Hello, Mr. History!

Chapter 1: "Prolog"

Author: Azzelya Bara

Rated: T

Genre: Romance, Drama

Cast: KaiSoo

Summary: Hanya sebuah kisah tentang Do Kyungsoo si guru baru yang akan menjalani hari-harinya bersama salah satu siswa didikannya yang rendah dalam pelajaran sejarah, tapi pintar dalam pelajaran matematika. Kesan pertemuan pertama yang buruk membuat mereka berdua saling bersikap dingin. Tapi, apa akan begitu selamanya?/KaiSoo Fic/DLDR

Warning: Tidak sesuai EYD, alur berantakan & kecepatan, serta bahasa yang aneh! Jika tidak suka, jangan dibaca!


"Selamat, Anda diterima di sekolah ini, Kyungsoo sshi."ujar seorang pria paruh baya pada sosok Namja berwajah manis yang duduk di depan meja yang menghalangi mereka berdua.

"B-benarkah?!"pekik si Namja berwajah manis, kaget. "A-aku senang mendengar hal itu, Kangta sshi."ujarnya sambil tersenyum.

"Mulai besok kau sudah bisa mengajar sekaligus menjadi wali kelas 2-A."

"2-A?! I-itukan…"Kyungsoo tak mampu melanjutkan kalimatnya saking senang.

"Benar. Kelas primadona di sekolah ini."Kangta menambahkan.

Andai kini Kyungsoo bukan berada di Ruang Kepala Sekolah, Dia pasti sudah meloncat-loncat kegirangan karena sudah diterima di salah satu SMA terkenal—SM High School. Seminggu yang lalu, Kyungsoo memang melamar pekerjaan sebagai seorang guru karena sekolah itu sedang membutuhkan guru baru. Dan, pada hari ini Kyungsoo diterima.

Awalnya Kyungsoo agak ragu. Ia berpikir kalau nanti tidak bisa diterima, namun ternyata segala pemikirannya salah total. Yang terjadi adalah Kyungsoo diterima oleh pihak sekolah, bukannya pulang dari SM High School sambil menangis karena ditolak. Yang lebih membuat Kyungsoo senang bukan main, Ia akan mengajar di kelas 2-A. Kyungsoo dengar, siswa-siswa di kelas itu adalah siswa yang memiliki prestasi tinggi, tak heran kalau kelas itu menjadi kelas primadona di SM High School.

"Terima kasih, Kangta sshi!"Kyungsoo bangun dari kursi dan membungkukkan sedikit tubuhnya. "Aku akan mengajar dengan baik di sekolah ini. Sebisa mungkin aku tidak akan mengecewakan. Janji!"pria paruh baya itu hanya tersenyum tipis melihat perilaku si guru baru.

"Aku akan selalu mengingat janjimu. Sekarang kau boleh pulang. Istirahatlah, dan persiapkan semuanya untuk besok. Aku tak ingin melihatmu terlambat. Jam 7 tepat pelajaran sudah dimulai."terangnya.

"Baiklah, Kangta sshi! Aku pamit dulu."setelah berpamitan, Kyungsoo melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Ruang Kepala Sekolah.

BLAM!

Begitu menutup pintu ruangan, Kyungsoo langsung berteriak-teriak senang—untunglah koridor sekolah sedang sepi karena sekarang sudah jam 4 sore. Biarlah Dia terlihat aneh karena teriak-teriak seperti orang gila, yang jelas Kyungsoo sangat bahagia sekarang. Rasanya Ia ingin cepat-cepat pulang, memberitahukan hal ini pada orang tuanya, tidur, lalu besoknya berangkat ke SM High School, dan mengajar.

"Hey!"tiba-tiba, seseorang menepuk bahunya pelan, sontak Kyungsoo menolehkan kepalanya ke orang itu. Rasa senangnya kembali bertambah begitu mengetahui kalau orang itu adalah sosok yang sangat familiar baginya.

"E-eh! Joonmyeon Hyung?!"Kyungsoo berteriak girang. Sosok yang menepuk bahunya tadi menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya.

