Judul: Rotten Apple
Author: judalismic
Fandom: BTS
Pairing: Jeon Jungkook/Kim Taehyung (KookV)
Genre: Romance
Note: Alternate Universe, University!AU
.
.
Rotten Apple
.
Sudah ketujuh kalinya siang ini Kim Taehyung melirik ponsel yang tergeletak diam di atas bantal tidurnya. Dan sama seperti enam kali kesempatan sebelumnya, kali ini pun tak nampak adanya kehidupan dari ponsel bersampul emasnya itu.
Remaja dengan pahatan wajah sempurna yang dapat membuat dewa-dewa terpesona dan dewi-dewi menjadi iri itu menghela napas, kembali menekuri novel yang tengah dibacanya sejak empat puluh menit lalu─namun herannya tak ia ingat sama sekali detail cerita yang sedang dibacanya itu selain kisah tragis yang muncul dari sebuah kesalahpahaman.
Suasana hatinya sama sekali tidak membaik.
Dering ponsel yang mengejutkan membuatnya tersentak, kontan menggapai dan menyambar ponsel berbalut sampul emasnya itu dengan kilat. Keningnya berlipat samar, merasa tak mengenali tujuh digit nomor yang berkerlip di layar ponsel layar sentuhnya itu.
Digesernya menu untuk menerima panggilan, sedikit berharap bahwa ini adalah apa yang ia pikirkan.
"Halo?" Taehyung menggosok hidung dengan penuh antisipasi. Ia mungkin berharap, namun ia tak berpikir jauh hingga apa yang akan dilakukannya jika memang si penelepon adalah orang yang diharapkannya.
"Halo…" Suara yang tak familiar terhantar melalui saluran di udara, membuat kening Taehyung kembali berkerut. Ia tidak mengenal suara ini.
"─Ya?" Remaja bermata kucing itu ragu untuk kembali melanjutkan sapaannya, saat disadarinya lawan bicara yang asing itu tak juga membuka suaranya.
"Ini… Kim Taehyung, kan?" Ada sedikit nada ragu tertangkap dari cara lawan bicaranya itu berujar. "Kim Taehyung dari Kelas Drama?"
Alis Taehyung bertaut. "─Ya."
Sungguhpun ia tak bermaksud terdengar tidak sopan pada penelepon tak dikenalnya itu, namun saat ini tak bisa ia pungkiri sekecap perasaan kecewa karena yang diharap-harap tak kunjung menghubunginya. Malah orang tak dikenal yang menghubunginya. Dan siapapun orang ini, Taehyung berpikir, tidak meneleponnya dengan niat untuk sekadar bersalam-sapa belaka.
Kim Taehyung memang sering dikatakan bodoh, terutama oleh para hyung yang dekat dengannya di kampus. Tapi tidak, ia tak sebodoh itu untuk tidak menyadari kelimat penuh keragu-raguan dan kecanggungan yang baru saja dirasakanya dari si penelepon tanpa nama.
Ia rasa orang ini dalam sekian detik akan mengajaknya──
"Kau sudah punya pasangan untuk datang ke pesta Oh Sehun besok malam?"
Tuh, kan.
Taehyung memijit keningnya dan menghela napas panjang (setelah menjauhkan muka dari ponselnya agar tak menyinggung perasaan si penelepon, tentunya). Ia menjawab tanpa minat, "Belum tahu."
"Oh." Terdengar nada senang keluar dari mulut si penelepon, dan Taehyung tidak bisa tidak merasa ingin lekas mengakhiri percakapan mereka.
"Mungkin aku tidak akan datang." Taehyung menyela apa pun yang sekiranya ada di pikiran si penelepon untuk diungkapkan.
Ada jeda sejenak yang mengungkung keduanya dalam senyap, sebelum suara yang tak familiar itu menimpali dengan pertanyaan normal, "Kenapa?"
