Title: Dépaysement.
Author(s): Meonk and Deog a.k.a Slightgrins.
Cast: Donghae/HyukJae.
Rate: M.
Summarry: "Hyuk Jae ditinggalkan, wanita itu kehilangan harapan dan kehidupannya. Young Woon membawa anak semata wayangnya pergi berbarengan dengan cinta dan legalitasnya. Tetapi seorang pemuda segar bersemangat untuk mendatangkan cinta baru kehidupnya. Mereka terikat dalam komitmen, gairah dan masa lalu yang sama."
Disclaimer: We own everything on this story but cast is an execption. Do not copy anything, we may sue you or if we are serious.
Warning: Genderswicth, possibility of typo(s), this fic contains mature scene that not advices for minor.
A/N: Dépaysement; (n) When someone is taken out of their own familiar world into a new one. Kami bener-bener saranin buat denger lagunya Maroon5 yang She Will Be Loved.
.
.
.
Dia mengingat bagaimana dirinya yang naïf pertama kali jatuh cinta, pertama kalinya mendeklarasikan dirinya sebagai wanita yang dibutuhkan dan membutuhkan sesuatu. Itu waktu dimana dia merasa eksklusif, merasa seperti seorang wanita yang sebenarnya. Yang tidak perlu lagi takut untuk pulang malam karena akhirya kau tidak sepolos gadis berkepang dua, tidak boleh merasa takut karena kau punya sebuah punggung yang kokoh untuk menangis bersamamu. Setidaknya, pria itu selalu berhasil membuatnya merasa indah dan memesona, serta berkilau ditengah ketidak mampuannya untuk terlihat cantik dan mewah. Pria itu adalah pria yang benar-benar bersedia mengejarmu ditengah hujan, dan memberikanmu setengah payungnya agar kembali lagi dapat melihat senyuman yang kau banggakan. Dia adalah pria yang didambakan sembilan dari sepuluh wanita malang di kota Seoul, atau dia hanya sebagian kecil pria yang mampu memberikan kepuasan kepada wanita secara harfiah dan mendalam. Dia langka serta berharga, hanya seseorang yang beruntung yang punya keberanian untuk mengklaim dan menyatakan kepada semua orang bahwa pria itu sudah dimiliki. Sudah ada nama dibalik senyum dan hatinya yang cerah. Dan cara satu-satunya untuk tidak tergoda adalah mengurungnya diikatan besi paling kuat; satu-satunya orang yang dapat membuat semua wanita menjerit ditengah-tengah tuntutan mereka untuk menjadi posesif.
Dia memang tidak benar-benar mengintimidasi tetapi Young Woon adalah pria yang sanggup membuatmu lemah terkulai hanya lewat tatapan matanya yang tajam dan wajahnya yang berkeringat. Wanita ini tidak bisa membayangkan seberapa sulit bernapas tanpa indikasi dari Young Woon, atau sesuatu yang dapat membuatnya sekarat jika saja pria itu punya niatan untuk bilang 'selamat tinggal'. Jadi dengan semua kemungkinan itu, Hyuk Jae menutup rapat-rapat pintu keluar yang mungkin dapat menjadi celah. Menguncinya hingga minim udara, tidak peduli yang ada didalam sana mati sesak. Karena Young Woon adalah impian wanita ini, tujuan wanita ini dan motif wanita ini untuk terus hidup selain Jong Woon, putra sulungnya yang malang. Dan Hyuk Jae menutup pintu kediaman rumah mereka, karena hanya dengan sedikit suara saja dapat membuatnya benar-benar gelisah. Kemungkinan kecil itu seringkali membuatnya tidak bisa tidur, membuatnya mendapatkan mimpi-mimpi buruk ditengah malam. Dan keyakinannya diperkuat dengan kepergian Young Woon ke kota Seoul. Meninggalkan keluarga kecilnya di desa konservatif untuk kehidupan sederhana yang dia janjikan dimasa depan. Sulit untuknya merasa bebas ketika sebagian besar dari seluruh wanita tua di kampung bersikap provokatif dengan pertanyaan sensitif yang pada akhirnya membuatnya menangis dan mengunci diri ketika Young Woon sama sekali tidak mengangkat telepon untuk membuatnya tenang. Selalu seperti itu, selalu ada banyak alasan dan gagasan untuk tidak pulang kerumah.
Young Woon bagai tikus yang terlalu takut untuk bertemu mangsa terlemahnya, dia paranoid dengan pemikiran apakah benar sesuatu seperti pengkhianatan dapat mengahancurkan pernikahan mereka yang telah berlangsung sepuluh tahun—selalu ada kenangan indah disetiap cerita pertengkaran mereka—dan tanpa hambatan. Hyuk Jae sangat yakin tidak ada batu kerikil yang dapat membuatnya tersandung dalam merengkuh kehidupan pribadi yang bahagia.
Karena memang benar Young Woon mencintainya….
Hanya Hyuk Jae yang Young Woon cintai….
.
.
.
Dia berjalan bergegas keluar rumah saat Jong Woon meraih ujung mantel rajutnya yang tipis, berlari keluar seakan-akan tersandung dan jatuh tidak akan menimbulkan luka yang menyakitinya. Senyumannya merekah dan senyum itu menguasai seluruh wajahnya yang putih pucat tanpa make-up dan perona dipipinya. Dia perlahan meraih ranting yang tergeletak disisian jalan kapur, mengetuk jalan dengan ranting itu dan memisahkan kerikil agar Jong Woon tidak tersandung. Hyuk Jae dapat mendengar suara puas Jong Woon ketika mobil kehitaman yang familiar menempatkan diri dilahan kosong, tetapi yang membuat Hyuk Jae tidak lagi bisa menahan linangan tangisannya adalah penampilan baru Young Woon yang luar biasa baik. Dasi polkadot itu melingkar sempurna di lehernya yang padat, sehingga kelihatan sekali kalau dia selalu berusaha untuk tampil kuat dan formal. Sepatu kulit hitam mengkilap diterpa sinar matahari, dan itu membuatnya makin bergairah. Dia tidak lagi lusuh, dia tampan dengan sebagian bulu-bulu halus diwajahnya. Dan semua itu adalah alasan paling jelas untuk membuat Hyuk Jae menerjang pria itu dan memeluknya sangat erat. Sangat erat. Ini refleksi kesulitan terbesar menjadi seorang istri yang ditinggalkan bertahun-tahun untuk kesuksesan. Kesulitan yang mungkin saja menjadi waktu terakhir Hyuk Jae untuk menangis.
