KRIIINGG~

"Halo, Hebi Corp. di sini. Ada yang bisa saya bantu?"

"Oi, Teme. Ini aku."

"Dobe. Kenapa kau menelepon ke tempat kerjaku?"

"Kau ingat besok hari apa 'kan, Teme?"

"Hn. Hari peringatan setahun kita pacaran. Kau tak perlu mengingatkanku setiap hari, Dobe."

"Baguslah kalau kau ingat. Aku sudah memesan tiket pesawat Oto-Konoha untukmu, ambil tiketnya di mail Yahoo!-mu. Besok kau ke rumahku ya, Teme!"

KLIK!

"…Hah?"

.

MEET THE NAMIKAZES!

by: Uchiha Nata-chan

Disclaimer:

NARUTO © Masashi Kishimoto-sensei

Warnings:

~Shounen-Ai~

~Alternate Universe~

~Maybe OOC~

~OC, Human!Kyuubi as Naruto's Brother~

~Sedikit bagian tidak masuk akal, lebayness, serta kata-kata gombal yang bikin sebal LOL~

~SASUNARU~

~~Dibuat untuk merayakan SasuNaru Day 2011. All hail SasuNaru! XD~~

.

Special Prompt from Shrine's Event:

Kushina's Birthday

.

DON'T LIKE, DON'T READ!

.

ENJOY IT!

.

Chapter 1—Meet The Brother and Father

.

Sinar matahari yang menyengat, menyinari setiap sudut yang dapat dijangkau oleh cahayanya. Tampak kerumunan manusia tengah memadati salah satu bandara terkenal di kota Konoha—Konoha Airport. Kerumunan itu ternyata sedang berkumpul di pintu keluar bagi orang-orang yang baru saja turun dari pesawat tujuan Oto-Konoha—menanti sanak saudara yang telah tiba dari kota sebelah.

Beberapa orang mulai keluar satu persatu dari pintu tersebut, masing-masing membawa tas ataupun koper. Wajah mereka berubah sumringah saat menemukan setidaknya satu orang yang hendak menjemputnya kembali ke rumah masing-masing. Tetapi di antara orang-orang tersebut, terlihat sesosok pemuda tampan berkacamata hitam tengah memandang sekeliling dengan raut sebal yang sedikit kentara.

"Dobe sialan itu… Jangan bilang dia tidak menjemputku…" gumam pemuda bernama Uchiha Sasuke itu geram. Ia adalah seorang pemuda biasa berumur 19 tahun, seorang lelaki tampan dengan rambut dan mata hitam kelam serta kulit yang seputih susu. Belum lagi perawakan yang maskulin dan sikapnya yang memesona, rasanya setiap jengkal tubuhnya diciptakan dengan hati-hati oleh Yang Maha Kuasa.

Apa yang sedang dilakukannya di kota Konoha ini? Padahal sampai kemarin ia masih bekerja dengan santai di Taka Corp. di kota Oto, tempat ia lahir dan dibesarkan—sampai seorang dobe meneleponnya kemarin, dan dengan seenaknya menyuruh Sasuke datang ke kota Konoha yang jarang didatanginya ini—bahkan sampai membelikannya tiket secara online segala.

Ajakan—atau paksaan—si dobe ini membuat Sasuke secara terpaksa mengambil cuti selama tiga hari dari sang bos, Orochimaru. Sang direktur yang mempunyai kecenderungan menyukai ular secara berlebihan itu—lihat saja wajahnya yang sampai-sampai mirip dengan ular saking seringnya ia menghabiskan waktu dengan hewan melata itu—dengan senang hati memberikan Sasuke cuti, karena si pemuda Uchiha ini telah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik tanpa pernah mengambil izin cuti sejak ia pertama kali bekerja.

Well, itu memang bukan masalah. Tapi mendadak datang ke kota yang baru beberapa kali didatanginya ini—heck, Sasuke bahkan tidak tahu ia harus ke mana setelah ini. Dan si dobe yang memaksanya datang kemari sama sekali belum menunjukkan kepala pirangnya sejak tadi.

