Sepanjang malam Yamato sibuk mengejar-ngejar dan memohon pada keduanya agar diijinkan menjadi pendeta yang menikahkan mereka. Dan mau tidak mau karena tidak mau digencet oleh kayu-kayu, akhirnya mereka mengiyakan.

Pernikahan hari itu berjalan meriah dan lacar. Sepanjang hari mereka berpesta, dan saat semuanya lelah dimalam hari, satupersatu berpamitan pulang dan istirahat dirumahnya masing-masing, begitu pula dengan Naruto dan Sasuke. Mereka sempat bertengkat menentukan kemana mereka akan pulang, kerumah Naruto atau Sasuke yang akhirnya Sasuke mengalah –dengan kemungkinan yang sangat kecil–, mereka tidur dirumah Naruto. Bulan madu, malam pertama –ralat– malam kedua. Bercumbu diatas kasur Naruto yang sempit dan saling menindih. Saat itu Sasuke tidak sepasrah dulu, Sasuke mengendalikan Naruto dibawahnya, memasukkan semua milik Naruto pada lubangnya dan bergerak liar diatas si pirang yang keenakan. Naruto suka, amat sangat suka dan menikmati pemandangan yang disuguhkan Sasuke. Sasuke bergerak erotis, meliuk keenakan dengan sekujur tubuh basah mengkilat karena keringat dan cairannya sendiri. Naruto sangat menikmatinya. Bagaimana Sasuke mendesah sampai Ia kelelahan dan ambruk diatas dadanya. Tapi permainan belum selesai, Naruto masih bernapsu padanya. Hingga ronde ke empat selesai dan Naruto terkekeh, merasa de javu. Sasuke yang sudah berpindah tempat dibawahnya, sudah pingsan entah sedari kapan.

Setelah malam itu keesokan paginya Sasuke menjadi amat sangat rewel, Ia meracau ingin pindah dan tidak betah dirumah Naruto. Katanya sumpek, sesek, kotor, bau dan memang kenyataannya begitu. Dengan uang yang sudah Naruto tabung selama ini, Naruto akhirnya memutuskan pindah rumah untuk kenyamanan Sasuke dan calon anak mereka. Naruto menyicil rumah minimalis yang terletak dekat tempat latihan mereka semasa genin. Rumah dengan dua kamar yang berbeda ukuran luasnya, satu kamar mandi, dapur minimalis dan ruangan bersantai yang cukup untuk keluarga mereka nanti. Dan Naruto tidak bisa tidak lebih bahagia saat melihat Sasuke tersenyum melihat rumah baru mereka. Mereka berdua mendambakan sebuah keluarga sederhana, dan Naruto akan menciptakannya untuk Sasuke, apapun untuk mempertahankan senyum itu tetap untuknya.


Disclaimer : Masashi Kishimoto

~NaruSasu~

YAOI/Semi Canon


Saat ini usia kandungan Sasuke sudah menginjak umur delapan belas minggu hampir lima bulan. Tidak ada yang berubah dari fisik Sasuke. Uchiha terakhir ini masih tetap tampan, kulitnya masih kelewat putih, tubuhnya masih tegap dengan otot lengan yang hampir menyaingi Naruto tapi jelas Naruto lebih kekar, rambutnya masih hitam kebiruan mencuat melawan gaya grafitasi, yang berbeda hanya perutnya yang tidak lagi dihiasi berkotak-kotak otot. Sekarang perutnya tampak lebih menggelembung buncit walau belum terlalu besar, mungkin saat menginjak lima atau enam bulan, perubahan perut Sasuke akan terlihat lebih jelas. Dan Naruto suka bagian itu. Sasuke menjadi terlihat lebih sexy dimatanya.