.
.
.
Young Woon menempuh kesulitan terbesarnya untuk menjangkau bermil-mil jarak, pakaian kantornya yang rapi membuatnya kelihatan datang mendadak. Tanpa persiapan. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya yang panjang keujung meja sementara Hyuk Jae menatapnya penuh lewat ujung matanya yang sipit, tetapi senyumnya hilang begitu saja kalau ingat bukan kerinduan alasan terbesarnya datang lagi kemari. Young Woon kembali lagi menatap Jong Woon yang bermain mobil buatan tangan didekat TV, mendorong mobil itu menjauh dengan gerakan pegas atau hanya melemparnya sembarang—hampir mengenai Young Woon dan itu membuat Young Woon bergerak mundur. Young Woon mengendurkan dasi kerja polkadotnya disaat yang bersamaan dengan kedatangan Hyuk Jae, ujung jarinya bergerak selaras sehingga leher indahnya tidak terlihat tegang. Tetapi yang membuatnya berhasil tidak bergerak adalah saat wanita itu menempelkan ciuman singkat dikeningnya yang berkeringat. Secara spontan tubuhnya menolak hal itu tetapi jelas dia tidak ingin menimbulkan ketegangan dengan menghindar.
Tidak ada yang ditakutkan, karena memilih untuk berhenti bukanlah sebuah kesalahan, dia hanya merasa jenuh dan bosan dengan semua tanggapan kasar yang dia dapatkan ketika pulang lagi kerumah ini. Persetan dengan segala sesuatu yang membuatnya tampil brengsek, persetan dengan rasa bersalah yang selalu dia dapatkan setelah bangun dari tempat tidur itu. Dia lelah mencintai Hyuk Jae, dia bukan orang paling beruntung karena telah mendapatkan wanita itu.
Hyuk Jae mengibaskan telapak tangannya yang kebas ke udara, keringatnya turun bersamaan saat meraih Jong Woon kedalam pangkuannya. Rengkuhan Hyuk Jae benar-benar kuat, seolah-olah memisahkan mereka berdua akan membuatmu menjadi Protestan paling berdosa. Karena kebahagiaan Jong Woon adalah dengan bersama Hyuk Jae, tetapi masa depan anak itu bergantung kepada keputusan Young Woon untuk memisahkan mereka. Berusaha untuk membunuh kemungkinan yang dapat mengingatkan Jong Woon bahwa wanita ini adalah Ibu biologis dari anak itu. Tetapi sampai kapapun metode yang dia ciptakan untuk melarikan diri tidak bisa dia batalkan. Karena ada wanita lain yang lebih mencintainya, ada wanita lain yang dia cintai dan hargai. Semua ketulusan itu tidak bisa dia berikan kepada Hyuk Jae, benar-benar tidak bisa dia dedikasikan untuk Hyuk Jae. Bagaimanapun wanita itu tidak dapat menerimanya.
"Kedatanganmu yang tiba-tiba membuatku senang." Dia menyembunyikan kegelisahannya lewat senyumnya yang tipis, dia dapat melihat cara Hyuk Jae mencoba terbiasa melalui tindakan wanita itu ketika melipat bibirnya.
Cara satu-satunya untuk terlihat matang atas kedatangan Young Woon adalah bersikap biasa. Jadi disinilah Hyuk Jae sekarang. Begitu normal sampai-sampai itu semua membuat Young Woon ragu dan putus asa. Hyuk Jae yang ada didepannya terlalu sederhana, terlalu membosankan untuk membuatmu mati kutu dan istimewa. Dan terlalu mudah untuk dicampakkan. Hyuk Jae masih terlalu sama, tidak ada perubahan berarti yang memengaruhi dirinya sampai dapat membuat Young Woon tercengang.
"Kau terlihat baik," kata Young Woon dalam suaranya yang serak, Hyuk Jae bagai seorang wanita yang membuatmu merasa tidak sempurna. Sesuatu seperti itu tampaknya dapat benar-benar membuat Young Woon terganggu dan merasa tidak nyaman. Dia bukan wanita yang pantas menerima payung dan bahumu yang basah disetiap hujan datang, dia adalah wanita yang tidak pantas untuk dimiliki orang lain. Hyuk Jae adalah stres yang adiktif, yang harus kau tinggalkan secara lembut dan hati-hati. Tidak dimaksudkan untuk merusak strukturnya.
Young Woon sadar bahwa sekarang Hyuk Jae dapat merasakan ketegangan yang menyelip disuara dan tenggorokannya, sampai-sampai dia berusaha untuk membuat kuku-kukunya menggali tempat diujung meja. Yang Young Woon takutkan adalah membuat wanita ini menangis, tetapi perhatian Young Woon telah tertarik kepada hal lain. Paling tidak wanita itu benar-benar pas dengannya, tidak kelihatan mencolok tiap kali melakukan adegan-adegan sentimental yang menarik perhatian. Sulit sekali baginya untuk bertahan lebih lama lagi, karena setiap waktu yang mereka habiskan tidak membawa kepuasan kedalam batin Young Woon.
"Apa ada yang mau kau bicarakan? Ini langka untuk bersamamu seperti ini, tanpa aku yang memaksamu datang," ketika Hyuk Jae bicara, Young Woon mencuri-curi lihat. Memastikan apakah ada raut wajah mencurigakan menggenang disana. Menjelaskan semuanya—membuat semuanya lebih baik—dia akan berusaha untuk melindungi wanita itu dari cacian kontra Hyuk Jae. Setidaknya membuat yang jauh disana tenang dalam usahanya membantu Young Woon.
