Kris-Tao
Supranatural & Drama
BoyxBoy
T+
Chapter : 1/3
DON'T LIKE DON'T READ! Happy Reading...
GAK SUKA TAPI NGOTOT BACA? TERIMA RESIKO SENDIRI, OKAI!
Suara bising serta suasana tidak teratur di kelas adalah hal biasa karena ketidakadaan seorang guru.
Beberapa memilih untuk membaca buku, berkumpul bersama teman dan bercerita hal tidak penting, bahkan ada yang tertidur dengan lelap. Seperti itu lah keadaan kelas XII-A saat ini.
Kris Wu tidak memusingkan itu semua. Pemuda tinggi dengan surai Dark Blue yang di tata berdiri justru sibuk dengan game pada ponselnya. Mengabaikan suara bising cukup mengganggu yang berasal dari teman-teman sekelasnya.
Mata tajam Kris menoleh pada kursi sebelah. Kosong. Teman sebangkunya belum juga kembali setelah beberapa menit yang lalu pamit untuk ke toilet. Ia berani bertaruh jika Chanyeol-nama teman sebangkunya-akan memakan waktu nyaris setengah jam jika berada di toilet. Entah apa yang di lakukannya di sana sampai memakan waktu selama itu.
Kembali sibuk pada ponselnya, berniat melanjutkan bermain game yang sebelumnya sempat ia 'pause'. Baru seperkian menit fokus bermain, suara 'Tuk' pelan tertangkap alat pendengarnya.
Kris mengalihkan perhatian pada meja tempat suara tadi berasal. Keningnya berkerut samar mendapati sebuah kotak bekal berbentuk kepala panda dengan warna hitam-putih, sekaligus sepasang tangan yang masih berada di atasnya.
Kris mendongak, keningnya semakin berkerut melihat seorang pemuda berwajah manis dan cukup cantik-sungguh ini benar adanya, ia juga baru tahu ada lelaki berwajah layaknya wanita seperti itu-menatapnya seraya tersenyum malu-malu.
"Untukmu.." pemuda manis berucap pelan. Jemarinya bergerak mendorong kotak bekal tersebut lebih dekat pada si pria tampan.
Dengan refleks Kris menunjuk dirinya sendiri. "Untukku?" tanyanya ragu. Pemuda manis itu mengangguk lucu. Hingga membuatnya tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyum tipis. "Terimakasih hm-"
Tahu jika sosok tampan di hadapannya tidak mengetahui namanya, pemuda manis langsung menyahut pelan. "Huang Zi Tao." katanya seraya menunjuk nametag yang menggantung pada sisi dada kanannya.
Mengikuti arah yang di tunjuk pemuda bernama Huang Zi Tao, setelahnya Kris kembali tersenyum tipis. "Hm, Tao-ya, terimakasih untuk bekalnya.."
Tao mengangguk-lagi. Tersenyum teramat manis hingga mata berkantung dengan aksen hitam samar miliknya, membentuk garis tipis yang indah. "Aku permisi, Kris-Oppa.." setelah berucap demikian, tubuh ramping itu beranjak pergi. Meninggalkan sosok Kris yang menatap kepergiannya dengan kening mengeryit. Bingung.
Oppa?
Apa Tao baru saja memanggilnya dengan sebutan Oppa?
Meskipun terdengar sedikit aneh, tapi senyum tipis yang terpatri pada bibir kecil sedikit tebal miliknya kian melebar.
Kris membuka kotak bekal tersebut, setelah menyimpan ponsel miliknya terlebih dahulu. Bersamaan dengan terbukanya kotak bekal berbentuk kepala panda itu, sang sahabat memasuki kelas dan berjalan menghampiri mejanya-yang juga meja Chanyeol.
"Wah! Ddukbokkie!" seru pemuda bertelinga sedikit lebar. Jemari besarnya bergerak cepat mengambil sebuah garpu yang tersedia, menusuk 3 potong makanan favoritnya itu, lalu memasukkan sekaligus ke dalam mulut hingga mulutnya menggembung. Matanya berbinar ketika lidahnya merasakan betapa lezatnya rasa makanan tersebut.
"Wow, Kris! Ini benar-benar enak! Siapa yang memberimu Ddukbokkie seenak ini, heh?"