Omong-omong, siapakah si 'dobe' yang jadi sasaran kemarahan Sasuke sejak tadi itu? Ia adalah Namikaze Naruto, seorang pemuda bersurai pirang jabrik yang mempunyai mata sebiru langit. Ia baik hati, tipikal orang yang populer karena sifatnya yang bersemangat. Senyumnya yang secerah mentari mampu mencairkan es yang bersemayam di hati Sasuke sejak lama. Ya—dia adalah kekasih Sasuke.

Hari ini, tepat tanggal 10 Juli, hari peringatan di mana mereka berdua sepakat untuk memulai suatu hubungan yang lebih dari sekadar 'teman'. Ya, meskipun mereka sesama laki-laki, mereka tidak peduli. Yang penting adalah, mereka merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain. Meski mereka tidak bisa sering bertemu karena jarak dan waktu—Sasuke tinggal di Oto sedangkan Naruto di Konoha—tapi hubungan mereka yang penuh rintangan itu bisa juga mencapai umur satu tahun, tepat di hari ini.

Mereka saling kenal dengan cara yang tidak biasa. Dua sejoli ini bertemu di suatu forum di dunia maya, mereka dekat, berteman akrab, lalu saling jatuh cinta. Baik Sasuke maupun Naruto pada awalnya menyembunyikan identitas masing-masing—tapi seiring waktu berjalan, mereka mulai dekat. Sasuke mulai membuka dirinya—yang sebelumnya sangat tertutup—begitu juga dengan Naruto.

Dulu, saat mereka berstatus sebagai sahabat, mereka tidak pernah memperlihatkan wajah mereka dalam bentuk foto atau apapun. Alasannya sangat sepele—Naruto tidak mau memberikan fotonya kepada Sasuke sebelum si stoic memberikannya duluan, dan Sasuke terlalu keras kepala untuk mengalah begitu saja.

Tanpa sadar, benih-benih cinta pun mulai bersemayam di hati mereka masing-masing seiring waktu berjalan—meski mereka tidak pernah melihat sosok dan perawakan diri satu sama lain, itu bukanlah suatu penghalang bagi seseorang yang sedang jatuh cinta.

Akhirnya, saat Naruto dengan santainya datang ke Oto tepat setahun lalu dengan alasan ingin berlibur, ia menemui Sasuke—yang sudah sejak lama ingin ia lihat wajahnya—dan di sanalah awal hubungan ini dimulai. Meskipun sering adu mulut karena masalah sepele, tapi hubungan mereka terus berjalan hingga kini. Dan meskipun Sasuke—sangat—jarang mengunjungi Naruto dan begitu pula sebaliknya, mereka tetap bisa menjalin komunikasi yang baik dan tetap setia hingga saat ini.

Kembali ke Sasuke. Ia kini telah menyeret koper berodanya ke sebuah bangku yang tak jauh darinya—sambil menggerutu ini dan itu. Naruto masih saja belum datang—tidak mungkin Naruto lupa, jelas-jelas yang membelikan Sasuke tiket ini adalah si pirang tolol itu. Entah apa yang menahan pemuda bodoh itu sampai-sampai harus membuat Sasuke menunggu sendirian di bandara begini.

Setelah mendudukkan dirinya di bangku panjang tersebut, Sasuke melepas kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di depan matanya—lalu mengambil handphone yang tadi dinonaktifkannya saat ia berada di dalam pesawat. Ia segera mengaktifkan kembali gadget beraksen hitam polos itu, lalu menekan tombol yang sudah lama dihapalnya di luar kepala. Setelah menekan tombol hijau, ia menempelkan telepon genggamnya ke telinga—menunggu si pirang bodoh itu mengangkat panggilannya.