Taehyung mengangkat bahu tak acuh, seolah dengan begitu lawan bicaranya itu dapat menangkap sinyal ketidaktertarikan remaja bermata kucing itu.
Merasa tak akan mendapat respon (dalam bentuk kata-kata) dari Taehyung, si penelepon akhirnya menyerah. "Kalau kau memutuskan untuk datang, bisa beritahu aku?"
─Atau tidak.
Taehyung menggoreskan kuku telunjuk jari lentiknya yang kurus dan panjang di atas seprai putih ranjang tidurnya. Terdiam untuk beberapa saat dengan goresan-goresan kuku di tempat tidurnya membentuk sebuah nama dalam hangul yang sangat dihapalnya.
"Oke," ucap Taehyung kemudian. "Kuputuskan besok."
Tertangkap helaan napas lega dan senang dari seberang saluran telepon. Taehyung tak menanggapi dan membiarkan keheningan kembali merambati mereka. Ia ingin si penelepon menangkap sinyalnya bahwa ia tak tertarik.
"Kalau begitu, besok boleh kutelepon lagi?" Sayangnya, siapapun yang meneleponnya ini, tampaknya tak menangkap maksud Taehyung. Atau pura-pura tidak paham. Entahlah.
Taehyung mengucapkan 'Ya' tanpa minat, dan mengakhiri panggilan.
"Jika kau adalah Jeon Jungkook dari Kelas Vokal, akan kupertimbangkan." Taehyung menghempaskan kepalanya ke atas bantal empuknya. Diacungkannya ponsel yang masih digenggamnya itu ke udara, ditatapnya dengan harapan yang memudar.
Sepertinya mimpi untuk berpasangan di pesta dansa dengan Jeon Jungkook yang tersohor di seantero universitas itu memang selamanya hanya akan jadi mimpi.
Dan disebut mimpi karena memang hanyalah bunga tidur yang akan lenyap saat ia membuka mata.
Lebih daripada itu, bisikan rasionalnya mengingatkannya bahwa sekalipun keajaiban alam terjadi dan Jeon Jungkook memutuskan untuk pergi ke pesta dansa yang digelar Oh Sehun besok malam di rumahnya, pastilah akan dipilihnya gadis tercantik dengan senyum selembut sutera, atau gadis terpanas dengan lekuk tubuh seindah biola, daripada Kim Taehyung yang dari segi manapun kalah total. Terlebih ia adalah laki-laki, duh.
Taehyung berguling di ranjangnya, menelungkup dengan kedua lengan terlipat menopang dagu. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin siang pada saat jam makan siang di kantin universitas.
.
.
.
.
.
.
Tawa canda yang memenuhi kantin siang itu sama sekali tak membuat suasana hati mahasiswa tingkat 2 Seoul University jurusan Seni itu menjadi baik.
Kim Taehyung, dengan segala kerendahan hati, berani bilang bahwa ia masuk dalam kategori mahasiswa populer dengan segudang prestasi. Ia pandai bermain alat musik (terutama saksofon, tak ada yang bisa mengalahkan kepiawaiannya bermain saksofon), pandai berakting (ia hampir selalu mendapat peran utama di Kelas Drama), dan ia juga memiliki wajah (dan tubuh) yang ideal dan nyaris sempurna.
Tidak ada satu orang pun di kampus ini yang akan mengatakan bahwa Kim Taehyung jelek. Ini faktanya.
Fakta lainnya, jika ia punya segudang prestasi yang mampu membuatnya merasa seolah berada di atas awan, Jeon Jungkook punya bergudang-gudang alasan untuk merasa lebih hebat dan lebih baik darinya.
Siapa yang tidak kenal Jeon Jungkook di seantero universitas?
Konon katanya, mahasiswa angkatan baru yang loncat kelas saat SMA itu memiliki suara emas dan teknik vokal yang luar biasa. Bukan hanya itu, ia juga ahli dalam dancing, rapping, dan jago olahraga. Bisik-bisik para gadis bilang, Jeon Jungkook punya tubuh atletis yang bisa membuat Zeus jadi merasa rendah diri.
