Ino menarik nafas. "Aku sudah menjelaskannya berkali-kali, Gaara. Kenapa kau tidak mau mengerti juga?" Ucapnya dengan emosi.
Gaara yang tidak kalah emosinya itu menahan nafas. "Kau ingin aku mengerti? Kalau begitu coba jelaskan sekali lagi." Ucap Gaara tersenggal. "Jelaskan lagi, kenapa kau bisa tidur dengan lelaki lain, istriku?" ucapnya dengan penekanan di kata 'Istriku'.
Ino memutar bola matanya. "Aku sudah bilang. Saat itu aku mabuk," ucapnya dengan nada penyesalan.
Gaara memincingkan matanya. "Itu bukanlah suatu alasan yang baik, Ino,"
"Tapi aku sudah mengatakan yang sebenarnya," kesal Ino. Ia sudah tidak tahu apa lagi yang harus ia katakan untuk membuat suaminya percaya.
Gaara menyilangkan tangannya didada. "Terserah kau saja. Pokoknya untuk sementara aku akan tinggal di rumah Temari-nee. Bila kau membutuhkanku untuk menandatangani surat cerai, silahkan datang kesana," ucap Gaara sambil berjalan menuju pintu keluar kediaman mereka.
Ino berusaha mencegah, "Tungg-" Brak!
Ino menghela napas. "Masalah bertambah,"
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning : OCC, Abal, typo, Ide pasaran
Pairing: GaaIno Slight: SasuIno
Don't Like Don't Read
All I Want For Christmas
.
.
Ino menghela napas. Ini sudah malam ke-21 sejak ia dipecat oleh perusahaannya, saat ia bertengkar dengan lelaki yang tidur dengannya, dan saat Gaara meninggalkan rumah. Memang sangat memalukan bila mendengar suamilah yang meninggalkan rumah, hanya saja ini memang salah Ino dan wajar saja Gaara sakit hati dan pergi.
Ia membuka jendela kamarnya dan Gaara. Udara sudah mulai dingin, salju-salju pun sudah berceceran menutupi aspal. Mungkin karena sudah memasuki bulan Desember. Ino menduduki bingkai jendelanya, menatap langit. Sebentar lagi natal, dan natal itu seharusnya dirayakan bersama keluarga. Tapi apa yang harus ia lakukan? Gaara saja belum tentu mau menemuinya.
Ia ingin sekali memanggil kembali Gaara untuk bersamanya. Hanya saja ia terlalu pengecut untuk melakukan hal itu.
Ia mengelus-ngelus perutnya. Kini ia sedang hamil anak Gaara. Usianya baru sekitar 3 minggu lebih. Ia pun teringat saat dahulu ia setres karena tidak bisa memberikan Gaara anak, padahal pernikahan mereka sudah berjalan selama hampir 3 tahun. Dan pada saat ia dipecat dari pekerjaannya, ia sangat depresi dan akhirnya mabuk.
Apa dia harus membesarkan anak ini sendiri tanpa Ayah? Ino menggeleng cepat. Tidak, anaknya harus mempunyai ayah. Anaknya tidak boleh yatim.
Inopun bertekad. Ya, ia harus membujuk Gaara untuk kembali. Tapi bagaimana caranya? Dan kapan?
Ino berpikir sejenak. Besok. Ya, ia harus melakukannya besok. Tidak peduli bagaimana carannya, ia harus melakukannya.
.
.
.
Tingtong
Shikamaru melirik pintu depan dengan malas. Siapa sih yang datang pagi-pagi? "Temari, tolong bukakan pintu," perintahnya.
Terdengar teriakkan dari dalam. "Suruh saja Gaara-chan untuk membukannya. Aku sedang mengganti popok Gray-chan,"
Shika menggaruk kepalannya malas. "Gaara! Tolong bu.." "Kau saja!" potong suara Gaara dari dalam. Shikamaru mendecih. Dasar adek ipar tidak tahu diri. Sudah menumpang, tidak mau disuruh lagi.
