Nahyun menarik napas panjang untuk yang kesebelas kalinya siang itu. Mangkuk berisi jjangmyeon sudah berada di tangannya berikut sepasang sumpit. Namun matanya menatap lurus ke arah jam 11, tak beralih dari daun pintu rumah keluarga Oh yang ia tahu pasti akan terbuka sebentar lagi. Nahyun sudah menghafal jadwal pemuda Oh itu di luar kepala. Ia tahu kapan mutid SMA bernama Sehun itu pergi sekolah, jam berapa ia pulang, jam berangkat dan pulang ekskul musik dan dancenya di hari Rabu dan Jum'at, dan waktu kesukaannya, yaitu saat Sabtu malam dimana enam teman Sehun akan datang, dan mereka akan mengobrol di teras rumahnya hingga larut. Dan Nahyun akan selalu berada di balkon pada jam-jam itu, mencari kesibukan apapun yang penting berada di sana, menanti sesosok pemuda tinggi dengan wajah datar dan senyum yang tak pernah mencapai matanya itu keluar atau masuk. Jika ia keluar, maka pandangannya tertuju ke bawah karena mencari sepatu, dan jika ia masuk, ia tak pernah berbalik badan, seberisik apapun suara yang dibuat Nahyun. Namun Nahyun terpesona pada pemuda itu. Pada tatapan datarnya, hidung sempurnanya, bibir tipisnya, bahu bidangnya, tubuh tingginya, dan bahkan kakinya tampak begitu keren. Anggaplah Nahyun terobsesi. Karena ia memang nyaris mencapai taraf itu. Kalau ia tahu semua merk bajunya, hafal semua tulisan di T-Shirtnya, ingat semua motif kemejanya, kenal semua jenis Jeans dan sepatunya, bahkan hafal suaranya dan bisa membedakan suara motor Sehun diantara banyak motor lain yang berseliweran, apa namanya kalau bukan obsesi? Mungkin gila. Jira, sahabatnya, sudah angkat tangan terhadap Nahyun dan segala kegilaannya tentang Oh Sehun. Ia sudah cukup sabar dengan buku berisi 250 Fakta Oh Sehun yang ditulis gadis berambut pendek itu dan tak mau mengurusi lebih jauh. Yang ia lakukan hanyalah bersimpati atas percintaan rahasia Nahyun yang sudah mencapai tahun keempatnya- tanpa pernah sekalipun berani menyapa pemuda pucat itu. Maka siang ini, mnemani Nahyun dan jjangmyeon jatahnya, mereka menikmati detik detik menegangkan saat gagang pintu terayun dan menampakkan sesosok Tuan Muda Oh yang sedang menyandang tas gitar dan mencari sepatunya. Jira melirik. Nahyun nyaris mencelupkan wajahnya ke mangkuk jjangmyeon. "Sialan Oh Sehunnaa! Kenapa dia memakai T-Shirt kelabu itu... Itu favoritku! Dan lihat rambutnya! Aku lebih suka rambutnya naik ke atas- ya ampun wajahku panas!" Ia terus bergumam mengomentari tiap inci penampilan Sehun hari ini. Hingga motor besar Sehun melaju pergi, senyuman asih tak mau pergi dari wajah Nahyun. "Kau tahu, Jira? Bahagia itu sederhana.." ia berujar, melambaikan mangkuk jjangmyeon kosong dengan sumringah. "Kau tidak peduli walau kubilang kisahmu menyedihkan, ya.." Jira mendengus, walau daam hatinya ia senang melihat Nahyun begitu bahagia. -EnD-
