Yahooo~ long time no see! Lama ga update crita yang lain! Kapan coba trakhir kali update? *tampang innocent* #plak
Disclaimer: NOT MINE! I REPEAT! NOT MINE!
Pairing: 1827
Rate: T
Warning: OOC, AU, Yaoi, Genderbender, Chara-death, typo, bahasa campur", dll
-0-0-0-Chapter 1 ; "Meet the Angel and the Prince"-0-0-0-
Dengan wajah berseri – seri seorang anak yang tampangnya sepantaran dengan anak SMP, berjalan santai di tengah – tengah jalan kota ramai. Jangan hanya melihat tampang polosnya saja, ia sebenarnya seorang malaikat pencabut nyawa yang kebetulan sedang mendapatkan libur. Nada –nada ceria pun keluar dari si bocah berambut coklat panjang nan berantakan itu. Mata karamelnya yang polos tertuju dengan dengan sebuah rumah… lebih tepatnya mansion. Dengan rasa yang ingin tau yang besar, ia masuki rum-masion tersebut secara diam – diam. Dengan terkagum – kagum dan mulut terbuka lebar, sang malaikat menemukan sebuah kebun bunga yang luasnya bahkan lebih besar dari aula kota. Memutuskan untuk melihat – lihat sebentar, ia melangkahkan kakinya berjalan menjejelahi kebun bunga indah nan asri itu.
Tak merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, ia dengan wajah berseri – seri tetap melangkahkan kakinya. Tiba –tiba lengan bagian atas di tarik oleh seseorang. Dengan sergap ia menoleh kebelakangnya, mata karamelnya langsung bertemu dengan abu – abu kebiru – biruan. Didapatkan seorang yang terlihat seperti keturunan si darah biru. Dengan wajah masih dalam tahap syok, Tsunayoshi - sang malaikat, langsung menarik kembali lengannya dan berusaha untuk kabur dari sana. Namun usahanya sia – sia. Tak lama setelah ia berlari, belum sempat ia memanajat pagar ia gunakan untuk masuk tadi, sepasang lengan menghentikan langkahnya dengan cara memeluknya dari belakang. Dengan wajah yang bersemu, ia langsung mebalikkan tubuhnya menghadap pemuda bangsawan tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini, Herbivore?" ucap pemuda itu dengan nada tenang. Tak ada jawaban yang keluar dari si rambut coklat. Si raven hanya dapat menghela nafas, ia melepaskan pelukanya dari si bocah yang wajahnya berwarna semu merah. Sang pemuda berambut hitam kelam itu hanya menghela nafas dan mengulang kata – katanya barusan.
"Hebivore, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya lagi.
Sang bocah pun mengangkat kepalanya dan bertatapan langsung dengan mata sang pemuda di depannya. Sang bocah hanya tediam sambil memandangi pemuda yang ada di dekatnya itu dan rasa kagum langsung memenuhinya. Merasa sedang di pandangi, si pemuda mengdengus kesal, membangunkan si bocah dari lamunannya.
"Herbivore - jangan sampai kuulanggi lagi-, siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada kesal.
Sang bocah langsung bergedik dan langsung menjawab. "Na-namaku Tsunayoshi... um... aku hanya ingin melihat – lihat saja..."
"Kau bukan dari sini ya" tanya si pemuda lagi. Si bocah hanya menggeleng dengan polosnya
"Um... Ano... aku baru saja tiba disini, jadi... Um... Bolehkah aku... Um..."
"Katakan dengan jelas herbivore," desis si pemuda tak tahan dengan tingkah plin – plan remaja di depannya itu.
"Um... Boleh kah aku tinggal di sini untuk sementara? Aku baru tiba di kota ini dan um... Aku masih belum menemukan kenginapan... Jadi..." ucap si malaikat takut - takut.
"Bukankan itu hal yang bodoh meminta seseorang yang baru kau kenal?" desis si pemuda tak sabaran.
"Ah! Maaf! Um... Lupakan saja perkataanku tadi dan-"
"Kau boleh tinggal di sini herbivore" ucap si pemuda dengan tempo cepat.
