PARK'S FAMILLY HOUSE

MAIN CAST:

- Park Chanyeol

- Byun Baekhyun

SUPPORT CAST:

- Wu Yifan

- Kim Jongdae

- Oh Sehun

- Kim Jongin

- EXO Member

Rated: M

Lenght: Chaptered

Summary:

Bagi Baekhyun, pindah sekolah pun juga meninggalkan Jepang adalah hal terberat dalam hidupnya. Baiklah, ia memang lahir di Seoul, tapi kalau masalah tumbuh remaja hingga terjerumus dalam pergaulan bebas, Baekhyun melakukan semuanya di Tokyo. Adapun semua hal terberat berubah menjadi mimpi buruk ketika ia bertemu dengan anak bungsu keluarga Park.

"Selamat datang di rumah keluarga Park, Baekhyuniee."- (Chanbaek, Krisbaek, and EXO)

Tokyo, Japan - 6 Mei 2017..

Hembusan udara dingin begitu menusuk bersumber dari jendela balkon yang dalam keadaan terbuka lebar, juga pemanas ruangan yang sengaja dimatikan. Bulan malu-malu mengintip dari celah gorden yang membuka sedikit saat angin meniupnya. Terlihat di sana, di atas ranjang king size yang kini keadaannya sudah berantakan akibat aktivitas yang dua orang remaja lakukan sebelumnya.

Perlahan sepasang netra cokelat legam itu membuka sayu, lentik bulu mata mengerjap-ngerjap guna menyesuaikan cahaya termaram yang memasuki pupilnya. Dering nyaring membuat yang lebih mungil segera mengulurkan tangannya menuju nakas, meraba permukaan datar tersebut hingga memukan apa yang ia cari. Benda pipih itu diambil, menggeser tombol hijau dan dibawa mendekat ke indra pendengar.

"Yeoboseyo?"mulainya dengan suara serak khas bangun tidur.

Tidak ada sahutan apapun, selain nafas yang menderu marah.

"Akan kumatikan—"

"PULANG SEKARANG ANAK NAKAL, ATAU AYAH YANG AKAN KE SANA DAN MENDOBRAK PAKSA PINTU KAMAR HOTEL TEMPATMU BERADA!"

Itu adalah suara Ayah..

Duduknya sontak menegap, netranya membelalak kaget. Gemetaran tangannya menjauhkan sebentar ponsel dari telinga untuk mengetahui nama pemangil, dan benar itu adalah Ayah. Dengan nafas tertahan ia bangkit, sedemikan mungkin tidak membuat suara apapun dan segera memungut pakaiannya. Memakainya tanpa suara, hingga tidak ada suara apapun di seberang sana setelah sebelumnya terdengar bunyi sambungan terputus. Gelagapan tangannya membuka nakas dan mengambil sebungkus kecil bubuk putih heroin, lalu mengantonginya. Melirik sekilas ke arah ranjang, kemudian beranjak pergi dari sana. Meninggalkan sosok tinggi di atas kasur yang tengah tersenyum miring dengan mata menutup kembali.

Rumah adalah tempat paling menyebalkan, menurutnya. Ada saat-saat dimana ia merasa pulang adalah suatu yang membuang waktunya. Jika ia kembali ke rumah, itu berarti ia harus kembali memasang topeng sebagai anak baik. Ia sungguh membenci semua ini, berpura-pura adalah sesuatu yang paling dibencinya. Dengan langkah yang sedikit terseok, ia membuka pintu utama. Keadaan ruang tamu yang gelap, membuatnya bejalan mengendap diantara koleksi guci milik Ibu demi bisa menaiki tangga menuju lantai 2. Langkahnya amat pelan, berusaha sedemikian mungkin meniadakan suara. Tiga anak tangga lagi, maka seharusnya ia bisa sampai di lantai 2, tapi satu seruan bernada dingin sarat akan amarah membuatnya menghentikan langkah dengan kaku. Lampu ruangan di nyalakan, dan ia segera berbalik. Menengang di tempat saat melihat Ayah dan Ibu di sana.