Hari-hari mereka berjalan seratus delapan puluh derajat berbeda dari yang dulu. Sekarang mereka tinggal dibawah atap yang sama, tidur dengan alas yang sama, membagi sarapan dan makan malam bersama, bahkan bayaran Naruto dari hasil menjalankan misi sekarang dibagi bersama, ups lebih tepatnya dirampas semua oleh Sasuke. Alasannya karena Sasuke kesal teramat kesal pada kekeras kepalaan Naruto yang melarangnya menjalankan misi. Demi tuhan, ia bukan ninja yang berada dilevel bawah, bahkan mungkin Tsunade akan kalah jika bertarung dengannya sungguh-sungguh. Orochimaru saja K.O. Alasan si pirang melarangnya ikut misi tidak pernah berubah, malah itu-itu saja. Takut Sasuke kena pukul diperut, takut Sasuke terkena jurus diperut, takut Sasuke sakit perut, takut Sasuke kelelahan, takut calon anak mereka dalam perut Sasuke terancam. Sasuke tau itu memang alasan yang masuk akal, tapi Sasuke benar-benar jenuh diam dirumah tidak melakukan apa-apa. Terlebih karena Naruto menjalankan misi begitu lama paling cepat pun berkisaran empat hari. Maka dari itu Sasuke merampas semua uang hasil misi si pirang, biar tau rasa dia! Batin Sasuke.

Pagi ini Sasuke tengah duduk santai dikursi diteras rumahnya dengan sebuah buku berjudul 'Sejarah Klan Uzumaki' dipangkuannya. Mengenal lebih dalam seperti apa klan Uzumaki itu dan seperti apa jadinya anaknya kelak dengan darah Uzumaki-Namikaze-Uchiha mengalir ditubuhnya. Sasuke menyeringai menakutkan saat berpikir bahwa kelak anaknya akan mendapatkan fisik kuat klan Uzumaki, mata Sharinggan Uchihanya, dan mewarisi kehebatan kakeknya Minato. Beginikah rasanya kebanggaan orang tua pada anaknya? Sasuke menyukai perasaan ini.

"Sasukeee~" Terdengar lengkingan suara memanggil namanya dari atap tertinggi sebuah rumah penduduk desa diujung sana. Sasuke tau itu Naruto. Kebiasaanya saat melihat Sasuke duduk diteras sepulang dari misi sudah Sasuke hapal. Sasuke hanya mengacuhkannya membiarkan Naruto melompati tiap-tiap atap dan berlari mendarat tepat didepannya. Kecupan dalam yang begitu mesra dan penuh dengan kerinduan tak pernah lupa Naruto berikan dipuncak kepalanya.

"Aku pulang." Naruto berdiri berkacak pinggang dengan cengirang khasnya setelah mencium puncak kepala Sasuke. Sasuke mendongak, melotot kesal pada Naruto yang mengganggu ketenangannya. "Aku pulang Teme, tidakkah kau merindukanku?" Naruto berlutut didepan Sasuke dan memeluk manja perut sang Uchiha terakhir. Sasuke hanya mendengus pura-pura terganggu dengan kelakukan Naruto, tapi nyatanya tangannya tetap bergerak mengelus surai pirang yang tengah sibuk mengecupi perutnya.

"Mandi sana, baumu busuk Naruto." Naruto menjauhkan wajahnya dari perut Sasuke dan melotot kesal. Beginikah sikap seorang istri yang menyambut suaminya? Selama hampir lima bulan ini kata-kata makian dan celaan tak pernah absen keluar dari bibir pucat itu walau berbanding terbalik dengan sikapnya yang terkadang manja dan jinak. Naruto memutar kedua bola matanya bosan, sudah menjadi makanan sehari-hari menelan semua celaan dari Sasuke.

Naruto berdiri, membuka ikat kepalanya dan memasukkannya kedalam tas ninjanya. Ia bisa libur lebih lama sekitar lima sampai tujuh hari karena Ketua Yamato terluka dan Sakura ada pekerjaan dirumah sakit, Kakashi juga sedang menjalankan misi dengan kelompok lain, jadi Ia bisa sedikit bersantai dan menikmati waktu libur bersama Sasukenya. Tangan tan itu bergerak menggenggam jemari Sasuke yang tidak memegang buku, menariknya untuk berdiri masuk kedalam rumah mereka. Ia sudah sangat lelah dan lapar ingin segera sarapan mengingat semalaman penuh kelompok mereka tidak istirahat sama sekali hanya untuk sekedar makan malam dan terus bergerak untuk sampai ke Konoha.