Perkenalkan, dialah Kim Joonmyeon atau yang sering disapa Suho. Suho adalah teman Kyungsoo sewaktu kecil. Takdir memisahkan mereka ketika SMP, dan takdir pula yang mempertemukan mereka kembali di SM High School.

"Iya. Kau pasti Kyungsoo, kan? Lama tidak bertemu, Kyungsoo."ucap Joonmyeon. Dia sangat merindukan sosok sahabatnya itu.

"Sudah sangat lama sekali, Hyung. Aku tak menduga kalau kita bisa bertemu kembali di sini."kata Kyungsoo. "Hyung kenapa di sini?"

"Padahal aku juga mau bertanya tentang itu padamu. Aku baru saja menyelesaikan tugasku, dan sekarang aku mau pulang."

"Memangnya tugasmu apa, Hyung? Membersihkan WC?"Kyungsoo bergurau.

"Tidak. Aku mengajar di sini."jawab Suho. "Lebih tepatnya mengajar matematika."

"Apa? Matematika? Padahal seingatku dulu nilai matematikamu selalu rendah, Hyung. Oh ya, aku juga akan mengajar di sini, Hyung."

"Itukan sudah sangat lama, Kyungsoo. Semenjak duduk di SMA, aku malah tertarik dengan matematika, dan mempelajarinya dengan serius."Suho menjawab sambil mengingat masa lalunya sewaktu di SD. Benar sih ucapan Kyungsoo, nilainya selalu rendah. Bahkan dia sangat jarang mendapat nilai 9. "Jadi, kau guru baru? Wah, selamat, ya! Ngomong-ngomong, kau mengajar pelajaran apa?"

"Sejarah!"


Setelah keluar dari SM High School, Kyungsoo pulang ke rumahnya. Karena jarak antara rumah dengan sekolah yang cukup jauh, maka Kyungsoo harus pergi ke halte untuk menaiki bus. Ia harap tidak ketinggalan bus lagi seperti tadi saat hendak ingin berangkat ke SM High School.

Kyungsoo melangkahkan kakinya menuju bus, namun langkahnya terhenti ketika 'sesuatu' yang entah datang darimana asalnya menghantam kepalanya dengan cukup keras. Kyungsoo merintih sakit seraya mengusap-usap kepalanya. Dengan marah, kedua maniknya memandang sebuah benda yang baru saja membentur kepalanya—bola basket.

Yang tadinya Kyungsoo sangat bahagia setelah diterima di SM High School, dan bertemu dengan teman lamanya, kini perasaan bahagia itu langsung lenyap dan digantikan perasaan marah. Sebagai perumpamaan, anggap saja ada kumpulan batu-batu yang tersusun rapih, lalu sebuah batu besar menghantamnya, dan menghancurkan batu-batu itu. Biar jelas, batu-batu itu adalah kebahagian Kyungsoo, sedangkan batu besar itu adalah bola basket.

"Sial, siapa yang melemparnya?"geram Kyungsoo sambil mengambil bola itu dan menatap ke sekitar trotoar. Ia bisa melihat sekelompok Namja tengah berdiri di lapangan basket seraya menatapnya dengan cemas. Kyungsoo langsung balas menatapnya dengan tajam.

"Siapa yang melemparnya?!"teriak Kyungsoo. Sontak seluruh Namja di lapangan basket menunjuk salah satu pemuda berkulit tan, dan berambut cokelat tua. "Rupanya dia…"Kyungsoo berjalan ke arah pemuda itu dengan langkah menghentak.

Ketika Kyungsoo mendekatinya, Namja-Namja lain menyingkir seolah memberikan jalan untuk Kyungsoo. Sementara si pemuda berkulit tan yang menjadi tersangka pelempar bola basket ke kepala Kyungsoo hanya terdiam di tempatnya. Kedua matanya memandang sosok Namja bertubuh mungil dengan tampang marah, dan kesal yang semakin dekat dengannya.

"Kau yang melempar ini?!"tanya Kyungsoo seraya menunjuk bola basket itu di depan si pemuda berambut cokelat.

"Iya, aku yang melemparnya. Maafkan aku."pemuda tersebut menunduk menyesal. "Aku tadi tak sengaja. Sungguh!"