"Berbalik dan ke sini, Byun Baekhyun!"

Byun Baekhyun adalah namanya, remaja berumur delapan belas dan sedang menempuh pendidikan SMA kelas 3. Selama ini di mata sang Ayah dan Ibu, Baekhyun adalah anak pendiam yang berprestasi. Minimnya keberadaan orang tua di rumah, menjadikan Baekhyun seringkali keluar rumah hingga tengah malam menjelang. Ayah adalah seorang CEO sebuah perusahaan Entertainment besar di Tokyo, sedang Ibu adalah Desainer terkenal yang seringkali berpergian menghadiri Fashion Week. Dalam satu minggu, Ayah dan Ibu hanya akan ada di rumah pada hari minggu. Itupun jikalau mereka tidak ada jadwal mendadak. Dan hari ini adalah hari Sabtu, tidak seharusnya Ibu dan Ayah yang kini menatapnya nyalang, pulang ke rumah.

Baekhyun mencelos ketika mendapati dekorasi ruang tamu bertemakan ulang tahun. Kalau tidak salah, hari ini tanggal enam di bulan Mei, yang berarti hari ini adalah hari kelahirannya. Ada kue juga beberapa kado di atas meja. Ayah dan Ibu memakai topi kerucut, baju setelan kerja masih melekat di tubuh Ayah. Membuat Baekhyun menggigit keras bibirnya yang membengkak, sembari membawa langkah mendekati mereka. Kepalanya menunduk, enggan bersitatap dengan sorot kecewa yang jelas tertuju untuknya itu.

Syal yang ia pakai dilepas paksa oleh Ayah, sedang Ibu membelalak terkejut mendapati jejak merah-keunguan banyak terdapat di lehernya.

Desah nafas panjang Ayah sarat akan kefrustasian, beliau menatap Baekhyun dengan jenis pandangan terluka dan kecewa. Ibu kini sudah terisak dengan bahu yang bergetar.

"Ayah kira laporan Paman Yujin adalah kebohongan. Ayah bahkan sempat mengancamnya jika berani berbohong lagi.."suara Ayah bergetar, antara menahan emosi dan kalut. "Mana mungkin anak Ayah satu-satunya, yang sering Ayah bangga-banggakan di depan teman-teman Ayah menjadi liar seperti itu? Kau tidak begitu kan, Baekhyunie?"

Sebentuk penyesalan, juga rasa yang menyakitkan menghantam jantungnya bertubi-tubi. Menjadikan dadanya sesak, dan membuat matanya panas oleh kesedihan. Baekhyun mulai terisak di sana, sembari menggenggam sesuatu yang ada di kantung jaketnya. Hanya tinggal berharap semoga Ayah tidak mengetahui apapun tentang barang haram tersebut.

"K-kenapa kau jadi begini, sayang?"suara Ibu terdengar begitu menyakitkan untuk didengar. "Siapa yang sudah membuat putra kecil kami menjadi seperti ini, hmm? Kau bahkan baru delapan belas, demi Tuhan! Kenapa kau sudah sejauh ini melangkah di jalan yang salah?"

Baekhyun masih setia bungkam, menangis tanpa suara dengan tatapan yang tertuju ke lantai. Ada satu-dua tetes jejak kesedihan di sana, dan itu adalah karena air matanya.

