Touken Ranbu belongs to DMM and Nitro+ . I don't take any profits from this story.
didedikasikan untuk event #MariBerpuisi
"aku mencintai kau yang diam; kau yang hidup dalam kenangan" prompt oleh kintsukuroi99
Izuminokami Kanesada pulang, bersama anggota tim pertama, dengan goresan luka di beberapa bagian tubuhnya. Ia memapah Yasusada yang terluka parah, hingga jubah Shinsengumi pedang Okita itu berubah warna menjadi merah. Beberapa langkah di depannya, Higekiri menuntun Hizamaru yang berjalan terpincang-pincang, sementara Honebami dan Ichigo sudah tidak terlihat. Barang kali mereka sudah masuk ruang perawatan, mengingat Ichigo adalah pedang yang mendapat luka paling mengkhawatirkan.
Suasana di Honmaru seketika ramai dengan isakan para Toushiro bersaudara yang menangis di depan ruang perawatan. Mereka meneriakkan nama Ichigo, dan jangan tinggalkan kami, berulang-ulang seperti kaset.
Beberapa pedang Sanjou mendekati Genji bersaudara, mengobati luka Hizamaru dengan obat yang mereka dapatkan dari Yagen. Mereka memberikan pertolongan pertama dengan tenang dan profesional —seperti yang dapat diharapkan dari pedang-pedang tua yang sudah lebih lama melihat luka.
Kashuu tergopoh-gopoh mendekati saudaranya, dan segera mengambil alih Yasusada, meninggalkan Kanesada yang masih berdiri di depan citadel. Kasen sedang pergi ekspedisi, tidak akan ada yang mendatangi Kanesada dengan raut muka cemas.
Tidak ada.
Tidak akan ada.
Kanesada membenci situasi seperti ini. Kanesada yang lemah dan tidak keren sama sekali, Kanesada yang tiba-tiba menjadi sangat melankolis.
Ia berjalan menjauhi citadel. Mungkin lebih baik baginya menghindari suasana citadel untuk sementara waktu, menenangkan diri.
bayang itu masih beku, tak beranjak seiring waktu
menunggu bersama senja di depan pintu
tidak peduli akan badai yang menderu-deru
pun kawan lain yang lewat satu persatu
karena tujuanmu, hanya aku
senyum merekah menjangkau netra biru
kala tatapan kita beradu, saling memburu
lantas aku mengadu, kepada kelabu
mengejar sosokmu yang tinggal semu
"Izuminokami, giliranmu diperbaiki."
Kanesada menengadah, kemudian tertawa satir. Yagen mengernyitkan alis.
"Izuminokami?"
"Biarkan aku mati."
Yagen menaikkan kacamata dengan tangan kanannya. Jubah dokter yang ia kenakan bergoyang sedikit, memperlihatkan bercak darah yang tertinggal di ujung-ujung kain, bukti betapa parah luka para pedang yang baru saja ia perbaiki.
Tantou itu mendudukkan diri di samping Kanesada, ikut menatap matahari yang perlahan meluncur menuju horizon.
"Aku pernah melihat Ichi-nii mati satu kali. Saat itu aku merasa gagal, baik sebagai dokter maupun sebagai adiknya," ada jeda beberapa detik sebelum Yagen melanjutkan. "Kau tahu, ketika ia kembali, Ichi-nii memelukku dan berkata bahwa ia bersyukur aku tetap bertahan serta tetap menjaga adik-adik kami."
"Terkadang kau akan melihat seseorang mati. Tapi ingat Kanesada, kau dan aku, bahkan Horikawa pun adalah ksatria pedang. Aku yakin taishou akan segera membawanya pulang. Yang bisa kau lakukan sekarang adalah tetap bertahan hidup sampai Horikawa kembali."
katakan ratusan kali
kau akan kembali
bahwa aku tak akan lagi bercengkerama dengan imaji
bahwa ragamu akan benar-benar di sini
sehingga aku dapat menjauhi mati
Pantulan bulan purnama bersinar keperakan dari permukaan air. Kanesada mengamati, bertanya pada diri sendiri, apakah Horikawa juga selalu menikmati refleksi bulan seperti ini ketika bersama Hijikata di Hakodate? Bagaimana rasanya melihat bayangan bulan yang begitu angkuh di permukaan sementara Horikawa berkarat di dasar laut lepas?
Kanesada tidak pernah menanyakannya. Ia selalu merasa tenang dan semuanya akan tetap baik-baik saja setiap kali Kanesada melihat senyum Horikawa.
Horikawa selalu mengekorinya sepanjang waktu dengan senyum merekah dan suara ringan. Mungkin itu yang membuat Kanesada merasa begitu kehilangan ketika sosoknya patah, atau mungkin karena Kanesada memang sangat membutuhkan Horikawa di sisinya.
Horikawa adalah tempat untuk saling berbagi luka pahit masa lalu, Horikawa juga adalah tempat untuk saling mengukir masa depan. Mereka sering membayangkan rasanya menyusuri kota tahun 2205 bersama-sama, berjalan bersisian sampai malam menjelang.
Rupanya Kanesada harus menunggu sedikit lebih lama lagi untuk mewujudkannya.
aku mencintai kau yang diam; kau yang hidup dalam kenangan.
yang sudah tak lagi digenggam; tidak lagi mencabut kehidupan
kau yang telah karam; berkarat di bawah lautan
hanyut kalah dari meriam; terlelap setelah usai peperangan
aku mencintai kau yang tersenyum senang; kau yang mengekoriku seharian
yang berceloteh riang; tak lupa menyisipkan kata 'kane-san!'
kau yang bersamaku sejak pagi datang; hingga malam muncul perlahan-lahan
kita akan menghitung bintang, sampai kau tertidur dalam dekapan