"Buatkan aku sarapan yaa." Sasuke hanya bergumam 'hn' sebagai jawaban dan mengikuti Naruto dalam diam. Seminggu Naruto menjalankan misi sudah jelas Ia merindukan laki-laki didepannya ini. Untungnya Sasuke tidak ngidam sesuatu yang aneh-aneh dan merepotkan Naruto. Kalaupun Ia ngidam Sasuke akan pergi sendiri dan mencarinya sendiri, tidak merepotkan Naruto yang memang jarang ada dirumah karena menjalankan misi. Walau tak jarang Sasuke akan diberi oleh-oleh oleh Naruto sebagai ganti permohonan maaf karena tidak bisa terus berada disisi Sasuke dan calon anak mereka.

Kini Sasuke sedang berkutat didapur mempersiapkan sarapan mereka sedangkan Naruto duduk dimeja makan melihat kegiatan Sasuke dengan tenang. Naruto sudah mandi, sudah wangi, sudah keren dengan kaos putih berlambang klan Uzumaki dan celana pendeknya. Ia cukup bosan menjalankan misi tanpa kehadiran Sasuke, tidak ada teman bertengkar, tidak ada kalimat ketus Sasuke.

"Apa sudah tidak mual-mual lagi, Suke?" Naruto membuka suara saat dilihatnya Sasuke telah siap dengan masakannya. Sasuke duduk dihadapan Naruto dan mulai menyendokkan nasi kedalam piring keduanya. "Kau masih memakan telur tidak matang itu?" Naruto melihat dengan pandangan aneh ke arah telur mata sapi yang ada dipiring Sasuke. Kebiasaan Sasuke semenjak Ia hamil adalah mengkonsumsi telur mata sapi setiap kali mereka makan.

Sasuke mendelik galak mendengar Naruto berkomentar tentang kebiasaannya makan telur. "Itachi menyuruhku memakan ini!" Ya, Sasuke selalu berkata seperti itu hanya karena Itachi datang dimimpinya dan memasakkan telur mata sapi yang sama sekali tidak matang untuk Sasuke. Naruto sendiri tidak keberatan, malah menurut Tsunade telur baik untuk pergembangan janin dalam tubuh Sasuke, tapi melihat Sasuke terus saja memakannya setiap kali mereka makan membuat Naruto bosan sendiri. "Tidak usah protes. Kau bahkan tidak membelikanku makanan yang lain, hanya misi misi misi!" Ohh..Sasuke benar-benar terlihat seperti ibu hamil yang kesal karena selalu ditinggal suaminya sekarang.

"Baiklah~ aku tidak ada misi seminggu ini, kau ingin makan apa dan jalan-jalan kemana? Biar ibu hamil ini tidak jenuh~" Naruto tiba-tiba mengangkat tangannya menangkis sendok yang dilempar dengan lapisan cakra kearahnya. Terlambat sedikit sendok cakra(?) itu pasti telak mengenai keningnya. "Tidak kena, hahaha" Naruto menertawai wajah merah Sasuke. Sasuke paling tidak suka disebut ibu hamil, tapi masa iya Naruto menyebutnya ayah hamil? Kan tidak enak didengar.

"Berhenti mengolok-olokku." Sasuke melotot galak dan berdiri dari duduknya, berniat akan pergi dari sana, mungkin Sasuke benar-benar tidak suka dikatai seperti itu.

"Hei.." Naruto ikut berdiri, menggenggam pergelangan tangan Sasuke mencegahnya untuk tidak pergi, "Jangan marah, selesaikan dulu makanmu." Sasuke menepis tangan Naruto dan berujar, "Mau ambil sendok Dobe." Dan Naruto hanya menggaruk-garuk kepala pirangnya , salah paham ternyata dia.

Mereka kembali makan dengan tenang dengan Naruto yang bercerita tentang misinya kemarin dan menanyakan apa saja yang dilakukan Sasuke selama Ia tidak ada. Sampai disuapan terakhir Naruto tiba-tiba mengingat sesuatu. Naruto membawa piring kotor bekasnya makan dan memberikannya pada Sasuke yang tengah mencuci piring bekasnya makan juga. Naruto melingkarkan lengannya memeluk pinggang Sasuke dari belakang. Ia kecupi penuh mesra belakang leher Sasuke membuat Sasuke mendesis geli karena perbuatan nakalnya.

"Ngomong-ngomong, masakanmu tambah enak Suke."

