Main Cast

Jeon Won Woo

Kim Min Gyu

Wen Junhui

Hong Ji Soo

Yoon Jeong Han

Rated

PG- 15

WARNING!

Boys Love, Gender Switch untuk beberapa cast, Typo(s), Plot atau alur yang mungkin pasaran!

Disclaimer

Of All this, just the plot and the storyline of mine. I don't take advantage anything from this fanfiction. Criticsm and suggestion I receive, but with polite words.

You're such a hard act for me to follow

Love me today don't leave me tomorrow

But if I fall for you, I'll never recover

If I fall for you, I'll never be the same

© Love Somebody – Maroon 5

Wonwoo menatap frustasi sisa-sisa makanan yang baru saja dihancurkan oleh seekor kucing yang entah dari mana menyelinap masuk kedalam dapurnya. Ditinggal selama dua minggu oleh kedua orangtuanya membuatnya berjengit kesal.

Dengan mulut yang terus merapal umpatan, tangannya tetap bergerak membersihkan makanan yang berserakan. Mual, dia ingin muntah—sungguh, kepalanya terasa pening tapi ia tahan semua itu.

"Hyeong?" Pemilik suara baritone mengedarkan pandangannya, tidak dijawab maka ia mengulanginya.

"Hyeong?" Kemudian sebuah lengan terjulur keatas dari balik meja.

"Aku disini Bohyuk."

"Sedang apa kau disitu hyeong?" Kakinya melangkah mendekati hyung nya tersebut, dan tak menuntut penjelasan dengan apa yang sedang dilakukan kakak lelakinya itu setelah netranya melihat.

Bohyuk berjongkok, mengambil alih aktivitas Wonwoo, pria itu menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Biar aku yang bersihkan, teman-teman mu sudah datang tuh."

Ya, siang ini dia sudah ada janji untuk mengerjakan tugas kelompok. Soonyoung, Jihoon, Junhui, Seokmin dan Mingyu. Karena, diantara semuanya, rumah Wonwoo lah yang paling strategis lagipula karena kedua orangtuanya sedang berada di luar kota mereka jadi lebih leluasa.

Wonwoo mengangguk mantap dan berkata terima kasih kemudian berlalu menghilang di balik pintu.

.

.

.

Mingyu bergerak gelisah sembari memegangi kakinya, Soonyoung begitu risih melihat temannya itu.

"Ya! Kalau mau ke kamar mandi, pergi saja." Ujarnya dengan tatapan gemas, Jihoon satu-satunya gadis disana mengangguk; dia masih tidak habis pikir kenapa terjebak diantara lelaki begini. Ditambah dengan Soonyoung, seseorang yang ia hindari akhir-akhir ini.

Wonwoo yang baru tiba, berujar maaf karena membuat mereka menunggu dan di sahuti 'tidak apa-apa' dari Junhui.

Lelaki itu duduk. Namun, pandangannya mendelik kearah Mingyu yang tampaknya tidak beres, melihat pandangan Wonwoo, Seokmin berceletuk.

"Dia kebelet pipis tapi kekeh ingin menunggumu." Wonwoo melongo.

Dia paham dengan sikap aneh Mingyu, Wonwoo berdiri meyuruh Mingyu mengikutinya. Mingyu tersenyum cerah dan dengan sigap menarik lengan Wonwoo agar lebih cepat.

Setelah Wonwoo menujukan kamar kecil, lelaki tinggi itu cepat-cepat masuk, bahkan ia menutup pintunya dengan kencang.

Wonwoo merapal kecil.

"Jika pintunya rusak ku suruh ganti dia."

Dengan itu Wonwoo menyiapkan minuman untuk yang lainnya.

Kurang lebih 3 menit, Mingyu keluar dengan wajah yang sudah layak untuk di pandang. Dia menghampiri Wonwoo, mencomoti biskuit dan dengan gesit tangannya di pukul oleh Wonwoo.

"Tidak sopan Mingyu."

Mingyu mendengus.

"Dasar pelit."

Mereka berdua kembali keruang tengah, dimana keempat teman mereka yang lain sudah memulai diskusi.

