Seven Colors of Loop
WARNINGS! Mostly BL. Maybe OOC. AU. Please don't bash the characters and the pairings here. Any bash, just give it to me and the story. No plagiarism, please!
Various Pairings. Various genres.
Magi: the Labyrinth of Magic © Shinobu Ohtaka.
((Kami, para author yang berkontribusi pada setiap chapter fanfiksi ini tidak mengambil keuntungan materiil apapun dari fanfiksi ini))
—Adenium oleh Rui Arisawa
Pagi ini terasa menyegarkan. Cahaya mentari yang bersinar dari timur menerpa bangunan dan tanaman yang ada di sana. Cericip burung terdengar indah di taman Kerajaan Kou, di bangunan pertama khusus untuk Magi mereka—Judal.
Sang Magi terganggu.
Ya, cahaya mentari yang masuk melalui jendela kamarnya yang indah dan megah serta cericip burung-burung itu benar-benar mengganggu waktu tidurnya.
Maksudnya—ayolah! Semalaman penuh bermain dengan Pangeran Pertama Kerajaan Kou—Kouen Ren—menghabiskan nyaris seluruh tenaganya! Tubuhnya lelah! Lebih-lebih bagian bawah tubuhnya yang memang paling lelah dan sakit. Sedikit bergerak untuk merenggangkan tubuh saja dia nyaris tidak mampu! Kalaupun iya, dia pasti akan mengerang kesakitan di akhir.
"Biarkan aku tidur lebih lamaaa! Kouen, biarkan aku istirahat!" erangnya sebal sewaktu cahaya matahari yang semakin meninggi membakar kulit putih pucatnya.
Tak ada jawaban berarti.
Mengerutkan kening, dengan sangat terpaksa ia membuka matanya. Biasanya pemandangan pertama yang ia lihat adalah dada bidang dengan suara detak jantung yang menenangkan, tangan besar dan hangat yang masih memeluknya dan sedikit janggut dan gerai rambut berwarna merah yang menggantung di dekat telinga seseorang yang sudah sangat ia kenali sejak ia masih kecil—Kouen.
Namun pagi ini berbeda. Pemandangan yang familiar itu tidak ada. Hanya warna hitam berkilau yang indah—yang berasal dari rambutnya yang hitam panjang dan tergerai—serta beberapa gelang emas yang berserakan di sekitar tempat tidurnya, dan beberapa bekas cairan yang merembes dan mengering di seprai . Serta beberapa potong bajunya yang tergeletak di lantai kamar.
"Kouen?" mata rubinya menyusuri penjuru kamarnya, mencoba mencari sosok tegap nan gagah Kouen yang sangat ia kagumi dan—ya, ia cintai.
Nihil.
Ia tidak menemukan sosok itu. Dengan sedikit mengerucutkan bibirnya, dia mencoba mendudukkan badannya dan bersandar pada tepi tempat tidurnya yang dihiasi lukisan indah naga (dengan sedikit mengerang kesakitan tentunya).
Menguap sebentar kemudian menggaruk belakang kepalanya. Sedetik kemudian ia menemukan secarik kertas beserta setangkai bunga berwarna merah berdiri tak bergeming di atas meja kecil di samping tempat tidur.
Tangannya mengambil kedua benda tersebut, "Kertas? Dan setangkai bunga Adenium merah?" Ia mengucek matanya dan kemudian membaca tulisan yang tertera di kertas itu.
'Aku harus ke Ballbad untuk diskusi mengenai penjualan budak dengan Raja Idiot itu. Akan pulang sebelum makan malam. Sebagai permintaan maaf karena meninggalkanmu, aku memetik bunga Adenium merah yang sangat mirip denganmu di taman. Ini satu-satunya bunga yang paling mirip denganmu di sini. Ujung kelopaknya hitam bak rambutmu yang indah, serta warna merah rubinya yang menggoda seperti dirimu.
-Kouen'
BLUSH!
Kedua pipinya merona. Wajah Judal memang datar tak berekspresi saat membacanya, namun darahnya berpacu menuju wajahnya yang sekarang berubah menjadi merah muda.
Dengan cepat Judal mendaratkan tubuhnya ke ranjang—posisinya tengkurap—dan menyembunyikan mukanya di balik seprei. Wajahnya ia angkat lagi, masih merona.