"Apakah aku membuatmu terkejut?" Hyuk Jae tersenyum kecil, dia sama sekali tidak menyentuh cangkir teh krisan yang masih panas diatas meja, dan menggali sedikit kenyamanan pada saat punggungnya menyentuh dinding dan Jong Woon meloncat ke pangkuannya dengan aktif.
"Semuanya terlalu tiba-tiba, aku senang sekali. Aku sangat merindukanmu, mendengarmu ditelepon tidak pernah benar-benar membuatku puas." Syukurlah kata-kata Hyuk Jae tidak membawa efek apapun kepadanya. Itu berarti tidak ada lagi kesempatan untuk tinggal bersama. Tidak ada lagi alasan untuk membiarkan ini semua larut seperti air.
Young Woon melihat rasa sayang yang teramat besar ketika Hyuk Jae menyentuh kening Jong Woon dengan bibirnya, mengecup beberapa kali sehingga membuat bocah sepuluh tahun itu terkikik geli karena sensasinya. "Apakah mencintaiku membuatmu menyesal, setidaknya sekali?"
Kesengajaan yang dibuat Young Woon benar-benar mampu membuat Hyuk Jae berhenti dan menelan ludahnya, dia diam selama beberapa saat, kemudian meletakkan Jong Woon kembali keatas lantai. Matanya bermain, seolah-olah waspada pada apa yang akan Young Woon bicarakan lebih lanjut. Tepuk tangan menggema seakan-akan memenuhi frekuensi otaknya, ada begitu banyak prediksi yang membuatnya takut kehilangan Young Woon.
"Apa yang membuatmu berpikir begitu?"
"Aku melakukannya sekali, setidaknya." Hyuk Jae memejamkan matanya dan melipat bibirnya kedalam sekali lagi, secara tidak langsung merasa terintimidasi dan lemah.
"Dan kau menyesalinya? Aku tidak apa-apa, sayang." Gelengan kepala dari Young Woon membuat semua kelemahan itu menjalar makin dalam. Dan begitulah yang membuatnya semakin sesak dan sulit bernapas. Bagaimanapun, membuatnya menangis setelah sembilan bulan tidak bertemu adalah sesuatu yang benar-benar tabu dan mengganggu. Seharusnya, kesetiaan adalah sesuatu yang menjanjikan, yang dapat Hyuk Jae pamerkan kesetiap warga di Desa yang meragukan keutuhan keluarganya.
"Apakah aku harus curiga dan berteriak?"
Oh, sialan,Young Woon bahkan tidak kelihatan terganggu sama sekali dengan suaranya yang serak. Udara di kerongkongan Hyuk Jae bahkan tertahan di ruang-ruang mulutnya.
"Aku belum memulai semuanya." Bahkan Hyuk Jae tidak mau mendengarkan apapun selain kerinduan pria ini.
"Aku akan mamaafkanmu, aku akan membuatnya normal dan terencana." Dan memang benar, ini seperti hal yang dapat kau prediksi dengan baik. Tidak ada satupun dari wanita kuno konservatif yang mencaci pria hidung belang yang berselingkuh, mereka menganggap itu adalah sebuah proses yang layak dijalani setiap wanita didunia ini. Termasuk Hyuk Jae sendiri.
"Tidak ada yang normal setelah ini, sayang, tidak ada satupun dari kita yang dapat menghentikannya. Begitupula denganku."
"Kau tidak dapat menghentikannya, ya tentu saja. Tetapi aku tidak akan membiarkanmu pergi."
"Dengarkan aku." Saat Young Woon meletakkan tangannya yang kuat dibahu Hyuk Jae, akhirnya wanita itu melepaskan tangisannya yang keras dan kencang.
Keluarga yang utuh dan bahagia adalah impiannya sejak kecil. Seharusnya tidak ada seorangpun yang tega membiarkan itu semua jadi sia-sia dan hancur. Ia hanya gadis lugu yang polos yang menikah diusia muda karena kehamilannya. Dan penghargaan seperti kesetiaan tidak benar-benar sulit untuk dilakukan. Memberikan setengah hidupmu untuk seorang wanita yang bersedia melayanimu setiap harinya bukan sesuatu yang sulit dan mustahil. Keyakinan seperti ini seharusnya membuat Young Woon sadar dan berhenti bersikap santai.
"Aku meniduri seorang wanita." Hyuk Jae menangis dan tersenyum dalam tangisannya yang makin keras. Ini tidak berarti apa-apa sebelum Young Woon melanjutkan ucapannya kembali.
"Kami berhubungan sekarang, kami mencoba untuk mencari tempat tinggal yang nyaman, yang mampu membuatku nyaman. Aku mencintainya, sangat mencintainya." Hyuk Jae tahu ini adalah kematian yang merenggut batinnya terlebih dahulu. Napasnya habis, dan seluruh tubuh terasa terbakar oleh kemarahan.
"Dia hamil, kemudian aku…, aku…."
"Kau akan menikah dengannya?"
"Aku mencintainya."
"Akupun begitu, aku dan Jong Woon lebih mencintaimu ketimbang siapapun, kau seharusnya tahu itu."
"Dan kau seharusnya tahu aku mencintai wanita itu lebih dari siapapun." Hyuk Jae kehilangan suaranya, pertahanan dirinya. Segalanya. Dan semua hal yang berarti didalam hidupnya. Sulit dipercaya sesuatu seperti ini akan datang kedalam hidupnya, tetapi bagaimanapun Young Woon seperti punya dorongan untuk tetap mengatakannya. Setiap interaksi yang terjadi diantara mereka terbangun canggung, seperti banyak ketegangan siap untuk menikam Hyuk Jae dari belakang. Dan air mata itu bahkan tidak bisa menimbulkan simpati, ataupun sesuatu yang seharusnya dapat membuat Young Woon tergerak untuk berhenti bicara.
