Karena Aomine yang pertama kali menemukannya.
Bukan Warnet Biasa
by fancyshipper
Aomine Daiki adalah seorang murid SMA biasa yang sedang puber. Normal baginya untuk menyambangi situs-situs porno sekadar untuk memuaskan gejolak hormonalnya. Seharusnya dengan mengikuti ekstrakurikuler basket, Aomine bisa lebih mengontrol hasrat mudanya itu, sayang, sepertinya testis Aomine lebih besar daripada akal sehatnya, jadilah Aomine rajin mengecek akunnya di situs-situs dewasa favoritnya.
Petaka datang ketika wifi di SMAnya mulai menjalankan titah Pak Menkominfo, internet sehat. Aomine Daiki frustasi saat layar netbooknya berkedip-kedip dengan lambang positif berwarna merah menyala. Teman-temannya menggeleng lemah saat ditanya bagaimana caranya menembus benteng proteksi itu –sebagian karena memang tidak tahu dan sebagian lagi karena tidak mau berurusan dengan Pak Imayoshi, guru TIK mereka, karena ketahuan membobol proxy demi si otak kotor Ahomine.
Saking ngebetnya, Aomine mencoba untuk mengganti provider dari modemnya –yang sebelumnya juga terjaring internet positif. Hasilnya nihil. Sempat juga dia mengutak-atik smartphone miliknya, ujungnya Aomine malah dengan tololnya tidak sengaja menghapus semua program yang sudah dia download –termasuk CoC yang sudah dipelihara layaknya anak sendiri.
Frustasi, Aomine jadi betah bertahan lebih lama di lapangan basket. Bukan apa-apa, kebetulan tim cheerleader yang baru di sekolahnya bisa jadi semacam pelarian stressnya. Lumayan lah.
Tapi semua itu berubah ketika Aomine tak sengaja lewat di depan sebuah warnet di dekat satu universitas kenamaan di kota. Merasa seluruh emosinya sudah menumpuk di ujung tanduk, Aomine langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam warnet.
"Selamat datang!"
Aomine mengerjap-ngerjapkan matanya seolah tak percaya. Di hadapannya duduk seorang penjaga warnet yang, uhm, merupakan tipe idealnya –cup F, mungkin?
"Meja kosong?" Aomine berusaha menahan diri untuk tidak menelan ludahnya berkali-kali. Kini dia semakin rindu memandangi wajah Horikita Mai di situs gradol kesayangannya.
"Nomor 5, silahkan~"
Aomine mengangguk sambil menyempatkan melirik name tag pegawai pirang cantik di hadapannya itu. Alex Garcia. Dalam hati Aomine bertekad untuk menyebut namanya ketika nanti akan membayar dan keluar dari warnet.
Tak sampai semenit kemudian, Aomine sudah duduk di dalam satu bilik kecil berisi seperangkat komputer lengkap dengan headphone dan webcam. Dengan semangat Aomine memasukkan usernamenya dan cekatan membuka beberapa tab browser dalam sepersekian detik.
Mungkin memang dasarnya takdir tidak mengijinkan dia untuk bahagia, dari banyaknya situs yang berhasil terbuka, hanya satu yang masih tertahan dengan bendera internet positif, dan itu adalah situs favorit Aomine untuk mendownload foto-foto terbaru dari Horikita Mai.
Aomine, tak peduli bahwa apa yang akan dia lakukan bisa mencoreng kredibilitasnya sebagai lelaki jantan di mata sosok Alex Garcia, sontak menghubungi staf administrator lewat kotak chat di ujung kanan bawah.
Aku tdk bisa akses satu situs. Butuh bantuan.
Aomine tidak sempat berpikir ketika pesannya dengan sigap dijawab.
Baik. Satu staf kami akan mengurusnya.
Belum sempat Aomine mencerna balasan chatnya, tiba-tiba pintu goyang biliknya terbuka. Kalau bukan karena intuisinya yang tajam, Aomine akan mengira bahwa engsel pintunya mengalami malfungsi karena sungguh Aomine berani sumpah dia tidak melihat seorang pun masuk.
"Um.. maaf"
Aomine hampir mati karena serangan jantung. "WAH!"
"Ada yang bisa dibantu?"
Aomine berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar lebih cepat sambil mengamati sesosok makhluk yang datang untuk membantunya.
Laki-laki berambut biru muda dan warna iris mata seperti langit. Wajahnya sedikit pucat –atau itu memang warna natural kulitnya? Melihat pemuda yang datang di hadapannya mengenakan seragam yang sama seperti yang dikenakan Alex Garcia, Aomine yakin bahwa dialah staf yang dimaksud.
"Aku tidak bisa mengakses situs ini", Aomine menjawab kalem.
Pemuda itu, yang setelah Aomine cek nametagnya bernama Kuroko Tetsuya, kemudian mendekat dan mengecek kondisi browser Aomine. Saat melihat layar internet positif di hadapannya, pemuda itu mengerutkan dahi. Dengan satu tangan menggerak-gerakkan mouse, staf warnet tersebut langsung mengamini kebejatan pelanggan warnet tersebut saat dilihatnya tab-tab lain mengindikasikan situs-situs dewasa.
Aomine nyengir. Dia siap menerima cemooh dan desis jijik dari pemuda di hadapannya saat tak disangkanya, interface browser di hadapannya berhasil menunjukkan wajah cantik Horikita Mai beberapa detik setelah komputernya diutak-atik.
"Uwoh", mulut Aomine menganga kagum. "Thanks!"
Pemuda tersebut mengangguk. "Ada lagi yang bisa dibantu?"
"Nah, ini oke", Aomine meringis penuh kemenangan. "Thanks, Tetsu"
Kuroko mengerjapkan matanya, sepertinya terkejut dengan nama panggilannya namun segera dengan lihai melirik nama akun pemuda di hadapannya, kemudian mengangguk. "Sama-sama, Aomine-san"
"Jangan pakai –san", Aomine menepuk bahu pemuda itu. "Kedengaran aneh"
"Baiklah", Kuroko mengangguk-angguk takzim. "Aomine-kun"
"Begitu lebih baik!" tangan Aomine sudah semangat menggerayangi mouse. "Nanti kalau ada apa-apa lagi, aku akan bilang"
Kuroko mengangguk mengerti dan beranjak keluar dari bilik Aomine. Namun sebelum sempat dia menutup pintu, kepalanya menyembul sedikit sambil berbisik.
"Aomine-kun", Aomine mendongak dari layar komputer di depannya. "Silahkan lanjutkan kegiatannya, tapi maaf, kami tidak menyediakan tisu disini"
Butuh waktu bagi otak kerdil Aomine untuk paham pesan tersembunyi di balik peringatan tersebut tapi akhirnya Aomine mengacungkan jempolnya. "Oke"
Sejak saat itu, lupakan Akex Garcia, Aomine menemukan tempat warnet favoritnya, sepaket dengan staf paling pengertian sepanjang sejarah.
AN: sampaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah apalah aku ini sampah yang cuma bisa ngetik sampah /cih /meludahi cermin /frustasi