Ayah masih lekat memandangi Baekhyun, juga tangan sang anak yang bersarang dalam saku jaketnya. Ia sungguh tidak ingin mempercayai ini, sudah cukup dengan laporan jikalau Baekhyun sering keluar di malam hari untuk berpergian ke kelab, dan berakhir di salah satu kamar hotel bersama dengan lelaki lain. Tapi jika hilangnya Baekhyun pada pukul dua malam ketika mereka pulang dengan niatan memberi kejutan ulang tahun untuk sang anak, juga keadaan yang membuktikan laporan Paman Yujin adalah benar, ia sungguh masih enggan untuk mempercayai. Tapi tetap jua tangannya bergerak mengambil sesuatu yang kini dipegangi anaknya erat-erat. Sontak ketika benda itu beralih ke tangannya, tangisnya pecah. Istrinya—Ryuji Haruka, meraung penuh kesedihan. Sedang Baekhyun hanya mampu terduduk lemas dengan kepala yang menelungkup diantara lutut.

Setelah banyak hari yang ia habiskan dengan seks bebas juga mengonsumsi barang haram untuk memenuhi rasa candunya, ini adalah kali pertama penyesalan membuatnya merasa begitu buruk.

Seoul, Korea Selatan - 6 Mei 2017.

Pagi masih berdentang pukul tujuh, ketika rumah keluarga salah satu Ajudan Blue House, dipenuhi oleh teriakan bersahutan. Rumah itu adalah kediaman keluarga Park Seunghyung. Sedang suara teriakan bersahutan itu berasal dari arah dapur. Membuka pintu utama, menelusuri ruang tamu, lalu beranjak mendatangi dapur. Di sana, ada Park Chanyeol yang tengah melotot penuh permusuhan pada sosok Park Yoora—kakak perempuannya. Ibu baru saja selesai menyiapkan nasi goreng dan membawanya ke meja makan. Sedang Ayah membaca koran pagi, menghiraukan adu mulut yang sudah biasa terjadi diantara dua anaknya. Kecuali jika—

"YAK, PARK YOORA BAJINGAN, ITU SOSIS MILIKKU!"

—Salah satu anaknya akan mengumpat.

Ayah menurunkan koran yang tadinya menutupi wajah, netranya menyorot tajam pada Chanyeol dan juga Yoora yang kini juga menatap kearahnya. Sepertinya mereka berdua baru saja menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan.

Dengan perlahan, Chanyeol melepas pegangannya pada garpu yang menusuk satu sosis yang ia perebutkan bersama Yoora. Pemuda berumur tujuh belas itu menyengir salah tingkah pada Ayah yang kini mulai melipat korannya beberapa kali menjadi seukuran pas untu memukul. Tatapan Ayah jelas tertuju padanya, membuat Chanyeol lekas-lekas menenggak habis susunya dan beranjak pergi menuju kamar.

"KEMBALI KE SINI KAU, ANAK NAKAL! SUDAH BERAPA KALI AYAH BILANG UNTUK TIDAK MENGUMPAT SAAT SEDANG MAKAN, HAH?!"

Ayah terlambat satu langkah untuk menggapai Chanyeol yang terburu menaiki anak tangga. Sedang Ayah masih menggerutu, Yoora diam-diam mengendap menjauhi meja makan, namun tubuhnya kembali menengap saat seruan Ayah tertuju untuknya.

"Dan, Yoora. Berhenti di sana! Ayah akan memukulmu satu kali sebelum kau berangkat kerja."

Dengan cengiran lebar, juga langkah yang terseok mendekat, Yoora masih sempat melakukan aeygo untuk membuat Ayah luluh. Karena Yoora tahu pasti, sang Ayah akan melepasnya jika melihatnya bertingkah menggemaskan.

"Ayah, bbuing..bbuing~"

Park Seunghyung mengerjap sembari menahan gemas, lantas ia mendekat dengan satu seruan yang membuat Yoora tertawa kemenangan. "Aah, uri Yoora-ya neomu-neomu kiyowo.."sembari memeluk Yoora erat-erat.