"Aku berharap semua ini mimpi, jangan bangunkan aku."
"Tidak ada yang harus kau takutkan, karena begitulah yang seharusnya, sayang." Hyuk Jae meraih cangkir tehnya dan melemparkannya kearah Young Woon, sayang sekali usahanya tidak berhasil untuk membuat Young Woon kepanasan. Pria itu sigap menghindar, dan itu membuat kemarahan Hyuk Jae menjalar lebih cepat.
"Kau keparat!"
"Dan kau seharusnya mengantisipasi hal ini lebih cepat!" Gigi Hyuk Jae mengantup keras, kedua sisinya saling bertabrakkan sehingga gerakan itu menimbulkan suara yang keras dan membuat Jong Woon bersembunyi kebelakang tubuhnya. "Kau seharusnya memberikan solusi, dan bukan berteriak kepadaku."
Kata terakhir yang diucapkan Young Woon berhasil membuat Hyuk Jae tergagap kaget, dia tidak peduli apakah nantinya solusi yang dimaksudkan Young Woon berjalan sesuai rencana atau tidak, atau bahkan malah membunuhnya secara langsung dan hati-hati. Persetan dengan semua itu, pria ini bahkan tidak boleh bicara apapun kepadanya. Tidak berhak menjawab segala sesuatu yang dia teriakkan. Karena ini haknya, karena ini yang sepatutnya dia dapatkan setelah menemukan seseorang yang sangat dia cintai memulai ketegangan diantara mereka. Sambil menggigil, dia mengusap seluruh airmata yang jatuh ke pipinya, menghapusnya secepat yang dia bisa, secepat Young Woon dapat menyadari seberapa rapuhnya wanita ini sekarang.
"Kau brengsek, bajingan!"
"Katakan apapun. Itu tidak akan merubah situasi ini."
"Situasi yang kau maksudkan adalah menghancurkan semua ini. Aku kagum dengan semuanya tetapi aku malah berharap kau tidak pernah datang lagi!" Hyuk Jae mendengar helaan napas yang begitu kontras disekelilingnya, dan itu semua berasal dari kerongkongan Young Woon yang ragu akan apa yang akan dia katakan selanjutnya.
"Aku memang tidak akan pernah datang lagi."
"Jangan bicara! Aku tidak ingin mendengar suaramu! Jangan katakan apapun!"
"Cukup! Hentikan," Suara terakhir yang keras dari Young Woon benar-benar efektif untuk membuat Hyuk Jae berhenti bicara, tubuh wanita itu lagi-lagi tanpa sengaja menggigil dan bergetar hebat. Merasa benar-benar terancam oleh semua ini, tetapi untungnya wanita ini tidak sampai pingsan. Tidak sampai merasa kehilangan seluruh jiwanya yang lemah dan kesakitan. Ia mendengar Jong Woon menjerit-jerit dibelakang tubuhnya, tetapi Hyuk Jae tidak punya cukup tenaga untuk menghentikan anak itu. Jadi Hyuk Jae hanya kembali fokus kepada Young Woon dan menatapnya terus-menerus. Tidak boleh ada jeda yang terlewatkan dimomen ini.
Kertas putih ditengah dokumen cokelat yang dibawa Young Woon otomatis membuat Hyuk Jae berhenti dari tangisannya. Tetapi yang seharusnya diam bukanlah dirinya, seharusnya itu Young Woon. Dan cap jempol yang Young Woon letakkan keatas meja tidak membuat Hyuk Jae sulit untuk menebaknya lagi.
Perceraian.
Itu adalah trauma yang selalu ada ditengah-tengah wanita dewasa yang waspada terhadap rumah tangga mereka. Sesuatu yang sulit untuk dihindari selain memegang teguh kepercayaan dan kesetiaan. Sesuatu yang tidak akan pernah menjadi berarti diseluruh hidup pria modern, yang hanya memetingkan status diri dan kebanggan. Hyuk Jae tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Ibunya jika mendengar ini semua, entah wanita tua yang hobi pergi ke gereja itu akan bagaimana. Histeris sampai mungkin menendangnya pergi keluar rumah, pergi dari hidupnya yang tenang tanpa anak bodoh seperti Hyuk Jae. Atau bahkan teriakan Ayahnya yang keras dan menyakitkan.
Semua itu mengerikan untuk dibayangkan, untuk dibuktikan kebenarannya. Tidak ada orangtua yang menerima perceraian dari putri bungsu mereka, kehamilan diusia muda sudah cukup untuk menjadi bukti bahwa Hyuk Jae telah gagal menjadi seorang anak yang berbakti. Dan ini pasti tidak pernah dapat diterima. Seorang janda muda tidak akan pernah menemukan keberhasilannya, terlebih ketika berada ditempat yang konservatif dan mengekang, yang penuh dengan aturan tidak cukup bermoral. Yang hanya punya batasan tetapi tidak dengan solusi. Karena hidup sendirian menjadi seorang wanita bodoh tidak pernah semenyenangkan para Yankee bermata cokelat. Dia hanya Asian keras kepala, hanyalah seseorang yang tidak punya arti lagi setelah kertas itu menunjukkan kelegalannya.
"Aku tidak akan melakukan apapun dengan ini semua, kau tidak akan pernah berhasil menghancurkanku. Tidak ada yang bercerai, tidak ada apapun yang harus kulakukan," kata Hyuk Jae sepelan mungkin sambil menyingkirkan kertas itu dari hadapannya, membuat semuanya seolah baik-baik saja dan matang.
"Kau tahu, aku selalu mencintaimu, selalu menyayangimu dan Jong Woon. Selalu berusaha untuk membuat kalian berdua bahagia ditengah-tengah ketidak mampuanku untuk mewujudkannya. Tetapi, aku juga butuh belas kasihan. Aku terlalu mencintai wanita itu sampai-sampai sulit sekali rasanya untuk mengeluarkannya dari pikiranku. Dan menyakiti kalian berdua seperti jaminan, kuharap kau mengerti. Ini gantiku untuk merasa bahagia Hyuk Jae, ini giliran kalian untuk mengorbakan segala sesuatunya demi semuanya."