"Sial. Kau tidak cocok sok romantis di depanku seperti ini tahu!" gumamnya sebal. Ia mengambil bunga Adenium merah itu dan kemudian mengecupnya pelan, "Cepat pulang. Aku jadi ingin bermain lagi denganmu malam ini, woi!"
Dan dengan begitu, pagi Judal yang menyebalkan berubah menjadi lebih indah.
—Buah (Sok) Misterius itu Adalah... oleh St. Chimaira
Puas berjalan-jalan di festival Maharagan, Alibaba memutuskan untuk beristirahat sejenak. Melemaskan kakinya yang berdenyut pelan karena terlalu bersemangat menyambangi setiap keramaian yang ia temui.
"Apa itu, Aladdin?" tanyanya ketika melihat sebuah sosok berlari mendekat dengan setumpuk makanan.
"Buah-buahan! Ketika kubilang aku lapar, ada yang memberiku in—!"
"ADUUUUUUHHHHHHHHHHHH!"
Alibaba berteriak keras ketika Aladdin tidak sengaja menjatuhkan gunungan buah yang baru dibawanya—dan salah satunya menimpa kaki pemuda bersurai emas itu dengan sukses.
"Ah! Maaf, Alibaba-kun. Kau tidak apa-apa?"
"APA TADI YANG MENUSUK KAKIKUUUU!" sang korban melompat-lompat heboh. Membuka kasutnya lalu mengelus-elus jari kakinya yang malang.
"Buah...aku tidak tahu, seharusnya tidak ada buah yang... tajam..."
Aladdin mengucapkan kata terakhir sambil berlutut melihat bongkahan besar berwarna hijau lapuk. Baunya sungguh menusuk, dan penampilannya begitu mengerikan. Sekujur lapisan 'buah' itu dikelilingi duri yang tampaknya bisa membunuh siapa saja yang terlempar olehnya.
"Apa ini? Bau sekali..." Alibaba refleks menutup hidungnya ngeri, "—dan tajam sekali. Ini bisa dimakan?"
Keduanya memandang sejenak benda oval di hadapan mereka dengan kepala penuh tanda tanya. Mengangguk pelan, Aladdin memutuskan untuk membenamkan jari-jarinya diantara duri yang terlihat berbahaya. Ditariknya sekuat tenaga ke arah yang berbeda sehingga kulit luarnya menjadi robek, memperlihatkan dalaman yang tidak semenakutkan kesan pertamanya.
"Ukhhh! penciumanku bisa rusak! Kau akan memakan itu, Aladdin?"
"Kau mau, Alibaba-kun?"
"Tidak... tidak.. aku makan ini saja. Sudah jelas rasanya manis..." sergah sang pangeran Balbadd sambil mengambil apel—yang tadi ikut terjatuh bersama sosok ajaib yang menimpa kakinya.
Namun Aladdin yang terlanjur penasaran akhirnya mengambil salah satu dari deretan daging buah berwarna kekuningan tersebut. Baunya sangat luar biasa, sampai magi bertubuh kecil itu harus menutup hidungnya terlebih dahulu sebelum memasukkan salah satu potongannya bulat-bulat ke dalam rongga mulutnya.
Melihat perubahan air muka sahabatnya saat mengunyah, Alibaba menjadi sedikit khawatir.
"Aladdin?"
Reaksi pertama adalah mengerjap berkali-kali.
"Hoi, Aladdin?"
Reaksi kedua adalah memuntahkan biji berwarna coklat yang ternyata lumayan besar.
"Ok, Aladdin, kau membuatku cemas. Bagaimana rasanya?"
Dan reaksi ketiga,
"GUAAAAAAAAAAAAAAAHHHH!" hanya dengan mendengar jeritan pilu, Alibaba langsung paham bagaimana deskripsi rasa makanan asing tersebut.
"Haladdin, afhel—ahel... ini! Makan ini huntuk menethrali-hir!" ucap Alibaba kagok karena mulutnya masih berisi gigitan apel yang belum dikunyahnya.
Alih-alih mengambil apel yang disodorkan, Aladdin langsung menyambar potongannya langsung dari dalam mulut Alibaba. Membuat pemuda semanik madu itu membeku beberapa detik saat merasakan bibir dan lidah mereka bersentuhan.
