Main Chara:
Gakupo Kamui || Luka Megurine
Genre :
Fantasy || supernatural || sisanya terserah pembaca..
Warning:
· Alur mainstream, mungkin udah sering nemu kisah begini, tapi buat yang baca.. "terimakasih banyak" *bow*
· Typo somewhere, mungkin ada. Tapi mungkin juga nggak. /males baca ulang *ditimpuk*
· Kalimat nggak nyambung atau sejenisnya.
· Cerita kurang memuaskan dan karya ini jelek sekali. /maklum, saya baru nongol lagi.
Gakupo menatap bangunan besar nan megah dihadapannya. Sebuah kastil.
Bagaimana orang desa seperti ia bisa sampai disana semuanya dimulai dari hal yang sangat tidak masuk akal. Benaknya kosong entah mengapa. Ia tidak bisa berpikir jernih. Hanya satu hal yang bisa ia ingat dengan jelas, pengakuan seorang tabib tua kepadanya tentang sesuatu yang bernama Pyllovu Amnour.
Kejadian itu bermula ketika tiga hari yang lalu dirinya baru saja kembali dari desa Utara untuk menjual hasil perkebunan. Kedua orangtuanya ditemukan telah tergeletak di lantai rumahnya dalam kondisi tak bernyawa. Ia sudah memastikan tak ada denyut dari dari keduanya. Namun disamping itu tak ada bercak darah ataupun jejak apapun yang ditinggalkan sang pelaku. Anehnya, dari sekitar ruangan tempat orangtuanya tewas, terdapat banyak kupu-kupu hitam dengan corak tribal putih. Gakupo yang saat itu dihantui rasa ketakutan tanpa pikir panjang ia langsung berlari menuju istana untuk meminta pertolongan.
Ketika ia berhasil berhadapan dengan sang kaisar dan menceritakan semua kejadiannya, dibandingkan kaisar, yang terlihat terkejut adalah para tabib kerajaan. Mereka berkali-kali berbisik dan mengatakan 'Sang Amnour telah kembali' seraya menatap wajah Gakupo. Mereka tidak segera menolongnya sampai salah seorang dari tabib itu mendekatinya dan berkata, "Mulai saat ini, kau harus tinggal disini".
Begitulah awal mula bagaimana Gakupo sekarang dapat berada dilingkungan kerajaan. Semenjak kejadian itu, semua penghuni kerajaan dibawah kaisar memperlakukan Gakupo seperti seorang pangeran. Para tabib menyapanya dengan hormat ketika bertemu dan memanggilnya dengan akhiran –sama.
"Gakupo-sama, sudah waktunya.." panggil seorang pengawal dengan aksennya yang penuh hormat.
"Aku akan segera kesana. Dimana mereka?"
"Dihalaman belakang, Gakupo-sama."
Hari ini adalah hari yang Gakupo tunggu. Para tabib telah berjanji kepadanya akan menceritakan segala hal yang selama ini ditutup-tutupi darinya.
Di halaman belakang seperti yang dikatakan oleh penjaga, rupanya para tabib muda terlihat sedang berdiri dengan formasi melingkar seperti akan melakukan suatu ritual khusus. Gakupo yang tak menyangka dengan apa yang dilihatnya, ia pun mundur selangkah karena takut.
Menyadari hal itu, tiba-tiba seorang tabib tua yang tidak diketahui namanya itu melangkahkan kakinya ketengah lingkaran. Ia berdiri disana dan hanya menatap Gakupo seorang. "Kemarilah... kau tak perlu takut.." ucapnya dengan suaranya yang bergetar.
Hal itu justru membuat Gakupo semakin ketakutan. "M-mau apa kalian?!"
"Kau bilang kau ingin tahu segalanya 'kan?" ucap si tua itu kembali dengan suara yang tak kalah menakutkannya.
"Dia benar. Aku harus tahu segalanya. Aku harus segera menyelesaikan masalah ini.." Begitulah pikir Gakupo untuk menenangkan dirinya. Disamping itu, pemuda itu tumbuh sebagai pemuda yang arogan karena ketampanannya. Ia tak mungkin kabur begitu saja hanya karena hal mistis seperti itu. "Maju atau harga diriku akan terkubur.." Ia mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya dan segera melangkahkan kaki mendekati tabib tua itu.