"Hoooii~ Temeee~!" sebuah suara serak-serak basah menggelegar di bandara yang sudah sedikit lengang, menyapa telinga sang Uchiha muda yang sedang sibuk dengan HP-nya. Sasuke menolehkan kepalanya ke sumber suara, dan mendapati sosok kekasih pirangnya sedang berlari penuh semangat menuju ke arahnya.

Mendengus, Sasuke kemudian mematikan sambungan teleponnya—kemudian berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, menanti Naruto hingga sampai ke hadapannya.

"Dari mana saja kau, Dobe? Toilet?" tanya Sasuke sarkastik. Naruto yang sudah sampai di hadapan Sasuke dengan napas yang sedikit memburu, kini menunjukkan cengiran lebar pada kekasihnya.

"Gomen, tadi jalanan macet, Teme, dan taksi yang kunaiki tidak bisa menerobosnya," jawab Naruto sambil mendudukkan dirinya ke bangku. Sasuke ikut mengempaskan bokongnya di sebelah si pirang, kemudian menatap kekasihnya tersebut dari atas ke bawah.

Naruto menggunakan T-shirt berwarna putih, dilapisi oleh kemeja biru bergaris hitam. Jeans hitam polos melapisi bagian bawah tubuhnya, dan sepatu sneakers putih bersih membalut kakinya. Rambutnya yang pirang mencuat tak beraturan, tampak halus dan begitu bersinar. Mata birunya yang jernih membiaskan cahaya matahari dengan eloknya, membuat si stoic mau tak mau tenggelam dalam jerat indahnya rupa sang kekasih.

Lamunan Sasuke terhenti saat Naruto menggoyangkan telapak tangannya di depan wajahnya. "Oi Teme, apa yang kauperhatikan?" Naruto berucap penasaran. Tertangkap basah sedang mengamati si blonde, Sasuke mengalihkan pandangannya ke depan. "Hanya ingin mencari perubahan yang terjadi padamu," ucapnya berusaha acuh, " tapi ternyata tak ada yang berubah."

Naruto tersenyum kecil melihat ekspresi Sasuke yang tampak kikuk, kontras dengan ucapan ketusnya barusan. Ia pun kemudian memandangi setiap jengkal tubuh Sasuke yang dapat dijangkau matanya.

Sasuke mengenakan sebuah T-shirt biru tua di balik jaket hitam polos yang kini membalut tubuhnya. Celana jeans berwarna gelap serta sepatu sneakers bercorak hitam dan putih menghiasi kakinya tanpa cela. Kulitnya masih seputih saat Naruto terakhir kali melihatnya, dan terlihat sama halusnya—Naruto heran kenapa Sasuke bisa mempunyai kulit semulus ini—juga parasnya yang tampan, mata onyx-nya yang memabukkan, serta rambut hitam yang mencuat di bagian belakang itu… ah, betapa bersyukurnya Naruto bisa mendapatkan kekasih seperti Sasuke.

"Kau juga tidak berubah, Teme," balas Naruto sambil menunjukkan cengiran rubahnya ke Sasuke. Sang kekasih hanya mendengus sebagai jawabannya. Naruto pun menegakkan diri, lalu berdiri di hadapan si pemuda stoic, "Nah, should we go now?"

Sasuke menegakkan dirinya, kemudian mengambil koper yang sedari tadi duduk manis di sebelahnya. "Hn," gumamnya pelan, kemudian berjalan menuju salah satu taksi yang berjejer di sekitar bandara. Naruto pun mengekorinya dari belakang sambil bersiul-siul bahagia.

'Hari ini akan jadi hari yang spesial bagi kita, Teme.'

.

.

.

Pusat distrik Konoha. Tempat paling ramai di kota ini, jelas karena di sinilah hampir semua aktivitas manusia modern dilakukan. Dan bukanlah sesuatu yang aneh apabila di antara gedung-gedung perkantoran dan berbagai bangunan lain yang menjulang tinggi, kita dapat melihat sebuah hotel bintang lima bernama Sannin Hotel berdiri kokoh.