Kris tercengang melihatnya. Pasalnya di sini, Kris sang pemilik saja belum memakan meski sepotong, sementara sahabatnya itu sudah memakan 3 sekaligus! Benar-benar dia itu!
Jemari panjang Kris bergerak menahan tangan besar Chanyeol, yang sudah bersiap untuk kembali menusuk Ddukbokkie dengan garpu. "Kau sudah mendapat 3, masih kurang?" menatap tajam sang sahabat yang di balas dengan decakan serta protesan kesal.
"Isinya ada 10 potong, Kris!" sahut Chanyeol setengah dongkol. "Kau masih punya 7. Jadi, berikan 2 lagi padaku dan kita sama rata!"
Jika tadi Chanyeol yang berdecak, kali ini justru sebaliknya. Kris menatapnya dengan tatapan tajam. "Tidak. Aku lapar." balas Kris datar.
Chanyeol memberengut. Menampakkan wajah tampannya yang sama sekali tidak ada imut-imutnya sedikitpun ketika melakukannya. "Omong-omong, siapa yang memberimu bekal?" ia bertanya dengan alis bertaut. "Tumben kau mau-menerima bekal pemberian penggemarmu.."
Kris menusuk sepotong Ddukbokkie lalu melahapnya santai. Mengunyah sebentar sebelum menjawab pertanyaan sang sahabat. Benar kata Chanyeol, Ddukbokkie ini rasanya sangat enak.
"Tadi ada siswa Junior yang memberikannya padaku-" jeda sebentar seraya kembali memakan Ddukbokkie di tangannya. "Namanya Huang Zi Tao.. dan yeah, ku lihat di kerah jas almamaternya dia berada di tingkat 1."
Chanyeol mengetuk-ngetuk keningnya menggunakan jari telunjuk. Mencoba mengingat sesuatu. "Aku merasa familiar dengan namanya-Ah! Tapi lupakan saja." ujarnya seraya menatapi Kris yang sibuk memakan Ddukbokkienya.
"Kris! Apa itu Huang Zi Tao?"
"Mana?" mengikuti arah yang di tunjuk sang sahabat. Mata Kris sibuk mencari di mana keberadaan sosok pemuda manis yang tadi memberinya bekal.
Retinanya tanpa sengaja melirik pada Chanyeol yang dengan cepat menusuk 2 potong Ddukbokkie lalu memakannya. Sial! Ia tertipu!
.
10 menit lagi masa istirahat akan berakhir. Jadi, Kris memutuskan untuk mengembalikan kotak bekal yang berada di genggamannya pada sang pemilik. Hanya sendiri. Lantaran Chanyeol tadi mengelak untuk ikut dengan alasan ingin ke kelas II-C, kelas di mana tempat orang yang tengah di incar sahabatnya itu berada.
Kris menepuk keningnya tiba-tiba. Bagaimana bisa ia mengembalikan kotak bekal ini, sementara dirinya tidak tahu di mana kelas Tao berada.
Senyuman tipis tertera pada bibirnya bertepatan ketika akan melewati ruang OSIS. Ketua OSIS mempunyai data seluruh siswa di sekolah ini, bukan?
Dengan cekatan ia mengetuk pintu berbahan kayu pilihan tersebut. Tak sampai beberapa menit menunggu, pintu di depannya terbuka. Menampilkan sosok pemuda yang tidak jauh lebih tinggi darinya dengan senyum ramah.
"Oh, Kris.. Apa yang membawamu ke sini?" Suho bertanya ramah. "Tumben sekali.." lanjutnya di selingi nada candaan.
"Kau ketua osis-pasti mempunyai data seluruh murid sekolah ini 'kan?" alih-alih menjawab, Kris justru balik bertanya, yang di tanggapi sebuah anggukan samar. "Aku ingin meminta bantuanmu, Suho-ssi.. tolong carikan data Huang Zi Tao-cukup di mana kelasnya berada dan alamat rumahnya."
"Baiklah, sebentar." kata Suho kemudian. Kembali masuk ke ruang OSIS, berjalan menuju sebuah lemari yang menyimpan semua data seluruh murid. "Ah, Kris! Hanya ada satu orang bernama Huang Zi Tao, dan dia adalah siswa tingkat pertama.."
"Ya. Di mana kelasnya? dan berikan aku alamat rumahnya."