"Argh! Makanya kalau main hati-hati."Kyungsoo membalikkan tubuhnya ke belakang dan berjalan menjauh. Tetapi sebuah suara menghentikannya.

"Bola yang kau bawa adalah bola kami!"teriak salah satu Namja di belakang Kyungsoo, sontak Kyungsoo memandang bola basket yang berada di tangannya. Benar. Dia lupa.

"A-ah iya ya."Kyungsoo malu. Ia cepat-cepat membalikkan tubuhnya. "Ini bola kalian, kan? Kukembalikan!"Kyungsoo melempar bola itu asal, dan tanpa Ia sangka, bola itu malah mendarat mengenai kepala pemuda berkulit tan yang sebelumnya telah melemparinya bola basket dengan tidak sengaja.

BRAK!

"L-lho…"Kyungsoo melongo. Jujur, tadi itu benar-benar tidak sengaja. Kyungsoo sama sekali tak punya dendam terhadap pemuda yang tadi melemparinya bola basket. "K-kita impas ya! Dah!"setelah berpamitan, Kyungsoo langsung kabur menuju halte. Toh, bagaimana kalau orang itu akan memarahinya jika Ia tetap berdiri di tempat yang sama? Atau orang itu malah memukulinya sampai babak belur hanya karena Kyungsoo tak sengaja melempar bola itu ke kepalanya? Jangan sampai, deh…


Selama di dalam bus, Kyungsoo tak henti-hentinya memikirkan keadaan pemuda yang tadi terkena lemparan bolanya. Perasaan bersalah yang menyelimuti hatinya membuat Kyungsoo benar-benar semakin khawatir. Bagaimana kalau kepala pemuda itu berdarah? Bagaimana kalu pemuda itu mati? Kyungsoo pasti akan menetap di balik sel penjara karena tuduhan sebuah pembunuhan dengan melempar bola basket ke kepala pemuda itu.

Dan itu artinya Dia takkan mengajar di SM High School. Ditambah, usaha-usahanya untuk bisa diterima di SM High School akan sia-sia. Selain itu juga, cita-citanya sebagai seorang guru takkan pernah tercapai. Yang parahnya lagi, Kyungsoo akan dibenci orang-orang di sekitarnya.

"Huwa! Bagaimana ini?"Kyungsoo panik sendiri. "Semoga dia tidak apa-apa…"Kyungsoo menatap keluar jendela bus dengan tatapan cemas.

Oh ayolah, Kyungsoo. Dia hanya terkena lemparang bola basket kok. Kenapa kau terlihat sangat panik seolah kau telah melemparinya sebuah batu besar? hibur Kyungsoo dalam hati.

Meski sudah berusaha menghibur diri, Kyungsoo tetap dihantui rasa bersalah. Dia tak bisa melepaskan pemuda berkulit tan itu dari otaknya. Ini semua memang salah Kyungsoo. Harusnya Dia memberikan bola itu dengan baik—maksudnya menghampiri Namja itu lalu memberikannya—bukannya mengembalikan dengan cara dilempar dari jauh. Itu salah!

"Kyungsoo, itu adalah hukuman untuknya karena telah melemparimu bola basket. Jadi tak perlu cemas…"gumam Kyungsoo. Kali ini rasa khawatirnya mulai berkurang setelah berpikiran seperti itu. Ya. Tak perlu khawatir karena itu adalah sebuah hukuman.

Tapi, yang membuat Kyungsoo sedikit bersalah adalah, pemuda itu telah meminta maaf padanya, dan Kyungsoo telah memaafkannya. Jadi, apa Kyungsoo masih perlu memberi hukuman pada pemuda itu?

"Kuharap tidak akan terjadi hal yang buruk padanya…"


Sementara itu di sebuah lapangan bola basket…

"Kai, kau tak apa, kan?"tanya seorang Namja dengan dimple di kedua pipinya pada seorang Namja berambut cokelat yang tengah duduk di bangku lapangan sambil memegangi tisu di hidungnya.

"Yah, Hyung bagaimana sih? Jelas-jelas aku mimisan dan Hyung malah bertanya hal seperti itu. Harusnya Hyung sudah tahu karena bisa melihatnya!"jawab Kai kesal seraya menunjuk hidungnya yang masih mengalirkan darah. Dia terpaksa menempelkan tisu di hidungnya agar darahnya tidak berceceran.