Di depan hotel mewah inilah, sebuah taksi yang berisi seorang pemuda blonde dan pemuda raven berhenti. Setelah keluar dari taksi bersama sang kekasih, pemuda raven yang ternyata adalah Sasuke itu menatap gedung pencakar langit di hadapannya bingung.

"Kenapa kita kemari, Dobe? Kau bilang ingin mengajakku ke rumahmu?" tanya si stoic pada Naruto yang sudah berjalan sambil menyeret koper Sasuke. Mendengar pertanyaan sang pacar, Naruto berhenti berjalan, kemudian berbalik untuk menunjukkan cengirannya yang ceria, "Ini rumahku, Teme."

"…Rumahmu?" gumam Sasuke linglung. "Iya, ini rumahku!" balas Naruto bersemangat.

"…Maksudmu… kau menginap di sini, Dobe?"

"Nope. Semua kamar di sini akan jadi milikku suatu hari nanti, karena hotel ini milik Tousan, Teme!"

Wait a minute.

Seingat Sasuke, saat terakhir kalinya ia mengunjungi Naruto beberapa bulan yang lalu, rumah si pirang tersebut tampak normal, seperti kebanyakan rumah lainnya—meski memang tampak jauh lebih mewah. Tapi… sejak kapan rumah itu dirobohkan dan dibangun hotel megah begini? Lagipula itu tidak mungkin 'kan?

'Tentu saja, bodoh. Mana ada hotel bintang lima yang bisa dibangun dalam waktu beberapa bulan saja,' gerutunya di dalam hati. Mendadak Sasuke ingin memukul kepalanya atas dugaan konyol yang tadi muncul.

"Lalu rumah yang kukunjungi saat terakhir kali aku datang kemari itu rumah siapa, Dobe?" Sasuke bertanya, berusaha mencari titik terang atas kebingungannya.

"Oh, itu rumahku juga, Teme. Kupikir kau akan lebih nyaman jika menginap di hotel daripada di rumahku, jadi aku membawamu kemari."

"…" Sasuke tak mampu berkata-kata. Setahun menjalin cinta dengan Naruto, ia tak pernah tahu kalau sang kekasih adalah anak orang kaya. Well, ia memang sudah menduganya—mengingat rumah mewah yang dikunjunginya tempo hari—tapi… ayahnya mempunyai hotel bintang lima? Wow. Sasuke benar-benar tak menyangkanya sama sekali.

Naruto yang masih saja nyengir, menarik Sasuke—yang sibuk dengan dunianya sendiri—untuk masuk ke dalam lobi hotel. Setelah mengambil salah satu kunci kamar di resepsionis, Naruto segera menyeret Sasuke ke dalam lift. Setelah sampai, ia pun membuka pintu kamar hotelnya—dan pemandangan di dalamnya membuat Sasuke kehilangan kata-kata.

Sebuah ruangan luas berdinding krem, dengan balkon di sisi jendela yang mempunyai gorden berwarna putih gading. Sebuah ranjang king-size yang tampak empuk bertengger di pinggir kamar, juga televisi layar datar super besar di dekatnya, serta berbagai barang-barang megah lainnya mengisi kamar tersebut. Sasuke kemudian mengalihkan pandangannya pada Naruto—yang sedang asyik mengobrol dengan seorang bell boy yang membawakan kopernya.

"Oi, Dobe, kau menyuruhku tinggal di sini?" tanya Sasuke—masih setengah tidak percaya. Mau bagaimana, Sasuke tidak pernah tahu kalau sang kekasih ternyata sekaya ini.

"Lalu—ah, kau sudah boleh pergi," Naruto membatalkan niatnya untuk mengobrol lebih lanjut saat Sasuke melempar pertanyaan. Setelah sang bell boy pergi, Naruto berjalan ke arah kasur luas di dekat Sasuke. "Tentu saja, Teme, ini salah satu kamar terbaik di hotel ini," ucap Naruto sambil melempar dirinya ke ranjang. Ia berguling-guling sambil tersenyum kecil.