Seokmin tampak sibuk menjelaskan bagaimana teori dan praktek yang harus mereka lakukan, Jihoon dengan seksama mendengarkan dan dengan telaten mencatat itu semua. Sedang Junhui mengangguk beberapa kali menandakan bahwa ia paham, Soonyoung nampak nge-blank dan retinanya menuju pada satu titik.

Mingyu yang baru tiba, langsung menyenggol tangan Soonyoung.

"Ludah mu turun tuh." Ledeknya dan ia tertawa, Soonyoung mendesis kesal.

Seokmin menatap mereka sedikit sebal. Wonwoo menengahi sebelum 'perang' dimulai.

"Ini cemilan, Mingyu, Soonyoung perhatikan! Kalian yang akan membuat visualisasi dan itu cukup penting." Wonwoo berkata dengan emosi tak terlihatnya. Namun, dengan intonasi yang lumayan tegas.

Sore itu dilewati dengan diskusi kecil dan adu argument. Mingyu berulang kali tidak setuju dengan Seokmin, dan Junhui serta Wonwoo hanya bisa diam dan melanjutkan membuat visualisasi dari bubur kertas.

Soonyoung yang seharusnya membuatnya malah asyik bermain gadget dan Jihoon yang sibuk dengan ocehannya terhadap Soonyoung.

Seharusnya dari awal Wonwoo tau bahwa kelompok ini tak akan beres.

Ini sudah tahap akhir, Junhui dan Wonwoo perlahan memindahkan Visualisasi 'Gunung berapi' mereka ke balkon agar cepat kering.

Soonyoung heboh di belakang, berceloteh.

'Awas jatuh' 'Wonwoo hati-hati!' 'Wen lihat langkah mu!' dan selainnya.

'PLAK!'

Katup bibir Soonyoung terhenti.

"Yak kalau tidak bisa membantu lebih baik diam!" Jihoon menahan emosinya berkali-kali lipat kepada Soonyoung.

Mingyu menggeleng, dan menaruh perhatiannya kepada Wonwoo dan Junhui.

"Berati besok tinggal mengecat kan? Kau sudah ada cat nya Woo?"

Wonwoo yang diajak bicara mengangguk.

"Sudah—sudah ku sesuaikan dengan kata Seokmin lusa kemarin."

Mingyu mendengus.

"Kan, kemarin ku bilang warna nya gradasi lebih baik."

"Natural itu yang lebih baik." Tutur Seokmin,

Mingyu tidak mau kalah. Dia maju mendekati Junhui dan Wonwoo, lelaki China di sana sudah memijit pangkal hidungnya; enggan mendengarkan argument-argumen yang menurutnya tidak masuk akal untuk keduanya.

Mingyu menunjuk beberapa bagian.

"Untuk ini dan ini lebih baik jika seperti ini dan untuk ini warna pastel terlihat lebih baik."

Seokmin tidak mau kalah.

"Bagian itu lebih baik jika warna hijau dan yang sebelah sana warna biru dengan putih gading akan membuat lebih baik."

Wonwoo menahan napas, dan Jihoon tau apa yang sedang dalam otak Wonwoo.

Soonyoung mengancang, menarik tangan Jihoon secara reflek dan mundur ke belakang. Sedang Junhui terpojok di sudut.

Antara Seokmin dan Mingyu tak ada yang mau mengalah setelah 2 menit berlalu.

"CUKUP! untuk perwarnaan kita diskusikan lagi, ini kelompok bersama bukan hanya kelompok kau atau kau." Telunjuk Wonwoo menunjuk Seokmin dan Mingyu bergantian, tindakan preventif yang dilakukan Wonwoo membuat Mingyu serta Seokmin bungkam.

Padahal ia hanya berbicara tanpa ekspresi, dan menurut Jihoon yang pernah mempelajari Fisiogami—Wonwoo adalah orang dengan minim emosional malah membuat ia akan lebih ditakuti dalam titik tertentu.

Benar saja, auranya seperti mendominan di udara dan membuat Jihoon sedikit sesak yang kemudian dengan tidak sengaja ia mencubit tangan Soonyoung, Soonyoung menggigit bibirnya menahan kupasan tangan Jihoon.