Taehyung hanya mendengar Jeon Jungkook ini melalui desas-desus. Ada banyak kabar beredar, dari yang membuat kagum hingga membuat jengah. Seperti rumor soal Jeon Jungkook menghamili mahasiswi tingkat dua tapi tidak mengakui perbuatannya.
Kim Taehyung, tentu saja, tidak mempercayai kabar-kabar miring yang terdengar seperti gosip murahan itu begitu saja. Lebih daripada itu, sahabat sekaligus teman sekamarnya di asrama kampus, Park Jimin, berada dalam satu klub Dance yang sama dengan Jungkook dan mengatakan bahwa semua isu yang beredar di luar sana mengenai Jeon Jungkook adalah omong kosong.
Pernah satu kali, Taehyung dipertemukan oleh takdir dengan mahasiswa juniornya yang sangat legendaris itu. Sayangnya, dewi keberuntungan tidak sedang tersenyum padanya. Remaja berambut sehitam gagak dengan pupil mata beriris obsidian itu tidak melihatnya.
Sekali lagi, tidak melihatnya.
Sungguh patut disayangkan. Dan ditertawakan, menurut Taehyung.
Saat itu Taehyung mengerjap melihat Jeon Jungkook yang digadang-gadang sebagai Kapten Tim Basket yang super populer dengan bergudang-gudang prestasi dan kelebihan yang membuatnya bahkan jauh lebih tinggi di atas awan lapis ketujuh dibandingkan dengan Taehyung. Dan ingat, popularitas Taehyung juga tidak main-main! Tidak ada seorang pun yang memiliki fansclub besar tersendiri di kampus ini selain Kim Taehyung si Wakil Ketua Klub Drama. Tidak ada, selain Jeon Jungkook.
Dan yang membuat Taehyung lebih terkejut, adalah kenyataan bahwa si Jeon Jungkook ini baru juga masuk kuliah, baru juga menginjakkan kakinya di Seoul University, dalam satu bulan sudah menyabet aneka pujian dan sanjungan yang dibarengi decak kagum dan suara sumbang para senior yang iri hati dari seantero penjuru kampus. Semua mata memperhatikannya. Semua telinga mendengarkannya. Semua kepala memikirkannya. Tidak terkecuali Kim Taehyung.
Taehyung baru saja hendak menyapanya sekadar untuk berbasa-basi, saat itu, namun sayangnya dari arah lain tiba-tiba saja muncul seorang gadis bertubuh langsing dengan rok mini yang berkibar menubruk Jungkook dan memeluknya, bergelayut manja di lengan Jungkook yang dengan angkuh memamerkan lekukan otot bisepnya yang terbentuk sempurna.
Gadis dengan rambut ikal pirang sepinggang itu menggamit lengan Jungkook dan membawanya entah kemana, diiringi siulan panjang dan tawa dari beberapa teman tim basketnya yang ditinggalkan dengan Park Jimin.
Taehyung menurunkan tangannya yang tergantung untuk melambai di udara dengan cemberut. Ia menatap Jimin si teman sekamarnya dan mengeluh melalui tatapan mata. Yang diberi keluhan hanya balas menatap dengan pandangan iba sekaligus ingin tertawa. Ugh.
Kali kedua Taehyung melihat Jeon Jungkook dengan jelas, adalah ketika pementasan Klub Drama yang mana Taehyung memerankan Cinderella versi modern. Bukan saja ia harus terlihat konyol dengan sepatu kaca berhak tipis dan tinggi, bahkan ia harus mengenakan gaun lebar panjang penuh renda dan pita, berkorset kencang dan ber-petticoat. Tidak ada pertemuan yang lebih buruk dari itu. Maka Taehyung memutuskan untuk bersembunyi di ruang ganti aktor saat Jimin membawa Jungkook berkeliling ruang klub setelah pementasan selesai.