"Kau benar-benar yakin?" ucap Sasuke sambil mendudukkan diri di sebelah Naruto. Si pirang pun mendudukkan dirinya, kemudian ia menggeser tubuhnya agar bisa duduk berhadapan dengan si raven. "Kenapa tidak? Toh tidak akan ada yang melarang 'kan?" ia balik bertanya. Sasuke mendengus, kemudian berdiri.

"Yah, asal tidak masalah ya tidak apa-apa…" gumamnya sambil menyeberang ke sisi ruangan, hendak membongkar kopernya. Naruto menatapnya dari ranjang sambil memeluk sebuah bantal. Sambil membuka kopernya, Sasuke melontarkan pertanyaan, "Jadi, apa yang ingin kaulakukan hari ini?"

"Aku ingin kau bertemu keluargaku, Teme!" Naruto berseru riang.

Sasuke membeku di tempat.

Apa yang tadi si tolol itu katakan? Bertemu dengan keluarganya? Sasuke segera berbalik, kemudian menghampiri Naruto dengan ekspresi horor.

"Kau mau aku apa?" Sasuke kini sudah menampangkan wajahnya tepat di hadapan wajah Naruto.

"Bertemu dengan keluargaku, Teme tuli."

"Aku… bertemu… keluargamu…?"

"Osh—ttebayo!"

What the…?

"Kau bercanda, Dobe?" Sasuke lagi-lagi bertanya—memastikan dengan penuh keraguan. Tapi melihat cengiran tolol si pirang yang kian lebar itu, Sasuke tahu kalau ini bukan main-main.

No way.

Sasuke tidak akan mau bertemu dengan keluarga Naruto. Demi Tuhan, ia belum siap! Kenapa juga si pirang tolol ini tidak mengatakannya dari awal? Setidaknya Sasuke bisa memiliki persiapan hati yang mantap—atau setidaknya rencana melarikan diri kalau ia sudah tidak sanggup lagi, iya 'kan?

"Kau… Dobe…"

"Apa, Teme?"

"DOBE!"

"Huwaa!"

GUBRAK!

"Oi, Naruto, Tousan sudah…—hei! Siapa kau?"

Semua orang yang ada di ruangan itu mematung. Waktu seakan berhenti berdetik. Apa yang terjadi? Mari kita analisa terlebih dahulu.

Tadi Sasuke mendadak menerjang Naruto penuh kemarahan, membuat mereka berdua terjatuh dari ranjang dan berguling di lantai—dengan posisi yang mencurigakan, di mana Sasuke menempatkan kedua tangannya di sisi kepala Naruto yang terjatuh tepat di bawahnya. Belum sempat mereka menyadari posisi berbahaya ini, mendadak pintu menjeblak terbuka dan tampaklah dua sosok Namikaze yang hendak menyapa Naruto—sang ayah juga sang kakak, Minato dan Kyuubi.

Kyuubi yang membuka pintu, menghentikan pergerakannya dengan shock saat melihat posisi adiknya yang tampak berbahaya. Minato yang berada di balik punggung Kyuubi, mencoba mengintip melalui sisi bahu si sulung Namikaze, dan memasang ekspresi terkejut.

Baiklah, sudah jelas bagaimana keadaan yang terjadi saat ini. Dan kini, mata Kyuubi yang kemerahan sudah berkilat penuh amarah ke arah Sasuke. Yeah, kakak Naruto ini memang tergolong brother complex—meski ia tidak pernah mau mengakuinya.

Ditatap penuh intimidasi oleh si calon kakak ipar, Sasuke menelan ludahnya penuh rasa takut.

"Err… Salam kenal?"

.

.

.

"Oh, teman Naru ya? Paman sama sekali tidak keberatan kalau kau mau menginap di sini, Paman senang Naru punya sahabat yang baik sepertimu."