Setelahnya, Aladdin sibuk mengunyah potongan apel yang sudah berpindah ke dalam mulutnya lalu menelannya. Menggumamkan kata 'manis' berkali-kali sebelum tergeletak di lantai batu dengan nafas tersengal-sengal. Dijulurkan lidahnya beberapa kali untuk melepaskan rasa aneh di ujung indra pengecapnya.
"Ahhh... astaga... tadi itu rasa apa ya? Aneh sekali...pueh..."
Tidak ada jawaban terdengar. Seketika Alibaba yang masih membeku karena shock akhirnya terkapar tepat di samping Aladdin.
"Ehh? Alibaba-kun! Kau kenapa?" ujar Aladdin panik sambil menggoncang-goncang tubuh sahabatnya yang sekarang tidak sadarkan diri.
Untuk sementara, tampaknya Alibaba tidak akan mau memakan apel maupun buah-buahan lain dulu.
—Soft oleh Aion Laven Walker.
Hari itu, setelah latihan keras dari Yamuraiha... Aladdin diajak oleh Ja'far ke tempat pemandian air panas di istana Sindria.
"Aaah... segar sekali... Oniisan, kolam pemandiannya luaaaaaas sekali~"
Pemuda berambut putih itu hanya tersenyum melihat anak berambut biru panjang itu yang sedang berenang. Penasehat kerajaan Sindria itu secara kebetulan memang SANGAT memerlukan relaksasi seperti ini, terlebih setelah menyelesaikan dokumen-dokumen yang tidak terhitung jumlahnya.
"Oniisan, kulit Oniisan putih sekali..."
Magi muda itu sekarang berada di depan Ja'far dan memandang tubuhnya dengan mata berbinar-binar. Wajah pemuda berusia 25 tahun itu bersemu merah.
"Dan sepertinya halus... Bolehkah aku menyentuhnya?"
Sebelum Ja'far menjawabnya, Aladdin sudah mengusap-usap dadanya dengan lembut.
"A-A-A-A-A-A-A-ALADDIN! J-J-JANGAN-Nnnn..."
"Ah! Ternyata benar. Kulit Oniisan halus dan lembut."
"Nnnn... A-Aladdin... S-sudah... Di bagian i-i-i-tu... s-sangat-ah... s-s-sensitif..."
Tetapi anak bermata biru itu tidak menghentikan tindakannya. Malah memperparahnya dengan mengusapkan pipi dan menjilatinya.
Sinbad dan Alibaba baru saja ingin berendam di kolam pemandian ketika mereka mendengar suara desahan. Karena rasa penasaran, mereka berdua mendengar dengan lebih seksama.
"Itu... bukannya suara Ja'far-san?"
Benar saja, mereka mendengar suara Ja'far yang nafasnya terengah-engah disertai dengan desahan yang nikmat.
"Aah... A-Aladdin... Nnn... Hen-Hentikan... Jangaaahnn... j-jilat disitu... Aaa~"
Sambil menahan hidung mereka yang mimisan, Sinbad dan Alibaba meninggalkan tempat itu sambil berpikir yang tidak-tidak.
—Ternyata Mimpi itu oleh Ryudou Ai
Sudah sejak siang, agaknya Judal bengong di atas atap rumahnya. Pikirannya tidak habis-habisnya memutar memori mimpi-mimpinya. Kata orang, sih, mimpi itu bunga tidur, visualisasi yang melibatkan kelima indera. Katanya sih, mimpi itu bonus buat kita selagi tidur—kalau mimpi dikejar ahli Neraka juga dianggap bonus, gitu, ya?
Judal mengingat lagi rentetan mimpi yang selalu hadir dalam tidurnya sepanjang malam. Judal yakin, rentetan mimpi itu seperti sebuah kisah yang sambung-menyambung, mirip sinetron yang judulnya Tersandung, gitu. Banyak banget episodenya. Yang ia ingat, mulai dari negeri ajaib di sudut dunia 1001 malam, sampai terdapat pertempuran klasik antara si baik dan si jahat. Adanya jin-jin yang dapat membantu pertarungan, konflik politik, dan tentu saja para tokoh luar biasa di dalamnya.
"Lalu siapa dia? Keterlaluan sekali masuk dalam mimpiku tanpa izin," gerutu Judal ketika sosok surai biru dengan kepangan panjang itu melintas di benaknya. Kalau tidak salah, di dalam mimpi itu, sosok tersebut dipanggil dengan nama Aladdin.
