Eren, seperti biasa sepulan sekolah, ia langsung membanting pantatnya pada kursi putar di depan komputer seraya menyalakannya. Anak tunggal keluarga Yeager itu langsung melemparkan tasnya ke sembarang tempat dan tak mengindahkan omelan ibunya karena Eren pulang terlambat hari ini.

Ia tak punya waktu menjelaskan pada ibunya bahwa ia kalah taruhan dengan Jean dan harus mentraktir ramen sepuasnya di kedai dekat persimpangan jalan rumahnya dan Jean. Uang yang ia kumpulkan satu bulan penuh untuk membeli buku astronomi yang tebalnya satu setengah inchi itu pun ludes secepat Sasha menghabiskan kentangnya.

Dengan segera ia menyambungkan akses internet dan mengetikan alamat jenjaring sosial yang selalu ia kunjungi setiap hari tanpa bosan. Setelah ia log in dengan akun pribadinya, terpampang langsung warna biru yang khas dan tertera simbol dengan menggunakan huruf F.

Senyumnya mengambang lebar membuat pipinya makin terlihat seperti bakpao saat jari jemarinya mengetikan nama seseorang di kolom pencarian, "Kira-kira, Levi-senpai update status apa, ya, hari ini?"

.


.

Shingeki no Kyojin punya Hajime Isayama-sensei~

Facebook © PuurplePuu

AU, modern!SnK, SosMed!Facebook, sedikit OOC

Hanya sebuah cerita pendek yang dibuat karena kedapetan ide sekelebet pas punya mood nulis. Saya tidak mengambil keuntungan material apapun dari fanfiksi ini. Hanya untuk kesenangan semata saja~

.


.

Pemuda bersurai brunette itu tidak pernah absen setiap hari mengecek profile facebook kakak kelasnya yang sangat ia kagumi. Eren masih duduk di tahun pertama itu langsung saja mengagumi satu sosok kakak kelas yang orang-orang lain bilang bahwa ia—kakak kelas yang ia kagumi itu adalah orang yang sadist, dingin, miskin ekspresi-kurang tinggi, dan pelit bicara.

Tapi bagi Eren berbeda.

.

Saat hari pertama penerimaan siswa baru, Eren terlambat karena ia tidur kemalaman hanya gara-gara diajak chatting oleh orang yang baru saja ia kenal di akun facebooknya itu. Levi-senpai-nyalah yang menemaninya di bawah pohon dekat lapangan. Saat itu ia mengendap-endap saat para siswa-siswi baru sedang berkumpul di aula, mendengarkan pidato-pidato—yang Eren pikir pidato panjang lebar itu sia-sia karena tidak didengarkan dengan seksama oleh para siswa—formal yang membosankan.

Walaupun senpainya itu tak berkata ataupun bertanya apapun padanya, Eren sudah merasa senang karena setidaknya ada seseorang yang duduk di sampingnya walaupun tidak ada interaksi sosial di sana—setidaknya Eren tidak terlihat seperti penyendiri yang suram.

Eren melihat buku yang sedang dibaca oleh senpainya itu—buku setebal kira-kira satu setengah inchi itu membuat Eren menelan salivanya sendiri—Eren menintip sedikit isi buku yang halamannya sedang dibuka. Eren mengerutkan dahinya saat melihat kata-kata yang ia tak mengerti.

Ia membacanya secara acak, seperti…

quasars

blazars

centaurus

Hubble Space Telescope

Jarak rata-rata Bumi dan Matahari adalah 149.600.000 km…

konstelasi

Karena merasa pusing dan tak mengerti bahasa-bahasa astronomi seperti itu, Eren memalingkan pandangannya. Ia malah curi-curi pandang pada sang pembaca, senpainya.

Bibirnya tak ada lengkungan, lurus. Ekspresinya pun tak menyiratkan apapun dan pandangannya tak beralih dari buku yang sedang dibacanya. Bola matanya bergerak ke kanan-kiri mengikuti setiap kata-kata yang tersirat dalam buku itu. Tapi ia terlihat sangat keren dan... er... tampan.

Saat kepala senpainya itu menoleh padanya—sementara pandangan Eren belum beralih—obsidian dan emerald itu bertemu untuk pertama kalinya.

Pipi Eren memanans. Ia segera memalingkan wajahnya kembali dan menunduk dalam. Obsidian yang ditatapnya tadi sangat tajam, seolah menusuk sampai kedalam matanya. Bahkan jantungnya pun berpacu dengan cepat saat itu juga.

Eren masih mengira bahwa ia takut akan tatapan tajam yang ditujukan padanya.