Chanyeol yang baru saja keluar dari kamarnya dengan membawa tas sekolah, melihat itu. Lantas ia berteriak protes sembari menuruni tangga dengan terburu. Tapi kemudian langkahnya berhenti di dua anak tangga terakhir, gerutuannya berubah menjadi tawa kepuasan saat diam-diam Ayah mengedipkan mata padanya sembari mengangkat lipatan koran menuju kepala Yoora, kemudian memberikan satu pukulan ringan untuk anak sulungnya itu

"Yak, Ayah.. Ini sakit!"Yoora bersungut sebal dengan bibir yang mengerucut lucu. "Ini sungguh tidak adil."keluhnya kemudian.

Chanyeol menyandang tas di bahu kirinya, berjalan mendekat dengan masih mendengungkan tawa mengejek untuk Kakak perempuannya. Namun ketika ia sudah dekat, tahunya Ayah melakukan hal yang sama pada Chanyeol, sebanyak dua kali.

"Itu adalah untuk mengumpat di meja makan, juga untuk sudah berani mendelik pada Ayah."

Kali ini giliran Chanyeol yang bersungut-sungut sebal, menghiraukan Yoora yang tengah menjulurkan lidah padanya.

"Itu baru namanya adil, hehe."

Ayah kembali duduk, menyesap kopi dengan nikmat sebelum kemudian terdengar bunyi telepon dari arah ruang tamu. Chanyeol dan Yoora sudah kembali duduk, melanjutkan memakan sarapannya. Sedang Ibu yang bangkit dan mengangkat telepon tersebut.

"Yeoboseyo, di sini kediaman keluarga Park Seunghyung."

Tidak ada sahutan apapun, hanya terdengar deru nafas yang meragu.

Kening Park Yejin menyerengit, heran. "Yeoboseyo?"ulangnya lagi.

"Yejin-ah,"

Kerutan bingung di wajah Yejin berganti senyum lebar. "Oh, Haruka-ya!"ia berseru kegirangan. "Sudah berapa lama? Ah, aku begitu merindukanmu, chingu-ya."

"Hmm, aku juga sangat merindukanmu, Yejin-ah. Maaf karena sudah lama tidak menghubungimu. Kami ingin meminta bantuan kalian, ini soal Baekhyun, anakku—"

"Baiklah, aku akan mendiskusikannya lebih dulu dengan Seunghyung. Jangan dimatikan, oke."dengan itu langkah Yejin kembali ke ruang makan. Membisikkan beberapa kata inti permasalahan, sebelum menyerahkan gagang pesawat telepon pada suaminya.

"Hmm, Haruka-ya. Ada apa?"

"Seunghyung-ah, ini aku Taemin.. Bisa aku meminta bantuanmu menjaga Baekhyun untuk sementara waktu?"

Seunghyung menyempatkan melirik Yejin, sebelum menjawab. "Apa yang terjadi sebenarnya? Kau yakin ingin menitipkannya padaku?"

Terdengar helaan nafas panjang, disusul cerita yang mengalir langsung dari mulut Taemin. Tentang bagaimana kehiduapan di Tokyo membuat anaknya terjerumus dalam jurang pergaulan bebas.

Seunghyung menganggu-angguk mengerti dengan penjelasan Taemin di seberang sana. Lantas ia mendesah sedih, ikut menyayangkan apa yang sudah menimpa anak sahabatnya itu. "Baiklah, aku mengerti. Kau bisa menitipkan Baekhyun padaku, Taemin-ah. Aku akan menjaganya dengan baik."

Chanyeol dan Yoora sontak diam, mendengarkan baik-baik percakapan antara Ayah dengan seseorang yang bernama Taemin. Tidak lama kemudian sambungan terputus, Ayah menyerahkan kembali gagang telepon kepada Ibu.

"Baiklah anak-anak, kita akan kedatangan tamu sebentar lagi. Dia akan tinggal di sini sementara waktu, Ayah harap kalian bisa menerimannya dengan baik."

Chanyeol dan Yoora saling pandang, kening mereka berdua mengerut bersamaan. Lantas senyum jahil terbit diantara mereka.