Setidaknya yang Young Woon katakan adalah kebenaran, setiap kenyamanan yang pria tampan ini ciptakan adalah anugerah terbesar dalam hidupnya. Hadiah natal dari Santa yang manis dan sulit untuk dilupakan. Tidak ada kesakitan yang sebelumnya pernah Young Woon berikan kepadanya, mereka hidup dengan cinta dan perbedaan. Semuanya terjilid sempurna sampai Hyuk Jae yakin bahwa tidak ada lagi yang perlu diperbaiki selain masa depan dan cintanya. Dan gagasan senaif itu membuatnya menyesal dalam hitungan detik. Sebagian kegusaran itu ternyata tidak bersarang didirinya, tetapi ada didalam hati Young Woon. Meskipun begitu, semua hal ini tidak membuatnya merasa puas dan iba. Setidaknya, Young Woon harus berpikir lebih matang bahwa Jong Woon juga membutuhkannya.
"Apa kau tidak mencintai Jong Woon?" Telunjuk Hyuk Jae secara tidak langsung mengarah kepada bocah yang sekarang meringkuk dibelakang mereka, dan punggung Hyuk Jae serasa tertekan benda yang sangat kuat saat tubuhnya berputar arah. Membuat putra sulungnya menangis tidak pernah terasa semenyakitkan ini sebelum Young Woon datang kehadapannya.
"Aku bahkan rela mati untuk membuatnya tetap hidup, aku bersedia sekarat agar dia bisa tetap tersenyum."
"Lalu kenapa kau membuatnya seperti ini?!" Teriakan Hyuk Jae yang histeris membuat Young Woon tidak tahan, laki-laki ini berdiri dan meluruskan lututnya serempak, secara spontan meraih Jong Woon kedalam gendongannya sampai menimbulkan teriakan keras dari Hyuk Jae dan Jong Woon.
"Apapun yang terjadi, dia adalah milikku." Jong Woon yang meronta membuatnya sulit untuk berdiri dengan benar, ditambah keadaan Hyuk Jae yang mengenaskan membuatnya berpikir dua kali untuk melakukan ini semua. Tetapi Hyuk Jae yang bergerak berdiri membuat Young Woon mundur beberapa langkah menuju pintu keluar, mengantisipasikan sesuatu yang akan membuat semuanya jadi tambah runyam dan berantakan.
"Kau tidak akan melakukannya, kau tidak boleh melakukannya. Aku Ibunya, sayangku." Tetapi semua beban yang dia tanggung membuatnya tidak tahan lagi, Hyuk Jae jatuh kelantai dan hal pertama yang dapat dia rasakan adalah ketidak mampuannya untuk menolak kenyataan sepahit ini. Jong Woon adalah miliknya, begitupula Young Woon. Mereka adalah kesempatan yang Hyuk Jae kumpulkan dan simpan rapat-rapat, takut dengan kedatangan seseorang yang mungkin saja merebut kedua pangeran tampan itu dari hidupnya.
"Dan aku Ayahnya, aku melakukan ini demi kebaikan kita bertiga. Kau tidak akan bertahan dengannya tanpa aku, dan aku tidak akan bertahan lama tanpa Jong Woon. Dia tidak akan membawa kebahagiaan kedalam kehidupanmu, tetapi aku bisa melakukannya." Hyuk Jae terisak makin keras, dia menahan suaranya dengan punggung tangannya dan menekan mulutnya sangat keras.
"Kita cukup bercerai, tetapi kumohon jangan lakukan apapun terhadapnya." Menangis seperti ini semacam sikap berlindung yang konyol dan buruk, tetapi kehilangan dua orang sekaligus tentu saja bukan pilihan yang dapat Hyuk Jae putuskan sekarang. Jong Woon adalah hidupnya, napasnya, kebahagiannya dan segalanya. Hanya dia yang bisa membuatnya terus hidup setelah memutuskan untuk kehilangan Young Woon.
Young Woon memejamkan mata dan menguatkan lengannya dipinggang Jong Woon yang meronta dan menangis memanggil nama Ibunya, ia sudah belajar untuk melakukan semua kekejian ini secara sempurna tetapi ini malah tidak berajalan dengan sempurna. Dia merasa kasihan dan ingin berhenti tetapi dia tidak melakukannya. Dia tidak mau melakukannya. Tidak peduli seberapa keras dia berusaha untuk memperbaiki ini semua, mereka akan tetap berakhir dengan runyam dan bersiteru. Karena kejanggalan yang dia ciptakan tidak normal dan kelewatan. Dan hasil akhirnya hanyalah berpisah atau berhenti.
"Ini menyedihkan, aku tidak bisa melakukan apapun. Maafkan aku."
Hyuk Jae dengan sigap meraih mantel rajutnya secepat Young Woon yang menghilang keluar rumah dan bergegas berlari menuju tempatnya memarkirkan mobil. Hyuk Jae terus menerus melangkahkan kakinya dan menangis, dia tidak mendengarkan tubuhnya yang kelelahan, dia terus berlari dan berusaha menggapai punggung Young Woon yang semakin jauh. Menggapai Jong Woon yang memanggil namanya terus menerus. Tetapi pada akhirnya yang dia lihat hanya kabut kehitaman, mobil itu pergi membawa setengah jiwanya ke dalam keramaian kota Seoul.
.
.
.
Ia sudah belajar beberapa hal yang penting setelah kematian tubuhnya semenjak beberapa hari yang lalu. Belajar beberapa hal yang sulit dipercaya, yang tidak akan pernah bisa diterima oleh siapapun termasuk dirinya sendiri. Dia mencari hobi baru untuk melupakan semuanya, minum, seks dan kegiatan menyenangkan lainnya yang dapat membuatnya melupakan semuanya. Ibunya tidak percaya lagi padanya, Ayahnya mengusirnya pergi dan semua warga kampung percaya dia sama sekali tidak bisa diandalkan. Dan kegagalannya dapat menjadi pelajaran untuk setiap wanita perawan didesa bahwa kau tidak akan pernah berhasil menjadi seorang wanita jika suamimu meninggalkanmu nanti.