"Hehe… mianhae."Lay terkekeh pelan. "Cepat sembuh ya! Minggu depan ada lomba, lho!"

"Besok pasti sudah sembuh, Hyung."kata Kai.

"Kau belum pulang?"tanya Lay. Kai menggeleng pelan. Dia tahu kalau sekarang Dia boleh pulang karena sakit. Tetapi Ia masih ingin duduk di bangku lapangan seraya melihat timnya sedang berlatih. Kai tak ingin pulang duluan tanpa bersama teman-temannya.

"Oh. Aku latihan dulu, ya!"Lay menepuk bahu Kai pelan sebelum berlari menuju lapangan untuk melanjutkan latihannya.

Setelah Lay pergi, Kai kembali memikirkan soal pemuda bertubuh mungil yang entah siapa namanya telah melempari bola basket ke arah wajahnya. Gara-gara bola basket itu, Kai mimisan dan tidak bisa mengikuti latihan basket seperti teman lainnya. Padahal tadi Kai sangat bersemangat untuk pergi latihan, tapi semuanya langsung hilang karena pemuda itu.

"Mungkin aku tak mengenalnya. Namun aku akan mencarinya, dan balas melempar bola basket ke wajahnya."Kai menyeringai. "Eh? Itu apa?"Kai menghampiri sebuah benda berwarna biru yang terletak di atas lapangan. Dia mengambil benda itu dan mengamatinya dengan teliti.

"Gantungan pororo? Punya siapa?"gumamnya, heran. Seingat Kai, tak ada rekan se-timnya yang mempunyai gantungan pororo—bahkan tak ada satupun dari mereka yang menyukai hal-hal berbau kartun, tapi itu hanya untuk rekan se-timnya lho, lain lagi dengan Kai yang malah menyukai kartun.

"Buatku saja deh. Kekeke…"Kai tersenyum sambil memasukkan gantungan pororo itu ke dalam saku celananya.


Setelah turun dari bus, Kyungsoo memutuskan untuk pergi ke sebuah taman. Dia ingin menenangkan diri dari rasa bersalah yang masih menyelimuti hatinya. Rasa bersalah itu selalu membuatnya merasa seperti orang paling jahat. Dan Kyungsoo mau menghilangkan rasa bersalahnya itu. Tapi dengan cara apa? Menemui orang itu lalu minta maaf? Kyungsoo kan, tak tahu alamat rumah orang itu.

"Kenapa aku tidak bisa tenang?"gumam Kyungsoo ketika dirinya duduk di salah satu bangku taman. Ia mengambil tas ransel di punggungnya, dan hendak membukanya untuk mengambil sebuah buku. Namun tangannya terhenti ketika sebentar lagi mendarat di risleting tasnya. Tunggu. Ada yang hilang.

"Lho? Gantungannya mana?"Kyungsoo cemberut sambil membolak-balik tasnya, berusaha mencari benda yang Ia cari.

"Argh! Pasti lepas sewaktu di jalan!"gerutunya, kesal. "Gantungan itu kan, dari Suho Hyung. Aish!"Kyungsoo mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Puas di taman bersama rasa sedih sekaligus marah karena gantungannya yang hilang, Kyungsoo memilih untuk pulang ke rumah. Tapi, Ia membelokkan langkah kakinya menuju sebuah toko minuman karena Kyungsoo merasa haus—padahal Kyungsoo bisa minum di rumah.

CKLEK!

Kyungsoo membuka pintu toko itu dan berjalan masuk. Dia menghampiri rak minuman, lalu mengambil sekaleng jus. Ketika Ia hendak membayar minuman, kedua maniknya menangkap sebuah benda yang tergeletak di atas lantai—gantungannya!

"Kenapa ada di sini?"Ia menghampiri benda itu lalu berjongkok di depannya. Saat tangannya mau mengambil gantungan tersebut, seseorang telah terlebih dahulu mengambilnya. Sontak Kyungsoo menoleh ke orang tersebut. Gawat!