Judal mendecak. Jih. Ini zaman modern. Abad 21. Masa-masa di mana tablet lebih mendominasi kebanding gaplek. Masa di zaman seperti ini dia mengalami mimpi-mimpi ala game RPG? Mana di dalam mimpinya itu, pemuda bernama Aladdin itu berperan menjadi si baik, sementara ia adalah si jahat alias antagonis. Kok bisa, sih, Judal? Apa ini efek kebanyakan main game? Sepertinya tidak.
Bayangan pemuda itu terus saja menganggunya. Rasanya seperti di antara ingin bertemu atau tidak. Di sisi lain, Judal dengan senang hati pergi tidur dan bermimpi bertemu lagi dengan Aladdin. Di sisi satunya, ia takut kalau mimpi itu akan berakhir—pertanda berakhir juga petualangannya. Dan ia tak akan lagi mengalami mimpi-mimpi itu.
Judal melirik sudut daerah tempat tinggalnya. Sudah ada restoran baru yang belum lama dibuka. Restoran mewah dengan masakan Arab full. Diolah oleh koki-koki ternama dan food tester terkenal langsung dari tanah Arab.
"Tidur siang... apa makan, ya?" Judal akhirnya melakukan cap-sip-cup-kembang-kuncup pada jemuran tetangga, menggunakan jumlah daleman yang dijemur. Kenapa juga harus daleman? Akhirnya pilihannya jatuh pada makan. Tanpa banyak cingcong, Judal beringsut menuju restoran itu. Kakinya lunglai menahan kantuk demi menyantap sebuah menu, mengisi perut sebelum pulang ke rumah lagi untuk tidur.
"Eh, apa itu?"
Judal kontan saja menabrak seorang pelayan dan menjatuhkan semua piring hingga pecah. Matanya menangkap sosok berhelai biru yang sangat di kenalnya di meja seberang.
"Hei! Hati-hati!" maki sang pelayan.
"Woi, kau pelayan atau bukan, sih? Kasar sekali pada pelanggan!" tak terima, Judal balik memaki. Kini seluruh pasang mata dalam restoran beralih memandangnya. Malu? Emang gue pikirin? Begitu reaksi Judal.
"Sudah... Sudahlah," pemuda berhelai biru yang tadi dilihat Judal menghampiri mereka. Mencoba melerai sebelum jadi pertumpahan saus tomat dan saus tiram, atau adegan sinetron di mana sang cewek menyiram segelas limun pada cowoknya yang ketahuan selingkuh teman satu kos si cowok. Oke. Itu sinetron yang nyelipin hint yaoi.
"Tuan Aladdin!" seru pelayan itu ketika Aladdin memungut pecahan piring yang ada di lantai.
"Biarkan. Dia tamuku. Biarkan kami makan berdua," jawab Aladdin. Ia menarik lengan Judal menuju ruangan AC, di sudut termewah dalam restoran. Segera saja Judal dijamu dengan berbagai makanan—dan sudah tentu Aladdin yang traktir.
"Aku food tester yang didatangkan restoran ini. Namaku Aladdin. Salam kenal, Judal. Baru kali ini kita bertemu di luar dunia mimpi, ya?"
Judal menatap Aladdin lekat. Oh emak, oh bapak. Ternyata mimpi itu bukan hanya mimpi kosong belaka. Mimpi usil yang menyerupai sinetron kejar tayang. Jangan-jangan itu... apa namanya? Lucid Dream? Ramalan? Entahlah. Kayaknya Judal lupa kalau mimpi itu juga bisa jadi suatu isyarat.
—Waiting oleh Kinana
...24 Desember 2013
Christmas Eve. Momen yang ditunggu–tunggu oleh seluruh umat manusia beragama Kristen, seorang pemuda dengan surai pirang cerahnya berjalan melewati sebuah taman kecil yang terletak diatas bukit, pemuda dengan seragam senior high school itu mengeratkan lilitan syal berwarna biru pada lehernya. Sepasang iris coklat menawan miliknya memindai seluruh sudut taman, senyuman manis terlukis sempurna diwajah, membuat dia terlihat semakin manis dan menawan.
