Disclaimer
Vocaloid belongs to Yamaha Corp
Complicated
Chapter One
Hari Senin. Hari yang menurut banyak orang adalah hari yang menyebalkan. Begitupun bagiku. Aku, Rin Kagamine. Alasannya sebenarnya standar. Kembali beraktivitas setelah liburan adalah hal yang menyebalkan.
Aku menguap lebar. Baru saja aku sampai di sekolahku. Melihat sekolah, membuatku ngantuk. Aku bersekolah di Vocaloid Music Academy. Atau orang-orang menyebutnya VMA. Saat aku masih bersekolah di SMP biasa, ayahku menyadari bahwa aku memiliki bakat dalam bidang musik. Langsung saja ia mendaftarkanku ke VMA. Kebetulan baru tahun ajaran baru, jadi aku daftar saja. Sekolah itu sangat menyaring murid-murid mereka. Hanya segelintir orang yang bisa masuk kesana. Bisa dibilang setiap tahunnya hanya menerima satu kelas yang berisi 6 sampai 10 anak. Muridnya tak dipandang dari umur, asalkan tidak diatas 20 tahun. Dan beruntungnya aku diterima di sekolah itu. Aku memang berniat belajar keras supaya bisa konser seperti sahabatku, Miku. Tapi sifat malas yang melekat di diriku (contohnya seperti malas di hari senin :p) membuatku lama meraih sertifikat untuk segera konser. Padahal sudah 3 tahun atau lebih tepatnya tahun terakhirku di VMA.
Karena muridnya sedikit, tidak banyak mobil yang parkir. Dan kebanyakan murid memilih naik sepeda untuk pergi ke sekolah. Dan sisanya yang ingin lebih sehat (atau miskin?) berjalan kaki. Ya, seperti aku ini. Yang punya sepeda di rumahku hanya ayah. Ekonomi keluargaku terbatas, memang.
Karena area parkir sepi, aku menyebrang area itu dengan santai menuju ke base classku. Ah, ya, sekolah ini menganut sistem moving class. Namun, saat sedang berjalan santai di area parkir yang luas itu, aku mendengar deruman keras dari belakang. Aku menghentikan langkah dan menengok kebelekang. Langsung saja aku terperangah dengan apa yang kudapati di depanku. Sebuah mobil limousine berwarna hitam! Siapa murid yang begitu kaya? Atau guru?
Lalu, seorang semacam supir keluar dari pintu depan dan membuka pintu belakangnya. Keluarlah seorang anak laki-laki yang kukira seumuran denganku. Anak itu mengenakan seragam VMA sepertiku. Rambutnya pirang dan matanya sapphire seperti...aku?
Aku tertegun melihat pemandangan di depanku. Tanpa sadar, anak itu mendekatiku. "Nona, dimana kelas 3-mi, ya?" Tanya anak itu dengan bahasa jepang yang logatnya aneh.
"3-mi?" Aku masih belum sadar. "Eh? Oh ya! Ehehe." Aku merasa aneh cekikikan sendiri, aku salah tingkah di depan anak tadi yang kini sudah merengut.
"Maaf?"
"Ahaha, iya, kelasnya sama denganku. Hehe. 3-mi kan? Hehe. Ada disebelah aula besar yang di dekat lapangan parkir kok. Ya, begitu. Ehehe. Aku...duluan!" Rin! Apa-apaan aku ini! Salah tingkah membuatku seperti orang gila dihadapannya! Ah, tak biasanya aku nervous begini berbicara dengan lawan jenis. Aku berjalan cepat menuju kelasku tanpa mau melihat wajah anak tadi yang pastinya sudah cengo melihat kelakuanku tadi!
Kelas 3-mi. Anak tadi...anak barukah? Tapi kenapa sekelas? Ya jelas saja, Rin baka! Setiap tingkat kan, hanya ada satu kelas. 1-do, 2-re, 3-mi.
Walaupun kepala masih acakadut, aku yang sudah sampai di depan kelas segera membuka pintu kelas.
Krek.
"Ohayou!" Sapaku pada penghuni kelas yang hanya 8 orang tidak termasuk aku(mungkin 9 kalau ada anak tadi). Dan aku yakin semua sudah datang kecuali aku, karena aku memang yang selalu datang terakhir.
"Ohayou!" Balas yang lainnya. Aku melangkah menuju bangku di samping sahabatku, Miku. Miku Hatsune lebih tepatnya.
"Miku!" Panggilku cepat seraya duduk.
"Ya?" Miku menjawab panggilanku sambil tersenyum. Aku baru saja ingin bercerita tentang yang terjadi barusan di area parkir, namun tak sempat aku berkata, seorang guru bernama Kaito sensei masuk kelas dengan berwibawa diikuti...eh? Diikuti anak tadi! Ya ampun, mataku harusnya berbohong padaku! Walaupun memang tak bisa dipungkiri kalau ia seharusnya memang masuk kelas ini setelah percakapan tadi. Aku tetap saja tak mau percaya! Orang itu hanya membuatku mengingat kejadian memalukan tadi.
"Ohayou, minna! Hari ini, kalian akan diperkenalkan dengan seorang murid baru dari Australia." Jelas Shion sensei.
Aku mencibir. Dari Australia, tapi wajah oriental jepang begitu. Walau cara bicaranya tadi memang agak aneh, sih.
Kulihat teman-teman disekelilingku melihat anak itu aneh. Tentu saja! Wajahnya tak ada bule-bulenya sama sekali!
"Namaku Len Watson. Aku pindahan dari Australia karena kemauanku. Umurku 15 tahun. Salam kenal." Len membungkukkan badannya. Umurnya seumuran denganku, ternyata memang betul.