"K-kau!"Kyungsoo terdiam. Dia cepat-cepat bangun dan berlari, namun tasnya ditahan oleh sosok itu sehingga Kyungsoo tak bisa kabur.

"Akhirnya ketemu lagi di sini."ujar orang itu. Kyungsoo berusaha berontak ketika pemuda itu memutar tubuhnya agar mereka berdua saling berhadapan.

"L-lepas!"ronta Kyungsoo. Dia memutuskan untuk menggigit tangan pemuda berambut cokelat itu hingga tangannya sedikit luka. Kyungsoo cepat-cepat berlari ke kasir, membayarnya, lalu pergi meninggalkan toko menuju rumahnya.


BLAM!

Kyungsoo menyenderkan tubuhnya ke pintu kamar. Dia jatuh terduduk dengan lemas. Kyungsoo menekuk kedua kakinya, dan memeluknya. Ia diam seraya kembali mengingat kejadian yang menimpanya sewaktu di toko. Hampir saja dia tertangkap—mungkin kalau tertangkap bisa-bisa dia dipukuli, atau akan terjadi hal lebih buruk daripada itu.

Yang masih membuat Kyungsoo bingung, kenapa gantungan pororo-nya ada di lantai toko?

"Mungkin gantungan itu lepas sewaktu aku di lapangan, dan orang itu mengambilnya."pikir Kyungsoo. "Aku tak rela gantungan itu diambil oleh orang sepertinya."Kyungsoo cemberut.

"Pokoknya gantungan itu harus ada di tanganku meski akan sulit untuk mendapatkannya."ucap Kyungsoo sambil mengepalkan tangan kanannya. "Itu harus!"


Esoknya…

Hari ini adalah hari pertama Kyungsoo mengajar di SM High School. Karena terlalu bersemangat, Kyungsoo datang jam setengah 7. Ia diperkenalkan oleh seluruh guru di sekolah itu, termasuk sahabatnya, Kim Joonmyeon. Kyungsoo sangat canggung, gugup, dan nervous. Bahkan ketika tadi memasukki ruang guru, kakinya gemetaran dengan hebat, dan saat berkenalan dengan guru lain omongannya putus-putus.

"Nah, kau telah selesai berkenalan dengan guru-gurulain. Kau bisa pergi ke kelasmu Kyungsoo sshi."ujar Kangta kepada Kyungsoo. Pemuda berwajah manis itu menganggukan kepalanya.

Dia berjalan keluar Ruang Guru. Matanya membulat dengan sempurna ketika melihat seorang Namja berambut cokelat tua tengah melangkah ke Ruang Guru. Kyungsoo panik, sementara orang itu semakin mendekat ke arahnya. Si guru barupun melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Ruang Guru dengan secepat-secepatnya. Sungguh, Ia tak menyangka bisa bertemu dengan orang itu di sekolah ini. Ya. Orang yang terkena lemparan bola basketnya kemarin.

"Hey! Tunggu!"

Kyungsoo masuk ke salah satu ruangan lalu menguncinya. Ia menatap ke sekitar ruangan tersebut. Ternyata Ruang Klub Teater.

"Buka!"orang itu menggedor-gedor dari luar, sontak Kyungsoo semakin panik dan takut. Dia melangkahkan kakinya ke sebuah meja dan memandang beberapa benda-benda di atasnya. Ada kacamata, kumis palsu, topi, dasi, dan lainnya. Ah, semua yang ada di atas meja itu adalah properti drama.

Kyungsoo buru-buru memakai kacamata hitam tersebut. Tak lupa memakai topi di kepala, dan juga sebuah kumis palsu. Kyungsoo juga mengganti setelan atasnya dengan salah satu kemeja dan jas. Dia menaruh pakaian miliknya di dalam tas. Setelah itu Kyungsoo langsung mengumpat di balik tumpukan-tumpukan kardus yang berada di ruang Klub Teater. Tubuhnya semakin gemetar saking paniknya.

BRAK!

Akhirnya pintu berhasil didobrak dari luar. Seorang pemuda berwajah tampan berjalan masuk ke Ruang Klub Teater dan menatap ke sekitarnya. Kedua maniknya berusaha mencari sosok yang barusan masuk ke ruangan tersebut. Tapi Ia sama sekali tak menemukannya.