Maka dari itu jangan pernah menjadi Hyuk Jae, jangan membuat cerita kontemporer seperti ini menyebar dan menginfeksi. Perpisahan ini bermakna dalam, cukup untuk membuat lubang besar dihatinya. Satu hari lagi tanpa Jong Woon, dan itu berarti ada cukup waktu seminggu untuk mempersiapkan persidangan. Berkali-kali dia mencoba untuk berjalan melintasi kesulitan ini dengan santai, sayangnya itu tidak berhasil dengan baik, atau bahkan membuatnya semakin buruk.
Dia membayangkan bagaimana kehidupannya tanpa Young Woon, bicara dengan langit-langit rumah apakah ini akan berakhir baik dan dia tersenyum. Mungkin itu akan berhasil, mungkin berpisah dengannya dapat membawa kesenangan lain. Tetapi dalam beberapa detik airmatanya jatuh untuk yang kedua kalinya, kehilangan. Brengsek. Dia bahkan terlalu gila untuk tersenyum. Dia berarti terlalu banyak dihidupnya, mereka berdua berarti terlalu dalam dan itu menimbulkan frustasi yang menyakitkan.
Hyuk Jae mengerang dan mencoba memisahkan kedua orang itu dari pikirannya, mencoba untuk melupakannya sebentar saja sebelum lanjut menangis. Dia berusaha untuk menyingkirkan segala sesuatunya, bergerak perlahan-lahan ketepian sebelum tenggelam lagi. Ada terlalu banyak kekecewaan yang menikamnya dari belakang dan itu cukup membuatnya tidak tahan.
Hyuk Jae memejamkan matanya, menyentuhkan benda itu kedinding-dinding tubuhnya, dan menatap langit seolah-olah mereka berdua bersugesti, seolah-olah hanya ini yang dapat dia lakukan untuk menghilangkan paranoianya. Mainan khusus untuk mencapai klimask yang dia beli dipinggiran kota tidak benar-benar efektif untuk menghilangkan luka yang bersarang ditubuhnya, mereka terus tumbuh tanpa henti bagai tidak memiliki batasan. Dia bagai tidak memiliki titik gairah ditubuhnya, hal itu lenyap bersamaan dengan dua orang yang menghilang. Kakinya sampai merosot turun saat tubuhnya mulai merasa lelah, dan dia sama sekali tidak menikmati semua ini. Mereka tidak berfungsi. Tiba-tiba seperti itu.
Hyuk Jae melemparkan mainan itu jauh-jauh dari tubuhnya, melemparkannya ke ujung ranjang dengan frustasi. Kepalanya seolah-olah tidak dapat memproduksi solusi apapun yang meyakinkan, yang dapat memenangkan segalanya. Yang dapat membawanya kembali kepada Jong Woon dan kebahagiaannya yang telah hilang. Bulan lalu Young Woon datang dengan berbagai prangsakanya, membawa gagasan-gagasan yang membuat semua ini terasa masuk akal. Dan beresiko. Dia akan memberikan segala yang Hyuk Jae butuhkan, apapun yang wanita ini inginkan. Tetapi dia harus memberikan yang Young Woon butuhkan juga. Menandatangi surat cerai adalah jalan keluar, satu-satunya yang dapat dia lakukan untuk merebut kembali putranya. Dia tidak peduli tentang apapun selain pertemuan mereka berdua kembali, dia terlalu merindukan tangisannya, tawanya dan wajahnya. Dan memang benar dia tidak dapat mengabaikan semua perasaannya, naluri alamiahnya sebagai seorang Ibu.
Dia sama sekali tidak dapat mengatasi semuanya sendiri, sama sekali tidak mungkin untuk kehilangan Jong Woon dari sisinya.
.
.
.
Tuhan, selamatkan aku dari para penganutmu yang bejat, pikirnya.
Hyuk Jae seharusnya merasa tersinggung atas kedatangan wanita itu keruang pengadilan, tetapi dia seperti kehilangan memorinya ketika mendengar setiap tuntutan dari Pengacara-pengacara yang Young Woon bawa bersamanya, dia tidak mungkin bisa menang. Dia tidak memiliki kemampuan untuk pintar bicara, dia tidak memiliki pengalaman tentang perceraian dan dia hanya wanita bodoh yang dipaksa untuk mendengarkan segala keambiguan yang mereka bawa kemari. Hyuk Jae bahkan tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, atau apa yang mereka coba maksudkan. Dan Hyuk Jae setia dengan tubuhnya yang tegap kaku, dia tidak melihat apapun selain titik hitam dimatanya. Dia tidak ingin berurusan dengan orang-orang pintar karena itu akan membuatnya sangat kecil dan memalukan. Seolah-olah dia ada didunia lain yang tidak pernah dia ketahui. Setiap pertanyaan yang diajukan membuatnya bisu saat itu juga, dan itu mendorongnya untuk kecewa dan menyalahkan dirinya sendiri. Tidak ada siapapun disisinya, tidak ada seorangpun untuk mendukungnya, sampai tidak ada siapapun yang memperlihatkan suportifitas mereka.
Hyuk Jae menatap bagaimana cara Young Woon menggenggam erat tangan wanita itu, sangat erat, tidak ada celah sama sekali, seakan-akan tidak akan ada yang bisa yang memisahkan kumbang dimabuk cinta seperti mereka. Berbanding terbalik dengan apa yang pernah dia lakukan kepadanya, dan dia hanya bisa menghela napas, menjadi penonton setia, itu cukup. Ia tidak bisa membayangkan dirinya dihadapkan dengan intensitas emosi semacam ini setiap hari, dia bisa tidak waras, dia bisa gila, mungkin saja kehilangan Jong Woon. Sambil meringis, Hyuk Jae menekan dadanya untuk meradam tangisan. Young Woon tidak membawa Jong Woon kemari, itu berarti hidupnya akan berakhir setelah ini. Dia menemukan akhirnya, saran Tuhan yang setiap hari dicarinya. Hakim mengetuk palu tiga kali, itu berarti selesai.