Minato menepuk pundak Sasuke pelan, ia tersenyum kecil pada si bungsu Uchiha itu. Kini tiga lelaki Namikaze dan satu Uchiha tersebut telah berada di sebuah private room khusus bagi anggota keluarga Namikaze. Di salah satu sofa panjang, duduk Sasuke dengan ekspresi kaku yang kentara—Minato duduk santai di sisi kirinya, serta Naruto di sisi kanannya. Di sebuah sofa single di sebelah Naruto, tampak Kyuubi duduk sambil menatap Sasuke tajam—tampaknya ia masih curiga dengan status Sasuke.

Sasuke tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Setelah ia mengucapkan salam saat sedang menindih Naruto di kamar hotelnya tadi, mendadak Naruto mendorongnya lalu langsung menyeret Sasuke menuju ke hadapan ayah serta kakaknya, kemudian memperkenalkan dirinya secara normal dan biasa. Minato menjabat tangan Sasuke sambil tersenyum, sementara Kyuubi menunjukkan sifat tak bersahabat. Naruto cuek saja, lalu ia mengajak Sasuke serta yang lain ke private room tempat mereka berada kini untuk mengobrol lebih lanjut.

Sasuke tersenyum kaku menanggapi tepukan di bahunya. Ia tidak tahu harus berbuat apa—demi Tuhan, ia sekarang berhadapan dengan—well, calon keluarganya kelak. Apalagi Kyuubi—yang sering Naruto ceritakan sebagai kakak yang sangat melindunginya—menatapnya penuh intimidasi seperti itu. Wajar jika kini Sasuke merasa nyalinya hanya sebesar biji jagung.

"Hei, kautahu?" Kyuubi memecah keheningan yang tadi sempat meraja, "tadinya kupikir kau akan berbuat sesuatu pada si tolol itu—yeah, saat kami memergokimu tadi," ucapnya sambil menunjuk Naruto dengan tampang malas. Menanggapi perkataan sang kakak, Naruto langsung melayangkan protes, "Jangan memanggilku tolol, Sialan!"

"Oh ya? Tapi kau 'kan memang tolol."

"Kyuu brengsek! Aku ini lebih pintar darimu, tahu!"

"Oh, begitukah? Bisa kau buktikan, kalau begitu? Ah, tidak bisa ya? Wajar saja, kau 'kan tidak pernah lebih hebat dariku."

"Grr! Sialan kau!"

"Hei, sudah, tidak enak bertengkar di depan Sasuke-kun," Minato melerai adu mulut kedua anaknya sambil tersenyum kecil. Sejak dulu Kyuubi memang sering mengejek Naruto, tetapi ia adalah orang yang paling tahu kalau itu hanyalah salah satu cara Kyuubi menyampaikan kasih sayangnya kepada sang adik.

Melihat Naruto yang ogah-ogahan memalingkan wajahnya dari Kyuubi, Minato tersenyum. "Omong-omong, benar apa kata Kyuu. Kalau boleh tahu, kenapa kalian bisa ada di posisi seperti itu tadi?" ia bertanya sambil mengarahkan pandangannya ke arah Sasuke.

"Err… Itu… tadi saya tidak sengaja terpeleset dan menarik Naruto, sehingga kami berdua terjatuh dan tanpa sengaja berada di posisi seperti itu," jawab Sasuke sedikit gugup.

"Oh, begitu ya," gumam Kyuubi pelan. "Yah, kalian 'kan sesama lelaki, jadi tidak mungkin ada apa-apa," ucapnya santai.

"Ya, tentu lain lagi ceritanya kalau Naruto menindih seorang gadis," timpal Minato sambil tertawa pelan. Sasuke hanya tersenyum gugup menanggapi tawa kecil Minato. 'Kalau mereka tahu aku ini pacar Naruto, mati aku,' gumamnya di dalam hati.

"Eh, kenapa memangnya kalau gadis?" Naruto yang sedari tadi diam ikut meramaikan. "Meskipun Sasuke itu laki-laki, tapi dia tetap pacarku!" serunya sambil mengeluarkan cengirannya yang biasa.