Sasuke hanya mendengus geli mendengar rayuan basi Naruto. Sejak dulu Ia memang pandai masak karena hidup sendiri, tapi hanya semenjak menikah dengan Naruto masakannya selalu mendapat pujian. Dan Sasuke tidak mungkin tidak merasa senang karenanya.


Hari ini hari pertama Ia bebas dari misi. Pagi yang cerah, kicauan burung begitu nyaring bersahutan bagai nyanyian pagi tapi tak mampu mengusik tidur nyenyak baby besar berambut pirang yang sedang bergelung nyaman dalam selimutnya. Tangan kekar berwarna tan itu memeluk erat tubuh Sasuke yang terlihat tidak terganggu sama sekali. Matanya tetap terpejam erat begitu nyenyak seakan sedang bermimpi indah. Aahh~ mungkin Sasuke memang sedang bermimpi indah, jarang-jarang bisa tidur dengan dipeluk si pirang begini.

Sampai sebuah ketukan dipintu depan yang lumayan nyaring menggusik Sasuke. Kelopak matanya terbuka dan mengerjap-ngerjap perlahan membiasakan cahaya matahari yang masuk lewat sela-sela gordeng kamar mereka. Sasuke mengusap wajahnya sebentar dan mencoba untuk bangun tapi tertahan oleh pelukan suaminya. Sasuke tersenyum amat sangat samar, terbangun dengan keberadaan Naruto yang memeluknya seperti ini membuat suasana hatinya terasa begitu penuh dengan kehangatan. Katakan Ia kesepian dengan tidak adanya Naruto saat si pirang menjalankan misi, katakan Ia merindukan Naruto saat dirinya hanya bisa duduk diam dirumah dan menunggu kepulangannya, namun kenyataanya Ia memang merindukan si pirang karena Sasuke membutuhkannya.

Sasuke menggeserkan lengan Naruto yang memeluknya, mencoba untuk tidak membangunkan si pirang untuk melihat siapa gerangan orang yang mengganggu pagi mereka. Setelah terlepas dari pelukan Naruto, Sasuke langsung berjalan menuju pintu depan untuk melihat sang tamu yang sepertinya semakin bosan menunggu dan menggedor pintu semakin keras.

"Sebentar.." Sasuke membuka kunci pintu dan membuka pintunya perlahan. Terliat Sakura cemberut kesal dibalik pintu karena lama menunggu.

"Kalian belum bangun? Aku lama menunggu tau!" Sakura bersungut kesal tapi Sasuke hanya memutar kedua bola matanya, malas menanggapi.

"Ada apa?"

Sakura mengdengus melihat sikap tak perduli Sasuke. Sebelum hamil dan sedang hamil sikap Sasuke tidak berubah, malah menjadi lebih ketus dari sebelumnya. "Nih.." Sakura menyidorkan sepasang baju kepadanya. "Bilang pada Naruto, maaf aku baru bisa menjahitnya, misi dan pekerjaan dirumah sakit banyak sekali jadi baru sempat kujahit pagi tadi." Sakura tersenyum dan Sasuke hanya memandang kosong kearah sepasang baju Naruto yang tengah dipegannya. "Sudah dulu ya Sasuke, maaf membangunkanmu, daahh~" Dengan itu Sakura pergi meninggalkan Sasuke yang tiba-tiba saja membanting pintu dan masuk dengan tergesah-gesah kekamarnya.

Sasuke masuk kedalam kamarnya dan melotot pada gundukan diatas tempat tidur. Tangan pucat itu terangkat, menarik paksa selimut dan membuangnya dilantai. Naruto yang tadi berada didalamnya langsung bergidik kedinginan. Tapi matanya tidak terbuka, hanya tangannya yang bergerak meraba-raba bagian kasur disampingnya.