"Besok ya..." gumam pemuda itu, tiba–tiba raut wajah cerianya menjadi murung.
"Dia datang tidak ya?" pemuda itu berkata lirih dengan kepala yang menunduk. Lalu?
Pemuda itu mendongak, menatap senja dan butiran salju yang mulai turun, menutupi bagian kota dengan warna putih menawan. Seulas senyum kembali terlukis di wajah manis itu.
"Pasti datang!" seru pemuda itu–yakin.
"Kau akan datang kan? Aku yakin kali ini kau benar–benar akan datang! Karena kau sudah berjanji pada ku!" pemuda itu berseru lagi, tiba – tiba merasa semangat. Dengan cepat dia berlari meninggalkan taman kecil yang menjadi tempat pertemuannya pertama kali dengan 'dia'.
...25 Desember 2013
Christmas. Salju turun perlahan menutupi gedung–gedung Kota Tokyo dengan warna putihnya, membuat perpaduan yang indah dengan kerlap–kerlip lampu yang berwarna–warni di kota yang bertambah sibuk itu. Suara canda, tawa, dan kebahagiaan menggema di setiap sudut kota. Membuat kota yang aslinya sudah besik itu menjadi lebih berisik. Ah, ternyata tidak semua bagian kota dihiasi keramaian, di sebuah taman kecil yang terletak di atas bukit hanya ada seorang pemuda manis yang berdiri di bawah sorot lampu taman yang redup.
"Dia...tidak datang ya..." seorang pemuda dengan surai pirang cerah bergumam, dia menunduk, menyembunyikan raut wajahnya lalu mengeratkan pegangan tangan kanannya pada gagang payung yang dia pegang.
"Mungkin... sebentar lagi akan datang..." gumam pemuda itu lagi–meyakinkan dirinya sendiri.
Pemuda itu mendongak, menunjukkan wajah manis dengan sepasang iris coklat menawan miliknya pada butiran salju yang jatuh perlahan.
"Kau akan datang kan?" bisiknya entah pada siapa.
"Tentu saja! Aku kan sudah berjanji!"
DEG
Pemuda berwajah manis itu menoleh kebelakang, kedua iris coklatnya membulat sempurna saat melihat sosok yang sedang berdiri satu meter di belakangnya, jantungnya langsung berdetak dengan random.
BRUK
DRAP DRAP DRAP
Seiring dengan jatuhnya payung yang dia genggam, pemuda berwajah manis itu menggerakkan kakinya untuk berlari kearah sosok yang berdiri satu meter di hadapannya dengan senyuman hangat yang terulas–tidak memperdulikan butiran–butiran salju yang akan mengenai tubuhnya dan membuatnya kedinginan.
"Aku benar–benar merindukanmu Aladdin!" seru pemuda bersurai pirang sambil mengeratkan dekapannya pada pemuda bersurai biru di depannya.
"Hm. Aku juga sangat merindukanmu Ali–koi!" kata si pemuda bersurai biru yang dipanggil Aladdin itu sambil mengelus helaian pirang milik pemuda yang ada dalam dekapannya, pemuda yang tingginya hanya samapai sebatas dagunya.
—Butterfly oleh Rui Arisawa.
"Cinta itu seperti kupu-kupu—semakin dikejar, dia semakin menghindar. Tapi kalau kamu membiarkannya terbang, dia akan menghampirimu di saat yang tidak kamu duga."
.
"Dapat kata-kata sok romantis dari mana?" kalau digambarkan dengan emoticon yang sedang populer di kalangan remaja, wajah pemuda dengan rambut kuning dan membentuk tanduk di tengahnya itu seperti ini; 'OAO'. Dia tercengang ketika bibir bocah umur sepuluh tahun—yang menunjukkan anak tersebut lebih muda tujuh tahun darinya—itu menguntai kata-kata romantis ala gaya pacaran orang dewasa. Yah, walau sebenarnya tidak usah terlalu kaget juga, Alibaba Saluja—itu nama si Rambut Kuning—sebenarnya tahu kalau bocah ini... lebih mesum ketimbang dirinya.
"Eh? Ah, kata-kata itu kudapat dari internet—maksudku dari buku yang dibaca Ja'far-san di perpustakaan kerajaan tadi." Balas Aladdin—yang diajak bicara Alibaba—singkat. Tak lupa sambil memasang senyumnya yang imut dan polos khas anak sepuluh tahun itu.