"Tergantung, ayo lihat bagaimana tamu kita nanti, Ayah."Yoora dan Chanyeol saling high five. Membuat Ayah menggerutu dengan serius tentang jangan mengganggu tamu mereka nanti dengan kejahilan-kejahilan aneh.

Ini sudah hari kedua untuk Baekhyun mengurung diri di kamarnya. Tidak ada yang dilakukannya, selain menangis dan menyesali semuanya dengan berbaring di atas ranjang. Tidak ia hiraukan panggilan Taemin—sang Ayah, yang memintanya keluar kamar. Atau bahkan bujukan Haruka yang menyuruhnya untuk memakan sesuatu. Kesedihan juga kesakitan akan sakaw, membuat Baekhyun tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk keluar dari kamarnya. Ia juga tidak bisa berhenti menggigiti jemarinya dengan gelisah, pun mengatasi perasaan cemas yang menghantuinya. Degup jantungnya bertalu dengan cepat, ini terasa seakan ia berlari tanpa henti. Sesekali ia bahkan mengalami otot kejang, hingga membuatnya merintih kesakitan. Air matanya tidak bisa berhenti keluar, juga dibayangi dengan perasaan resah tidak berujung.

"Baekhyun buka pintunya! Jika tidak, jangan salahkan Ayah bila menerobos masuk secara paksa!"

Suara Ayah terdengar marah bercampur khawatir. Baekhyun tidak tahu sekarang ini jam berapa, tapi setidaknya ia masih ingat bahwa hari ini adalah Senin. Seharusnya Ayah tidak ada di rumah saat ini, tapi nyatanya Ayah ada di rumah. Mengkhawatirkan keadaannya. Sontak itu semakin membuatnya bersedih. Ia semakin meringkuk di dalam balutan selimut, enggan membiarkan Ayah melihat keadaan kacaunya.

"Baekhyun, buka pintunya. Ibu mohon.. Ayo kita atasi semuanya bersama-sama, sayang. Jangan takut, kami akan selalu ada bersamamu."kali ini suara Ibunya terdengar sangat mencemaskannya. Bahkan Ibunya pun..

Ada sebuah keinginan kuat yang membuat Baekhyun memaksa untuk bangkit. Berjalan tertatih dengan gemetar di seluruh tubuhnya, sedang sebelah tangannya memegangi dada, mencengkram rasa sakit yang membuat jantungnya terasa seperti akan meledak. Susah payah ia menggapai hendel pintu, memutar kunci dan kemudian mendorong pembatas itu hingga menampakkan sosok Ayah dan Ibu. Baekhyun terisak keras, membiarkan tubuh rapuhnya dibaluti hangat pelukan kasih Ibu. Ada Ayah yang memandanginya sendu, mencoba menyelami penderitaan yang sangat disesali olehnya.

"M-maafkan aku.. Hiks, maafkan a-aku.."ia bergumam seperti orang yang kehilangan arah, dan itu semakin membuat Haruka mengeratkan pelukan. "A-aku bukan anak yang baik, B-bu.. Aku kotor dan seorang pecandu. Maafkan aku, hiks.."

Tidak berusaha memungkiri rasa sakit hati mereka, Ayah dan Ibu bahkan ikut menangis bersama. Seharusnya mereka menghabiskan banyak waktu untuk memperhatikan pertumbuhan Baekhyun, karena biar bagaimanapun Baekhyun hanyalah seorang remaja yang sedang berusaha menjadi dewasa. Dan mereka melewatkan semua itu, melewatkan segalanya tentang mengajari Baekhyun menjadi sosok dewasa sesungguhnya.