"Mmmmnghh... Hooaammnyamm.. nyamm.. Cacuke~"

Naruto meraih guling dan memeluknya gemas. Menggesek-gesekkan mukanya pada guling yang hanya pasrah dipeluk sekuat tenaga oleh Naruto. Sasuke yang melihatnya hanya bergidik ngeri. Untung Ia sudah bangun, kalau tadi dirinyalah yang benar-benar tidur disitu, sudah pasti Naruto akan memeluknya erat dan menggesek-gesekkan wajah yang penuh iler itu padanya

"Bangun Naruto!" Sasuke memberikan tabokan penuh cinta pada bokong Naruto membuat si pirang menggeliat dan mulai membuka kelopak matanya. Tangan tan itu terangkat dan mengusap kasar wajahnya lalu mencari-cari keberadaan Sasuke. Namun sebelum Sasuke ditemukan, sebuah baju dan celana miliknya sudah terlempar mendarat diwajahnya yang kusut. Naruto mengerang, menyingkirkan kain diwajahnya dan melihat Sasuke yang pagi-pagi sudah menatap sinis padanya.

"Pagi sayang~" tangan Naruto terangkat mencoba menggapai Sasuke tapi ditepis oleh Uchiha terakhir itu. Sasuke melotot dan bertanya, "Kenapa Sakura menjahit bajumu?" Naruto mengambil bajunya yang tadi dilempar Sasuke dan memperhatikan bagian yang sobek sudah dijahit rapih oleh kunoichi itu. Ia kemudian bangun dari berbaringnya, duduk dan menggenggam tangan Sasuke yang begitu dingin. Memijit-mijit jari-jari lentik itu pelan untuk menghilangkan dingin pada-jari-jari Sasuke. Pasti keluar rumah pagi-pagi, batin Naruto. Sasuke kesal namun diam saja tidak menarik lengannya menjauh walau matanya tetap melotot pada kepala pirang Naruto. "Aku juga bisa menjahit, tidak perlu meminta bantuan orang lain apa lagi wanita." Terdengar kehkehan geli dari bibir Naruto, jadi istrinya ini cemburu? Pikir Naruto.

"Jawab aku Dobe!"

"Katanya orang hamil tidak boleh pegang jarum, apa lagi menjahit, Teme." Naruto mendongak, menatap wajah Sasuke yang sepertinya masih belum puas dengan jawabannya. "Katanya nanti baby yang dikandungnya terbelit ari-ari atau benang gitu? Makanya aku tidak memintamu menjahitkan bajuku." Tidak masuk akal! Batin Sasuke. Sasuke mendengus, siapa yang mengatakan hal tidak masuk akal itu pada Naruto, atau mungkin Sai?

"Itu tidak masuk akal, mitos. Kau saja yang ingin dekat-dekat dengan Sakurakan." Naruto tersenyum dan tangan kanannya terangkat mengelus lembut pipi Sasuke. Semenjak menikah dan kehamilannya makin besar, Sasuke menjadi lebih sensitif, lebih blak-blakan pada Naruto, Naruto pikir itu memang karena calon anak mereka, tapi sekarang Naruto tau Sasuke berubah karena Ia semakin mencintainya. Naruto tersenyum geli, "Aku tau kau bisa melakukan segala hal, kau jenius, tidak mungkin tidak bisa hanya menjahit saja. Tapi walaupun hanya mitos, aku tetap tidak ingin mengambil resiko membahayakan anakku dan ibunya ini, hehehe" Naruto mendaratkan kecupan-kecupan sayang pada perut Sasuke dan Sasuke hanya bisa mendengus kesal karena kata-kata Naruto sukses membuatnya kemarahannya menguap.

"Ugh..sebenarnya aku masih ngantuk Teme~"

Dan Sasuke tau Naruto memanglah hanya seorang Naruto.


Dihari ketiga liburnya Naruto dari misi, Naruto mengajak Sasuke kerumah sakit Konoha untuk memeriksa kesehatan calon anak mereka. Setelah seharian kemarin hanya dihabiskan untu bersantai dirumah oleh keduanya, hari ini Naruto merasa penasaran, siapa tau jenis kelamin anaknya sudah bisa diketahuan. Seperti halnya suami idaman, kali ini Naruto akan menyempatkan mengantar Sasuke memeriksakan kehamilan walaupun Sasuke sendiri tidak mau dan harus dipaksa dengan iming-iming satu gelas jus tomat legendaris yang hanya bisa didapat didesa Kumogakure. Yah, walaupun jauh, nanti Naruto akan membelikannya untuk Sasuke.