Dengan lunglai Shikamaru menutup koran yang sedang ia baca lalu melangkah kea rah pintu.
Tingtong
Suara bel terdengar lagi. Shika menatap malas "Merepotkan," Dan dengan malas juga, ia pun menarik hadle pintu.
Shika megerjap-ngerjapkan matanya. Ia kini menatap perempuan yang berada di hadapannya. Perempuan berambut pirang pucat di ikat kuda.
"Selamat pagi," sapa wanita tersebut. Shikamaru memiringkan kepalanya. "Kau jadi lebih gendut, Ino,"
Hampir saja gadis tersebut menonjok kakak iparnya itu kalau ia tidak mengingat ia akan bertemu Gaara.
"Seharusnya kau membalas sapaanku," ucap Ino dengan senyum yang sangat dipaksakan. Shikamaru hanya tertawa hambar sambil mempersilahkan Ino masuk. Ino memasuki rumah ShikaTema itu dengan cemas. Entah kenapa ia sangat berdebar-bedar. Mungkin karena sedikit lagi ia akan bertemu Gaara, lelaki yang sudah lama tidak ia temui.
Setelah menyilahkan sang nona Sabaku itu duduk, Shikamaru berteriak dari ujung tangga. "Gaara, ada seseorang yang ingin bertemu,". Tak lama kenudian terdengar suara sahutan dari atas. Gaara.
Jantung Ino semakin berdetak cepat saat mendengar langkah dari tangga. Ia terlalu takut dan senang untuk bertemu dengan pangerannya.
Kini Gaara sudah berada dihadapannya dengan baju kemeja yang berantakan dan sebuah celana pendek atau bisa disebut boxer. Penampilan Gaara yang seperti baru bangun tidur itu terlihat sangat menawan dimata Ino. Gaara menyipitkan matanya, menatap ino. "Kau.."
Ino langsung bangkit berdiri. "Pagi," Sapa Ino sambil tersenyum sumigrah. Jantungnya benar-benar berdetak cepat sekarang. Berharap Gaara akan membalas sapaannya sambil tersenyum. Tetapi ia sungguh kecewa ketika Gaara membalas sapaannya dengan perkataan "Untuk apa kau kesini?"
Ino menarik napas. Ia berusaha sabar dengan perilaku Gaara. Ini memang salahnya, ia pantas diperlakukan seperti itu oleh Gaara.
Ino menghela napasnya. Ingat apa tujuanmu kesini, Ino! "Aku kesini untuk…" "Meminta tanda tangan cerai?" potong Gaara. Ino membelakkan matanya. Kenapa Gaara bisa berpikir seperti itu?
"Bukan. Aku kesini untuk..." "Kalau bukan karena itu, lebih baik kau pulang saja," potong Gaara lagi sambil berjalan menuju tangga. Ino menggeram tertahan, air matanya mulai mengenang dipeluk matanya. Segitu bencikah Gaara dengannya?
Ia sudah tidak dapat menahan tangis dan kekecewaannya. Ino menangis terisak. Isakan Ino membuat Gaara menghentikan langkahnya. "Tangisanmu tak akan merubah segalanya, Ino," ujar Gaara dengan dingin dan kembali melangkah.
Ino menggeram. "Apa kau tidak tahu?" Isakan Ino semakin menjadi. "Aku ini sedang hamil anakmu, Gaara!" teriak Ino frustasi. Mendengar kata 'hamil' membuat Gaara kembali berhenti melangkah. Wajahnya terlihat syok. "Kau.. Hamil?"
Ino tak mengubris pertanyaan Gaara. Ia hanya kembali menangis. Tangisan Ino yang pilu itu akhirnya melelehkan hati Gaara. Gaara kembali turun untuk mendekati Ino yang menangis. Saat ia memegang tangan Ino yang menutupi wajahnya yang menangis, Ino langsung menepisnya.
"Kalau kau memang menginginkan perceraian. Baiklah, aku akan mengabulkannya, Gaara!" Teriak Ino sambil berlari ke arah pintu keluar. Gaara yang melihat Ino berlari hanya diam termanggu. Bingung apa yang harus dilakukan.