"Wahai manusia pilihan dewa..." ucap seluruh para tabib yang berdiri mengitarinya. Mereka mengangkat kedua tangannya keatas seraya menggenggam sebuah buku hitam lusuh. "SELAMAT DATANG!"
"Ada apa ini, jii-san?" tanya Gakupo ketika berhadapan dengan sang tabib tua. Ia melihat ke sekelilingnya.
"Inilah saatnya, Gakupo-sama! Inilah saatnya membangkitkan kekuatan sang Dewa! Gerbang menuju dimensi lain telah terbuka dan kaulah manusia pilihan Dewa selanjutnya!" jawab tabib tua itu dengan suaranya yang kini melengking keras.
"H-hah? Kekuatan? Kekuatan apa? Aku datang kemari sejak 3 hari yang lalu untuk mengetahui apa yang telah menimpaku. Sekarang dimana orang tuaku?! Apa yang kalian lakukan pada mereka?!"
"Mereka aman bersama kami, Gakupo-sama."
"A-aman?! Memangnya apa yang kau lakukan pada mereka?!"
"Gakupo-sama, berhentilah panik seperti itu dan dengarkan aku." sang tabib kembali menatap kedua bola mata Gakupo tajam untuk membuat pemuda itu terdiam. Lalu ia membuka sebuah buku tebal yang serupa dengan buku yang dipegang oleh tabib lain. "Kaulah manusia pilihan Dewa yang berhak menguasai kekuatan yang terkurung selama 12 tahun ini."
Mendengar jawaban yang semakin terdengar konyol dan tak masuk akal seperti itu, Gakupo merasa dipermainkan. "Aku semakin tidak mengerti! Kau pikir aku ini makhluk utusan Dewa begitu?!" cibir Gakupo penuh emosi.
"Benar. Kaulah penerus dari pengguna Pyllovu sebelumnya, seorang Amnour."
"Pyllovu?! Amnour?! Aa—JANGAN KONYOL! Aku tidak percaya dengan hal seperti itu!"
"BERHENTI MELARIKAN DIRI, GAKUPO-SAMA!" tabib tua itu berteriak sehingga membuat bulu kuduk Gakupo berdiri. "Apa kau tak ingat apa yang kau laporkan kepada Paduka Kaisar hari itu.. Kenapa kau datang kemari hari itu?"
Gakupo terdiam. Ia paham ia sudah melakukan tindakan yang memalukan. Ia ingat betul apa yang ia lihat hari itu, kupu-kupu hitam dengan corak tribal putih. "Lalu apa hubungannya dengan kematian kedua orang tuaku? Dan, apa maksudmu soal Pyllovu Amnour yang pernah kau sebutkan beberapa hari lalu itu?"
"Kupu-kupu yang kau lihat hari itu," sang tabib menutup bukunya dan melipat tangannya kebelakang. "Itu adalah Pyllovu. Merekalah yang telah menyegel ruh kedua orang tuamu."
"M-menyegel ruh?"
"Pyllovu bukanlah kupu-kupu biasa.."
Seperti namanya, Pyllovu adalah kupu-kupu aneh yang tidak akan pernah ditemukan dibelahan bumi manapun. Mereka adalah bagian dari kaki tangan sang Dewa yang dapat menyimpan kekuatan yang sangat besar. Dan tugas mereka sebenarnya adalah memilih seseorang yang dianggap layak untuk menjalankan misi. Seseorang yang terpilih itu akan disebut sebagai seorang Amnour apabila mereka sudah menerima kekuatan dari Dewa secara langsung. Kekuatan yang luar biasa itu akan mereka gunakan untuk menjalankan sebuah misi yang hingga sekarang belum selesai. Namun semua itu tidak didapatkan dengan percuma. Sebagai gantinya, Dewa akan menyegel ruh orang-orang terdekat sang Amnour dengan menggunakan kekuatan Pyllovu. Dengan kata lain, Pyllovu membuat mereka tampak seperti putri tidur.
"A-aku tidak mengerti.." Gakupo menahan kepalanya yang ia rasa mungkin akan pecah. "Semua penjelasanmu itu sulit kupercaya."