Sudah tidak ada lagi sesuatu yang terjalin diantara mereka, saat ini mereka hanya dua orang asing yang pernah tinggal bersama, mungkin tidak lebih dari itu, mungkin juga bisa membunuhnya. Penjahat.
Hyuk Jae pada akhirnya melepaskan airmatanya ketika kedua orang itu melewati tubuhnya, tersenyum penuh kebahagiaan, wanita itu bahkan menitikkan airmata haru, benar-benar bahagia, kemudian Young Woon memeluk tubuhnya dengan sangat erat setelah wanita itu berbalik dan mengucapkan selamat. Kehingalan kontrak cintanya, kehilangan hak asuh anaknya, dia mungkin juga akan kehilangan anugerah Tuhan. Situasi ini serupa mimpi buruk setelah mimpi buruk lainnya, kecuali, ya ampun, kenapa kau masih hidup didunia ini?
Donghae berusaha menjauh dari kerumunan orang dan tentu saja, dia seperti mencoba untuk menghindar dari air hujan yang mencoba menerjang tubuhnya. Sial, ini yang sangat dia benci dari pergi membolos ekstrakulikuler kuliahnya untuk sekedar menyelesaikan makalah-makalah yang menggunung di sudut pintu kamarnya, dia bahkan sama sekali belum sarapan. Meski cemas, dia sama sekali tidak punya pilihan lain selain mendekat dengan ketegangan. Dia tidak sangat pintar, karena itu dia harus berusaha keras untuk menutupinya. Saat ini, seperti percikan kesialan mendekat kepadanya, menekan dadanya dan membuatnya sial. Bagaikan, partikel keberuntungan membencinya, menjauh darinya, dan menyulitkan. Donghae menggeleng menanggapi semuanya, membuka matanya ketika dia sudah merasa siap.
Pada saat-saat terdesak seperti ini, ketika bus terakhir datang dan melewati tubuhnya secepat kilat, seolah-olah bus itu sama sekali tidak peduli dengan kesiapan Donghae yang tetap waspada, bagaimanapun, tubuhnya bereaksi tetapi tetap tidak bisa mengejar ketertinggalan. Persetan dengan banyak orang yang menatapnya aneh disudut-sudut toko karena menerobos hujan lebat. Sekarang dia hanya butuh untuk pulang, mengamankan makalah-makalah yang bersembunyi ditas kreseknya kedalam kamarnya yang hangat dan yang dia sukai. Dia juga perlu tidur, setidaknya lebih dari empat jam, karena demi Tuhan, dia lelah.
Tetapi tiba-tiba, kedua lututnya secara spontan menyentuh aspal saat seseorang menabrak punggungnya dengan keras dan sembarangan, membuatnya kepalanya menikuk sehingga dagunya nyaris saja mendapatkan luka penuh jahitan, rambutnya yang dia pertahankan untuk tetap kering diguyur air hujan yang tidak punya ampun, dan semua makalah yang dia simpan di tas kreseknya, berhamburan keluar. Secepat kilat dia mendongak untuk memberikan perasaan sarkastiknya, menyumpahinya tanpa ampun, seperti sialan, brengsek, kau idiot, bangsat, atau apapun kemarahan yang ada dikepalanya. Dia hanya ingin melampiaskan itu semua kepada seseorang, tetapi itu mustahil.
Nyatanya itu memang benar-benar mustahil. Seseorang yang menabraknya sudah ada diujung jalan, seorang pria yang kira-kira berusia tiga puluh tahun diatasnya sedang menunggu seseorang untuk membukakan pintu sedan tua miliknya.
"Bangsat!" Dia tidak peduli bagaimana orang-orang menatapnya, yang terpenting adalah orang itu harus tahu dia membuat kesalahan besar, terlebih kepada dirinya sendiri. Semua ini dia habiskan selama hampir satu bulan, membuat makalah berjilid-jilid ini tuntas seperti apa yang Dosennnya inginkan. Dia menekan tangannya dan menumpunya dilutut, membuat otot-ototnya benar-benar terpusat kepada kekuatan yang dia kerahkan. Air hujan membuat ini jadi lebih sulit, sulit untuk membuatnya bangun dan kecewa. Karena semua yang dia ciptakan adalah kecerobohan, yang seharusnya dia hindari. Ia tersadar bahwa ada setitik keringat yang mengalir turun dilehernya dan itu berarti usaha serta kerja kerasnya berakhir sampai disini.
Setelah bangun, yang dia lakukan hanya memungut sampah-sampah itu dari aspal, Donghae tidak bergegas, dia membiarkan air hujan merusak segalanya. Tinta-tinta hitam yang melekat juga sudah kebiruan tercampur air, terkadang memalukan ada disituasi seperti ini tetapi kemungkinan-kemungkinanya tetap saja bisa terjadi.
Dia berusaha menghindari segalanya, menghindari butiran air yang melewati jaketnya dan kemudian hinggap dikulit-kulitnya, menghindari perasaan amarahnya yang tidak terkendali, menghindari hari ini, menghindari segala sesuatunya. Dia bergeser kearah kanan, ketempat yang lebih sepi, yang membuatnya terhindar dari keramaian, dia duduk disana, seperti orang bodoh. Persis seperti seseorang yang kehilangan keluarga dan cintanya, semuanya dia gebu-gebukan ditempat ini. Matanya merah, mungkin karena air hujan atau mungkin juga karena dia ingin menangis, dan terlalu kesal, terlalu marah, terlalu ingin menghindari segalanya. Dia membuat punggungnya melekat dikursi besi halte, ada kedinginan yang tinggal disana kemudian menjalar ketubuhnya setelah dia bersentuhan dengan itu, dia benar-benar menyedihkan. Dan gemericik hujan tidak teredam ditelinganya, bagaikan mereka punya sinyal kebahagian yang bersenang-senang setelah Donghae menendang kerikil ke atas aspal.