Brak!
Terdengar suara pintu yang dibuka secara kasar dari belakang Gaara. Gaara melirik belakangnya. Terlihat sosok kakak iparnya yang menguap dan Temari-nee yang menyilangkan tangannya di dada.
"KEJAR DIA, BAKA!" teriak Temari.
Seakan sadar dari kebodohannya, Gaara pun langsung berdiri dan berlari menuju pintu tempat Ino keluar tadi. Ia mengejar mati-matian istrinya. Tidak peduli ia hanya memakai kemeja kusutnya dan boxer merah marun.
Terlihat didepan sana wanita yang dicari-cari Gaara sedang berjalan dengan lunglai sambil menangis pilu. Tanpa berpikir panjang, Gaara langsung membalikkan badan Ino dan memeluknya.
"Maafkan aku, Ino. Aku memang lelaki bodoh," ucap Gaara ditelinga Ino. Ino yang mendengar suara Gaara itu hanya melemaskan badannya. Capai berlari. Gaara semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku akan kembali ke rumah. Merawatmu dan calon anak kita," ucap Gaara sambil mencium singkat bibir istrinya. Wajah Ino memerah. "Benarkah?"
"Ya, besok. Setelah aku merapikan barang-barangku," ucap Gaara lagi sambil mengelus kepala Ino, lembut. Ino tersenyum lembut. "Terimakasih,"
.
.
.
Ino menyandarkan diri ke sofanya dengan girang. Hari ini Gaara akan pulang. Ia telah membersihkan rumahnya sampai kinclong, untuk menyambut kepulangan suaminya. Sebenarnya ia ingin menjemput Gaara. Hanya saja Gaara menyuruhnya istirahat, tidak boleh bergerak banya. Ia takut calon anak mereka kenapa-napa. Yah, walaupun ia melanggar pesan Gaara yang mengatakan jangan banyak bergerak, tetapi ia tidak peduli. Yang penting rumah sudah bersih untuk suaminya.
Tintong.
Suara bel berbunyi. Ino langsung bangkit berdiri dan berlari kecil menuju pintu. Hatinya bergelojak.
Ia membuka pintu perlahan. "Selamat da… Sasuke-kun?"
Ya, kini yang berada didepannya bukanlah orang yang ia nantikan. Tetapi lelaki berambur raven yang merupakan teman lamanya. Ino menatap bingung sambil menjaga jarak sedikit. "Kenapa kau kesini?"
Sasuke tidak menjawab pertanyaan Ino. Ia langsung memasuki rumah tersebut sebelum dipersilahkan oleh Ino. "Tumben bersih," puji Sasuke sambil mengamati sekelilingnya.
Ino tersenyum tertahan. "Karena Gaara akan pulang hari ini," ucapnya. Terlihat Sasuke menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa si panda itu pulang?" tanyanya dengan nada jengkel. Ino berkacak pinggang, kembali menjawab. "Karena ini rumahnya. Lagipula dia suamiku,"
Sasuke mulai berkeliling mengitari rumah tersebut. Sedangkan Ino yang takut, hanya berdiri terdiam, menyandar dinding sambil mengamati tingkah Uchiha tersebut. Kenapa ia waspada? Karena ia takut hal yang tidak di inginkan terjadi seperti saat ia mabuk dan tidur dengan err.. si Uchiha.
Ia takut mengalami hal-hal yang biasanya terjadi di sinetron-sinetron yang sering ia tonton. Contohnya, ia dekat dengan lelaki lain atau sedang berselingkuh, lalu tiba-tiba suaminya datang dan melihat itu semua.
Hell, no!
Itu tidak akan pernah terjadi. Ia tidak mau itu terjadi. Dan ia tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. Jadi, sebagai tindakan jaga-jaga, Ino berdiri di ruang tamu. Tidak bergerak, tidak mengikuti Sasuke yang berkeliling seenaknya.