"Kau harus percaya. Kau harus yakin. Bagaimanapun juga, inilah yang terjadi padamu.." tabib tua itu mendekati Gakupo dan menepuk punggung pemuda itu dengan lembut. Seperti yang seorang ayah lakukan kepada putranya.
"Lalu apa yang akan terjadi pada orang tuaku kalau kupu-kupu itu tidak akan pernah melepas segelnya?! Aku akan benar-benar kehilangan mereka!"
"Untuk itu, percayalah dengan apa yang kau ketahui, Gakupo-sama.. tunduklah pada perintah sang Dewa dan lakukan apa yang sudah jadi tugasmu.."
Gakupo terdiam. Ia menundukkan wajahnya ke tanah. Apa yang dikatakan sang tabib benar-benar diluar perkiraannya. Hal seperti ini tak cukup ia dengarkan dan ia simpulkan. Ia harus benar-benar mengerti kondisinya sekarang. "Misi apa yang akan Dewa berikan padaku? Dan kenapa aku?!" pemuda itu menjatuhkan tubuhnya ke tanah. "Aku dan kedua orang tuaku hanya orang biasa. Bahkan aku tak pernah berdoa dan meminta kepada Dewa untuk mengubah nasibku."
"Siapapun bisa terpilih, Gakupo-sama.. kalau kau bicara soal takdir, siapa yang tahu jalan hidupmu akan seperti apa." kedua tangan keriput sang tabib menggenggam lengan Gakupo dengan erat. Untuk kesekian kalinya ia menatap Gakupo begitu dalam. "Percayalah pada kekuatan Dewa, Gakupo-sama. Kekuatan itu tak mungkin melukaimu. Jadi jangan takut kau akan kehilangan apapun. Dewa pasti melindungimu. Kau tak bisa lari kemanapun sekarang.."
Gakupo mengangkat wajahnya dan membalas tatapan pria tua itu. Ia sadar semua itu memang tak akan berakhir kalau bukan ia sendiri yang mengakhirinya. "Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Kau harus pergi ke dimensi lain dunia ini, Gakupo-sama.."
"D-dimensi lain? M-maksudmu aku harus menjalankan tugasku disana? SEORANG DIRI?!"
"Kau akan mengetahuinya setelah kau menjadi seorang Amnour. Sekarang, apakah kau siap untuk menerima kekuatanmu, Gakupo-sama?"
"TUNGGU DULU!" teriak seorang gadis yang mengenakan yukata pendek berwarna coklat muda seraya berlari mendekat kedalam lingkaran tabib. Nafasnya terengah-engah. Dari beberapa helai poninya menetes keringat yang mengalir melalui dahinya.
"PENJAGA! TAHAN GADIS ITU!" perintah tabib tua. Suaranya begitu melengking keras sehingga membuat Gakupo menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya.
Dua pengawal segera bergerak dan menahan gadis itu dengan tameng dan hendak menyerangnya dengan sebuah tombak. Namun gadis itu rupanya sangat tangguh dan berhasil menangkis beberapa serangan kecil yang dilakukan penjaga untuk menakutinya. Untuk sesaat ia berhasil lolos. Namun salah satu penjaga itu tak segan-segan menarik tangannya secara kasar sehingga ia terjatuh tersungkur dan pipinya tersayat serpihan kayu.
"T-teganya kalian menodai wajahku!" Gadis itu segera memutar badannya dan menendang kedua wajah penjaga itu dengan sekuat tenaga sehingga mereka terpental. "Jangan main-main denganku, dasar cecunguk! Menjauhlah atau kupatahkan tulang punggungmu!"
"N-ninja?" seorang pengawal yang pipinya lebam karena tendangan gadis itu merasa heran dengan lawannya.
"Ninja?! Cecunguk ya memang cecunguk! Isi kepalanya itu tidak mungkin melebihi ukuran biji jagung," gadis itu berhasil berdiri tanpa merasa sakit sedikitpun. Ia terlihat begitu gagah meskipun kalimatnya terlalu pedas. "Dengar, bodoh! Aku ini Megurine Luka. Dan aku adalah calon Amnour selanjutnya.."