Ia ingin memberikan kesan pertama yang bagus dan keren di depan Jeon Jungkook itu, duh.
Kesempatan ketiga, lagi-lagi dewi keberuntungan memalingkan muka darinya─entah ia punya dosa apa. Jimin dan Taehyung tengah berkutat dengan tumpukan buku-buku setebal batu bata di meja perpustakaan, ketika Jungkook lewat di depan meja oval besar tempatnya duduk bersama Jimin. Jungkook sempat melirik pada Jimin, namun lekas mengalihkan pandangan. Taehyung mengernyit, antara merasa jengkel tidak dianggap oleh juniornya satu itu, dan frustasi karena tidak pernah punya kesempatan bagus untuk mengenalkan diri.
Setelah kegagalan ketiga, Taehyung mulai berpikir bahwa garis takdirnya dan Jeon Jungkook tidak pernah bersinggungan. Seperti garis pararel yang sejajar tak terhingga, begitu dekat namun tak akan pernah bertemu. Taehyung mulai melupakan keinginannya untuk mengenal junior yang disebut-sebut sebagai si Anak Emas itu. Yah, sudahlah.
Hingga, tentu saja dewi takdir kembali bermain-main dengannya, kemarin siang di kantin universitas.
Taehyung mendecak tak sabar dalam baris antrian di depan meja panjang yang menjual roti isi daging kari, ketika Jimin menyerukan namanya. Tak sempat Taehyung memasang air muka terbaiknya, karena dipikirnya ia sama sekali tak perlu membuat impresi bagus bagi teman sekamarnya itu.
─Dan itu adalah kesalahan pertamanya.
Park Jimin berjalan bersisian dengan Jeon Jungkook ke arahnya, demi Tuhan!
Taehyung terbelalak dalam sekejap, memalingkan muka dan mengerjap untuk memastikan yang barusan dilihatnya itu memang betul-betul si Anak Emas dan bukan delusinya belaka.
"Taetae!" Jimin kembali berseru saat melihatnya membuang muka. "Jungkook mencarimu!"
Huh?
Maaf?
Sepertinya ia salah dengar.
"Tae!" Jimin menepuk pundaknya saat sahabat bersuara nyaringnya itu telah berjarak satu meter di sampingnya. "Jeon Jungkook." Jimin nyengir lebar, menunjuk si Kapten Basket di sebelahnya dengan ibu jarinya.
Taehyung menaikkan sebelah alisnya yang terbentuk sempurna, masih enggan menatap langsung si Anak Emas. "Aku tidak akan membelikanmu roti isi daging kari. Jika kau mau satu, mengantrilah karena itulah yang kulakukan sejak lima belas menit lalu," desis Taehyung.
Park Jimin pasti ingin memperdayanya─dengan apa pun yang dikatakannya, dan ingin menitip beli roti isi daging kari istimewa ini. Kan? Memangnya apa lagi?
Jimin memutar bola matanya. "Lupakan roti bodoh itu. Ikut aku." Jimin menarik tangan Taehyung keluar dari antrian. Tentu saja Taehyung protes, ia sudah mengantri lama sekali dan akan mendapatkan gilirannya membeli roti isi itu dalam empat urutan lagi, hei!
"Akan kuminta seseorang membelikan sekantung roti isi daging kari itu besok." Suara lembut sekaligus penuh kepercayaan diri dan kelugasan yang meluncur halus dari bibir merah sempurna Jeon Jungkook itu membuatnya terkejut. Ia memang sudah sering mendengar bahwa siapapun yang mendengar seorang Jeon Jungkook bicara (apalagi menyanyi) akan merasa seolah dihempaskan ke hamparan awan yang empuk dan memabukkan. Siapa yang membuat istilah itu? Taehyung ingin menggamparnya karena rupanya kenyataannya tidak seindah itu. Suara Jungkook bukan membuatnya melayang ke surga, yang ada malah membuatnya seolah jatuh ke neraka dan tak bisa merangkak naik lagi. Oh, Tidak.