Sosok jangkung itu terus menggerutu tentang bagaimana harinya di sekolah berlalu dengan buruk. Saat ini ia berdiri di depan kelas dengan satu kaki yang terlipat ke belakang, juga dengan kedua tangan yang saling menyilang pada sepasang telinga lebarnya. Sementara di dalam kelas, ada dua sahabat seperjuangannya yang sesekali menertawakannya tanpa suara namun sarat akan cibiran dan ejekan. Tolong ingatkan untuknya memukul kepala dua orang itu nanti. Baiklah, ini semua tidak akan terjadi jika saja tugas sialan Kang Songsaengnim tidak tertinggal di rumah. Gerutuannya juga belum mau berhenti, seharusnya ketika menit ke lima belas terlewati maka Yoora noona sudah sampai di sekolahnya untuk mengantarkan pekerjaan rumahnya yang tertinggal. Ini sudah menit ke delapan belas dan kakak perempuannya itu sama sekali belum menunjukkan sosoknya, bahkan batang hidungnya pun tidak terlihat di manapun.

Dengusan kembali mengudara, itu masih ulah Chanyeol. Kaki-kakinya bahkan sudah lelah menekuk, belum lagi telinganya yang terasa kebas dan memerah. Hampir-hampir merengek, namun diurungkannya ketika netranya menangkap sosok yang mendekat ke arahnya. Bukan, itu bukan Yoora noona. Bukan pula Paman Kim yang menjabat sebagai supir keluarga, juga bukan Kwon Ahjumma yang sudah lama mengabdi sebagai asisten rumah tangga di keluarga Park. Baiklah, Chanyeol benar-benar tidak tahu siapa orang itu. Mungkin ia tidak akan sepeduli ini jika saja buku tugasnya tidak ada di tangan sosok mungil itu.

Tubuh berbalutkan hoodie putih longgar dan celana training adidas hitam, juga masker hitam itu berhenti tepat di sampingnya. Chanyeol memutar tubuhnya dengan masih menggunakan satu kaki, kepalanya memiring, beradu tatap dengan sepasang netra berbiaskan lelah dan kosong dari yang lain.

Tanpa ada kata yang terucap, tangan si mungil terangkat untuk menyerahkan buka tugas milik Chanyeol.

"Chanyeol, kakimu!"

Bentakan bernada jengkel itu membuat tatapan mereka terputus, Chanyeol lekas-lekas melipat ke belakang lagi satu kakinya. Ia kembali menggerutu tentang bagaimana menyebalkannya Kang Songsaengnim dan teman-teman sekelasnya, membuat sosok si mungil cukup sadar diri ketika tatapan seluruh penghuni kelas menatap penasaran padanya.

Membungkuk sekali, kemudian berniat beranjak dari sana tapi segera ditahan oleh Chanyeol. Si jangkung menyempatkan menyerahkan tugas rumahnya pada Kang Songsaengnim dan meminta ijin untuk mengantar kerabatnya sampai parkiran.

Setelah mendapat anggukan sekilas dan gestur mengusir yang menyebalkan, Chanyeol buru-buru berlalu dari sana. Mengabaikan tatapan penuh ingin tahu dari duo Jongin-Sehun, lantas memberikan kode untuk si sosok tidak diketahui agar mengikutinya.

Gerutuan Chanyeol nyatanya tidak berhentiketika tugas rumah miliknya pun telah sampai, itu masih terus berlanjut. Tahunya langkah si jangkung tergesa menuju parkiran, tanpa memperdulikan langkah lain yang mengikutinya sedikit kesusahan.

Pandangan si mungil terangkat, menatap dengan alis tertaut ketika yang lebih tinggi sedang melakukan panggilan telepon. Bukan masalah sebenarnya, ia hanya merasa jengah akan gerutuan menyebalkan itu.

"Kenapa bukan noona saja yang mengantakan tugasku?"

Menjengkelkan sekali, pikir si mungil. Ia segera beranjak menuju ke dalam mobil, menyempatkan melontarkan cibiran sarkatis dan segera masuk ke dalam. Mengabaikan sepenuhnya seruan tidak terima dari yang lebih tinggi.

"Dasar tukang penggerutu!"

TBC

Review Juseyo~