Kedatangan gadis bernama Luka itu bisa dikatakan sebagai bencana, bisa dikatakan juga sebagai berita yang sangat baik. Memang sempat terjadi adu cek-cok antara para tabib muda dengan si gadis mulut-cabai, Megurine Luka itu. Mereka tidak menyangka akan ada dua calon Amnour yang akan melakukan misi penting itu. Para tabib muda beranggapan kalau Luka mungkin saja berbohong. Namun gadis itu berhasil membantahnya dengan apa yang sudah ia ketahui sebelum ia datang ke kastil itu.
Luka tahu apa yang Gakupo tidak ketahui.
Dalam kondisi seperti ini, Gakupo merasa tabib tua itu sudah membohonginya dengan tidak membuka semua yang harus ia ketahui.
"Luka! T-tadi kau bilang kau bisa mengembalikan keluargamu? Jii-san, kau tidak bilang soal ini padaku!" Gakupo menatap wajah tabib itu dengan geram. "Dan apa itu Mytheronomia? Kau bahkan tidak menyebutkan hal itu sama sekali padaku."
Sang tabib tua hanya bisa menunduk.
"Kau menyuruhku untuk pergi ke dimensi lain seorang diri tanpa dibekali pengetahuan apapun soal dunia sana, tapi kau sendiri juga yang banyak menyembunyikan informasi penting untukku!"
"Maafkan saya, Gakupo-sama.. Tapi sepertinya kau salah mengerti. Keluargamu akan kembali apabila kau berhasil menyelesaikan tugasmu."
"Kalau hanya itu kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?! Aku akan lebih bersemangat untuk pergi dan menyelesaikan tugasku, kan?"
"Selama 12 tahun sejak misi pertama diberikan oleh Dewa, hingga sampai saat ini belum ada seorang Amnour yang dapat kembali ke tanah kelahirannya setelah ia berangkat ke Mytheronomia." Luka menjawab pertanyaan Gakupo tak lama setelah pemuda itu mengucapkannya. "Dengan kata lain, tabib ini hanya menganggapmu sebagai tumbal."
Seketika itu suasana hening. Para tabib menundukkan kepalanya seperti merasa bersalah. Apa yang dikatakan Luka memang benar. Mereka tidak akan menyangka akan ada seorang gadis serba-tahu yang muncul tiba-tiba dan membongkar keburukannya.
"Jadi.. aku ini tumbal?! Tumbal negeri antah berantah yang bernama Mytheronomia?!" ketakutan Gakupo muncul kembali. Ia beranggapan kalau kekuatan itu seolah menjadi akhir dari kehidupannya.
Seperti yang dikatakan Luka, memang tidak ada seorang Amnour pun yang telah kembali. Itulah mengapa Dewa kembali memilih calonnya dan terus menerus melakukannya setiap tahun. Para tabib menganggap misi itu tak akan pernah selesai dan terus menerus meminta korban dari bumi. Mereka tidak bisa melakukan apapun.
"Sebenarnya apa yang akan kita hadapi di Mytheronomia itu, jii-san?"
"Sebuah perang tepatnya. Tak disebutkan perang apa yang berlangsung disana. Namun apabila sang Dewa memilih manusia bumi untuk menjadi tangan kanannya, itu menandakan kalau Dewa meminta perwakilan dari dunia kita untuk membantu mereka dalam perang yang terjadi disana."
"Perang?"
"Buku hitam tua yang dipegang para tabib itu adalah isi dari perintah sang Dewa. Meski tak jelas, semuanya tertulis disana." Luka kembali membuka suara dan menghadap kearah sang tabib tua. "Dewa meminta kita untuk bertindak. Itulah mengapa Dia memberi kita kekuatan untuk menghentikan perang itu. Kita akan datang sebagai penolong."
"Hmp! Kalau kau dan orang-orangmu berpikiran kita ini tumbal, lebih baik kalian tak perlu mengaku diri sebagai tabib kerajaan! Memalukan sekali."
Gakupo menatap punggung Luka. Ia merasa kalah dari gadis yang bahkan tidak ia kenal itu. Luka terlihat begitu berani. Ia merasa tidak takut apapun meski lawan bicaranya adalah para orang yang lebih tua darinya dan berkekuatan ilmu dalam yang tinggi.