"Sehatkan?" Naruto menatap lengan Sakura yang sedang memeriksa perut besar Sasuke dengan hati-hati dan penun konsentrasi. Senyum tidak pernah lepas dari bibir Naruto, Ia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.

"Sehat, selalu sehat. Berterimakasihlah pada Sasuke, Naruto. Dia menjaga kandungannya dengan asupan gizi yang baik. Coba kalau kau yang hamil, sudah pasti anakmu akan makan ramen tiap hari." Naruto menghampiri Sasuke dan memapahnya untuk duduk dikursi didepan Sakura mengacuhkan kata-kata Sakura yang mengejeknya.

"Bisa lihat jenis kelaminnya sekarang tidak?" tanya Naruto penuh antusias. Sasuke yang ada disampingnya hanya memutar bola matanya bosan.

"Aku lelah, cepat pulang." Bukannya mengiyakan Naruto malah mengacak-acak rambut Sasuke gemas dan bertanya kembali lewat matanya pada Sakura.

"Hihihi..kalian lucu," Sakura cekikikan dan dihadiahi pelototan kesal Sasuke. "Jenis kelaminnya baru bisa terlihat jelas nanti saat kadungnya masuk bulan ke tujuh Naruto, bersabarlah." Terliat ekspresi kecewa diwajah Naruto. Padahal Ia sudah penasaran tapi masih harus menunggu dua bulan lagi.

"Baiklah, kalo begitu kami pulang dulu ya Sakura-chan~"

"Huum..jaga kesehatanmu Sasuke~"

Mereka berjalan keluar dari rumah sakit sampai Naruto tiba-tiba berhenti. Sasuke berbalik dan menaikan sebelah alisnya sebagai pertanyaan kenapa Naruto berhenti.

"Aku lupa menanyakan hal yang penting." Wajah Naruto terlihat seperti menimbang-timbang haruskah Ia kembali kedalam atau bertanya lain kali saja pada Sakura, tapi Ia penasaran dan merasa pertanyaan yang akan ditanyakan itu adalah partanyaan yang amat penting.

"Apa?"

"Kau, maksudku tidak masalahkan kita tetap melakukan seks dengan perutmu yang semakin besar?"

Dan geraman kesal adalah jawaban Sasuke. Naruto memang tidak pernah bisa mengendalikan nafsunya.


Hari keempat, mereka kembali hanya menghabiskan waktu berdua dirumah padahal Naruto sudah mengajak Sasuke untuk keluar sekedar untuk jalan-jalan, tapi Sasuke menolaknya dan bilang hanya ingin berada dirumah. Sasuke bilang diluar panas, Ia lelah dan malas berkeringat. Sejak kapan Sasukenya menjadi begitu manja hanya karena sinar matahari?

Tapi saat Naruto pergi keluar sendirian untuk membeli bahan makanan untuk dimasak Sasuke, Naruto tau bahwa ternyata Sasuke mamang jarang sekali keluar rumah semenjak kehamilannya memasuki bulan keempat. Dipusat perbelanjaan desa banyak pedagang yang memang mengenal Naruto dan Sasuke sebagai pahlawan desa dan pasangan yang sudah menikah, bertanya tentang keberadaan Sasuke. Mereka penasaran dengan kabar kehamilan Sasuke, tapi tidak pernah melihat laki-laki itu berkeliaran di Konoha. Apakah Sasuke masih menjalankan misi bersama Naruto dengan keadaan hamil? Karena mereka hanya bisa melihat Sasuke ada di Konoha saat si pirang juga ada di Konoha berjalan beriringan bersama. Saat itu Naruto tau, perut Sasuke yang semakin besar membuat Sasuke kelelahan untuk membawa beban berat diperutnya, atau justru itu yang menahannya untuk keluar rumah, Sasuke malu.

"Aku pulang~" Naruto masuk kedalam rumah dan langsung menuju dapur. Dilihatnya Sasuke tengah menata gelas, dari yang kecil sampai yang besar. Merapikannya terus setiap kali Naruto iseng memindahkannya tidak berurutan.

"Lama." Sasuke mengambil kantung belanjaan yang dibawakan Naruto dan mulai mengeluarkan isinya. Udang segar, sayur-mayur dan sekantong buah tomat merah yang tadi dipesannya sudah Ia keluarkan, tinggal memasak untuk makan malam mereka. Naruto duduk tenang dimeja makan belum berniat mengganggu kegiatan Sasuke.