Setelah keadaan menenang, Junhui segera pamit karena masih ada janji lainnya. Seokmin pulang sehabis bercengkrama dengan Mingyu seolah tak ada apapun yang terjadi, dan hal itu membuat Wonwoo jengkel setengah mati.

Sedang Jihoon dan Soonyoung pulang bersama, itupun setelah adegan caci maki di pertontonkan. Tinggal Mingyu yang akan tinggal karena tak ada rencana apapun. Lagipula, di rumahnya pasti tidak ada orang. Di rumahnya semua orang sudah mempunyai kegiatan masing-masing.

Dan di sini ia terdampar; kamar Wonwoo dan sibuk memainkan rubik. Wonwoo mendesah pelan sebelum membanting tubuhnya ke atas matras. Matanya menerawang kepada surat yang ia genggam. Beberapa deret kalimat kembali ia baca.

Wonwoo melirik Mingyu.

"Gyu menurutmu apa aku harus menerima ini?" Tanya nya sambil mengibarkan surat dengan gambar hati dimana-mana.

Mingyu tidak menyahuti; masih terlalu fokus dengan rubik.

Wonwoo kembali bertanya.

"Gyu.."

"Kim."

"Kim. Min. Gyu." Baru saat namanya ditekankan, Mingyu mengalihkan pandangannya.

"Ya kalau kau respect berikan feedback padanya kalau tidak, ya tidak usah—tapi aku sarankan untuk menerimanta." Ucap Mingyu dan menarik surat yang Wonwoo galau-kan dua hari penuh.

Mingyu berdecih.

"Cheesy."

"Kau kan tau, aku mana pernah di puja banyak wanita—memangnya kau." Ungkap Wonwoo.

Mingyu mengibaskan tangannya.

"Ya maka dari itu hyung! Ini sudah saatnya! Dia selalu menguntit mu 'kan? Berati dia benar-benar menyukaimu."

Jeon Wonwoo; hanyalah seorang pemuda berusia 20 tahun yang sedang duduk di kelas akhir SMA nya. Memiliki pandangan elang, wajah emo serta minim ekspresi membuatnya menjadi murid 'hantu', hanya orang-orang tertentu yang dapat menemukan si murid hantu.

Wonwoo tidak nerd atau freak, dia hanya membatasi diri. Dan Wonwoo sadar akan hal itu, itu tindakanya, itu keinginan nya. Wonwoo tidak ingin dirinya disoroti atau tersorot.

Berbeda dengan Mingyu— Mingyu adalah seorang trandsetter di sekolah. Bahkan sejak awal masuk, dia orang yang humble dan friendly sehingga mudah untuknya mendapatkan banyak sorotan. Terlebih Mingyu adalah seorang yang pintar dan tampan adalah nilai plus untuknya.

Dan soal Mingyu yang playboy itu sudah sangat terkenal di kawasan sekolah, entah bagaimana dua orang yang saling bertolak belakang ini bersatu.

Wonwoo dengan segala tindakannya yang terbatas dan Mingyu yang bebas. Kedua orang itu disatukan oleh suatu percakapan dan tindakan sederhana yang membuat mereka kini menjadi sahabat.

"Park Siyeon?" Mingyu nampak menimbang dan menengadah mengingat wajah juniornya.

"Cantik sih, kalau kau suka kenapa tidak kencan saja?" Usul Mingyu,

Wonwoo segera bangkit dan melongok, "Haruskah?"

Mingyu kini yang merebah.

"Aku sarankan sekali lagi, sangat harus." Kemudian lelaki itu memejamkan matanya.

Wonwoo mengambil surat cinta dari Park Siyeon dan berdiri; menatap dirinya sendiri di cermin. Menelusuri wajahnya sendiri, dan pada pandangan tertentu Wonwoo melihat sesuatu di belakangnya. Hatinya terasa sedikit nyeri, dan Wonwoo sudah berekspetasi seperti itu.

'Bukankah aku sudah menebaknya? Apa yang kau harapkan Woo.'