Suho membalik lembaran di tangannya. Setelah mendapat apa yang di minta oleh pemuda tinggi itu, ia kembali bersuara. "Dia berada di Kelas I-A." tuturnya. Menyobek selembar notes, lalu menulis alamat yang tertera pada lembaran tersebut kemudian menyerahkannya pada Kris.
Kris menerima kertas berisi alamat rumah Tao. Setelah melihat sebentar tulisan pada kertas yang kini berada di genggaman, ia kembali menoleh pada Suho. Menyunggingkan senyum tipis. "Thanks, Ho.."
Suho balas tersenyum. "Ya, bukan masalah... oh iya Kris, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan-ekhem, maksudku, apa kau sedang mencari tahu tentang penyebab kematian Huang Zi Tao?"
Kening Kris berkerut samar. Matanya menyipit dengan tatapan lurus tepat pada Suho. Kematian Huang Zi Tao? Apa maksud pemuda Kim di hadapannya ini?
Mulutnya sudah terbuka, berniat untuk menanyakan maksud dari ucapan Suho barusan. Namun sebuah suara lain lebih dulu terdengar, membuatnya kembali bungkam.
"Suho-ssi, tolong antar kumpulan tugas pagi tadi ke ruangan saya.."
"Baik, Mrs. Liu.."
Kris membungkuk sopan pada wanita setengah baya di sampingnya. "Saya permisi, Mrs. Liu, Suho." pamitnya.
"Ah ya silakan, Wu." Mrs. Liu menyahut ramah. Sementara Suho hanya tersenyum kecil.
.
Pekarangan parkir tidak lagi seramai tadi. Pasalnya, setengah murid sudah beranjak pulang setelah bel pertanda kelas berakhir berbunyi. Hanya menyisakan beberapa murid di area sekolah juga parkir.
Termasuk Kris Wu. Sudah 15 menit lamanya ia duduk di atas motor sport hitam kesayangannya. Sejujurnya, ini kali pertama dalam sejarah hidupnya ia melakukan hal demikian.
Dan, bukan tanpa alasan Kris melakukannya. Sedari bel berbunyi, ia langsung bergegas ke tempat parkir guna menunggu seseorang. Huang Zi Tao.
Kris sangat yakin jika sedari tadi ia memperhatikan satu-persatu wajah setiap murid yang keluar dari area gedung sekolah. Tapi matanya sama sekali tidak menemukan keberadaan sosok yang di tunggu.
'Apa Tao masih berada di dalam kelas?' tanyanya dalam hati.
Benar. Mungkin saja Tao masih berada di kelas.
Setelah menimbang-nimbang sebentar, akhirnya Kris kembali meletakkan helm miliknya di atas motornya. Bergerak turun setelahnya berjalan memasuki gedung sekolah. Tujuannya saat ini adalah Kelas I-A.
Karena memang kelas khusus tingkat pertama berada di lantai bawah, jadi tidak membutuhkan waktu lama untuk Kris tiba di sana. Dan sekarang, dirinya sudah berdiri tegak tepat di depan pintu kelas seseorang yang sudah memberinya bekal.
Dengan cekatan ia membuka pintu. Hanya ada 2 orang siswa yang tersisa, tengah menyalin tugas di papan tulis. Mungkin.
Kris bertanya dengan nada datar yang khas. "Maaf mengganggu waktu kalian. Apa Huang Zi Tao sudah pulang?"
Salah seorang pria yang bersurai cokelat gelap, terperanjat kaget mendengarnya. Tak berbeda jauh dengan pria satunya yang nyaris menjatuhkan pena yang ia pegang. Kening Kris berkerut bingung melihat respon berarti keduanya.
Ada apa? Kenapa reaksi mereka berlebihan seperti itu. Seakan Kris baru saja menanyakan sesuatu yang berbau horor.
Pria bersurai cokelat gelap mulai bertanya dengan nada tersendat. Mencoba memastikan. "K-kau-mencari Huang Zi Tao?"
Kris mengangguk cepat. "Ya. Apakah dia sudah pulang?"
"Kau-sungguh menanyai tentang Huang Zi Tao?" ia memperhatikan pria tinggi yang berdiri di ambang pintu. Mendapati pria bersurai biru gelap di bagian depan yang di tata berdiri mengangguk samar, dirinya langsung melanjutkan. "K-kenapa kau mencarinya? Apa kau tidak tahu bahwa...H-Huang Zi Tao sudah-
-meninggal?"