"Hee... Kau suka bacaan roman seperti itu? Aku baru tahu..." gumam Alibaba singkat. Ya, untuk satu hal itu, Alibaba tidak akan tahu. Selama ini dia mengira Aladdin hanya bocah biasa yang lebih gemar bermain dan menggoda kakak-kakak cantik berbadan bohai yang ada di Istana Sindria, tempat mereka (dan satu lagi teman mereka bernama Morgiana) tinggal kurang lebih selama sepekan ini—kecuali mengetahui kenyataan bahwa Aladdin juga adalah seorang Magi.
"Ehehehe... Tidak juga. Aku hanya iseng mengintip buku yang dibaca Ja'far-san di perpustakaan tadi saja, kok~ Selebihnya aku ingin melihat kakak-kakak cantik yang sedang bermain air di pancuran. Pemandangannya lebih jelas dari perpustakaan soalnya."
GUBRAK!
Alibaba jatuh dengan tak elitnya, dengan dahinya yang indah mencium mesra lantai lorong bangunan utama Istana Sindria—tempat mereka berada sekarang. 'Sudah kuduga akhirnya begini. Dasar Bocah Magi mesum.'
"Tapi aku cukup setuju dengan kata-kata itu. Kupu-kupu jika dikejar akan terbang ke segala arah untuk melindungi diri, sedangkan kalau kita diam, membiarkannya mengambil kebebasanya untuk terbang, kupu-kupu itu akan menghampiri kita. Menggambarkan Alibaba-kun yang kukejar-kejar sepanjang hari untuk kuraep—"
"WHUUAATT?!"
"Maksudku kukejar—malah lari pontang-panting dan berakhir illfeel padaku."
"YA IYALAH!" salak Alibaba lagi dengan muka eswete di tempat. Bocah ini mesum! Raja dari segala maharaja MESUM!
"Tapi—mungkin jika aku diam, menunggu kesempatan, suatu saat..." Aladdin mendekatkan wajahnya ke wajah Alibaba yang sontak langsung merona, "kau akan menghampiriku dengan sendirinya..."
"Ap—"
Bocah berambut biru panjang dikepang itu menunjukkan senyum usil dan menyebalkan di mata Alibaba—sangat menyebalkan sampai-sampai membuatnya bertransformasi menjadi kepiting rebus yang biasa disediakan koki istana untuk makan malam mereka. Setelah puas melihat wajah semerah apel milik Pemuda Berambut Kuning itu, Aladdin menjauhkan wajahnya, tetap sambil menyunggingkan senyum usil dan manis andalannya.
"Apaan, sih?! Lagipula kenapa aku yang harus jadi kupu-kupu dan mengejarmu begitu?!" sontak Alibaba langsung kesal.
"Eeh? Alibaba-kun mau jadi bunganya memang? Berarti nanti tetap aku akan terbang menuju bau harum si bunga, lho~ Da tentu saja—lebih liar. Bagaimana menurutmu?"
"...OGAAAHH!"
Dan sekali lagi, hari damai di Kerajaan Sindria berakhir dengan Alibaba mengejar-ejar Aladdin ke segala penjuru kerajaan. Dengan muka merah tentunya.
—Umbra oleh Arisa Yukishiro.
[ di bawah bayangan pepohonan, aku dan kamu... ]
Terkadang Kougyoku lebih memilih menuruti kata hatinya untuk berjalan-jalan keluar istana dibanding duduk diam di dalam kamar, atau mendengarkan permasalahan-permasalahan politik negara yang seolah membutuhkan berabad-abad untuk selesai membicarakannya, atau membiarkan telinganya dipenuhi ceramah Ka Koubun yang melarangnya melakukan ini atau itu atau membahas masalah-masalah yang sudah lalu. Daripada membuatnya tambah berdosa pada Ka Koubun ( karena ketahuilah, terkadang gadis itu mengumpat dalam hati kalau Ka Koubun mulai menceramahinya dan hal itu membuat mood sang putri rusak. Memang objek yang diumpat itu tidak tahu, tapi Tuhan tahu, bukan? ) hari ini Kougyoku memilih untuk keluar dari istana, berjalan-jalan di pekarangan yang rindang damai dipenuhi suara nyanyian burung.