Tidak mau dilihat panik, Gakupo mencoba tenang dan berpikir jernih. "Tapi bagaimanapun juga aku tidak bisa kabur. Kupu-kupu itu menyegel ruh orang tuaku.. aku harus dapat kembali. Ini sama saja seperti menyelamatkan nyawa orang tuaku juga. A-aku harus selamatkan mereka!"
Kabut putih muncul dan mulai mengelilingi Gakupo dan Luka. Upacara untuk mendapatkan kekuatan dan menjadikan keduanya sebagai Amnour akhirnya dilakukan setelah sang tabib tua meminta maaf kepada mereka.
Kabut itu terlihat sangat tebal bahkan sampai menutup sinar matahari siang itu. Mengetahui hal itu para tabib segera membaca mantra dan keanehan kembali terjadi; dua Pyllovu berukuran besar muncul dari dalam tanah dengan tiba-tiba. Kedua Pyllovu besar itu adalah sumber kekuatan dari calon Amnour yang telah ditetapkan.
Seiring dengan kemunculan dua ekor Pyllovu besar itu, sang tabib tua menghentikan mantranya. "Gakupo-sama.. Luka -sama.. sekarang bukalah kedua matamu dan lihat apa yang berdiri dihadapanmu.." ucap sang tabib tua.
Keduanya membuka mata mereka perlahan. Betapa terkejutnya Gakupo setelah melihat kupu-kupu yang pernah dilihatnya waktu itu kini muncil dihadapannya dengan ukuran yang sangat besar. Tapi berbeda dengan Gakupo, Luka terlihat cukup tenang.
Tidak ingin terlihat buruk dan norak dihadapan Luka, Gakupo segera kembali mengontrol diri.
"Inilah kekuatan kalian." jelas sang tabib tua.
"H-hanya ini? Lalu bagaimana selanjutnya?" Gakupo menaikkan sebelah alisnya. Ia merasa aneh kalau memang kupu-kupu itulah kekuatan spesialnya. Maksudnya, ia mungkin akan sangat kerepotan untuk membawanya kemana-mana. "Hewan peliharaan sebesar itu akan sangat mengganggu pemandangan." Begitulah yang ada dibenaknya.
Terlalu polos.
Sang tabib menggeleng dan kembali bersiap untuk mantra yang kedua. "Pyllovu akan menyatu dengan tubuhmu sekarang. Bersiaplah!"
"A-apa?!" Gakupo segera kembali berdiri tegak. Ia menghela nafas panjang lalu menghembuskannya lewat mulut.
Tabib tua mulai kembali membacakan mantra kedua. Lalu tak lama kemudian bias cahaya merah semerah darah muncul dari sayap Pyllovu. Kedua kupu-kupu hitam besar itu terbang mengelilingi kedua calon Amnour sekali dan berhenti tepat dibelakangnya, lalu menempelkan kaki-kaki mereka mereka tepat di punggung keduanya. Baik Gakupo maupun Luka keduanya merasa sangat kesakitan. Bagaimana tidak? Kedua Pyllovu berukuran raksasa itu membuat lubang di punggung mereka dan berusaha untuk menanamkan tubuh raksasanya secara perlahan.
"Bertahanlah..." ucap tabib tua menenangkan keduanya.
"A-aku merasa ditikam, J-jii-san!" Gakupo mengepalkan tangannya dan menggigit bibirnya untuk menghilahkan rasa sakit yang amat sangat luar biasa itu.
Seperti ditikam. Memang seperti itu rasanya.
Pertama kali Pyllovu itu memasukkan kaki-kaki serangganya kedalam tubuh manusia, bahkan rasanya bukan lagi seperti tertusuk jarum. Proses yang bisa dibilang 'menyatu' itu sangat menyakitkan.
Hal baik memang tidak bisa didapat dengan cuma-cuma.
Rasa sakit itu berhenti setelah 2 jam kemudian.
Kabut tebal dan segala macam mantra menghilang dengan tiba-tiba. Gakupo dan Luka sudah kembali normal. Sama seperti biasa, mereka tidak terlihat berubah sama sekali. Merasa aneh, ia pun berusaha untuk bertanya pada Luka.