Kris terdiam pada posisinya. Dengan kedua alis nyaris menyatu di tengah kening. Semakin di buat tidak mengerti atas perkataan pria tak jauh darinya berdiri, sama persis seperti yang di katakan oleh Suho beberapa jam lalu.
Hal konyol macam apa yang mereka lontarkan padanya. Sungguh, apa mereka berpikir jika dirinya bisa untuk di bodoh-bodohi.
Tanpa berniat untuk berpamitan atau sekedar mengucapkan kata terimakasih, Kris langsung berbalik dan melenggang pergi. Suasana hatinya sedikit buruk. Dirinya sangat amat tidak menyukai seseorang yang melontarkan candaan padanya. Terlebih menyangkut nyawa seseorang.
Kris yang bertemu dengan Tao, ia di beri bekal makan siang, dan pemuda manis menjurus cantik itu memperkenalkan diri sebagai Huang Zi Tao. Bagaimana mungkin mereka mengatakan padanya bahwa pemuda Huang itu sudah meninggal, sementara dirinya bertemu pandang bahkan berbincang ringan dengan orang yang mereka katakan telah tiada.
Sesampainya di area parkir, Kris langsung menyematkan helm senada dengan warna motornya pada kepala. Merangsek naik lalu menyalakan mesinnya, melajukan alat transportasi roda 2 tersebut dengan kecepatan tak main-main.
Tujuannya saat ini adalah kediaman Huang. Tempat tinggal Tao.
Jika dirinya tidak bisa mendapatkan informasi apapun tentang sosok yang di cari melalui teman-temannya di sekolah, setidaknya Kris akan mengetahuinya langsung dari keluarga Huang Zi Tao. Hal yang tidak mungkin jika keluarga Tao, akan ikut melontarkan guyonan yang sama dengan mengatakan 'Huang-Zi-Tao-sudah-meninggal'.
20 menit lamanya berpacu dengan motor sport kesayangannya, akhirnya Kris tiba di depan sebuah rumah yang bisa di katakan tidak terlalu besar bercat Cream lembut.
Merogoh saku jas almamaternya, mengambil sobekan notes yang ia dapat dari Suho. Mata tajamnya tertuju pada tulisan yang tertera di atas kertas, mendongakkan kepala dan mencocokkan alamat yang tertera dengan nomor rumah yang berada di depannya kini.
'Alamatnya benar. Ini rumahnya..' batinnya yakin.
Dengan perasaan sedikit menggebu, Kris langsung melepas helmnya, meletakkan alat pengaman kepala saat berkendara itu pada bagian depan motor.
Berjalan-nyaris berlari lebih tepatnya, menuju teras rumah yang terlihat sangat terurus. Pertanda jika sang pemilik seseorang yang rajin dalam merawat rumah.
Kris mengulurkan tangan besarnya. Mengetuk daun pintu beberapa kali, hingga beberapa ketukan darinya berhasil mengundang sahutan dari dalam.
Daun pintu terbuka, menampilkan figur seorang wanita berusia yang di tebaknya sudah memasuki kepala 4, berdiri di ambang pintu seraya memasang wajah ramah yang khas.
Garis wajah itu-benar-benar menggambarkan Huang Zi Tao. Sekarang Kris tahu darimana asalnya wajah manis menggarap cantik milik pemuda Huang. Lihatlah wanita cantik yang di yakininya adalah Ibu dari sosok yang di cari, begitu cantik nan anggun. Cantik yang nampak natural, selayaknya Tao sendiri.
"Maaf, kau ingin bertemu dengan siapa, nak?" wanita dengan kantung mata persis seperti putranya bertanya lembut. Sedikit heran melihat pemuda tampan di depannya hanya diam sembari menatapinya.
Kris tersentak. Buru-buru membungkuk sopan seraya tersenyum canggung. Merasa tak enak hati karena sempat termenung beberapa saat. "Bibi, apa benar ini kediaman Huang?" tanyanya kemudian. Sedikit berbasa-basi sekaligus berniat untuk memastikan.
Wanita tersebut mengangguk membenarkan. "Benar.. Apa yang membuatmu hingga berkunjung kemari, nak eum-"
"Kris.. Namaku Kris Wu, Bibi.."