"Levi!" Eren mengangkat kepalanya kembali saat mendengar sebuah nama diteriakan. Ia melihat seorang perempuan berlari kecil menuju ke arahnya—ke arah senpainya lebih spesifiknya—dengan kacamata dan kuncir kudanya, "sedang apa kau di sini?! Dari tadi aku dan Erwin mencarimu! Dan ternyata kau sedang mojok dengan anak baru yang terlambat dan tak mengikuti upacara pembukaan lagi! Kau jangan menghilang seperti itu, dong! Kebiasaan! Ayo, cepat!"

Eren tak mengerti kenapa perempuan itu heboh sekali. Namun yang Eren tahu saat itu senpainya langsung berdiri dan beranjak dari tempatnya meninggalkan Eren sendiri tanpa sepatah katapun.

Terima kasih pada perempuan berkacamata temannya senpai. Eren jadi tahu nama senpai yang ia baru temui namun sudah membuatnya terkagum-kagum.

"Levi-senpai, 'kah?"

.

Semenjak itu, Eren mencari-cari informasi tentang Levi-senpai sampai akhirnya ia mengetahui akun facebook milik senpai idolanya itu.

Dan sebenarnya, ia ingin membeli buku astronomi bukannya ia benar-benar tertarik pada astronomi. Itu karena Levi-senpai yang sering ia lihat duduk sendiri di bawah pohon—yang dulu mereka duduki berdua—sembari membaca buku astronominya. Dan juga tak jarang Levi-senpai mengupdate status membicarakan tentang hal-hal yang berbau astronomi.

Itu membuatnya penasaran.

Eren selalu menyempatkan waktu untuk mengecek profile senpainya itu. Ia selalu mengklik suka pada setiap status yang diupdate oleh senpainya. Ia pernah mencoba mengirim pesan pribadi pada senpainya, tapi sayangnya tak ada balasan sama sekali. Ia pun pernah mengomentari status senpainya itu sekali, tapi juga tak ada balasan. Dan semenjak itu, Eren tidak pernah lagi mencoba mengirim pesan dan mengomentari status sang senpai. Ia berpikir bahwa itu akan mengganggu senpai idolanya itu. Eren pun akhirnya hanya bisa menyukai status-status senpainya.

Tapi hanya dengan itu pun sudah puas.

Eren melihat daftar akun yang online di pojok kanan. Dan beruntungnya Levi-senpainya sedang online. Senyuman secara spontan terpatri di bibirnya. Dan saat itu juga jantung Eren terasa ingin copot saat mendengar suara pemberitahuan bahwa ada pesan masuk.

Eren bergeming.

Mulutnya terbuka saat melihat nama yang tertera di sana.

Itu..

Levi-senpai…

Ditekankan,

Itu Levi-senpai!

Ia merasa sedang bermimpi saat itu. Kedua tangan ditepuk-tepukan pada pipinya sendiri, saking ingin membuktikan bahwa itu mimpi atau bukan.

Itu sakit.

Jadi…

bukan mimpi!

"AAAAAAA, FINALLY SENPAI NOTICE ME!" dengan bahasa inggris yang pas-pasan dan kebetulan Eren dan teman-temannya sedang membahas tentang senpai-notice-me-please di sekolah tadi, ia jadi meneriakan kata-kata itu.

"EREN! BERISIK!" teriakan ibunya membuatnya bungkam seketika. Tapi wajahnya masih sangat bahagia. Ia meloncat-loncatan di kasurnya sembari menari-nari tak jelas. Saking senangnya saat itu, ia sampai tak tahu bagaimana mengekspresikan kesenangannya.

Bahagia... mungkin?

Eren kembali ke depan laptop dengan segera membaca pesan dari senpainya.

'Tentu saja aku tahu. Kau siswa yang terlambat saat upcara penerimaan siswa baru, 'bukan? Yang duduk di bawah pohon bersamaku waktu itu.'

Pesan Eren dulu memang menanyakan apakah senpainya tahu siapa dirinya. Dan sekarang saat ia mendapat kebenaran ternyata senpainya itu masih ingat pada dirinya, membuat perutnya terasa aneh. Seolah ada yang bergejolak di sana. Eren tak tahu itu apa, yang pasti perasaan itu menyenangkan.

Dan lebih terkejutnya lagi, Eren mendapatkan pemberitahuan—logo berbentuk dunia itu dengan cepatnya terus bertambah-berapa banyak pemberitahuan yang ia terima—dan semuanya dari orang yang sama.

Ya, dari orang yang sama.

Eren tidak akan seterkejut ini jika bukan Levi-senpai.

Parahnya itu memang Levi-senpai!

Senpainya dengan berurutan menyukai setiap status-status yang ia buat. Perutnya semakin bergejolak, pipinya memerah, dan bibirnya tak berhenti tersenyum lebar kala itu.