Ia dapat meninggalkan sebentar masalahnya ketika dia mendengar suara tangisan yang lebih kencang, itu sangat keras, sangat putus asa, sesekali membuatnya merinding, benar-benar sebuah kesakitan. Tetapi masalahnya, Donghae tidak dapat memutar kepalanya untuk memperoleh persetujuan. Wanita yang kesakitan bukan untuk ditonton, mereka tidak membutuhkan bagaimana dan kenapa. Mereka hanya butuh waktu untuk sembuh, tetapi perasaan mereka selalu punya cara untuk terkuak. Selain itu Donghae juga tidak dapat membayangkan bagaimana dia mendengar cerita-cerita malang itu langsung dari mulut mereka. Donghae bukan pria semacam itu, setidaknya dia mencoba. Dia memiliki banyak pengalaman dengan melihat wanita menangis, dimulai dari seperti apa Ibunya memohon untuk tidak ditinggalkan, semuanya begitu klasik dan berpola, candu yang terulang.
Donghae mendekatkan tubuhnya, dia melepaskan jaket yang basah dari tubuhnya sehingga berusaha untuk membuat itu jadi efektif, memberikannya kepada wanita itu, berharap caranya cukup lembut untuk membuat wanita malang itu tenang. Dan wanita itu hanya menatap layar ponsel 2Gnya, sampai sesekali Donghae berpikir bahwa wanita itu mungkin saja mendapatkan begitu banyak teror lewat pesan kemarahan atau itu bisa saja kesedihan yang menyerangnya. Donghae termangu ketika wanita itu hanya diam saja, dia ikut canggung selama beberapa saat. Setelah itu dia memberanikan untuk membuka mulutnya, bicara sesuatu yang hangat kepadanya untuk membuatnya lebih baik.
"Pasti kedinginan ya?" Dan wanita itu mendongak, menatap mata Donghae dengan semua keraguan dan kegelisahannya. Donghae melihat bibir wanita itu mencoba untuk terbuka, tetapi kegetarannya malah membuatnya tetap tenang dan diam. Dia menggigil dan kuku-kuku jarinya bergetar, begitupula dengan rambut hitamnya yang panjang dan kehujanan. Donghae berusaha untuk tidak mengulurkan tangannya, tidak membuat wanita itu merasa kehilangan hak pribadinya. Donghae hanya diam dan menenangkannya, disamping itu ada begitu banyak tanda tanya yang ingin dia utarakan. Tetapi dia mencoba untuk menahan dirinya.
"Noona, kau kelihatan buruk."
Donghae masih tidak mendapatkan respon apapun darinya, respon yang Donghae mau. Wanita itu kelihatan berantakan, tidak berbeda dari dirinya, bahkan dia lebih dari itu, dia kelihatan hancur dan kehilangan segalanya. Seperti tidak ada yang tersisa dalam dirinya, bagaikan burung malam yang kesepian, dan begitulah dia, rupanya rapuh dan sangat lemah.
Tangan Donghae melekat ke lengan wanita itu, tetapi setelah dia merasakan kecanggungan yang menjalar, ujung jemari Donghae meninggalkan kulitnya, tapi tangannya mengikuti kemana arah wanita itu pergi.
"Memang benar." Donghae menahan napasnya secara tiba-tiba, dia mendengar suara pelan itu yang bertahan diudara selama beberapa saat. Donghae merasa seperti anak yang bersalah, begitu banyak motif yang dapat dia lihat dimata kehitaman itu, terlebih disertai dengan keputus asaan dan berbagai asumsi lainnya, yang menjebaknya untuk tetap simpati.
Senyumannya rusak, begitupula dengan matanya yang penuh dengan tangisan. Sulit untuk dipercaya, tetapi dia memang merasakan sengatan listrik dikepalanya. Sesuatu yang pernah dia lihat, sesuatu yang familiar, mata yang mirip dengan mata Ibunya, dan perasaan serupa yang pernah Ibunya rasakan. Semuanya tercermin disana yang sebenarnya tidak ingin Donghae lihat kebenarannya. Dia merasa mual dan ingin muntah, sekompleks itu. Wanita itu terus membuat Donghae terkaget-kaget, dan ini terlalu signifikan untuk dihindari.
.
.
.
TBC
.
.
.
Author note:
Siapa yang kangen sama kami? Hahahaha gak ada yah? Begini. Eum sebenernya kami menghilang selama beberapa saat bukan tanpa alasan. Laptop kami rusak dan SMA bener-bener nyita waktu kami. Kurikulum 2013 deng. Yang kedua, permasalahan fandom buat kami sakit kepala. Kami ngerasa blank sama berita dia dan gapunya semangat lagi untuk buat FF. Bener-bener kehilangan gairah selama beberapa saat.
Awalnya kami punya niatan untuk buat wp dan kolab sama temen (mention unnie ih/poke YunkaFen) cuman kenapa gak move on aja dan look forward?
Meonk and Deog mau ganti nama (btw ini username lawak abis) rencana sih ganti jadi Slightgrins. Cerita ini based dari society kita yang konservatif. Pasti ibu Single parent punya cap buruk dimasyarakat, gak peduli apa. Udah lama gak nulis jadi mungkin agak canggung, tapi kita udah nyoba yang terbaik. Ah iya, Crossroad, Gentleman's Deal dan FF lain bakal kami rombak. Jadi jangan kaget kalo liat mereka ilang lol gasih kami cuma pengen perbaiki plot yang amburadul.
Dan terakhir, ada yang tahu dimana kami bisa read online novel terjemahannya Wilde Oscar yang The Potrait/Picture of Dorian Gray gak?
Segitu aja deh,
Thanks for reading yay
Boleh minta feedback? Lol