"Tapi aku ingin makan rotinya sekarang!" Taehyung menekankan kata 'sekarang', tak tahu lagi harus berkata apa sehingga mengatakan apa yang pertama kali terlintas di kepalanya. Ia merutuk dirinya sendiri.
"Jangan kekanakkan, Kim Taehyung." Jimin menyeretnya kian jauh dari barisan di meja kantin. Taehyung jadi ingin menangis pasrah.
"Dengar. Singkat saja," ujar Jimin lagi setelah mereka berada cukup jauh dari keramaian hiruk pikuk kantin dan mendapat sedikit ketenangan di bagian belakang ruang kantin yang luas. "Jungkook membutuhkan seseorang untuk datang ke pesta dansa Oh Sehun besok malam, dan kebetulan sekali orang super beruntung itu adalah kau." Jimin bicara seenteng ia bilang hari ini adalah Kamis dan besok adalah Jumat.
Kening Taehyung berkerut. "Huh?"
"Tidak harus kau sih, sebenarnya. Tapi aku akan pergi ke pesta itu dengan Yoongi-hyung dan ia tidak akan senang melihatku menggandeng tangan Jungkook. Dan kandidat lainnya tidak ada yang lebih sempurna untuk peran ini selain aku dan kau."
"Peran?" Kerutan di kening Taehyung semakin nampak.
Jimin melirik Jungkook yang masih diam seribu bahasa di sampingnya dan menarik sudut bibirnya. "Juniorku satu ini telah bertindak gegabah dan mengatakan pada semua orang di Klub Basket bahwa ia akan membawa gadis paling cantik sedunia ke pesta dansa Oh Sehun besok malam."
Erm. Halo?
Barusan Jimin bilang 'gadis'?
Sepertinya ia salah sasaran.
"Aku tersanjung kau menganggapku begitu luar biasa seperti itu. Tapi kukatakan saja, aku tidak senang dibilang gadis tercantik sedunia." Taehyung mendengus kecil, menampakkan air muka tak suka.
"Selain akan membelikanmu sekantung roti isi bodohmu itu," sela Jimin lagi tak mengindahkan protes Taehyung, "ia juga akan mentraktir kita apa saja di restoran mewah lantai teratas Seoul City Hotel yang tersohor hanya bisa dimasuki kalangan jetset itu!"
Taehyung mengernyitkan dahinya lagi. Sepertinya ia harus mempertimbangkan pilihannya sekali lagi mengenai akankah memperpanjang kontrak persahabatannya dengan Park Jimin atau tidak.
"Aku tidak akan memakai baju perempuan dan datang ke pesta dansa siapapun. Tidak juga akan berdansa sebagai perempuan." Taehyung mendesis dengan deretan gigi sempurnanya yang terkatup rapi.
"Hanya satu lagu. Oke?" Jimin menatapnya tak percaya. "Hanya perlu berdansa satu lagu saja, lalu kau bisa undur diri dan Jungkook akan mengantarmu pulang. Apa susahnya? Bayangkan hadiahnya, Taetae. Makan malam gratis sepuas mungkin untuk tiga orang di restoran kelas atas yang tak akan mungkin pernah kita dapatkan tanpa ada keajaiban Tuhan!" Jimin tenggelam dalam imajinasinya sendiri, barangkali membayangkan rasanya menyantap hidangan super mahal sebanyak mungkin dan, catat, gratis.
"Tiga?" Sebelah alis Taehyung melengkung naik.
"Tentu saja aku minta tiga. Aku tidak mungkin meninggalkan Yoongi-hyung dalam pengalaman sekali seumur hidup ini." Jimin menatapnya penuh antusias─tanpa tahu malu mengakui bahwa ini semua demi kepentingan dan keuntungannya (dan pacarnya) belaka.