"Nah, Len. Silahkan pilih tempat duduk di sebelah Haku." Shion sensei menunjuk bangku yang kosong tepat disebelah Haku. Ah, Shion sensei memang orang yang santai. Memanggil murid dengan nama kecil karena kami memang sudah akrab dengannya. Bahkan ia memperbolehkanku dan teman-teman memanggilnya Kaito. Namun rasa hormat membuatku memanggilnya Shion sensei, begitupun teman-teman. "Itu akan menjadi posisi tetap tempat dudukmu disini, dan di kelas-kelas lainnya. Nah, silahkan ke kelas pelajaran pertama!" Kata Shion sensei seraya melangkahkan kaki keluar dari kelas.
Aku tertegun. Miku sudah bangkit dari bangkunya tanpa memedulikanku. Miku memang begitu, karena ia anti telat. Kalau menungguku, bisa telat ia.
Anak baru itu, Len, masih terduduk di bangkunya yang ternyata sebelahan dengan bangkuku. Tak memedulikan Haku yang sudah pergi tak peduli. Saat mataku bertemu dengan mata sapphirenya, entah karena apa, ada dorongan untuk mengajaknya berbicara. Dorongan itu sangat kuat, sehingga aku bingung sendiri.
Setelah menghela napas panjang, aku mencoba menyapanya. "Halo."
Anak itu menengok dengan ekspresi datar. "Kau yang tadi?"
Ah, sial. Dia masih ingat saja yang terjadi barusan. Aku hanya tersenyum miris. Namun, aku melanjutkan, "ahaha. Masih ingat saja. Iya, perkenalkan, namaku Rin Kagamine!"
"Kau tadi sudah tahu namaku, kan? Tak usah diberi tahu lagi, kan?" Balas Len dengan datarnya. Saat aku hendak bertanya lagi, Len sudah bangkit dari tempatnya dan keluar kelas. Ah, aku tak mengerti anak itu. Aneh! Beneran, deh.
Karena merasa sudah telat, aku bangkit juga dari bangku dan berjalan menuju kelas pertama.
Kelas Vokal.
Sesampainya disana, sudah aku perkirakan, aku telat. Aku tak ambil pusing soal ini. Mungkin ini juga yang membuatku tak dapat sertifikat konser.
"Kagamine! Kau telat lagi. Padahal tadinya aku sudah ingin memberimu sertifikat konser. Kutunda sampai minggu depan! Itupun kalau kau tak telat lagi!" Sambutan tak menyenangkan dan sekaligus membuatku terperangah itu keluar dari Meiko sensei.
"Sen...sei!" Pekikku kesal. Sebelum melanjutkan ocehanku, Meiko sensei sudah membekap mulutku dan menyuruhku duduk. Dengan lemah, aku berjalan, dan terduduk di bangku samping Miku.
"Rin, sabar ya. Minggu depan tak lama, kok. Kamu harus berjuang!" Hibur Miku sambil menepuk punggungku. Aku hanya tersenyum atas hiburan Miku.
Selama pelajaran berlangsung, aku tak bisa memerhatikan pelajaran, karena malas dan masih bete dengan Meiko sensei.
Dan akhirnya, jam menunjukkan waktu untuk berakhirnya pelajaran vokal yang membuatku mulai tersenyum. Namun,sebelum pelajaran berakhir, Meiko sensei tak langsung mengakhiri pelajaran. "Nah, minna! Karena kita kedatangan murid baru, aku ingin teman baru kita ini mempratekkan vokalnya. Len Watson! Ayo maju kedepan. Ini juga bentuk latihan keberanian saat konser nanti."
Semua anak bersuit-suit dan menyerukan nama Len. Len sendiri tetap dengan wajah datarnya maju kedepan. Meiko sensei nmempersilahkan Len bernyanyi.
"Ini lagu yang kubuat sendiri. Aku bahkan ngebut belajar bahasa jepang karena ingin menulis lagu ini." Ujarnya membuat anak lain mulai berbisik-bisik kagum. Aku mendecak. Aku juga pernah membuat lagu sendiri, dan mendapatkan pujian. Aku yang pertama bisa membuat lagu sendiri saat kelas 2. Bahkan saat itu Miku masih dibantu untuk membuat lagu (walau sekarang Miku sudah jago). Masalahnya, membuat lagu bagi anak baru itu tak biasa. Rata-rata baru bisa membuat di tahun kedua, awalnyapun masih dibantu (kecuali aku, mungkin?). Makanya, Len mendapat pujian karena sebagai anak baru, ia sudah bisa membuat lagu sendiri.
"Baiklah." Gumam Len. Lalu bernyanyilah ia.
Betapa terkejutnya aku mendengar lagu yang dinyanyikan Len! Semua anak mulai berbisik-bisik. Aku terperangah tidak percaya.
"Suaranya bagus, agak mirip kau, Rin! Kalian cocok duet." Bisik Miku padaku.
"Miku! Bukan itu masalahnya!" Balasku. Masalahnya, sepertinya teman-temanku lupa bahwa lagu yang dinyanyikan dan diklaim sebagai ciptaan Len adalah...persis lagu ciptaanku!
...To be continued...
A/N: Fanfic pertamaku di fandom ini :D Karena baru pertama, mungkin agak aneh, ya! Dan alasan judulnya Complicated adalah...ribet! Segala masalah di fict ini cukup ribet, rumit, dan apalah itu namanya~ Banyak konflik yang akan membingungkan anda. Hohoho. Dan bagi yang tertarik kelanjutannya, maafkan author karena nggak bisa update cepat. Author akan sekolah, dan paling cepat akan dipublish chapter dua sekitar bulan Agustus. Itu juga kalau banyak yang tertarik dengan kelanjutannya. Hehe. After read, don't forget to REVIEW ;)