"H-hei, nona.. menurutmu apa aku terlihat berubah?" Gakupo memasang pose yang layak untuk siap 'diperhatikan' oleh seorang wanita.
Luka menatapnya dingin. "Apa?"
Gakupo memutar bola matanya. "Ayolah, nona. Aku tidak sedang menggodamu! Aku hanya ingin bertanya apa ada yang berubah dariku? hah? Hah? Hah?"
"Ada," Luka melipat kedua lengannya di dada. "Kau semakin banyak bertanya seperti bocah ingusan. Diamlah!"
"J-jaga mulutmu itu, nona!"
"Kau ini siapa berani memerintahku? Kau bahkan tak kenal aku." Luka membuang wajahnya dan enggan menatap Gakupo secara langsung. Sekali ia melirik padanya pun tatapannya seperti melihat bungkusan sampah. Ia terlihat begitu tinggi. Sangat tinggi.
Gakupo yang tidak ingin semakin berurusan dengan wanita itu segera meninggalkannya dan menghampiri si tabib tua. "Jii-san, kapan kita akan berangkat ke Mytheronomia? D-dan mengapa aku merasa.. sama saja?"
Sang tabib tua tertawa, "Apa menurutmu setelah menjadi seorang Amnour kau akan lebih tampan, Gakupo-sama? Itu tidak mungkin!"
"H-hei, bukan seperti itu maksudku! Aku hanya merasa tak ada yang berubah dari sebelumnya. Aku masih aku, aku tidak merasa spesial. Apa aku memang sudah memiliki kekuatan itu?" Gakupo memang terlalu polos.
"Gakupo-sama, menurumu apa kau memerlukan kekuatan itu disini?"
Gakupo menggeleng.
"Kau akan mengetahuinya tengah malam nanti saat tiba di Mytheronomia."
"Baiklah,"
"Ah, ini penting untukmu dan Luka-sama," tabib itu menatap Luka untuk mengucapkan sesuatu. Tapi Luka lebih memilih pergi dan istirahat. "Sebaiknya kau saja nanti yang beritahu dia ya,"
"Memang apa yang ingin kau sampaikan?"
"Gakupo-sama.." Tabib tua mengubah ekspresinya. Lelaki itu menurunkan alisnya pertanda ia akan mengatakan sesuatu yang kurang baik. "Meski kekuatan Pyllovu sangat besar dan kuat, mereka bertipe parasit."
"P-parasit?"
Ia mengangguk. "Kekuatan itu akan terus berkembang didalam tubuhmu dan tak akan pernah berhenti. Kau bisa menggunakannya sesukamu kapanpun, dimanapun kau membutuhkannya selama berada disana. Tapi itu bukan suatu hal yang baik bila kau gunakan secara berlebihan."
"A-apa kemungkinan terburuknya?"
"Ini bukan lagi sebuah kemungkinan. Apabila kau menggunakan kekuatan itu secara berlebihan, maka nyawamu akan menghilang dan tubuhmu akan dikuasai oleh Pyllovu. Kau bukan lagi Kamui Gakupo."
"Dengan kata lain, aku yang sekarang akan-"
"Mati. Benar sekali.. kau mungkin hidup. Tapi hanya jasadmu. Dimana kau nantinya, tak akan ada yang tahu. Kalau salah satu dari kalian ada yang seperti itu, mungkin saja kalian akan kembali kemari sebagai Pyllovu atau bersama Pyllovu. Gakupo dan Pyllovu, atau Luka dan Pyllovu. Seperti itulah.."
"Jii-san, aku.."
"Maafkan saya, Gakupo-sama.. Tapi sadarlah. Kau juga pasti tahu, segala sesuatu pasti ada kekurangannya. Untuk itu berjuanglah. Kami semua mendoakanmu," Ia menepuk bahu Gakupo dan berusaha membuatnya tenang. "Sekarang kau harus istirahat. Nanti malam, kau harus melakukan perjalanan yang jauh. Nikmatilah selama kau masih disini. Kau tak akan menemukan kue dango disana." Sang tabib tersenyum kecil seraya membalik badan dan meninggalkan Gakupo seorang diri.