Kougyoku menikmatinya; berada di antara bayangan pepohonan, dengan sinar matahari yang menerobos sela-sela dedaunan, membentuk garis-garis sinar yang melukis rerumputan dengan pola serupa polkadot, namun bercahaya. Ia menyukai bagaimana alas kakinya menimbulkan suara gesekan yang khas ketika ia menginjak rerumputan, atau suara ranting-ranting kecil yang patah dan daun gugur yang hancur karena tak sengaja ia injak.
Kougyoku menikmati semua itu, namun hari ini takdir memberikannya satu pemandangan yang lebih ia nikmati dibanding seluruh pekarangan yang luas ini.
Seorang magi berambut oniks yang duduk bersandar pada batang pohon, menutup mata dan mendengkur pelan, menggoda hasrat Kougyoku untuk mengganggu tidur siang sang magi. Gadis itu menampilkan sekilas seringai lebar, sebelum mulai berjalan berjingkat-jingkat pada ujung-ujung jarinya demi meminimalisir suara yang ia timbulkan. Begitu ia berdiri tepat di depan sosok yang tengah tertidur itu, Kougyoku membungkuk sedikit—dan ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengagumi sosok yang tertidur begitu damai itu. Dia tidak menyebalkan kalau sedang tertidur seperti ini, lihatlah wajahnya yang polos seperti bayi, tidak akan ada yang percaya kalau dia sebetulnya sangat menyebalkan—begitulah yang terlintas dalam pikiran sang putri.
"Ju~dal~chan!"
Suaranya sengaja dicemprengkan, volumenya dinaikkan, bahkan ia sengaja mengatakannya tepat di depan wajah Judal agar tidur sang magi terganggu, tapi tampaknya tidak terjadi apa-apa.
"Bangun, sudah siang!"
Tidak ada jawaban. Kougyouku menggembungkan pipi, kesal.
"Kalau nggak bangun, aku cium lho!"
" ..."
"Uh ... nggak seru, ah~"
Baru saja Kougyoku bangkit berdiri untuk pergi, sebentuk tangan mencengkeram pergelangan tangan Kougyoku dengan erat. Gadis itu terkesiap, lalu menoleh ke arah Judal ; ia masih memejamkan mata, dengan mulut setengah terbuka. Cengkeraman itu terasa semakin erat; mungkin menyampaikan sebuah isyarat.
" ... geez, dasar."
Kougyoku menggumam pelan, menggerutu kesal dengan pipi bulat yang kini sudah disepuh warna kemerahan. Pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk menunduk, sesaat ia ragu ( tapi tentu saja Kougyoku ingat kalau seorang putri tidak boleh menjilat kata-katanya sendiri ) lalu mengabaikan rasa panas di pipinya dan kemungkinan ada orang yang melihat, Kougyoku pun melaksanakan 'ancaman'nya barusan.
" … mmm …"
Manis. Dan Judal pun menyeringai.
Chapter 1; end
Hai-hai~
Lama aku tak mampir lagi ke fandom ini :3 Sekalinya mampir bawa karya author seabreg gini #didepak
betewe apa kabar? Ada projek buat author-author yang demen fandom Magi, nih~ namanya Projek Fanfiksi Seven Colors of Loop. Fanfiksi yang satu chapter-nya terdiri dari tujuh judul drabble dari author yang berbeda :D Dan satu author boleh menyumbang lebih dari satu karya dalam satu chapter. Contohnya seperti Rui Arisawa di atas. Siapapun boleh ikut; reader. reviewer. author. Rules dan peraturannya bisa dilihat di profil FFn saya yah :DD Yuk, berkarya dan ngumpul sama-sama, menciptakan satu chapter yang manis untuk dinikmati dengan secangkir susu panas #ecieh #apa :v
Baidewei, soal editan, saya bahkan enggak mengubah gaya tulisan dan apapun dari setiap author. Saya cuma periksa typo dan EYD aja mana yang kurang jelas. lebih-lebih, kalau ada yang terlupa, saya mohon maaf yah XD
Sudikah meninggalkan feedback atau review? Karena Review adalah nyawa dari sebuah fanfiksi.
~Maret, 2013. Ryudou Ai. St. Chimaira. Rui Arisawa. Arisa Yukishiro. Aion Laven Walker. Kinana.