Pemberitahuan itu berhenti di angka dua puluh lima. Itu berarti senpainya menyukai kedua puluh lima statusnya itu, "Mimpi apa aku semalam?" ia merasa kesialannya karena kalah taruhan dengan Jean menjadi tak masalah hanya karena ia di-notice oleh senpainya itu.

Saat Eren hendak membalas pesan senpainya, ia malah offline. Ekspresi Eren berubah kecewa. Namun ia masih tetap membalas pesan senpainya itu.

'Senpai masih mengingatku?! Aku sangat tersanjung sekali!'

"EREN! MAU SAMPAI KAPAN KAU BERKUTAT DENGAN KOMPUTERMU! MAKAN MALAM SUDAH SIAP!" teriakan ibunya memekakan telinga Eren. Eren menutup jenjaring sosialnya itu, dan mematikan komputernya.

"IYA, BU! AKU MANDI DULU!"

.

.

.

Terserah percaya atau tidak, semalam Eren hampir tak bisa tidur akibat terlalu senang kemarin sore. Pagi ini pun Eren datang ke sekolah dengan wajah ceria, lebih ceria daripada Sasha yang ditawari kentang, lebih ceria dari burung-burung peliharaan ayahnya yang berkicau di depan rumah.

Walaupun ia hanya tidur dua sampai tiga jam, ia sama sekali tak merasa mengantuk sama sekali. Senyum pun tak luntur dari ranum merahnya itu.

"Eren!" sebuah panggilan dengan tepukan pelan di pundak membuat Eren tersentak. Karibnya yang berambut blonde itu—Armin menatapnya heran, "kenapa pagi-pagi kau senyum-senyum sendiri seperti itu?"

Eren masih tersenyum sambil meletakan sepatu out doornya dan berjalan disertai Armin di sebelahnya, "Tidak ada—"

"Bohong!" Armin mengintrupsi, karena ia sangat tahu sifat Eren. Wajah Eren tidak mungkin seceria itu padahal kemarin ia kalah taruhan dengan Jean. Seharusnya wajahnya kusut seperti pantat sapi.

Eren masih saja tersenyum, "Rahasia, dong!"

"Apakah Jean kemarin baru saja menembakmu?"

Ekspresi Eren yang seindah pelangi itu berubah menjadi awan cumulonimbus. Sebuah jitakan mendarat di kepala Armin, "Enak saja!"

Armin mengerucutkan bibirnya sembari mengusap-ucap kepalanya, "Lalu kenapa?"

Saat Eren hendak membalas pertanyaan Armin, Levi-senpai, Hanji-senpai dan Erwin-senpai melintas di depan mereka. Senyum Eren semakin merekah saat itu juga.

"…aku hanya iseng, Levi. Maaf, maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi, kok," sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Hanji-senpai yang sepertinya sedang meminta maaf kepada Levi-senpai sangat mengundang perhatian Eren.

Diam-diam Eren menguping pembicaraan mereka.

"Eren, kau—"

Dengan cepat Eren membekap mulut Armin dan berbisik padanya, "Jangan berisik!"

Armin yang tak mengerti apapun hanya bisa menurut saja.

"Salah kau juga, Hanji," Erwin-senpai berkomentar.

"Aku 'kan tidak mengutak-atik yang macam-macam. Karena laptopmu kemarin sedang nganggur dan kau juga sedang log in facebook, aku tak bisa diam saja dan akhirnya malah kebablasan sedikit. Hanya itu saja, 'kan? Jangan marah hanya gara-gara hal itu, Levi. Aku 'kan sudah minta maaf."

Levi-senpai masih membisu. Sementara Eren mempunyai perasaan tak enak akan kalimat yang akan keluar beberapa detik lagi dari Hanji-senpai.

"Lain kali, aku tidak akan pernah lagi membajak akun facebookmu, deh. Aku janji."

-FIN-


Huehuehue~ selesai akhirnyaaaa. Ini namanya iseng, jadi yah~ saya tidak berekspetasi lebih pada one shot ini~ one shot project saya yang lain malah terbengkalai dan engga selesai-selesai. Ini yang tanpa direncanain malah selesai /kebiasaan/ kalo direncanain emang jarang terlaksana T~~T saya bingung mau masukin ini ke genre apa. jadi masukin ke humor ajalah, padahal engga ada humor-humornya sama sekali TwT

Oke, ini ga jelas saya tau. Makasih banget buat yang udah nyempetin baca ff tidak jelas ini~ tapi mungkin ada yang berkenan meninggalkan jejak? ^w^

Arigatou gozaimashita~^^