Taehyung baru saja akan kembali membuka mulutnya, ketika suara lembut dan memesona milik Jungkook kembali menyusup ke dalam gendang telinganya, "Aku akan cari orang lain, jika kau memang sangat tidak mau."
Pertama, si Anak Emas ini tampaknya sama sekali tak menunjukkan niat untuk bersopan santun dengannya. Hei, bagaimanapun, Taehyung lebih tua dua tahun darinya!
Dan kedua, tanpa dinyana sel-sel kelabu dalam tempurung kepala Taehyung terbagi dua antara kelompok yang ingin menjawab Ya dan kelompok yang menjawab Tidak.
"Aku─ tidak mau pakai baju perempuan." Taehyung menjelaskan. Rasanya ia tak perlu memberikan dan mempertegas alasan seperti itu. Tidak ada satu laki-laki pun di dunia ini yang senang mengenakan pakaian perempuan, ya ampun. Dan Park Jimin dan Jeon Jungkook seharusnya mengerti posisinya!
"Tapi kau sering pakai gaun," sela Jimin tanpa dipersilakan.
"Untuk drama." Taehyung mendelik sebal pada teman sekamarnya yang berkhianat itu.
"Apa bedanya ini dengan drama?" Jimin tak mau mundur. "Kau cuma perlu merias diri, kenakan gaun indah dan mahal, lalu pergi ke pesta dansa. Berdansa satu lagu, kemudian diantar pulang. Kita akan makan malam mewah di puncak gedung pencakar langit Seoul City Hotel keesokan harinya. Tidak ada drama paling mudah dengan bayaran paling mahal selain itu."
Taehyung melotot. "Semua orang mengenalku. Apa jadinya kalau aku datang ke sana dengan gaun perempuan? Mau ditaruh mana mukaku?" Tak habis pikir ia pada sahabatnya satu itu.
"Para ahli rias keluarga Jeon akan membuatmu berubah jadi orang lain. Tidak akan ada yang mengenalmu satu orang pun. Tidak akan ada yang tahu selain aku, Yoongi-hyung, Jungkook, dan kau sendiri." Jimin berkilah.
"Kurasa kita harus beralih pada Luhan." Suara emas Jungkook kembali menyeruak.
Entah bagaimana, Taehyung merasa seolah menelan sebatang jarum bersama air liurnya.
"Tidak, tidak." Jimin menggeleng cepat. "Tidak ada yang lebih baik untuk peran ini selain Taetae."
"Kudengar orang berdarah Cina itu juga cantik?" Terlihat jelas sekali Jungkook tak berminat membujuk ataupun bernegosiasi dengan penolakan Taehyung sama sekali. Taehyung mengatupkan bibirnya tanpa suara.
"Tidak secantik Taetae dalam gaun Victoria-nya," bela Jimin. Entah ia memang benar-benar tulus menganggap Taehyung seperti itu atau ia tak ingin kehilangan tiket makan malam mewahnya. Siapa yang tahu.
"Kenapa tidak minta perempuan betulan saja?" Taehyung membuka suaranya. Ia tak ingin menerima tawaran ini, tapi ia juga tak sampai hati bersikap dingin dan defensif total hingga tak mempedulikan apa pun.
Jungkook menatapnya kali ini. Dan Taehyung menyesal telah membuka mulutnya.
Kepingan bening sehitam malam dalam soket mata wajah dengan garis-garis muka sempurna itu seolah menariknya dalam pusaran emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Seolah seluruh dunia ditarik paksa untuk menoleh dan menancapkan perhatian yang utuh hanya padanya seorang. Jeon Jungkook adalah orang yang sangat berbahaya. Ia bukanlah malaikat bersuara emas. Ia adalah iblis penuh dosa yang tak akan melepaskan siapapun dari jerat pesonanya. Ia sangat berbahaya untuk jantung dan hati siapapun!
"Aku tidak suka perempuan."
─Huh?
HUH?
"Mereka berisik, cerewet, manja, menempel terus seperti lintah," terang Jungkook lagi dengan santai.