Pengakuan langsung.

Kyuubi langsung memutar kepalanya ke arah Naruto—ekspresinya seolah menunjukkan kalau ia baru saja mendengar kabar bahwa Naruto akan mati dalam beberapa detik. Minato memasang ekspresi yang kurang lebih sama sambil menatap pemuda raven di sebelahnya. Sasuke menciut di tempat duduknya—dalam hati mengutuk Naruto dan ketololannya yang sudah masuk tingkat akut, sementara Naruto memasang ekspresi bodoh sambil menatap wajah horor Kyuubi.

"Kau… apa?" tanya Kyuu dengan ekspresi yang masih belum berubah.

"Sasuke itu pacarku. Hari ini hari setahun kami berpacaran, dan aku ingin mengenalkannya pada kalian. Memangnya kenapa?"

"Kau berpacaran dengan laki-laki? Sudah setahun?" kini Minato yang bersuara—berusaha memastikan telinganya tidak salah dengar.

"Iya, memangnya kenapa?"

"…Kau tanya kenapa? Kenapa?" ucap Kyuubi penuh emosi sambil berdiri. Ia kemudian menuding Sasuke dengan telunjuknya, "Kau sudah berpacaran dengan pemuda ini selama setahun, dan kau mengatakannya hari ini seolah ini adalah hal yang biasa?"

"…" Minato berdiri dan menatap Kyuubi, kemudian menganggukkan kepalanya sebelum mengalihkan pandangan ke anak bungsunya. "Naruto, ikuti Tousan. Kyuu punya urusan dengan Sasuke-kun," ucapnya dingin. Ia berjalan keluar ruangan, diikuti Naruto yang memasang ekspresi bingung sekaligus ketakutan—ia jarang bisa melihat ayahnya yang hampir selalu tersenyum itu jadi bersikap dingin padanya, dan jika itu terjadi, maka Naruto harus menuruti semua perintah sang ayah.

Naruto melempar pandangan cemas ke arah Sasuke yang duduk terpaku di tengah sofa sebelum menutup pintu ruangan tersebut. "Maaf, Sasuke," ia menggerakkan bibirnya, mengirim isyarat pada Sasuke yang menatapnya dengan ekspresi campur aduk. Naruto kemudian menutup pintu perlahan, menyisakan sunyi yang mencekam bagi Sasuke.

"Jadi… kau pacar Naruto?" Kyuubi bertanya sambil berdiri di hadapan Sasuke. Sang raven hanya menganggukkan kepalanya kaku—ia benar-benar ngeri membayangkan apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

"Well, kautahu," gumam Kyuu sambil menyisir rambut pirang kemerahannya dengan tangan, "sudah lama aku menanti kedatangan seorang gadis yang akan menjadi kekasih Naruto, tapi tak kusangka ternyata dia memilih laki-laki sebagai pacarnya," ucapnya pelan. Sasuke dengan sedikit gugup membalas tatapan Kyuubi.

"Saya tahu kalau hubungan kami ini tidak normal, tapi saya tulus punya perasaan padanya," Sasuke membalas ucapan Kyuubi tegas. Ia harus kuat. Apapun yang terjadi, ia harus mempertahankan cintanya, dan membuktikan kalau mereka memang pantas bersama. Sebab ia sudah berjanji, tidak akan pernah meninggalkan Naruto apapun yang terjadi.

"Begitukah? Bagaimana aku bisa percaya padamu? Kau tidak berharap aku percaya begitu saja 'kan?"

"Saya bersedia melakukan apapun sampai Kyuubi-san percaya kalau saya memang serius mencintai Naruto."

"Hm… Begitu ya?" Kyuubi memandang Sasuke sambil memasang tampang berpikir. "Ah, ya… Kaubilang akan melakukan apapun, benar?"

"Ya."