"Biar saja... eh? Yang benar?" seru si malaikat kaget dengan jawaban pemuda di depannya.
"Ikut aku herbivore" ucap si pemuda -walau lebih terdengar seperti sebuah perintah- sambil berjalan menjauh dari sang malaikat. Sang malaikat yang masih dalam keadaan kaget pun langsung mengikutisi pemuda berdarah biru tanpa pikir panjang.
"Um.. ano... namamu siapa ya..." tanya Tsunayoshi sedikit ragu – ragu.
"Kyoya. Hibari Kyoya," jawab si pemuda singkat padat dan um... cukup jelaslah.
Suasana pun langsung hening. Hanya suara langkah kaki menghiasi suasana sepi itu. Sampailah mereka di depan sebuah pintu masuk yang megah. Di depan pintu besar itu, berdiri seorang berpakaian butler dan bermodel rambut aneh, membungkukan badannya sedikit tanda sapaan hormat kepada tuannya.
"Anda sudah kembali, tuan muda," ucap si butler dengan rasa hormat yang mendalam. Menyudahi salam hormatnya, ia pun langsung membukakan pitu untuk tuanya.
Sang tuan muda hanya melirik sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya memasuki ru-mansionnya. Sang bocah yang dari bersama dengan sang tuan mudah hanya dapat mengikuti pemuda yang baru ia kenal dengan perasaan ragu – ragu. Saat seseorang perempuan mengenakan seragam pelayan membungkuk di depan mereka berdua tanda memberi hormat, sang tuan muda segerah memerintahkan si pelayan untuk menyiapakan sebuah kamar tepat di dekat si bocah bernama Tsunayoshi itu, sang tuan muda langsung menyeretnya masuk ke dalam sebuah ruang makan yang tergolong sangat sangat sangat besar. Tanpa basa – basi, pemuda berambut raven itu duduk di sembarang tempat dan menyuruh... tepatnya memerintah sang bocah untuk duduk di sebelahnya.
"Kuharap kau belum makan siang," ucap sang pemuda dengan tenang.
"Um... aku baru saja sampai di kota ini... jadi... ehehe..." jawab Tsunayoshi sambil mengaruk – garuk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Hn... kau tunggu saja sebentar, makannan akan datang sebentar lagi," ucap si pemuda pelan. Tak lama setelah sang tuan muda mengucapkan kalimat tersebut, sebuah pintu terbuka dan memperliahatkan banyak sekali wanita mengenakan seragam pelayan masuk dengan berbagai macam makanan tersaji. Setalah selesai meletakan makanan – makanan tersebut, semua pelayan –pelayan itu berdiri di dekat dinding menunggu tuannya makan siang.
"Ayo, kau boleh menicicipi semua makanan yang ada di meja ini. Silakan tak usah malu – malu," ucap sang pemuda dengan sebuah senyum terlintas di wajahnya. Walau hanya sekilas, tapi para pelayan dapat melihat jelas mimik wajah tuanya yang amat sangat bahkan belum mereka lihat sama sekali. Melihat mimik wajah para pelayannya, sang tuan muda langsung menganti senyumnya dengan tatapan ganas yang sukses membuat para pelayan termasuk para butler bergedik ngeri.
"Um... ano... Hibari-san –"
"Kyoya!"
"Eh?"
"Kyoya... panggil aku Kyoya..." ucap sang pemuda sambil menghirup teh yang tersedia. Kyoya hanya meneguknya sekali sebelum meletakannya kembali ke atas meja. Ia mengalihkan pandangannya kebocah bermata karamel di sebelahnya.
"Ada apa? Kenapa kau belum menyentuh makananmu sama sekali?" tanya sang pemuda bingung.
"Um... ano Hi-*glare*Kyoya-san... aku selalu di ajarkan oleh ibuku.. kalau kita harus membiarkan tuan rumah untuk makan terlebih dahulu, jadi... um..." jawabnya takut – takut.
