Nichijou, Terinspirasi dari Assassination Classroom live action. Standard warning applied, all characters belongs to Matsui Yusei.

Summary: "Hujan turun di saat yang tidak tepat, huh?" kalimat menjadi awalan mereka hari itu. (taking drabble/ficlet request!)

.

Rio menatap ke arah langit yang telah di dominasi dengan awan kelabu hujan. Rintik- rintik air jatuh ke bumi dengan derasnya. Sesekali rerintikan hujan itu di sertai dengan kilat dan gemuruh yang lumayan kencang. Bukannya menghindari jendela, Rio malah anteng dan setia berada di dekat jendela, memandangi lapangan kosong yang berair. Akibatnya, surai pirangnya menjadi sedikit lepek, dan bajunya sedikit basah. Ia sedikit menggigil kedinginan di buatnya. Ia menempelkan pelipis kanannya di kusen jendela, dan menyentuh wajahnya menunjukan bahwa ia kurang senang, terlihat dari kerutan kecil yang ia buat di dahi.

Dibelakang gadis itu, teman sekelasnya sibuk menata meja dan peralatan mereka. Sang wali kelas, Koro- sensei berjanji untuk memberikan pelajaran tambahan sebagai bekal ulangan semester mereka.

"Bagi murid yang berhasil mendapatkan nilai tertinggi pada satu mata pelajaran, mendapatkan hak spesial dari sensei, yaitu dapat menghacurkan salah satu tentakelku!" ucapnya waktu itu disertai dengan tawa khasnya. Perjanjian itulah yang membuat para murid semangat dan menghabiskan waktu dengan belajar habis- habisan.

Karma yang dari tadi hanya mondar- mandir mengitari kelas dengan tidak jelasnya, melihat punggung Rio yang sedang menghadap ke jendela. Ia mendekatinya, lalu ikut memasang wajah tidak senang. Tangan kirinya di gunakan untuk menopang wajahnya.

Rio melirik kecil pada sesosok pemuda yang ada di sebelahnya. Rupanya Karma juga melirik padanya. Ia segera melepas pandangannya dari pemuda yang memiliki manik tembaga itu.

Satu kalimat yang di serukan dengan suara baritone yang datar memasuki indra pendengarannya, dan pasti itu suara Karma.

"Tiba- tiba hujan deras di saat bukan waktu nya, 'huh?"

Rio melepaskan pelipis dari kusen jendela dan menatap Karma sejenak. Pemuda itu masih asik menatapi tetesan air yang jatuh ke tanah. Mungkin juga ia melamun. Rio kembali mengarahkan pandangannya ke luar dan memiringkan kepalanya sedikit.

"Ah, iya, karena itulah aku jadi basah dan lembab." Ujarnya. Ia dapat meraskan pandangan Karma beralih ke arahnya.

"Rambutmu juga terlihat lepek." Rio mengangguk.

"Yaaa, aku paling tidak suka hujan," ujarnya dan kembali menempelkan pelipisnya di kusen jendela. "Karena itu membuat semuanya lembab,"

Karma mengangkat kepalanya dan pindah ke sisi jendela yang berlawanan dari Rio. Ia menyenderkan punggungnya dan menatap awan hujan.

"Tapi 'kan, hujan tidak selamanya buruk,"

"Apa yang tidak buruknya?"

"Pengairan pertanian, cadangan air di musim kering, pengganti watering can kalau malas menyiram tanaman, seperti itulah," jawabnya asal sambil menjulurkan sebelah tangan ke arah luar, mewadahi tiap tetes yang jatuh tepat di tangannya.

Rio tertawa kecil. "Hei, kau itu kelas tiga sekolah menengah, carilah jawaban yang lebih bermutu,"

Karma mendelik. "Contohnya?"

Gadis yang di tanya gelagapan. "Yaa begitulah,"

"Cih, lihat, sekarang jawaban siapa yang lebih bermutu," ujarnya, sambil tetap mewadahi tetesan air hujan yang kini sudah penuh di tangannya-sehingga meluber.

"Huh, iya, iya, kau deh, 'Tuan-yang-sedikit-bermutu' terserahlah,"

Karma mendelik dan menjulurkan sebelah tangannya lagi yang belum menyentuh air. Dengan berlagak menjadi dukun (dengan cara komat-kamit baca mantra asal yang mampir ke otaknya karena tertular Hazama Kirara, si calon dukun kelas), ia menyipratkan air hujan di tangannya sedikit- demi sedikit ke wajah rivalnya.

"Dengan air bermantra ini, kau ku ikat dengan segala doa para pelajar yang ingin otaknya menjadi lebih cerdas, tidak lamban, rajin, ramah tamah, tidak sombong, dan rajin menabung." Ujar Karma dengan nada serius-yang gagal, karena ia berusaha keras menahan tawanya.

Rio melongo dan cepat- cepat memukul Karma sekuat tenaga dengan tangan kanannya. Sementara, tangan kirinya mewadahi air hujan guna menyiprat balik Karma.

"Karma! Stop! Oi! Baju ku makin basah –sial"

Karma tidak menggubrisnya dan melanjutkan perang air hujan dengan Rio. Paras cantiknya yang tadi tertekuk, kembali terbuka lagi.

Sementara, Nagisa yang berada di dekat mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka berdua yang seperti anak kecil. Ia mengambil ancang- ancang berteriak.

"Rio-san, Karma-kun! Koro-sensei sebentar lagi datang! Kembali ke kursi masing- masing! Kalian bisa melanjutkan acara pacarannya nanti!"

Mendengar teriakan pemuda berhelai biru muda itu, Karma dan Rio langsung berhenti dan menatap tajam ke arah pemuda bersurai langit itu.

.

.

A/n: maaf futari! Belum lanjut sampe sekarang. Tadinya futari udah diketik, tapi temanya pas Rio ultah. Mau di post tapi udh basi –kan galucu bgtyha. Higs higs.

Reviewnya minna~