-0-

Mentari masih mengintip malu-malu di balik awan-awan, namun derap langkah Wonwoo bahkan sudah mengisi kebisingan dipagi hari. Ia melewati koridor sembari bersenandung.

Pagi ini ia memutuskan untuk berangkat jauh lebih pagi karena beberapa hal. Semalam suntuk ia bercerita pada Jeonghan Noona—tetangganya dan sudah ia anggap seperti kakak sendiri, dan pada akhirnya Wonwoo menolak untuk berkencan dengan juniornya yang bernama Park Siyeon tersebut. Tak peduli mau dipandang apa ia setelahnya.

Kelas masih sepi, Wonwoo segera menghampiri kursinya dan memandangi deretan stratocumulus. Pemuda emo itu memasang earphonenya dan menjadikan tangannya sebagai bantal.

Matanya mengatup.

Perlahan ia melewati gerbang mimpi.

Dimana semuanya dapat menjadi nyata.

.

.

.

"Ini mungkin aneh bagimu, tapi sungguh aku sudah merasakan ini sudah lama." Obsidian itu melihat kebawah, memilin ujung bajunya tanpa sadar; layaknya wanita dalam mode jatuh cinta.

Sepasang mata menunggu untuk kata-kata yang akan dilanjutkan setelahnya,

"Aku menyukaimu."

Senyuman kecil terbit di salah satu, dan tangan besar mengacak rambut dengan warna kesedihan didepannya.

"Aku juga menyukai mu,"

Mata itu membulat.

"Sungguh?" Yang lain mengangguk mantap.

.

.

"Hahahahahah—HAHAHAHAHAHAHA."

Wonwoo mengerjap, matanya perlahan terbuka sempurna. Dia hampir terjungkal saking kagetnya, Mingyu di sebelahnya tertawa lebar.

"Ku yakin dia mimpi kotor pagi-pagi begini." Ungkap lelaki berkulit tan itu sembari menunjuk wajah Wonwoo yang belum sepenuhnya sadar.

Junhui hanya menggeleng kasian pada Wonwoo.

"Memangnya Wonwoo kau Gyu?"

"Memangnya apa lagi yang dimimpikan seorang lelaki? Pagi-pagi begini dengan ekspresi senyum-senyum sendiri? Kalau bukan 'itu'"

'TAK'

"Woah!" Mingyu menatap Wonwoo tak percaya dan tangannya mengusap kepala yang baru saja jadi korban.

"Aku tidak berpikiran kotor seperti mu." Ucap Wonwoo tanpa ekspresi.

'Merusak saja.' Batin Wonwoo kesal.

Junhui menahan senyumnya.

"Yak jangan ketawa kau bodoh!" Sungut Mingyu kesal, ketimbang memikirkan Mingyu, Junhui mengalihkan pengelihatanya kepada Wonwoo yang kini sibuk mengotak-atik gadgetnya.

"Memang apa yang kau impikan?"

Wonwoo mengangkat kepalanya.

"Kau bicara kepadaku?" Kata Wonwoo dan telujuknya menunjuk dirinya sendiri, Junhui facepalm.

"Apa aku terlihat sedang berbicara dengan Jihoon?"

Jihoon yang duduk tepat di belakang Wonwoo menengadah mendengar namanya di panggil, merasa hanya dijadikan objek bicaraan tak penting, gadis mungil itu melanjutkan aktivitasnya.

Wonwoo mengedikan bahu, tampak tak acuh. Nafasnya dihembuskan— beberapa uap mengepul dari belah bibirnya.

"Hanya sebagian hidup yang tak mungkin jadi nyata."

"Kenapa tiba-tiba melankolis gitu Woo?" Wonwoo malas mendelik atau menyahuti ucapan Mingyu.

Junhui membalas.

"Kalau begitu kau sudah menghancurkan mimpi indah bodoh."

Mingyu membela diri.

"Lagian wajahnya meminta untuk diledek."

Wonwoo dalam hati tergelak, 'dasar kurang ajar'

.

.

.

Mingyu bersiul pelan, matanya tak henti menatap gadis yang duduk tak jauh darinya. Seokmin berbisik beberapa kali kepada lelaki dengan tinggi 180cm lebih itu.