Huang Zi Lei-nama lengkap dari wanita tersebut, mengangguk sambil tersenyum ramah.
Kris menggigit ujung lidahnya sekilas. Mencoba menahan rasa gugup saat hendak bertanya. "Bibi-apa aku boleh menemui putramu? Huang Zi Tao.." tuturnya memberanikan diri.
Air wajah Zi Lei langsung berubah drastis. Jika tadinya terpampang wajah ramah dan lembut, kini berganti dengan kilatan kesedihan yang kentara.
Kenapa?
Zi Lei memandang wajah tampan Kris yang mengisyaratkan kebingungan. Terlihat samar. Entah karena lelaki muda itu tak pandai berekspresi, atau justru memang pintar mengatur emosi. Tetapi ia tetap bisa merasakannya. "Aku tidak tahu kau memang benar-benar tidak mengetahui perihal anakku atau justru sebaliknya.." mulainya kemudian. Wajahnya terlihat tenang dan sedih di saat yang bersamaan. Menghela nafas sejenak seiring dengan setetes air bening meluncur pada pipinya. "Anakku-dia.. Huang Zi Tao-sudah meninggal setengah tahun lalu.."
Kris mengamati wajah Ibu dari Huang Zi Tao dengan nafas tertahan. Mencoba mencari-cari kebohongan di sana. Tetapi, melihat raut tertekan di sertai kesedihan luar biasa yang menyelimuti wajah Zi Lei, hatinya langsung mencelos.
Jadi-yang di katakan oleh Suho maupun kedua siswa kelas I-A tadi bukanlah guyonan semata?
Huang Zi Tao benar-benar sudah tiada?
Kris menggeleng beberapa kali. Tidak menerima fakta yang baru saja di utarakan wanita tersebut. Itu tidaklah mungkin. Ia sangat yakin bahwa dirinya sama sekali tidak berhalusinasi tentang Huang Zi Tao yang memberinya bekal. Bahkan Chanyeol pun ikut memakan bekal itu.
Hal yang terlalu mustahil jikalau Kris berhalusinasi tentang seseorang yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Teringat akan sesuatu, Kris langsung melepas salah satu tali tas punggung yang tersampir pada bahunya. Menarik resletingnya sedikit lebar dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk kepala panda yang manis. "Ini. Bukankah ini milik Tao, Bibi?" tanyanya dengan jantung berdegup sedikit lebih cepat. Sedikit was-was menunggu jawaban yang akan keluar dari belah bibir wanita tersebut.
Zi Lei mengulurkan tangan, menerima kotak bekal yang di sodorkan oleh Kris. Matanya semakin memanas. Sangat mengenali kotak bekal yang kini berada di tangannya. Hadiah yang pernah ia berikan pada putra semata wayangnya saat hendak memasuki jenjang sekolah menengah atas.
Dengan bibir bergetar, ia langsung mendongak. Menatap Kris tepat di mata lalu berujar lirih. "I-ini-benar milik Tao-ie.. Dari mana kau mendapatkannya, Kris?"
Kris menegang di tempatnya. Tidak tahu harus merespon seperti apa. Apakah ia harus mengatakan hal yang sejujurnya, atau justru memilih untuk menyembunyikannya. Tidak bisa di pungkiri ada setitik rasa takut dalam hatinya. Bukan takut akan hal-hal sejenis hantu ataupun sebagainya, melainkan takut jikalau ternyata dirinya memang tidak pernah bertemu Huang Zi Tao dan hanya sekedar berhalusinasi. Atau yang lebih parahnya kalau ternyata Tao yang menemuinya adalah Tao yang lain. Itu bukanlah hal yang mustahil 'kan?
"Aku-mungkin Bibi akan menganggapku gila.. Tapi, sungguh, tadi Tao menemuiku pada saat jam istirahat pertama dan memberiku Ddukbeokkie menggunakan kotak bekal ini.." Kris menjelaskan seadanya. Memutuskan untuk berkata jujur karena menurutnya wanita di hadapannya ini berhak untuk tahu. Bagaimanapun juga Zi Lei adalah Ibu kandung dari Tao.
Zi Lei membekap mulutnya sendiri. Terkejut bukan main mendengar penjelasan pemuda tersebut. Percaya tak percaya. Tetapi, sepertinya pemuda bermarga Wu ini tidak sedang berbohong. Terbukti dari kilatan matanya juga kotak bekal yang di kenalnya betul milik putranya.