"Aku tidak lapar... kau saja yang makan," ucapnya sambil kembali meneguk minumannya kembali. Tsunayoshi hanya menghela nafas kecil sebelum mulai memakan makanan yang ada di piringnya. Kesunyian canggung pun kembail mendatangi mereka. Suasana pun berganti setelah menjadi kesunyian yang benar – benar sunyi, tak ada yang bergerak, bahkan suara jangkrik saja tak terdengar. Merasa tidak nyaman, akhirnya sang bocah pun membuka mulutnya.
"um.. ano.. Kyoya-san... malam ini aku tidur di mana ya?" tanya Tsunayoshi sambil memainkan kedua jari telunjuknya.
"Hm... ikut aku..." jawabnya sambil menginsyaratkan si bocah bermata karamel itu untuk mengikutinya. Mereka keluar dari ruang makan meninggalkan para pelayan untuk membereskan meja makan beserta peralataan yang telah terpakai.
Perjalanan mereka cukup memakan waktu dikarenakan luas rumah yang benar – benar luas serta lorong – lorong yang rumit. 'Sepertinya aku harus berhati – hati di sini kalau aku mau keluar dari sini hidup – hidup' pikir Tsunayoshi dalam batin.
Langkah mereka berhenti di depan sebuah pintu yang sama besarnya dengan pintu meja makan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, si pemuda langsung membuka pintu itu dang melangkah masuk di ikuti dengan bocah di belakangnya.
"Ini akan menjadi kamarmu. Pakailah sesukamu. Jika kau ingin sesuatu, kau bisa minta tolong pelayan yang ada di sini. Kamar ini berdekatan dengan kamarku," ucap Kyoya menjelaskan. "Sekarang kau bersihkan tubuhmu dan pakaian gantimu ada di lemari. Aku akan menjemputmu sebelum makan malam," lanjutnya sambil meninggalkan si malaikat termenung melihat kamar barunya.
Di dalam kamar yang berpaduan ungu kegelapan itu, terdapat sebuah ranjang king-size berseprai biru tua, sebuah lemari kau berwarna coklat kelam, sebuah meja beserta kursi bewarna indigo. Ia menurusuri kamar tersebut lebih dalam lagi. Ia menumukan sebuah pintu kayu berwarna hitam kelam. Ia buka perlahan – lahan dan melihat isinya. Di dalam terdapat ruangan mandi yang bewarna biru langit. Ia langsung menghelan nafas, mengetaui bahwa ia sudah bertemu dengan bangsawan yang benar – benar kaya. Menutup kembali pintu tersebut dan beranjak ke lemari kayu. Mendapatkan sesuatu yang dapat ia kenakan, ia kembali memasuki kamar mandi biru langit itu dan mulai membasu dirinya.
Sebuah ketukan membangunkannya dari lamunannya di balkon kamar. Dengan kecepatan kilat, ia buka pintu besar itu dan mendapatkan seorang pemuda mengenakan kemaja berwarna ungun serta jas dan celana hitam. Tak lupa juga seutai dasi betengger berantakan mengelilingi kerah kemajanya. Muka sang malaikat pun berubah menjadi semu merah. Ia memalingkan sedikit wajahnya kesamping untuk menyembunyikan wajah merahnya. Begitu juga dengan sang pemuda yang baru datang. Melihat malaikat kecilnya mengenakan sebuah kemeja putih dan celana coklat gelap, di lengkapi dengan sebuah rompi bewarna orange pucat. Rambut panjangnya pun di ikat satu. Sebuah dasi orange bertengger dengan berantakanya di kerahnya. Tersenyum sedikit, sang pemuda berdarah biru itu mendekat dan mencoba untuk menggapai dasi lawannya. Kaget dengan kedekatan yang tiba – tiba, sang bocah langsung mempejamkan matanya erat – erat menuggu sesuatu yang tergolong memalukan. Setelah sekian lama, ia membuka matanya dan memandang lurus ke mata lawannya. Sang karamel pun bertemu dengan biru keabu – abuan. Meraka saling memandang, wajah mereka pun mendekat dan terus mendekat, sampai sebuah suara mengakhirnya.