"Di mana kau?"tanya pemuda itu—Kai. Akhirnya, Dia berhasil menemukan seorang Namja yang tengah duduk di lantai sambil menyender di balik sebuah tumpukkan kardus.

"Hmm… apa?"tanya Kyungsoo ketika Kai memandangnya tajam. Kai menggeleng cepat.

"T-tidak… kau melihat seorang pemuda pendek masuk ke sini? Dia mengenakan sweater abu-abu."Kai balas bertanya. Kyungsoo terdiam sejenak. Penyamarannya berhasil.

"Dia kabur lewat jendela,"Ia menunjuk sebuah jendela tak jauh dari tempatnya duduk. Kebetulan sekali jendela itu terbuka.

"Terima kasih. Tapi siapa kamu?"Kyungsoo bangun berdiri sebelum menjawabnya.

"Aku Do Kyungsoo, guru sejarah sekaligus wali kelas 2-A."Kai terlihat kaget setelah mendengarnya.

"G-guru baru pengganti Jung Seonsaengnim? M-maaf aku tak tahu hal itu sebelumnya. Namaku Kim Jongin, ketua kelas 2-A."

Ketika mendengar Kai mengenalkan diri, Kyungsoo tersentak kaget. Apa dia tak salah dengar? Orang yang terkena lemparan bolanya kemarin adalah ketua kelas di tempat Ia akan mengajar? Oh itu gawat, dan sangat berbahaya…

"O-oh begitu. Aku pamit dulu."ujar Kyungsoo sebelum berlari meninggalkan Ruang Klub Teater.

Kai menatap punggung Kyungsoo yang semakin menjauh. Dia bisa melihat sebuah benda berwarna abu-abu yang sedikit keluar dari tas Kyungsoo. Itu adalah sweater abu-abu yang dikenakan oleh orang yang telah melemparinya bola basket kemarin.

"Jadi kau orangnya..."Kai menyeringai kecil.


"Perkenalkan, namaku Do Kyungsooo. Aku akan menjadi wali kelas baru kalian. Salam kenal!"Kyungsoo memperkenalkan diri di depan kelas. Dia memandang satu persatu siswa yang berada di hadapannya. Hingga pandangannya terhenti pada seorang pemuda berambut cokelat yang duduk di bangku paling depan. Itu Kai dengan tatapan tajamnya.

"Seonsaengnim, di kelas tidak boleh pakai topi."sahut Kai. Sontak Kyungsoo buru-buru melepas topi yang masih melekat di kepalanya, dan menaruh topi itu di atas mejanya.

"Maaf. Sekarang kita bisa mulai pelajaran—"

"Dan juga tidak boleh pakai kacamata, kecuali yang matanya sedang bermasalah. Sepertinya matamu terlihat baik-baik saja deh."Kai memotong cepat. Kyungsoo semakin panik. Diapun segera melepas kacamata hitamnya. Kyungsoo pikir, mungkin Kai menganggap dirinya bukanlah orang yang melemparinya bola basket kemarin, toh Kyungsoo masih memakai satu alat yang menyembunyikan identitas aslinya—kumis palsu.

"Sudah, kan? Keluarkan buku-buku kalian!"ujar Kyungsoo sambil berusaha terlihat tenang, meski dalam hatinya panik.

"Seonsaengnim!"lagi-lagi Kai kembali menyahut. Sontak saja Kyungsoo memandang ke arah siswa tersebut dengan pandangan sebal.

"Apa lagi?"tanya Kyungsoo. Semoga saja Kai tidak akan bertanya-tanya hal yang aneh padanya.

"Di kelas tidak boleh memakai kumis palsu, Do Seonsaengnim!"

Kyungsoo terhenyak mendengarnya. Dia bisa melihat seringai kecil di sudut bibir Kai yang kini tengah tertawa penuh kemenangan dalam hati. Kyungsoo menggigit bibir bawahnya ragu.

"Gawat… dia sudah tahu…"

TBC

Author's Note: Lagi-lagi aku bikin Fic aneh -_-

Ada yang berminat dengan Fic ini?

Mohon kritik & sarannya, review please!