Mingyu menahan tawa.

Sedang Wonwoo, Junhui, Soonyoung enggan nimbrung dengan mereka berdua. Mereka bertiga lebih memilih memakan dalam diam atau mendengar celotehan Soonyoung soal club sepakbola kesukaannya.

'Apa aku tak layak untuk dilihat?'

Mingyu memajukan tubuhnya, mengajak yang lain untuk terlibat. Wonwoo ogah-ogahan untuk menurutinya.

"Kalian tau Ahn Solbin dari kelas 3-3? Aku sedang menyukainya—"

"Bukan kau bilang kemarin tertarik dengan Bae Yu Bin?" ujar Soonyoung,

"Dua hari yang lalu bahkan dia mengatakan kalau dia suka dengan Im Nayeon Sunbae. Karena bertemu di halte—"

"Yak, kalian sangat memperhatikan ku ya?" tutur Mingyu kelewat pede, Junhui menganga tak percaya dan menoyor kepala bocah itu.

"Bukan begitu bodoh. Kau itu sering kali begini, dan aku angkat tangan. Jangan meminta bantuan ku." Junhui to-the-point. Untuk tidak terlibat drama percintaan Mingyu yang ia sadari sangat picisan.

Soonyoung memasukan acar kedalam mulutnya sembari berujar.

"Kau bahkan tak mau membantuku mendekati Lee Jihoon-ku."

"KARENA DIA TSUNDERE!" keempat yang lain berkata bersamaan, membuat Soonyoung mendengus dan menatap mereka seolah berkata 'Apa-apaan?'.

Mata Mingyu kemudian menatap Seokmin, Seokmin menghela napas.

"Oke hanya setengah."

Mingyu hendak protes. Tapi, Seokmin menambahkan.

"Kalau tidak aku tidak mau sama sekali"

"Kalian sengkokol apa?" Mingyu memanyunkan bibirnya; mencoba merajuk. Tapi dianggap jijik bagi yang lain.

Tiba-tiba dia terduduk tegap, ada satu orang yang belum berkata apapun, dia menahan kepalanya dengan tangan. Mengedip-ngedip; imut. Wonwoo masih asik memakan jjanngmyeonnya, dia tidak sadar.

Mingyu bertahan dalam posisi itu, sampai netra Wonwoo menemukanya. Wonwoo hampir menyemprot wajah Mingyu, dia terbatuk dan buru-buru mengambil minum.

Tanpa Mingyu tunggu jawabannya, ia tahu arti pandangan Wonwoo.

"Wonwoo Hyeong, kau mau kan mambantuku." Mingyu mencolek dagu lelaki emo itu. Wonwoo dengan cepat mengusapnya.

"Tidak." Ucapnya, yang lain tergelak menahan tawa.

Junhui dan Soonyoung saja sudah tidak mau membantu Mingyu apa lagi Wonwoo.

Tapi, bukan Mingyu namanya jika menyerah.

Mingyu mengeluarkan semua jurus aegyonya, Junhui rasanya mau muntah dan Seokmin sudah menepuk-nepuk tangan; heboh. Soonyoung menahan tawa.

Runtuh.

Wonwoo mendengus kasar.

"Oke."

Yang lain tergagap, mendengar jawaban Wonwoo tak menyangka.

Pemuda itu segera berdiri, dan pergi dari sana tanpa berkata apapun lagi, meninggalkan semuanya.

"Wonwoo Hyung! Saranghae!"

Deg!.

Wonwoo menoleh sekilas dan mendapati Mingyu melakukan love sign. Membuatnya dipandangi aneh, Wonwoo buru-buru pergi dari ruang makan. Meninggalkan cekakan dari yang lainnya.

Tanpa semuanya sadari, ada sayatan perih yang semakin melintang.

'Drrt.'

Wonwoo membuka ponselnya,

'Kau memang teman terbaikku hyung!'

Obsidiannya hanya menatap pesan itu dengan mimik yang sulit diartikan.

Dan senyum getir,

'Meeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control.'

-To Be Continued-