Belum lagi perasaan yang di rasakannya selama ini. Zi Lei merasa bahwa sosok anak tercintanya selalu berada di dekatnya. Menemaninya kemanapun dirinya pergi. Entah kenapa perasaan itu begitu nyata, seakan-akan sang buah hati memang tengah di sampingnya.
Tapi mengingat saat dirinya yang melihat langsung jasad putranya sebelum pemakaman, Zi Lei langsung menampik apa yang di pikirkannya sebelumnya. Sungguh, yang ada di dalam peti mati waktu itu benar-benar adalah putra tercintanya. Anak semata wayangnya.
Keheningan tercipta di antara keduanya. Masing-masing sibuk dengan pemikiran dengan bahan pokok yang sama, Huang Zi Tao.
Keping tajam Kris tanpa sengaja terarah pada celah pintu yang setengah terbuka. Tertuju pada satu titik yang membuat jantungnya kembali berpacu tak normal.
Kris melihatnya. Pantulan bayangan sosok yang baru di kenalnya beberapa jam lalu terpampang pada permukaan cermin.
Tubuh tinggi langsingnya berbalut busana serba putih. Kulitnya yang Kris lihat beberapa jam lalu nampak sehat dan sedikit kecoklatan, terlihat hampir menyamai warna pakaian yang membalut tubuhnya. Terlampau putih dan-
-pucat?
Sakitkah?
"TAO!" antara sadar dan tidak sadar, Kris refleks menggeser tubuh Zi Lei kemudian berlari menuju tempat di mana sosok tadi berdiri. Meninggalkan wanita paruh baya yang nampak shock begitu melihat tingkahnya barusan.
Memutar-mutar tubuh sembari mengedarkan pandangan ke segala penjuru arah. Kris berani bersumpah, matanya menangkap figur semampai Huang Zi Tao berdiri tepat pada posisinya saat ini.
"HUANG ZI TAO!" panggilnya lagi. Suaranya yang sedikit bergetar sarat akan kefrustasian juga-kekecewaan. Merasa di permainkan. "Aku tahu kau berada di sini.. Keluarlah Tao, jangan bersembunyi." katanya melanjutkan.
Tak ada sahutan apapun yang di dapat, membuat Kris berinisiatif untuk memeriksa di setiap sudut ruangan. Ruang tamu, kamar, dapur, kamar mandi, semuanya ia periksa untuk memastikan. Tidak perduli akan anggapan Zi Lei yang mungkin berpikir jika dirinya tidak memiliki tata krama, karena menggeledah rumahnya tanpa izin.
Nihil.
Kris sudah memeriksa seluruh ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan Tao di manapun. Membuatnya merasa frustasi sendiri.
Zi Lei bergerak mendekati pemuda tampan bermarga Wu yang sibuk mengacak-acak rambut dua warnanya. Biru di bagian depan yang di tata berdiri, dan hitam untuk sisanya. "Kris-aku rasa ini sudah cukup. Aku tidak tahu sebenarnya niatmu seperti apa.. Tapi yang pasti, hentikan semua ini. Kau-membuat putraku tidak nyaman. Biarkan dia tenang. B-biarkan putraku tenang di sana, Kris.." tuturnya lirih. Tidak sanggup di hadapkan dengan tingkah pemuda di depannya ini yang bersikap seolah Tao masih hidup. Ia hanya tidak ingin membuka luka lama. Nama putranya begitu membekas di hatinya, membuatnya semakin terluka ketika ada seseorang yang mengingatkannya tentang sang buah hati.
Kris menghela nafas berat. Sudah mengira hal ini akan terjadi. Sosok wanita yang tak lain ada Ibu dari Tao, akan mengira bahwa dirinya berhalusinasi. Atau yang lebih mengerikan menyangka dirinya gila. Kris bisa menangkap makna itu dengan jelas dari penuturan Zi Lei barusan.
"Maafkan aku, Bibi.." ujarnya kemudian. Membalikkan tubuh lalu berjalan pergi dengan langkah berat.
Zi Lei sama sekali tidak menyadari sebelum lelaki muda itu berbalik, sorot matanya nampak-
-redup.
TBC
just iseng... ini cuma 3shot kokk..
suka? review aja :*
Sign; Cattaon Candy