"Hanya ngobrol sedikit dengan Baa-san penjual buah tomat, Ia menanyakanmu. Katanya Ia mendengar kau hamil tapi tidak pernah melihatmu mengunjungi tokonya lagi untuk membeli tomat. Baa-san itu pikir kau menjalankan misi dengan keadaan hamil. Aku bilang saja tidak. Semenjak kau hamil kau jadi mudah lelah dan aku menyuruhmu untuk diam saja dirumah. Tapi sepertinya Baa-san itu ingin melihat anak kita diperutmu Teme." Naruto melihat punggung Sasuke yang hanya diam saja mendengarkan, bibirnya hanya bergumam 'hn' sebagai jawaban dan memilih sibuk mencuci udang segar ditangannya tanpa berkomantar lebih.

"Kapan-kapan kita kepusat belanja yaa, mengunjungi toko buah tomat langgananmu dan membeli beberapa perlengkapan baby. Kita belum beli satu pun." Naruto melihat Sasuke hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan tanpa berbalik. "Aku mendapat bayaran misi kemarin lumayan banyak, kau juga bisa sekalian membeli beberapa baju baru yang lebih longgar supaya tidak terlalu menghalangi perutmu, sebentar lagikan semakin besar." Kali ini Sasuke hanya diam, tidak mengangguk atau menggumamkan kata andalannya.

Naruto berdiri, berjalan mendekati Sasuke, berdiri tepat dibelakang Sasuke dan melingkarkan lengannya diperut Sasuke yang sudah membesar. Bibir Naruto mengecup penuh sayang pundak Sasuke. Membuat sang Uchiha bungsung dalam pelukannya merinding kegelian tapi tidak menyingkirkan kepala Naruto yang semakin intens mengecupi dan menggigit pundak dan leher Sasuke.

"Ennghh...A-aku sedang masak idiot!" Sasuke menjidak kepala pirang Naruto sekuat tenaga. Naruto sampai mundur dua langkah dan mengusap bekas jitakan Sasuke dikepalanya. Langsung panas dan nyut-nyutan. "Kejam sekali kau Teme!" Naruto duduk dilantai dibelakang Sasuke. memelototi kaki dan bokong Sasuke yang memakai celana panjang kain. Naruto menghelan napas dan memainkan ujung celana Sasuke seperti anak kecil minta uang jajan.

"Kau, tidak malukan karena mengandung anakku?"

Bahu Sasuke langsung menegang, gerakan tangannya yang sedang memberi tepung pada udang masakannya berhenti. Sasuke memejamkan matanya erat dan menghembuskan napas begitu pelan supaya Naruto tidak mendengarnya dan kembali melanjutkan memberi tepung tanpa menjawab pertanyaan Naruto. "Jawab aku Suke." Suara decakan akhirnya lolos dari bibir Sasuke.

"Ck. Tidak," Sasuke meletakkan penggorengan keatas kompor dengan tenaga berlebih. Menciptakan bunyi besi yang tidak enak didengar. Tangan pucat itu menyalakan kompor dan mulai persiapan untuk memasak tempura untuk makan malam mereka. Naruto yang masih setia duduk dilantai memandangi kaki Sasuke yang begitu cekatan berjalan kesana kemari mengambil minyak, sendok, piring dan alat-alat yang Ia butuhkan untuk memasak. Sama sekali tidak memperdulikan Naruto.

"Kau marah aku bertanya seperti itu?"

"Tidak."

"Iya, kau marah~"

"..."

"..."

"..."

"Kau memang malu mengandung anakku."

Sasuke langsung mematikan kompor dan menghadap Naruto yang masih saja duduk dilantai. Tangan Naruto terangkat dan kembali memilin-milin ujung celana Sasuke, tapi langsung disingkirkan Sasuke dengan menarik kakinya kasar. Naruto mendongak melihat Sasuke melotot galak padanya. "Apa maksudmu." Onyx itu memandang tidak suka pada si pirang yang sekarang mulai berdiri dan duduk lagi dikursi meja dapur.

"Kau tidak pernah mau keluar rumah kalau aku menjalankan misi, Baa-san dan Jii-san pemilik toko-toko disana bilang begitu, Iruka-sensei juga bilang begitu."