"Ehm... kalian kalau mau terus begitu, setidaknya jangan menghalangi jalan," ucap seorang berambut pirang dengan senyum jail.
"Diam kau kuda liar!" seru Kyoya kesal.
"Itukah cara yang benar untuk menyapa kakakmu?" ejek si pirang kembali.
"Sejak kapan kau jadi kakaku? Aku tidak pernah ingat punya kakak seceroboh kau! Bahkan anak balita saja lebih seimbang dari kau!" ucap Kyoya sinis.
"Ahahahaha... aku tidak seburuk itu, Kyoya," kikik orang yang di panggil kuda liar tadi. "Ah... siapa ini? Aku tidak pernah melihatmu? Temannya Kyoya?" tanyanya setelah menyadari seorang bocah di depan 'adiknya'. Ia mengalihkan pandangannya kearah sang pemuda raven. "Kyoya kau punya teman?" tanya si pirang dengan nada tak percaya.
"Um... namaku Tsunayoshi, senang berkenalan denganmu,um..."
"Dino! Namaku Dino Cavalone! Kakak sepupu Kyoya. Senang berkenalan denganmu, Tsunayoshi!" ucapnya sambil nebarkan senyuman yang dapat melelehkan setiap wanita yang memandangnya. Tsunayoshi pun membalas senyuman Dino dengan senyuman manis yang sama dasyatnya. Bedanya, milik Tsunayoshi dapat membuat setiap laki – laki yang normal serta abnormal bertekuk luntut di depannya.
"Aaaah! Kau ini imut sekali... coba aku punya adik sepertimu... aku malah mendapatkan adik sepupu yang kejam seperti dia," ucap Dino sambil mencubiti pipi Tsunayoshi gemas dan mendapatkan aura gelap dari sepupu yang tadi ia bilang kejam. Sebuah tonfa pun mendarat di kepala si pirang yang membuatnya pingsang sejenak di lantai.
"Ah! Dino-san! Kau baik – baik saja?" tanya Tsunayoshi khwatir. Sebelum sepat ia membantu Dino yang sudah tergeletak di atas karpet biru gelap si tuan muda langsung menyelak.
"Biarkan saja dia. Kita pergi sekarang," ucap Kyoya dingin sedingin es batu tanpa nada khwatir sama sekali sambil menarik 'temannya' pergi.
"Tapi... Dino-san dia–" mendapatkan pandangan tajam, si bocah langsung menutup kembali mulutnya dan menurun parsah. Keheningan... selalu saja mendatangi mereka. Entah kenapa masion itu selalu saja sepi, seperti tidak ada tanda – tanda kehidupan selain mereka.
Menemukan kembali ruangan makan yang tadi mereka-tepatnya Tsunayoshi-gunakan untuk makan siang tadi, mereka memasuki ruangan itu dengan tenang, untuk Kyoya, sementara Tsunayoshi terlihat sangat gugup berhadapan dengan keluarga bangsawan. Di ujung meja makan yang panjang itu sudah terdapat seorang pemuda berambut pirang pucat mengenakan jas formal yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan Kyoya. Seorang pemuda berambut raven panjang yang kepang satu mengenakan baju tradisional cina yang lagi – lagi mempunyai wajah yang sangat amat mirip dengan pemuda di sebelahnya. Dia lihat Dino sudah duduk di kursinya dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Kyoya langsung duduk di sebuah kursi kosong yang tersedia serta menginsyaratkan Tsunayoshi untuk mengikuti. Sang kepala keluarga hanya menaikan salah satu alis sambil memandang bocahberambut coklat di samping putra bungsunya. Mengerti maksud ayahnya, Kyoya langsung mengangkat suara.
"Dia herbivore yang kutemukan di taman. Dia akan tinggal di sini untuk beberapa hari," ucap Kyoya bermaksud mengenalkan.
"Na-maku Tsuna-yoshi, sa-salam kenal," ucap Tsunayoshi sedikit canggung.