Tapi yang paling ia benci adalah penampilan Sasuke Uchiha yang terlihat sangat –maafkan aku, Gaara- Cool dan seksi. Padahal Sasuke hanya menggunakan celana panjang biasa dan kaos putih polos agak ketat sambil memakai kacamata hitam yang entah kenapa dipakai oleh Uchiha dalam keadaan mendung begini.
Tidak, tidak! Ino, kau tidak boleh berpikir yang macam-macam. Kau sudah bersuami! Teriak Ino dalam hati sambil tutup mata dan menggeleng cepat.
"Kau kenapa, nona Yamanaka?" Suara Sasuke masuk ke dalam telinganya. Ino membuka matanya perlahan. Dan terlihat Sasuke sudah berada didepannya. Wajahnya hanya berbeda beberapa cm dari wajah Ino. Tangan Sasuke sudah bertopang di tembok dan persis berada di kiri dan kanan kepala Ino seakan menguncinya dalam dekapan Sasuke.
Ino menahan napas. "Minggir, Sasuke," ucapnya gemetaran. Ia takut dan panik. Takut Sasuke melakukan sesuatu, panik karena takut Gaara datang dan melihat tingkah Uchiha yang gila ini.
Sasuke menyeringai. "Tidak mau," ucapnya. Ino bergetar. "Aku sudah punya suami dan calon anak," kata Ino tegas. Ia berusaha mati-matian terlihat biasa didepan Sasuke.
Sasuke mengerutkan kening. "Calon anak? Kau hamil?" tanyanya heran. Ino mengangguk mantap. Ia berharap dengan mengetahui ia hamil, Sasuke akan melepasnya.
"Kau hamil anaknya atau anakku?" tanyanya sambil menyeringai. Ino membulatkan matanya. Apa-apaan Uchiha ini?
"Tentu saja anak Gaara." Kata Ino tegas. Sasuke kembali menyeringai. "Bagaimana kalau itu anakku, hm? Kitakan pernah melakukannya."
Ino ingin sekali menampar lelaki brengsek didepannya. Hanya saja, badannya sudah gemetar ketakutan. Ia tak bisa bergerak. Napas saja susah.
"Kita hanya tidur, Sasuke. Kita tidak melakukan apapun. Dan kau tahu itu." Ucap Ino tegas dan sedikit bergetar. Sasuke hanya mengeritkan dahi lalu menggeleng tidak jelas.
Ia memegang dagu Ino dan mengangkat wajah Ino agar sebanding dengan tingginya. "Maaf, aku lupa. Bagaimana kita mengulangnya? Agar kita ingat apa yang terjadi," ucap Sasuke santai sambil kembali menyeringai.
Dan Sasuke langsung melumat bibir mungil Ino dengan ganas. Ino berusaha melepaskan ciuman tersebut, tetapi Sasuke terlalu kuat untuknya. Tapi ia terus berusaha mendorong.
Ceklek. "Ino?"
Ino membelakkan matanya. Ia mendengar suara Gaara dari ruang depan. Dengan segala kepanikannya, Ino mendorong dengan keras bahu bidang Sasuke. Dan kali ini berhasil!
Ia terengah-engah. Nafasnya tidak stabil karena ciuman ganas Sasuke. Ia mengatur nafasnya sejenak dan berusaha berteriak ke suaminya. "Gaa.. mmmpphh" ia kembali di cium ganas oleh Sasuke.
Ino kembali berusaha mendorong Sasuke, tetapi tenaganya sudah mulai habis. Ia sudah tidak kuat mendorong badan yang ototnya terlatih seperti Sasuke.
Tapi ia tidak berhenti memukul dada bidang Sasuke. Ia terus memukulnya.
"Ino?"
Dan yag terdengar selanjutnya dalah suara barang-barang bawaan Gaara yang terjatuh ke lantai.
TBC
Maaf kalau fanfict yang ini abal. Oh ya kalau ada yang sama saya benar-benar minta maaf karena saya tidak tahu. Tidak ada sedikitpun niat dari hati saya untuk berplagiat ria.
Review please?