Sasuke menghelah napas lelah. Kadang Sasuke benar-benar frustasi memiliki suami dobe seperti Naruto, tidak peka, tidak tau situasi, tidak romantis. "Jadi, kalau orang lain diluar sana juga bilang ini bukan anakmu kau akan percaya? Kalau mereka bilang aku selingkuh juga kau akan percaya?" Sasuke melipat kedua tangannya didepan dada, berpose semenantang mungkin.

"Ya tidaklah! Kalau kau memang tidak malu mengandung anakku lantas kenapa?" Dengan semua kekeras kepalaan keduanya, Naruto tetap ingin tau alasan Sasuke tidak pernah keluar rumah kalau tidak dengannya dan Sasuke keburu kesal dengan tuduhan Naruto jadi malas menjawabnya.

"Diamlah."

Sasuke kembali berkutat dengan penggorengan dan udangnya. Kembali mengacuhkan Naruto yang juga mulai geram.

"Jawab Uzumaki Sasuke!"

"Iya aku malu!" Sasuke berseru ikut-ikutan tersulut emosi. Sasuke mengaduk-aduk udang tempura dalam penggorengannya kelewat semangat karena kesal. Sasuke mengambil piring dan meletakkannya setengah membanting, "Aku laki-laki, hamil dan kau menyuruhku berkeliaran diluar? Kau taruh isi kepalamu dimana hah!? Dikasur!?" Sasuke mencak-mencak sendiri, kembali membalik-balikan tempura udang dalam penggorengan supaya matang merata. Sasuke sedikit bergeser dua langkah mencari saringan untuk mengangkat tempura yang sudah matang dengan kasar. "Coba kalau kau yang hamil, jalan-jalan sana!" Sasuke berjalan kemeja dapur dimana Naruto duduk dan membawa sepiring penuh tempura dan meletakkannya didepan Naruto dengan tenaga berlebih, Sasuke memelototi Naruto yang malah lebih memilih memandang piring dengan banyak tempura. "Aku bukan malu karena punya anak atau karena ini anakmu. Tapi aku laki-laki Naruto, berkeliaran diluar dengan perut besar? Mungkin banyak yang akan tersenyum bahagia dan memaklumi, tapi tidak akan sedikit orang yang memandangku aneh." Menarik kursi didepan Naruto, Sasuke merasa lelah dan mendudukkan bokongnya disana. Mengambil gelas dan menuangkan airnya penuh-penuh lalu meminumnya sampai habis. "Sudah puas dengan jawabanku?"

Kepala pirang itu mengangguk, " , ya sudah jangan sering-sering keluar rumah. Kita bisa jalan-jalan kalau aku ada dirumah saja." Naruto menjawab tanpa melihat Sasuke yang wajahnya masih kesal saja. Naruto lebih memilih memainkan tempura buatan Sasuke tadi diatas piring.

"Terserah." Sebenarnya Sasuke malas berdebat dengan Naruto, itu membuat udara disekitarnya menjadi lebih panas dari biasanya. Sasuke juga merasa benar-benar menjadi seperti ibu hamil jika bertengkar dengan Naruto yang selalu bisa memancing emosinya.

"Tapi Suke," Naruto mengacungkan satu tempura udang gosong dan menggoyang-goyangkannya didepan Sasuke. "Tempuranya gosong."

Semuanya gosong, yang dipegang Naruto gosong, yang ada dipiring gosong. Udara didapur menjadi berwarna seperti asap tipis dan dipenuhi aroma khas sesuatu yang terbakar. Sama seperti asap yang tiba-tiba mengepul dari kepala Sasuke.

"Ini semua salahmu! Kau menghancurkan masakanku idiot!"

"A-hahaha ma-maaf~"


TBC


Udah gitu ajalah, maaf kalo gak sebagus 'Kelinci Percobaan' =='

Twoshot aja kayaknya ini. Chapter ke 2 tentang proses melahirkan Sasuke.

Chapter depan :

"Bawa bocah kurang ajar itu keluar dari sini!"

"Nek, aku mohon selamatkan Sasuke."

"Tenanglah Naruto!"

Sampai jumpa dichapter depan ^w^