Teruntuk Perintis Fajar
Kaulah sang cahaya
Anak panah mentari yang menembus angkasa raya
Hangatnya sentuhanmu
Lelehkan air mata yang tlah lama membeku
Hadirmu sertai canda tawa
Sampai resah dan duka tersamar semu
Senyummu yang sejernih embun pagi
Suaramu yang sesejuk hembusan angin
Selalu membuat jiwa ini terkesima
Mendengar untaian kata dari gema lagumu
Menyusupi pikiran, merenungi masa depan
Walaupun apa yang kuucapkan adalah penyangkalan
Namun hati ini tak sekalipun bisa berkata dusta
'Aku ingin kita bisa selalu bersama'
~Pewaris Senja
Proved Me Wrong
By: Koyuki17
© Boboiboy Monsta Studio
Prolog : Dalam Kepingan Es
Dalam kehampaan, dalam kesunyian, ia terus mencari sepenggal suara yang tak lagi terdengar
Nihil. Tak ada apapun di balik erangan angin yang mengoyak malam, di balik dingin yang membekukan waktu. Manik violet itu memandang kosong pepohonan yang membentuk siluet-siluet kokoh, bangku-bangku taman yang sepi, juga jalan setapak berbatu yang tersamar dalam gelap: sebuah lanskap yang tersaji di balik bingkai jendela kamarnya di lantai dua. Ia tetap berdiri mematung, namun dalam hati ia terus bergumam, Apakah yang barusan didengarnya tidaklah nyata?
Hanya sekejap saja barusan, sayup-sayup terdengar sebuah senandung di antara hembusan angin. Sebuah suara yang membuatnya merasakan setiap detak jantung serta desir di nadinya. Sebuah suara yang membuatnya membuka jendela lebar-lebar. Namun senandung itu tak lagi terdengar, sirna sesingkat kabut tipis yang tercipta dari setiap hembusan napasnya.
'Hanya imajinasiku lagi ya...' Pikirnya, sedikit kecewa ia.
Baru saja ia hendak menutup jendela, sesuatu kembali merebut atensinya. Langit kelabu malam kini mulai dikaburkan oleh ribuan titik putih. Salju kembali turun rupanya, pantas saja udara malam ini tak lebih hangat dibanding malam-malam sebelumnya. Pantas saja, pikir pemuda itu, ia tidak bisa berpikir jernih sedari tadi. Sebab baginya, bunga es yang berhamburan dari langit itu masih menyimpan dengan baik kisah-kisah silamnya.
Tentang sepasang jejak kaki yang tertinggal di punggung bukit berselimut salju. Tentang lagu yang membuatnya terkesima. Tentang senyum yang terukir kala ia tak bisa lagi menahan derai air matanya.
Banyak sekali kenangan yang terputar ulang dalam benak pemuda berkacamata itu, seperti sebuah kaset yang rusak. Semua karena kepingan es itu, saksi bisu yang memantulkan apa yang terjadi pada malam-malam yang dingin itu. Mengabadikan waktu ketika roda kehidupannya berputar perlahan. Mengabadikan sebuah perjumpaan, mengabadikan sebuah perpisahan.
Tak lama setelah lamunan panjang itu, terdengar suara piano yang mendentingkan nada-nada, disusul oleh suara lembut pemuda bersurai gelap itu. Ia tak lagi mematung di depan jendela, tapi duduk di depan sebuah piano. Senandungnya, kata-kata yang terangkai darinya, menjadi penyerta bagi melodi riang itu.
Berkelana bersama angin dingin utara
Mengukir waktu yang sunyi tanpa suara
Menari berliku menuruni udara
Kembali pada dahan-dahan cemara
Ia pun tersenyum kecil sembari terus memainkan jemari lincahnya di atas tuts-tuts hitam putih yang berkilat itu. 'Lagu yang kekanakan sekali', begitulah pikirnya.
Berlanjut pada chapter 1: Angan
A/N: Haloo,, perkenalkan, saya baru di fandom inii,,
sebenarnya ini adalah ff yang sudah terkubur lama oleh tugas-tugas, dan karena saat ini saya masih harus menggelutinya, maafkan jika ff ini tak akan cepat updatee,,
Terimakasih bagi siapapun yang sempat mampiir~
Akhir kata, sampai bertemu di chapter selanjutnyaa (ˆ ˆ)/