Taehyung mengerjap. Sekali, dua kali. Tiga kali.
"Kau gay?" Lekas ia menutup mulutnya sendiri yang telah bicara tanpa sempat difilternya.
"Tidak," seru Jungkook. "Aku tidak suka dengan ide membawa seorang perempuan ke pesta. Mereka akan sulit diingatkan bahwa itu hanya pesta satu malam dan tidak akan ada perpanjangan. Mereka akan menempel terus dan berpikir bahwa aku akan mengencani mereka."
Taehyung mengerutkan kening. "Seperti Jung Yein?" Taehyung masih mengingat dengan jelas saat gadis langsing berparas cantik dengan rambut ikal sepinggang itu menggamit mesra lengan Jungkook di kantin tempo hari.
"Seperti Jung Yein," sahut Jungkook, menatap Taehyung heran. Oh, tentu saja, Jungkook bahkan tidak tahu Taehyung ada di sana dan melihatnya saat itu.
Taehyung terdiam untuk beberapa saat. Otaknya menimbang cepat, namun berkali-kali ego dan harga dirinya menghentikannya melakukan hal bodoh dengan menerima tawaran Jungkook dan Jimin itu.
"Aku akan mencari Luhan. Atau Hong Jisoo." Jungkook mengalihkan pandangannya pada Jimin.
Jimin mengerang.
"Jika mereka juga menolak, aku akan kembali dengan Taehyung." Jungkook melempar pandangannya lagi pada Taehyung.
Jadi bukan saja tidak sopan dengan dengan tidak menggunakan embel-embel 'hyung' dalam memanggil namanya, bahkan Jeon Jungkook ini tidak ragu dan tanpa malu jelas sekali mengatakan bahwa ia, Kim Taehyung, hanyalah salah satu dari beberapa pilihannya dan baru akan kembali diperjuangkan jika kandidat-kandidat lainnya menolak? Yang benar saja.
Wajah Taehyung berlipat tak senang. Ia sendiri tak tahu yang mana yang paling membuatnya tak senang. Fakta bahwa Jungkook tak seperti yang orang bilang memiliki hati sebersih malaikat, atau bahwa ia hanyalah satu di antara ribuan butir pasir di pantai yang tersebar di bawah mata kaki Jungkook.
Taehyung mendengus membuang muka.
.
.
.
.
.
.
Lamunan Taehyung terhenyak dari ingatan yang masih terpatri jelas dalam benaknya mengenai kejadian kemarin siang di kantin universitas itu.
Di sinilah ia siang ini, tidak ada mata kuliah lagi setelah seratus empat puluh menit belajar sejarah pentas opera di Kelas Drama pagi tadi. Separuh hatinya tidak ingin terjatuh dalam jerat pesona Jeon Jungkook, dan separuh sisanya berpikir (tidak, ia tak ingin dianggap berharap) untuk melihat takdir apa yang akan membawanya dalam aliran nasib yang penuh ketidakpastian sekaligus penuh kemungkinan bersama seorang Jeon Jungkook.
Dering nada panggil yang menyeruak mengejutkan Taehyung dari pikirannya yang masih berselancar, dan baris hangul yang terpampang di layar ponselnya itu sepertinya akan memberikan jawaban dengan sendirinya tanpa perlu ia menerka-nerka lagi.
'Jeon Jungkook is calling'
.
.
.
.
.
*~ TBC ~*
.
Author Note:
Puahhh pegel amat ngetik di hape. Gimme back my laptop pls. QAQ
Kali ini Modern!AU dengan sentuhan gaya penceritaan modern. Moga cukup menghibur… ^_^;;
Update diusahakan sesegera mungkin. Yang pasti abis laptop balik. Sumpah derita banget ngetik banyak di hape. orz *jari keriting*
Maap kalau ada typo, ga sempet cek ulang. Nanti laptop udah balik dibenerin. TT_TT
Feedback? :D