"Hm… Baiklah…" gumam Kyuu sambil berjalan menuju ke pintu keluar. "Kautahu, sebenarnya aku sudah lama ingin melakukan ini pada Naruto saat ia membawa gadisnya, tapi karena dia membawa laki-laki… mungkin rencananya jadi sedikit berubah," ucapnya sambil mengeluarkan seringai tajam, namun hal itu tak membuat Sasuke gentar. Si stoic hanya membalas tatapan tajam Kyuubi dengan tenang. Ia sudah berhasil menguasai emosinya sejak tadi, kembali menjadi Uchiha yang dingin dan datar.

"Saya siap, apapun itu."

"Baguslah," Kyuubi menyeringai kecil. "Nah, tugasmu adalah menjemput Naruto yang berada di lantai teratas bersama Tousan," tegas Kyuubi sambil berdiri di depan satu-satunya pintu keluar. "Tousan pasti sudah membereskan 'pengganggu' saat kita mengobrol tadi, jadi kau harus mencari jalanmu sendiri. Lift tidak bisa digunakan, jadi gunakan tangga. Batas waktunya tiga jam. Kalau kau gagal, aku akan langsung mengirimmu pulang tanpa bertemu Naruto. Jelas?"

"Ya," Sasuke menjawab mantap. Tugas yang terhitung mudah, jadi ia bisa sedikit menarik napas lega.

…Seharusnya.

"Sampai nanti di atas, Sasuke," ucap Kyuubi kemudian sambil memberi seulas seringai lebar, lalu membalikkan tubuhnya dan keluar dari ruangan tersebut. Sasuke menatap kepergiannya dalam diam.

"Che, keluarga aneh macam apa ini? Untung tugasnya tidak terlalu sulit, jadi aku bisa sedikit santai," gumam Sasuke pada dirinya sendiri sambil berjalan menuju pintu keluar. Setelah keluar dari private room yang berada di lantai terbawah itu, Sasuke menatap sekeliling. Ternyata ia berada di dekat lobi hotel.

"Pertama, aku harus mencari tangga darurat menuju ke atas," Sasuke memberi perintah kepada dirinya sendiri. Ia lalu berjalan menuju ke pinggir lobi, dan mendapati sebuah pintu berpelitur emas bertuliskan "Tangga Darurat" di sisi depannya.

Dengan santai, Sasuke membuka pintu tersebut—tanpa tahu apa yang akan dihadapinya.

.

~TO BE CONTINUED~

.

Author's note:

S to the N to the D to the A to the Y! S.N Day 2011! *tebar confetti dengan penuh suka cita*

Happy SasuNaru Day 2011, minna~ Iyey~ Senangnya tahun ini saya masih bisa ikut berpartisipasi~ Horee~ XD

Err, btw, maaf kalau jalan cerita fic ini agak gaje, dan mungkin akan ada beberapa hal yang ngga nyambung di chapter depan—juga di chapter ini. Uh-huh. Maklumkan saja ya~ Soalnya saya pun mengakui kalo fanfic ini adalah fanfic paling gaje yang pernah saya buat selama ini~ T_T *bows*

Ini twoshot loh~ Eh, tenang, saya udah selesai ngetik semuanya kok. XD #nyadar kalo sering ngaret
Jadi saya akan publish chapter duanya besok pagi atau ntar malem aja ya~ Yang sabar menanti (kalo ada yang mau nunggu), ihihi. Tapi saya mau langsung publish dua chapter sekaligus ntar di Shrine. :3

Buat para Kizuna, kalo udah baca harus review loh~ Reader lain juga, ayo budayakan RnR~ Saya juga mau banyak nyebar nama saya di kotak review untuk besok dan hari ini. XDD

Baiklah, sekali lagi, Happy SasuNaru Day 2011! Kritik, saran, serta flame un-gaje yang baik dan benar selalu diterima~ :)

.

MIND TO REVIEW?

.

DOUMO ARIGATOU GOZAIMASU!