"Hn. Alaude Nuvola. Earl Keluarga Nuvola," Ucap sang kepala keluaraga singkat.
"Salam kenal Tsunayoshi-kun. Namaku Fon Nuvola. Panggil aku Fon," ucap pemuda di seberangnya dengan senyuman.
"Um... salam kenal Nuvola-san, Fon-san!" sapa Tsunayoshi sambil membalas senyuman Fon.
"Ah... orang Jepang ya," ucap Fon sambil tersenyum hangat.
'Nuvola? Bukankah nama belakang Kyoya-san itu... Hibari ya?' pikirnya.
"Nama keluarga Kyo-kun sebenarnya Nuvola, tapi ia menolak untuk memakainya. Ia lebih memilih untuk mengunakan nama armahum bunda kami," ucap Fon menjawab pertanyaan yang dipikiran Tsunayoshi.
"Oh... begitu..." balas Tsunayoshi. 'Hiiiieee? Dia bisa membaca pikiranku ya?' pikirnya lagi.
"Tidak, aku tidak dapat membaca pikiranmu, Tsunayoshi-kun. Semua terlintas jelas di wajahmu," jawab Fon lagi – lagi menjawab pertanyaan yang ada di pikiran Tsunayoshi.
"Oh..." 'Memanganya aku sebegitu mudahnya di baca ya?'
"Iya... kau memang mudah sekali dibaca bagaikan membaca buku cerita anak – anak, Tsunayoshi-kun," jawab Fon lagi. 'Dia melakukannya lagi!' teriak Tsunayoshi dalam hati.
"Ehm... Fon itu cukup. Jangan membuat tamu kita ini semakin takut," ucap Alaude menghentikan putra sulungnya dengan wajah datar. Fon pun langsung terdiam dan tersenyum lebar. Setelah suasanan tenang, kegiatan santap – menyantap pun dimulai. Benar – benar keluarga yang dingin. Tak ada diantara merekan yang membuka suara. Semuanya memilih untuk diam dan menikmati hidangan masing - masing.
Makan malam yang dingin itu pun berakhir dan sekarang pasangan teman baru itu pun langsung berjalan bersama menuju kamar meraka yang berdekatan. Tak ada salah satu dari mereka yang mengeluarakan sepata kata pun, hingga mereka sampai di depan kamar Tsunayoshi.
"Herbivore..."panggil Kyoya pelan.
"Iya?"
"Besok, aku akan mengajakmu jalan – jalan mengelilingi kota setelah sarapan," ucap Kyoya.
"Um... baiklah!" seru Tsunayoshi dengan semangat tinggi dan senyum manis menghiasi wajahnya yang sukses membuat wajah sang pemuda berdarah biru kita bersemu merah. Berusaha menahan wajah tersipunya, sang tuan muda langsung menginggalkan bocah imut di depan kamarnya.
"Buon anotte" bisik sang pemuda pelan sebelum meninggalkan bocah yang benar – benar tidak mengerti apa – apa.
"Buon anotte, Kyoya-san" balasnya sambil memasuki kamarnya dan bersiap – siap untuk istirahat.
-0-0-0-TBC-0-0-0-
Ahahaha... crita baru lagi... tadinya mau jd oneshot tapi... waktu ga keburu (a.k.a gw males) jadi gw potong" deh~ lagian kalo di jadiin satu juga panjang bgt... ampe gw sendiri bosen ngetiknya berhubung hari ini tanggal 29 Feb (tanggal langkah euy) jadi paksa aja publish nih crita! Lumayan tanggal langkah! Apa sekalian gw update 4 tahun sekali pd tanggal yang sama ya? #plak
Yup idenya dari lagu Vocaloid – "Alluring Secret ~Black Vow~" tapi banyak yg gw twist jd jangan binggung ya! Ini juga ngetiknya nyaris setahun yang lalu jadi kalo bahasanya berubah"... Gomenasai~
Well... review please? Kalo engga beneran gw update 4 tahun sekali loh!
CiaoCiao~
